Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH BIOTEKNOLOGI

BITOEKNOLOGI TANAMAN I

OLEH :

KELOMPOK 7

1. Fajri Adhiyat Rifyant (18032051)

2. Gilang Amanda (18032055)

3. Nandia (18032017)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021
I

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang maha kuasa karena dengan izin dan
kuasa-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak


kendala sehingga masih banyak terdapat kekurangan,oleh karena itu penyusun sangat
mengharapkan kritik maupun saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
penulisan ini.

Kepada semua pihak secara langsung maupun tidak langsung telah membantu
kesempurnaan penulis makalah ini diucapkan banyak terima kasih yang sedalam-
dalamnya khususnya kepada dosen pengajar mata kuliah ini,yang telah memberikan
arahan dan masukan sehingga tugas ini selesai tepat pada waktunya.

Akhirnya, hanya kepada Allah-lah kita kembali dan hanya kepada-Nyalah


terdapat kesempurnaan.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Amin

Padang, 21 April 2021

Penulis
II

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang………………………………………………………….…..…1
B. Rumusan masalah……………………………………………………….…....2
C. Tujuan……………………………………………………………………..….2

BAB II PEMBAHASA

A. Konsep dasar kultur jaringan tanaman


B. Contoh-contoh pemuliaan tanaman yang menggunakan prinsip kultur jaringan

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………….…… 24
B. Kritik atau saran………………………………………………………..…….24

DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kultur jaringan merupakan pengembangan dari teori sel, yaitu dengan


menumbuhkan sel atau sekumpulan sel (jaringan) pada medium yang mengandung zat
hara yang sesuai dengan kebutuhan sel atau jaringan tanaman. Jaringan yang
ditumbuhkan pada medium padat akan membentuk kalus, yaitu massa atau kumpulan
sel yang tidak beraturan. Kalus yang terbentuk dicacah menjadi bagian kecil-kecil
kemudian dipindahkan ke medium baru, dengan susunan hara yang tepat supaya kalus
dapat tumbuh menjadi tunas dan tanaman baru yang sempurna (Hartmann, 1983).

Pada awalnya telah dicoba dan berhasil mengembang-biakan tanaman secara


vegetatif dari berbagai bagian tanaman selain dari biji seperti; batang, pucuk, daun,
dan akar. Realitas itu kemudian memunculkan ide untuk memperbanyak tanaman
dengan menggunakan metode kultur jaringan/sel tumbuhan (plant tissue/cell culture).
Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk memperbanyak jaringan/sel yang
berasal atau yang didapat dari jaringan orisinal tanaman secara vegetatif dalam
medium secara in vitro (dalam tabung kaca).

Menurut teori sel yang dikemukakan oleh Schleiden dan Schwann bahwa sel
tumbuhan memiliki sifat autonom dan totipotensi. Autonom berarti dapat mengatur
rumah tangganya sendiri; metabolisme, tumbuh dan berkembang secara independen.
Totipotensi berarti memiliki kemampuan beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Hal
ini merupakan salah satu pembeda sel tumbuhan dengan sel hewan. Selain itu, pada
sel tanaman terdapat dinding sel. Sel tanaman hidup apabila diletakkan pada suatu
lingkungan yang sesuai, akan tumbuh dan berkembang menjadi tanaman baru yang
sempurna (McCown, 1987).

Bagian dari tanaman yang dapat dikulturkan (diperbanyak) adalah daun muda,
mata tunas, ujung akar, keping biji dan bagian lainnya yang bersifat meristematik,
yaitu mudah tumbuh dan berkembang. Bagian-bagian tubuh tanaman tersebut
dikulturkan dan ditumbuhkan kembali dalam kondisi aseptik (steril) yang kaya nutrisi
dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian
tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap.
2

Beberapa jenis tanaman yang belakangan ini dilakukan perbanyakan secara kultur
jaringan adalah anggrek, daun dewa, krisan dan manggis.

Perkembangan teknologi yang semakin maju, maka dengan demikian melalui


teknik kultur jaringan dapat dilakukan perbanyakan tanaman. Metode pembuatan
kultur jaringan ada faktor penentunya yaitu media. Media merupakan faktor penentu
dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan
tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan
biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga
bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang
ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan
tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan (Joice, 1991).

Melalui kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai


kebutuhan karena faktor perbanyakannya yang tinggi. Bibit dari varietas unggul yang
jumlahnya sangat sedikit dapat segera dikembangkan melalui kultur jaringan. Pada
tanaman perbanyakan melalui kultur jaringan, bila berhasil dapat lebih
menguntungkan karena sifatnya akan sama dengan induknya (seragam) dan dalam
waktu yang singkat bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dan bebas penyakit.
Kultur jaringan adalah metode perbanyakan vegetatif dengan menumbuhkan sel,
organ atau bagian tanaman dalam media buatan secara steril dengan lingkungan yang
terkendali (Primrose, 1987).

B. Rumusan Masalah

C. Bagaiman konsep dasar kultur jaringan tanaman? Bagaimana contoh-contoh


pemuliaan tanaman yang menggunakan prinsip kultur jaringan? Tujuan

1. Mengetahui konsep dasar kultur jaringan tanaman

2. Mengetahuin contoh-contoh pemuliaan tanaman yang menggunakan prinsip


kultur jaringan

BAB III

PEMBAHASAN
3

A. Konsep dasar kultur jaringan tanaman

Teknik kultur jaringan tanaman atau yang sering disebut dengan teknik kultur in
vitro merupakan salah satu teknik perkembangbiakan tanaman secara vegetative.
Konsep dari teknik ini adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian
tanaman yang aktif dan ditumbuhkan pada media buatan dalam kondisi aseptik dan
mengandung nutrient dan hormon. Bagian tanaman yang dapat diperbanyak secara
isolasi adalah bagian biji, akar, batang, daun dan bunga. Tanaman yang akan
ditumbuhkan dalam teknik ini haruslah berada di lingkungan yang steril agar media
tanaman tidak terkontaminasi (Harahap, 2011).

Kultur jaringan merupakan pengembangan dari teori sel, yaitu dengan


menumbuhkan sel atau sekumpulan sel (jaringan) pada medium yang mengandung
zat hara yang sesuai dengan kebutuhan sel atau jaringan tanaman. Jaringan yang
ditumbuhkan pada medium padat akan membentuk kalus, yaitu massa atau
kumpulan sel yang tidak beraturan. Kalus yang terbentuk dicacah menjadi bagian
kecil-kecil kemudian dipindahkan ke medium baru, dengan susunan hara yang tepat
supaya kalus dapat tumbuh menjadi tunas dan tanaman baru yang sempurna.
Beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dan dipenuhi dalam rangka
mendapatkan kultur jaringan/sel tanaman yang bersih dan tumbuh dengan baik
antara lain:

1. Prinsip sterilitas yang meliputi peralatan dan medium harus aseptik dan steril,

2. Prinsip ketersediaan nutrisi; medium harus menyediakan semua nutrien yang


diperlukan oleh sel tanaman dalam jumlah yang cukup dan seimbang.

3. Preservasi sel.

Oleh karena itu, penguasaan pengetahuan dasar merupakan syarat pokok dan
keterampilan seseorang sangat menunjang kesuksesan di dalam melakukan kultur sel
tanaman. Penanganan kultur sel tanaman hendaknya dijalankan dalam kondisi
benarbenar aseptik, karena sel/jaringan hewan tumbuh dan berkembang lebih lambat
dari kontaminan umum seperti bakteri, yeast (jamur), dan mycoplasma.

Tahapan Kultur Tanaman:

1) Preparasi medium kultur


4

2) Penanaman dalam kultur

3) Organogenesis

4) Amplifikasi anakan

5) Penanaman dalam tanah

Kultur jaringan tergantung pada tiga kemampuan dasar tanaman, yaitu:

1. Totipotensi, yakni kemampuan atau kapasitas turun-temurun dari sel tanaman


untuk berkembangan menjadi tanaman lengkap bila dirangsang secara tepat.
Totipotensi mengandung makna bahwa seluruh informasi yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan reproduksi organisme terdapat di dalam sel. Meskipun secara
teoritis seluruh sel-sel tanaman bersifat totipoten, namun hanya sel-sel
meristematik yang memperlihatkan kemampuan ini secara baik.

2. Dediferensiasi, yaitu kemampuan sel-sel dewasa untuk kembali kepada kondisi


meristematik dan berkembangnya titik tumbuh yang baru, diikuti oleh
rediferensiasi yaitu kemampuan untuk tumbuh menjadi tanaman baru.

3. Kompetensi, yaitu kemampuan yang berkaitan dengan potensi endogen dari


suatu sel atau jaringan untuk berkembang melalui suatu cara tertentu. Misalnya,
sel-sel yang secara embriogenik bersifat kompeten mampu berkembang menjadi
embrioembrio yang fungsional. Kebalikannya adalah non-kompetent atau secara
morfogenetik tidak mampu.

 Tipe-Tipe Kultur Jaringan

 Kultur Biji (seed culture) Kultur biji merupakan kultur yang bahan
tanamannya menggunakan biji atau seedling.

 Kultur Organ (organ culture) Kultur organ merupakan budidaya yang bahan
tanamnya menggunakan organ seperti: ujung akar, pucuk aksilar, pucuk daun,
helaian daun, buah muda, buku batang, akar, dan lain-lain.

 Kultur Kalus (callus culture) Kultur kalus merupakan kultur yang


menggunakan jaringan (sekumpulan sel), biasanya beberapa jaringan parenkim
sebagai bahan eksplannya. Dalam perbanyakan mikro, produksi kalus biasanya
5

dihindari karena dapat menimbulkan variasi dan, terutama pada zona perakaran,
mengakibatkan diskontinyuitas dengan sitem berkas pengangkut utama. Kadang
– kadang eksplan menghasilkan kalus, bukan tunas baru, khususnya jika
diberikan hormon dengan konsentrasi tinggi pada media. Dalam hal lain, kalus
sengaja diinduksi karena potensinya untuk produksi massal plantlet baru. Faktor
pembatasnya adalah sulitnya menginduksi inisiasi tunas baru, terutama pada
tanaman berkayu dan tingginya kejadian mutasi somatik. Potensi terbesar
penggunaan kultur kalus adalah dimana sel-sel kalus dapat dipisahkan dan
diinduksi untuk berdiferensiasi menjadi embrio somatic. Secara morphologi,
embryo ini mirip dengan yang ada pada biji, tapi tidak seperti embrio biji,
mereka secara genetik bersifat identik dengan tanaman tetua, jadi, segregasi
seksual materi genetik tidak terjadi. Karena 1 milimeter kalus berisi ribuan sel,
masing-masing memiliki kemampuan untuk membentuk embrio, sehingga
kecepatan multiplikasi sangat tinggi. Kultur kalus dapat dilakukan pada media
cair dan embrio berkembang sebagai individu terpisah, sehingga penanganan
kultur relatif mudah. Berikut secara umum aplikasi kultur kalus :

 Dalam beberapa hal, perlu fase pertumbuhan kalus sebelum regenerasi via
somatic embryogenesis atau organogenesis

 Untuk menghasilkan varian somaklonal (genetic atau epigenetic)

 Sebagai bahan awal kultur protoplast dan kultur suspensi and suspension
cultures

 Untuk produksi metabolit sekunder

 Digunakan untuk seleksi in vitro

 Kultur Suspensi Sel (suspension culture) Kultur suspense sel merupakan


kultur yang menggu-nakan media cair dengan pengocokan yang terus
menerusmenggunakan shaker dan menggunakan sel atau agregat sel sebagai
bahan eksplannya, biasanya eksplan yang digunakan berupa kalus atau jaringan
meristem.

 Kultur protoplasma (protoplasm culture) Kultur protoplasma menggunakan


eksplan sel yang telah dilepas bagian dinding selnya mengguanakan batuan
6

enzim. Protoplas diletakkan pada media padat dibiarkan agar membelah diri dan
membentuk dinding selnya kembali. Kultur protoplas biasanya untuk keperluan
hibridisasi somatik atau fusi sel soma (fusi 2 protoplas baikintraspesifik maupun
interspesifik)

 Kultur haploid Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian
reproduktif tanaman, yakni kepala sari/anther (kultur anther/kultur mikospora),
tepung sari/pollen (kultur ovule), sehingga dapat dihasilkan tanaman haploid.

 Kultur Meristem Istilah meristem seringkali digunakan untuk menyebutkan


ujung tunas dari tunas apikal atau lateral. Meristem sebenarnya adalah apikal
dome dengan primordia daun terkecil, biasanya berdiameter kurang dari 2 mm.
Keuntungan penggunaan meristem adalah kemungkinan besar bebas dari
pathogen internal (misalnya untuk eradikasi virus) dan meminimalisasi
terjadinya variasi kimera pada kultur. Kerugian utamana adalah sangat rentan
terhadap kerusakan dan memerlukan pengerjaan yang sangat detil/teliti di bawah
mikroskop. Prasyarat kultur sama dengan eksplan yang lebih besar, hanya
ketidakberhasilan kultur awal mungkin cukup tinggi (Suliansyah,
2014). Berikut aplikasi kultur meristem secara umum:

 Produksi tanaman bebas virus

 Produksi massal genotype dengan karakteristik yang diinginkan

 Memfasilitasi pertukaran eksplan antar lokasi (produksi bahan tanaman


yang bersih)

 Cryopreservation (penyimpanan pada suhu -198oC) atau konservasi plasma


nutfah secara in vitro.

Preparasi Media Kultur Jaringan Tanaman

Syarat suatu medium kultur jaringan tanaman adalah harus mengandung zat-zat
anorganik yang terdiri dari unsur-unsur hara makro dan mikro, asam amino,
gulagula, vitamin dan hormon. Asam amino esensial seperti glutamin, serin dan zat
pengatur pertumbuhan sitokinin. Salah satu jenis medium yang paling banyak
digunakan adalah medium dasar Murashige dan Skoog (medium MS). Medium MS
7

mengandung garam mineral yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO3 - dan
NH4 + .

Teknik Kultur Sel Tanaman

Ada beberapa metode kultur sel tanaman. Prosedur kultur untuk masingmasing
jenis tanaman berbeda, tetapi secara prinsip hampir sama. Hal ini karena karakter
jaringannya berbeda. Untuk daun tembakau penyeterilan dengan menggunakan
larutan Clorox.

Kultur sel embrional dan endosperm

Benih terdiri dari embrio dan endosperm. Embrio dapat tumbuh dan
berkembang antara lain karena adanya nutrisi yang disediakan oleh endosperm. Hasil
percobaan Laibach (1925-1928) telah dibuktikan bahwa embrio tanaman dapat
ditumbuhkan. Embrio dapat tumbuh apabila terdapat nutrisi yang cukup untuk
mendukung pertumbuhannya.

Kultur Somatik Embriogenesis


8

Metode kultur somatik embriogenesis bertujuan memperoleh tanaman secara


vegetatif yang memiliki sifat sama dengan induknya. Ada dua cara yaitu:

1. Organ langsung ditanam (eksplan) ; Eksplan (explant) adalah suatu bagian kecil
dari tanaman (sel, jaringan, atau organ) yang digunakan untuk memulai suatu kultur.
Eksplan yang digunakan untuk kultur jaringan harus yang masih muda (primordia),
sel-selnya masih bersifat meristematis dan belum mengalami proses diferensiasi
seperti; sel-sel mesofil dan stomata pada daun, kambium, korteks dsb.

Menggunakan metode liquid agitatic.

Merupakan bentuk sel-sel yang telah mengalami diferensiasi.

2. Induksi kalus terlebih dahulu kemudian kalus ditanam ; Eksplan ketika


dihadapkan pada kondisi stress, yang akan mengubah pola metabolisme, sel akan
memulai siklus sel baru, selanjutnya akan tumbuh dan berkembang di dalam kultur.
Sel tumbuhan akan mengalami proliferasi menjadi kalus jaringan yang tak
terkordinasi. Kultur kalus sangat tergantung pada keberadaan sitokinin dan auksin.
Peningkatan sitokinin pada kalus akan merangsang pembentukan pucuk. Sedangkan
auksin akan merangsang pembentukan akar. Akhirnya anakan tanaman muncul
melalui perkembangan akar liar dari kuncup yang terbentuk. Pertumbuhan akar dari
kuncup jaringan kalus dikenal sebagai organogenesis.

Respon yang pertama kali terlihat yaitu terbentuknya jaringan kalus, sel-selnya
terus membelah, jika pembelahannya tidak terkendali akan membentuk massa sel
yang tidak terorganisir atau disebut kalus. Pembelahan sel yang tidak terkendali
karena sel tumbuhan secara alami bersifat autotrof, dikondisikan menjadi heterotrof
dengan cara memberikan nutrisi yang cukup kompleks di dalam medium kultur.
9

Selsel kalus ini berbeda dengan sel-sel eksplannya, menjadi tidak terdiferensiasi,
sehingga prosesnya disebut dediferensiasi.

Pada kondisi kultur tertentu kalus dapat diinduksi menjadi embriogenesis


somatik. Pada proses ini sel kalus mengalami diferensiasi yang dikenal dengan
embriogenesis somatis. Sel kalus menjalani suatu pola diferensiasi yang serupa
dengan yang terjadi pada saat zygot setelah fertilisasi untuk menghasilkan embrioid.
Embrioid ini selanjutnya → akan berkembang menjadi tumbuhan yang fungsional
dan lengkap.

Fase Pertumbuhan Kultur Sel Tanaman

1) Fase tenang

2) Fase eksponensial

3) Fase seimbang

Overplanting adalah pemindahan bibit tanaman dari dalam botol kultur ke botol
lain yang mengandung media baru yang komposisinya sama dan bibit yang ditanam
lebih sedikit jumlahnya. Adapun maksud overplanting adalah untuk menjaga agar
pH tetap stabil dan nutrien yang tersedia cukup untuk mendukung pertumbuhan
tanaman.

Kelebihan dan Kekurangan Kultur Sel Kultur jaringan/sel tanaaman (in vitro)
memiliki beberapa kelebihan dan keuntungan dibanding dengan menggunakan cara
perbanyakan secara alami antara lain sebagai berikut:

1. Pengambilan kesimpulan relatif lebih mudah dengan menggunakan populasi sel


yang homogen.

2. Kultur sel primer tetap memiliki integritas morfologi dan biokimiawi dalam
jangka waktu lama, dengan demikian memungkinkan melakukan penelitian
ulang (reproducible) dan terkontrol.

Kultur sel tidak terdapat pengaruh sistemik.

Pemanfaatan Kultur Sel Tanaman dalam Bioteknologi


10

Semakin berkembangnya dukungan dan penguasaan teknologi laboratorium sangat


memungkinkan membuat kultur sel primer dari berbagai jenis sel tanaman maupun
manusia. Perkembangan kultur jaringan sebagai teknik baru dalam bidang biologi
mempunyai kaitan erat dengan perkembangan bioteknologi. Penerapan kultur
jaringan dalam bidang industri (bioteknologi) antara lain:

1) Produksi tanaman bebas virus.

2) Produksi zat-zat alkaloid untuk industri farmasi seperti; alkaloid, glikosida


jantung, anti tumor kodeina.

Jaringan tanaman seperti ujung akar dan kambium relatif mudah ditanam secara
aseptis dalam kultur buatan. Ada empat tahap daurnya :

1. penanaman dalam kultur

2. Organogenesis

3. amplifikasi anakan

4. penanaman dalam tanah

Penerapan kultur jaringan tanaman pada bioteknologi membutuhkan penguasaan


teknik kultur sel berskala besar.

Contoh-contoh pemuliaan tanaman yang menggunakan prinsip kultur


jaringan Di samping untuk perbanyakan klonal tanaman, teknik kultur jaringan
juga dapat digunakan untuk membantu atau memfasilitasi pemuliaan tanaman.
Sebagai contoh, peranan kultur jaringan untuk perbanyakan klonal dan secara
generatif dijelaskan secara rinci oleh Yusnita (2010). Dalam tahapan pemuliaan
tanaman anggrek, teknik kultur jaringan digunakan untuk pengecambahan biji atau
embrio yang secara konvensional biji anggrek yang berukuran sangat kecil tersebut
tidak dapat dikecambahkan, sehingga tidak dapat dihasilkan individu baru hasil
hibridisasi. Di samping itu, kultur jaringan juga dapat digunakan sebagai sarana
untuk menginduksi keragaman somaklonal pada tanaman yang dikulturkan.

Kultur Biji untuk Pemuliaan Tanaman Anggrek


11

Kebanyakan biji anggrek yang disukai masyarakat, seperti Phalaenopsis,


Vanda, Dendrobium, Cattleya, Cymbidium dan Oncidium berukuran sangat kecil dan
sangat sulit untuk dikecambahkan dengan cara konvensional menggunakan media
anggrek umumnya. Ukurannya yang sangat kecil dan ketiadaan cadangan makanan
dalam biji memerlukan kondisi in vitro yang aseptik dan suplai energi dan hara
mineral esensial untuk perkecambahannya. Dengan sistem kultur jaringan, biji-biji
anggrek sangat mudah dikecambahkan menjadi individu-individu baru dalam jumlah
banyak, sehingga seleksi progeni untuk karakter hortikultura dapat dilakukan dengan
mudah. Dengan kata lain, teknik kultur jaringan untuk perkecambahan biji, dan
pembesaran seedling in vitro untuk menghasilkan bibit anggrek hasil silangan sangat
penting untuk merakit hibrida unggul pada anggrek (Yusnita, 2012).

Hasil dari beberapa studi yang telah dan sedang dilakukan menunjukkan bahwa
penggunaan pupuk daun lengkap (NPK 32:10:10) sebagai media dasar yang
diperkaya dengan addenda organik alami seperti jus tomat, jus nanas, air kelapa,
kentang dan/atau bubur pisang, maupun addenda organik non-alami seperti pepton
dan tripton, ternyata menghasilkan perkecambahan biji Phalaenopsis amabilis,
maupun Phalaenopsis hibrida yang justru lebih baik daripada menggunakan media
standart MS atau ½ MS (data belum dipublikasi).

Secara umum, strategi pemuliaan anggrek untuk menghasilkan kultivar unggul


baru adalah sebagai berikut :

Menentukan tujuan pemuliaan: jenis anggrek apa, untuk bunga potong atau bunga
pot, warna, bentuk, corak, substansi petal dan labellum. Mengumpulkan dan
menyeleksi plasma nutfah anggrek yang diperkirakan merupakan sumber gen untuk
karakter yang diinginkan. Persilangan (hibridisasi: crossing atau back-crossing).
Pengecambahan biji, pemeliharaan populasi seedling in vitro, aklimatisasi planlet
dan pemeliharaan tanaman hingga berbunga. Seleksi progeni yang mempunyai
karakter unggul yang diinginkan. Perbanyakan klonal progeni unggul terpilih.
Pendaftaran varietas baru yang siap dilepas. Contoh bentuk dan warna bunga hasil
persilangan dua tetua anggrek Dendrobium hibrida dari Laboratorium Ilmu Tanaman
Universitas Lampung
12

Contoh bentuk dan warna bunga beberapa progeni Dendrobium hibrida hasil
silangan dua tetua terpilih.

Induksi Keragaman Somaklonal dan Seleksi In Vitro pada Kacang Tanah.

Di samping kegunaannya untuk menghasilkan tanaman regeneran yang true-to-


type, teknik kultur jaringan juga dapat digunakan untuk mendapatkan tanaman
dengan keragaman baru, sehingga teknik ini juga bermanfaat untuk pemuliaan
tanaman. Keragaman genetik pada populasi tanaman yang diregenerasikan melalui
kultur in vitro sel dan jaringan tanaman tersebut lazim disebut dengan variasi atau
keragaman somaklonal (Larkin dan Scowcroft, 1981). Keragaman somaklonal dapat
menjadi sumber bagi karakter yang tidak diinginkan maupun karakter agronomi
unggul yang dapat digunakan dalam program pemuliaan tanaman. Berbagai hasil
penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pola regenerasi embriogenesis atau
organogenesis tidak langsung (melalui kalus) dapat digunakan sebagai cara untuk
memperluas keragaman genetik tanaman, sebagai alternatif terhadap hibridisasi.
Langkah ini kemudian dilanjutkan dengan seleksi untuk karakter unggul tertentu,
misalnya ketahanan terhadap penyakit, kekeringan atau salinitas tinggi (Shepard,
1981; Scowcroft et al., 1985; Duncan et al., 1995; Karp, 1995).
13

Beberapa faktor seperti sistem regenerasi in vitro (misalnya dengan cara


organogenesis atau embriogenesis, terutama secara tak langsung melalui kalus), lama
pengulturan sel atau jaringan in vitro, penambahan senyawa mutagen, penambahan
zat pengatur tumbuh tertentu pada konsentrasi relatif tinggi dan seleksi in vitro
dengan agens penyeleksi tertentu serta pemilihan spesies tanaman yang labil secara
genetik telah dilaporkan dapat mempengaruhi frekuensi terjadinya keragaman
somaklonal (Skirvin et al., 1994; Kuksova et al., 1997; Tremblay et al., 1999; dan
Maralappanavar et al., 2000).

Penyebab terjadinya keragaman somaklonal di antara populasi tanaman hasil


kultur in vitro, diduga karena adanya perubahan jumlah dan susunan kromosom,
mutasi titik dan aktivasi elemen transposable. Pengendalian karakter mutan
somaklonal tersebut dapat bersifat genetik atau epigenetik, bergantung pada mewaris
atau tidaknya suatu karakter dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Karakter
unggul pada varian somaklonal dapat mewaris ke generasi berikutnya dan bersifat
stabil, sehingga dapat digunakan dalam program pemuliaaan tanaman, sedangkan
karakter yang diakibatkan oleh perubahan ekspresi gen (epigenetik) tidak bersifat
mewaris, sehingga tidak dapat digunakan dalam program pemuliaan tanaman
(Skirvin et al., 1994). Untuk mengevaluasi ada atau tidaknya karakter mutan yang
mewaris, maka keragaman somaklonal perlu dievaluasi pada beberapa generasi.

Induksi keragaman somaclonal untuk mendapatkan galur kacang tanah yang


resisten terhadap penyakit busuk batang Sclerotium (disebabkan oleh S. rolfsii)
dilaporkan oleh Yusnita et al. (2010). Penelitian ini dimulai dengan pengembangan
sistem seleksi in vitro pada kultur embrio somatik (ES) kacang tanah berumur 1
tahun menggunakan agens penyeleksi berupa 30% filtrat kultur (FK) S. rolfsii. Hasil
seleksi in vitro tersebut adalah embrio somatik (ES) kacang tanah yang insensitif FK
cendawan S. rolfsii yang kemudian diregenerasikan menjadi tanaman kacang tanah
R0 di rumah plastik. Tanaman R0 menghasilkan zuriat R1 dan R2 yang setelah
diinokulasi dengan S. rolfsii didapatkan beberapa galur kacang tanah yang
pertumbuhan dan produksinya tidak berbeda atau lebih tinggi daripada tanaman
kontrol dari biji, namun mempunyai karakter lebih resisten terhadap penyakit busuk
batang Sclerotium (Yusnita et al., 2010).
14

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kultur jaringan merupakan pengembangan dari teori sel, yaitu dengan


menumbuhkan sel atau sekumpulan sel (jaringan) pada medium yang
mengandung zat hara yang sesuai dengan kebutuhan sel atau jaringan tanaman.

2. Konsep dari teknik ini adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian
tanaman yang aktif dan ditumbuhkan pada media buatan dalam kondisi aseptik
dan mengandung nutrient dan hormon.

3. Syarat suatu medium kultur jaringan tanaman adalah harus mengandung zat-zat
anorganik yang terdiri dari unsur-unsur hara makro dan mikro, asam amino, gula-
gula, vitamin dan hormon.
15

B. Saran

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini,  tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca, agar makalah ini lebih baik untuk kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Joice, P.J. and B.H. McCown (1991). Automated Propagation of Microtuber of


Potato in I.K. Vasil (ed). Scale up and Automation in Propagation. Cell Cultur
and Somatic Cell Genetic of Plant, Vol.8.
16

Duncan, R.R., R.M. Waskom, M.W. Nabors. 1995. In vitro screening and field
evaluation of tissue-culture-regenerated sorghum (Sorghum bicolor (L)
Moench) for soil stress tolerance. Euphytica 85:373-380.

Harahap, F. 2011. Kultur Jaringan Tanaman.Universitas Negeri Medan Press:Medan.

Hartmann, H.T., & Kester, D.E. (1983). Plant Propagation, Principles & Practices.
4th-ed. London: Prentice-Hall International Inc.

Karp, A. 1995. Somaclonal variation as a tool for crop improvement. Euphytica


85:295-302.

Kuksova, V.B., N.M. Piven, Y.Y. Gleba. 1997. Somaclonal variation and in vitro
induced mutagenesis in grapevine. Plant Cell Tiss Org Cult 49:17-27.

Larkin, P.J., W. Scowcroft. 1981. Somaclonal variation-a novel source of variability


from cell cultures for plant improvement. Theor. Appl. Genet. 60:197-214.

McCown, B.H. and G.A. Wattimena (1987). Field Performance of Micropropagation


Plants. In Biotechnology in Agriculture and Forestry. Vol.3. Potato. Y.P.S. Bajaj
(ed). Springer Verlag, Berlin, Germany. Pp 80-88.

Primrose, S.B. (1987). Modern Biotechnology. Oxford: Blackwell Scientific


Publications.

Scowcroft, WR, Ryan SA, Brettle RIS, Larkin PJ. 1985. Somaclonal variation in crop
improvement. Proc Inter-Center Seminar on International Agricultural
Research Center (IARCs) and Biotechnology: Biotechnology in International
Agricultural Research. Los Banos, Manila. April 23-27, 1984. Hlm. 99-109.

Shepard, JF. 1981. Protoplast as sources of disease resistance in plants. Ann Rev
Phytopathol 19:145-166.

Skirvin, R.M., K.D. McPheeters, M. Norton. 1994. Sources and frequency of


somaclonal variation. HortScience 29:1232-1237.

Suliansyah, I. 2014. Kultur  Jaringan Tanaman. Universitas Syiah Kuala Press: Aceh.

Yusnita. 2010. Perbanyakan In Vitro Tanaman Anggrek. Penerbit Universitas


Lampung. Bandar Lampung.
17

Yusnita. 2012. Pemuliaan Tanaman Untuk Menghasilkan Hibrida Anggrek Unggul.


Penerbit Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 180
hlm.

Anda mungkin juga menyukai