BITOEKNOLOGI TANAMAN I
OLEH :
KELOMPOK 7
3. Nandia (18032017)
2021
I
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang maha kuasa karena dengan izin dan
kuasa-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Kepada semua pihak secara langsung maupun tidak langsung telah membantu
kesempurnaan penulis makalah ini diucapkan banyak terima kasih yang sedalam-
dalamnya khususnya kepada dosen pengajar mata kuliah ini,yang telah memberikan
arahan dan masukan sehingga tugas ini selesai tepat pada waktunya.
Penulis
II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang………………………………………………………….…..…1
B. Rumusan masalah……………………………………………………….…....2
C. Tujuan……………………………………………………………………..….2
BAB II PEMBAHASA
A. Kesimpulan…………………………………………………………….…… 24
B. Kritik atau saran………………………………………………………..…….24
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut teori sel yang dikemukakan oleh Schleiden dan Schwann bahwa sel
tumbuhan memiliki sifat autonom dan totipotensi. Autonom berarti dapat mengatur
rumah tangganya sendiri; metabolisme, tumbuh dan berkembang secara independen.
Totipotensi berarti memiliki kemampuan beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Hal
ini merupakan salah satu pembeda sel tumbuhan dengan sel hewan. Selain itu, pada
sel tanaman terdapat dinding sel. Sel tanaman hidup apabila diletakkan pada suatu
lingkungan yang sesuai, akan tumbuh dan berkembang menjadi tanaman baru yang
sempurna (McCown, 1987).
Bagian dari tanaman yang dapat dikulturkan (diperbanyak) adalah daun muda,
mata tunas, ujung akar, keping biji dan bagian lainnya yang bersifat meristematik,
yaitu mudah tumbuh dan berkembang. Bagian-bagian tubuh tanaman tersebut
dikulturkan dan ditumbuhkan kembali dalam kondisi aseptik (steril) yang kaya nutrisi
dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian
tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap.
2
Beberapa jenis tanaman yang belakangan ini dilakukan perbanyakan secara kultur
jaringan adalah anggrek, daun dewa, krisan dan manggis.
B. Rumusan Masalah
BAB III
PEMBAHASAN
3
Teknik kultur jaringan tanaman atau yang sering disebut dengan teknik kultur in
vitro merupakan salah satu teknik perkembangbiakan tanaman secara vegetative.
Konsep dari teknik ini adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian
tanaman yang aktif dan ditumbuhkan pada media buatan dalam kondisi aseptik dan
mengandung nutrient dan hormon. Bagian tanaman yang dapat diperbanyak secara
isolasi adalah bagian biji, akar, batang, daun dan bunga. Tanaman yang akan
ditumbuhkan dalam teknik ini haruslah berada di lingkungan yang steril agar media
tanaman tidak terkontaminasi (Harahap, 2011).
1. Prinsip sterilitas yang meliputi peralatan dan medium harus aseptik dan steril,
3. Preservasi sel.
Oleh karena itu, penguasaan pengetahuan dasar merupakan syarat pokok dan
keterampilan seseorang sangat menunjang kesuksesan di dalam melakukan kultur sel
tanaman. Penanganan kultur sel tanaman hendaknya dijalankan dalam kondisi
benarbenar aseptik, karena sel/jaringan hewan tumbuh dan berkembang lebih lambat
dari kontaminan umum seperti bakteri, yeast (jamur), dan mycoplasma.
3) Organogenesis
4) Amplifikasi anakan
Kultur Biji (seed culture) Kultur biji merupakan kultur yang bahan
tanamannya menggunakan biji atau seedling.
Kultur Organ (organ culture) Kultur organ merupakan budidaya yang bahan
tanamnya menggunakan organ seperti: ujung akar, pucuk aksilar, pucuk daun,
helaian daun, buah muda, buku batang, akar, dan lain-lain.
dihindari karena dapat menimbulkan variasi dan, terutama pada zona perakaran,
mengakibatkan diskontinyuitas dengan sitem berkas pengangkut utama. Kadang
– kadang eksplan menghasilkan kalus, bukan tunas baru, khususnya jika
diberikan hormon dengan konsentrasi tinggi pada media. Dalam hal lain, kalus
sengaja diinduksi karena potensinya untuk produksi massal plantlet baru. Faktor
pembatasnya adalah sulitnya menginduksi inisiasi tunas baru, terutama pada
tanaman berkayu dan tingginya kejadian mutasi somatik. Potensi terbesar
penggunaan kultur kalus adalah dimana sel-sel kalus dapat dipisahkan dan
diinduksi untuk berdiferensiasi menjadi embrio somatic. Secara morphologi,
embryo ini mirip dengan yang ada pada biji, tapi tidak seperti embrio biji,
mereka secara genetik bersifat identik dengan tanaman tetua, jadi, segregasi
seksual materi genetik tidak terjadi. Karena 1 milimeter kalus berisi ribuan sel,
masing-masing memiliki kemampuan untuk membentuk embrio, sehingga
kecepatan multiplikasi sangat tinggi. Kultur kalus dapat dilakukan pada media
cair dan embrio berkembang sebagai individu terpisah, sehingga penanganan
kultur relatif mudah. Berikut secara umum aplikasi kultur kalus :
Dalam beberapa hal, perlu fase pertumbuhan kalus sebelum regenerasi via
somatic embryogenesis atau organogenesis
Sebagai bahan awal kultur protoplast dan kultur suspensi and suspension
cultures
enzim. Protoplas diletakkan pada media padat dibiarkan agar membelah diri dan
membentuk dinding selnya kembali. Kultur protoplas biasanya untuk keperluan
hibridisasi somatik atau fusi sel soma (fusi 2 protoplas baikintraspesifik maupun
interspesifik)
Kultur haploid Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian
reproduktif tanaman, yakni kepala sari/anther (kultur anther/kultur mikospora),
tepung sari/pollen (kultur ovule), sehingga dapat dihasilkan tanaman haploid.
Syarat suatu medium kultur jaringan tanaman adalah harus mengandung zat-zat
anorganik yang terdiri dari unsur-unsur hara makro dan mikro, asam amino,
gulagula, vitamin dan hormon. Asam amino esensial seperti glutamin, serin dan zat
pengatur pertumbuhan sitokinin. Salah satu jenis medium yang paling banyak
digunakan adalah medium dasar Murashige dan Skoog (medium MS). Medium MS
7
mengandung garam mineral yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO3 - dan
NH4 + .
Ada beberapa metode kultur sel tanaman. Prosedur kultur untuk masingmasing
jenis tanaman berbeda, tetapi secara prinsip hampir sama. Hal ini karena karakter
jaringannya berbeda. Untuk daun tembakau penyeterilan dengan menggunakan
larutan Clorox.
Benih terdiri dari embrio dan endosperm. Embrio dapat tumbuh dan
berkembang antara lain karena adanya nutrisi yang disediakan oleh endosperm. Hasil
percobaan Laibach (1925-1928) telah dibuktikan bahwa embrio tanaman dapat
ditumbuhkan. Embrio dapat tumbuh apabila terdapat nutrisi yang cukup untuk
mendukung pertumbuhannya.
1. Organ langsung ditanam (eksplan) ; Eksplan (explant) adalah suatu bagian kecil
dari tanaman (sel, jaringan, atau organ) yang digunakan untuk memulai suatu kultur.
Eksplan yang digunakan untuk kultur jaringan harus yang masih muda (primordia),
sel-selnya masih bersifat meristematis dan belum mengalami proses diferensiasi
seperti; sel-sel mesofil dan stomata pada daun, kambium, korteks dsb.
Respon yang pertama kali terlihat yaitu terbentuknya jaringan kalus, sel-selnya
terus membelah, jika pembelahannya tidak terkendali akan membentuk massa sel
yang tidak terorganisir atau disebut kalus. Pembelahan sel yang tidak terkendali
karena sel tumbuhan secara alami bersifat autotrof, dikondisikan menjadi heterotrof
dengan cara memberikan nutrisi yang cukup kompleks di dalam medium kultur.
9
Selsel kalus ini berbeda dengan sel-sel eksplannya, menjadi tidak terdiferensiasi,
sehingga prosesnya disebut dediferensiasi.
1) Fase tenang
2) Fase eksponensial
3) Fase seimbang
Overplanting adalah pemindahan bibit tanaman dari dalam botol kultur ke botol
lain yang mengandung media baru yang komposisinya sama dan bibit yang ditanam
lebih sedikit jumlahnya. Adapun maksud overplanting adalah untuk menjaga agar
pH tetap stabil dan nutrien yang tersedia cukup untuk mendukung pertumbuhan
tanaman.
Kelebihan dan Kekurangan Kultur Sel Kultur jaringan/sel tanaaman (in vitro)
memiliki beberapa kelebihan dan keuntungan dibanding dengan menggunakan cara
perbanyakan secara alami antara lain sebagai berikut:
2. Kultur sel primer tetap memiliki integritas morfologi dan biokimiawi dalam
jangka waktu lama, dengan demikian memungkinkan melakukan penelitian
ulang (reproducible) dan terkontrol.
Jaringan tanaman seperti ujung akar dan kambium relatif mudah ditanam secara
aseptis dalam kultur buatan. Ada empat tahap daurnya :
2. Organogenesis
3. amplifikasi anakan
Hasil dari beberapa studi yang telah dan sedang dilakukan menunjukkan bahwa
penggunaan pupuk daun lengkap (NPK 32:10:10) sebagai media dasar yang
diperkaya dengan addenda organik alami seperti jus tomat, jus nanas, air kelapa,
kentang dan/atau bubur pisang, maupun addenda organik non-alami seperti pepton
dan tripton, ternyata menghasilkan perkecambahan biji Phalaenopsis amabilis,
maupun Phalaenopsis hibrida yang justru lebih baik daripada menggunakan media
standart MS atau ½ MS (data belum dipublikasi).
Menentukan tujuan pemuliaan: jenis anggrek apa, untuk bunga potong atau bunga
pot, warna, bentuk, corak, substansi petal dan labellum. Mengumpulkan dan
menyeleksi plasma nutfah anggrek yang diperkirakan merupakan sumber gen untuk
karakter yang diinginkan. Persilangan (hibridisasi: crossing atau back-crossing).
Pengecambahan biji, pemeliharaan populasi seedling in vitro, aklimatisasi planlet
dan pemeliharaan tanaman hingga berbunga. Seleksi progeni yang mempunyai
karakter unggul yang diinginkan. Perbanyakan klonal progeni unggul terpilih.
Pendaftaran varietas baru yang siap dilepas. Contoh bentuk dan warna bunga hasil
persilangan dua tetua anggrek Dendrobium hibrida dari Laboratorium Ilmu Tanaman
Universitas Lampung
12
Contoh bentuk dan warna bunga beberapa progeni Dendrobium hibrida hasil
silangan dua tetua terpilih.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
2. Konsep dari teknik ini adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian
tanaman yang aktif dan ditumbuhkan pada media buatan dalam kondisi aseptik
dan mengandung nutrient dan hormon.
3. Syarat suatu medium kultur jaringan tanaman adalah harus mengandung zat-zat
anorganik yang terdiri dari unsur-unsur hara makro dan mikro, asam amino, gula-
gula, vitamin dan hormon.
15
B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca, agar makalah ini lebih baik untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Duncan, R.R., R.M. Waskom, M.W. Nabors. 1995. In vitro screening and field
evaluation of tissue-culture-regenerated sorghum (Sorghum bicolor (L)
Moench) for soil stress tolerance. Euphytica 85:373-380.
Hartmann, H.T., & Kester, D.E. (1983). Plant Propagation, Principles & Practices.
4th-ed. London: Prentice-Hall International Inc.
Kuksova, V.B., N.M. Piven, Y.Y. Gleba. 1997. Somaclonal variation and in vitro
induced mutagenesis in grapevine. Plant Cell Tiss Org Cult 49:17-27.
Scowcroft, WR, Ryan SA, Brettle RIS, Larkin PJ. 1985. Somaclonal variation in crop
improvement. Proc Inter-Center Seminar on International Agricultural
Research Center (IARCs) and Biotechnology: Biotechnology in International
Agricultural Research. Los Banos, Manila. April 23-27, 1984. Hlm. 99-109.
Shepard, JF. 1981. Protoplast as sources of disease resistance in plants. Ann Rev
Phytopathol 19:145-166.