Anda di halaman 1dari 25

JAWABAN SOAL NOMOR 5

1.ApnitaZulmaPutri18032031
2.Nandia1832017
Penanggung Jawab PPT : Apnita Zulma
Putri

http://www.free-powerpoint-templates-design.com
TERANGKAN PERATURAN DAN
HUKUMMENGENAIEUTHANASIADIINDONESIATERKINI,LENG
KAPDENGANREFERENSITERBARU SERTA
PAPARKANKONFLIKNILAIMORALYANGTERJADIDAN
PEMECAHANNYA
BAIKPADAKULTURMASYARAKATMAUPUNPADA
PEMERINTAHDANAGAMATERKAITEUTHANASIA(SERTAI
PENJELASANDENGANUNDANGUNDANG/PERPUDANAYATAL
QURANN
HADISTTERKAIT),DANNEGARAMANASAJAYANGMELEGALKA
N EUTHANASIA,INFOTERKINI
Sejarah euthanasia di
Indonesia
Pengertian
Istilah euthanasia pertama kali
Euthanasia secara bahasa berasal dipopulerkan oleh Hippokrates
dari bahasa Yunani eu yang dalam
berarti “baik”, manuskripnya yang berjudul
dan thanatosyang berarti sumpah Hippokrates, yang ditulis
pada tahun 400-300
“kematian”. Dalam bahasa Arab
SM. Dalam sumpahnya tersebut
dikenal dengan istilah qatlu Hippokrates menyatakan; "Saya
ar-rahma atau taysir al-maut. tidak akan
Menurut istilah kedokteran, menyarankan dan atau memberikan
euthanasia berarti tindakan obat yang mematikan kepada
agar kesakitan atau penderitaan siapapun meskipun
yang dialami seseorang yang telah dimintakan untuk itu". Dari
akan meninggal dokumen tertua tentang eutanasia
di atas, dapat kita
diperingan. Juga berarti
lihat bahwa, justru anggapan yang
mempercepat kematian seseorang dimunculkan oleh Hippocrates
yang ada dalam kesakitan adalah penolakan
danpenderitaanhebatmenjelangke terhadappraktekeutanasia.
matiannya.
• Sejak abad ke-19, eutanasia telah memicu timbulnya
perdebatan dan
• pergerakan di wilayah Amerika Utara dan di Eropa. Pada
tahun 1828 undang-undang
• anti euthanasia diberlakukan di negara bagian New York, dan
beberapa tahun
• kemudian diberlakukan pula di negara bagian lainnya

• Pada tahun 1937, euthanasia atas anjuran dokter dilegalkan di


40% 80% 60% 50% Swiss,
• sepanjang pasien yang bersangkutan tidak memperoleh
kesembuhan . Pada era yang
• sama, pengadilan Amerika menolak beberapa permohonan
dari pasien yang sakit
• parah dan beberapa orang tua yang memiliki anak cacat yang
mengajukan
• permohonan euthanasia kepada dokter sebagai bentuk
"pembunuhan berdasarkan
• belaskasihan".
Di Amerika Serikat, khususnya di semua negara bagian mencantumkan euthanasia sebagai kejahatan. Bunuh diri atau
membiarkan dirinya dibunuh adalah melanggar hukum di Amerika Serikat. Akan tetapi satusatunya negara yang dapat
melakukan tindakan euthanasia bagi para anggotanya adalah Belanda. Orang dengan
persyaratantertentudapatmemintatindakaneuthanasiaatasdirinya. Di Indonesia, euthanasia masih tergolong ilegal atau
tidak boleh dilakukan. Larangan mengenai euthanasia di Indonesia secara tidak langsung disebutkan dalam Kitab
Hukum Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 344. Pasal tersebut berbunyi,“Barang
siapamerampasnyawaoranglainataspermintaan orangitusendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam
dengan pidana penjara palinglama12tahun.”

Sedangkan dari sisi medis, keterlibatan dokter dalam euthanasia diatur dalam
KodeEtikKedokteranIndonesia(KODEKI )pasal11tentangpelindungkehidupan. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa
seorang dokter dilarang terlibat, dilarang melibatkan diri, atau tidak diperbolehkan mengakhiri kehidupan seseorang
yang menurut ilmu dan pengetahuan tidak mungkin akan sembuh, yang dengan kata lain adalahmelakukaneuthanasia.
Dapat dilihat didalam KUHP, bila dilihat dari aspek hukum, perbuatan euthanasia juga di anggap sebagai tindak pidana.
Indonesia sampai saat ini tidak setuju jika euthanasia diberlakukan di Indonesia dengan alasan utama perlindungan
HAMbagipasien itusendiridanIndonesiajugamenganutprinsipProLife(prohidup) dikarenakan Konsep Negara Hukum
Indonesia menganut falsafah Pancasila yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa” dan hal ini sesuai dengan Pasal 28 A ayat (1)
yang berbunyi “setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya.
Dalam hukum pidana Indonesia dikenal berbagai bentuk asas diantaranya
yaitu asas legalitas. Asas legalitas di atur dalam buku I Pasal 1 ayat 1 KUHP
yang berbunyi “suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan
ketentuan perundang-undangan pidana telah ada sebelumnya”. Dapat
disimpulkan bahwa, suatu perbuatan tidak dapat dihukum apabila belum ada
Undang-Undang atau aturan dalam hukumpositifIndonesiayangmengaturnya

Asas legalitas merupakan suatu jaminan dasar bagi kebebasan seseorang


dengan memberikan batasan aktifitas apa yang dilarang secara tepat dan jelas.
Asas
ini menjamin keamanan seseorang dengan memberikan informasi tentang apa
yang
diperbolehkan dan apa yang dilarang, serta melindungi seseorang dari
penyalahgunaankekuasaandankesewenang-wenanganolehhakim.
Dalam hal euthanasia, hukum pidana Indonesia belum mengaturnya secara
eksplisit maka diperlukan penemuan hukum yang akan memandu
penyelesaian
masalah dari pelanggaran hukum tersebut. Apabila dilihat secara sepintas,
tindakan
euthanasia tersebut termasuk kedalam pembunuhan, karena tindakan tersebut
• menghilangkan nyawa orang lain tanpa hak.
Tindakan menghilangkan nyawa orang
lainmerupakansebuahtindakpidanadidalamhuk
umpidanaIndonesia.
Tindakpidanapembunuhanataspermintaankorba
nyangdiaturdidalamPasal 344 KUHP yang
berbunyi “barang siapa merampas nyawa orang
lain atas permintaan orang itu sendiri yang
jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati,
diancam dengan
pidanapenjarapalinglamaduabelastahun”.
b. Undang-undang, ayat alquran dan Hadist
tentang Euthanasia
 
Prinsip umum Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang
berkaitan dengan masalah jiwa manusia adalah memberikan
perlindungan, sehingga hak hidup secara wajar sebagaimana
harkat kemanusiaannya menjadi terjamin, maka berdasarkan
hukum di Indonesia euthanasia adalah perbuatan yang
melawan hokum. Hal ini dapat dilihat pada peraturan
perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 KUHP
yang menyatakan bahwa "Barang siapa menghilangkan
nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang
disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum
penjara selamalamanya 12 tahun".
Demikian juga halnya pada pengaturan pasal 388 KUHP
dinyatakan: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan
jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan
hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.
Sementara dalam ketentuan Pasal 340 KUHP dinyatakan, “
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih
dulu merampas nyawa orang lain diancam, karena
pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana
Text Here
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling
Easy to change
colors, photos and lama duapuluh tahun”,
Text.

serta pasal 345 KUHP yang berbunyi “dengan sengaja


menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya
Text Here Text Here dalam perbuatan itu atau memberikan daya upaya itu jadi
Easy to change Easy to change bunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun”,
colors, photos and colors, photos and
Text. Text. dan 359 KUHP , yang dinyatakan “Barangsiapa yang karena
salahnya telah menyebabkan meninggalnya orang lain.
Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima
Text Here Text Here Text Here tahun, atau dengan hukuman kurungan selam-lamanya satu
Easy to change Easy to change Easy to changetahun”, yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur
colors, photos and colors, photos and colors, photos and
Text. Text. Text. delik dalam perbuatan euthanasia.
Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara
kita memang tidak mengizinkan tindakan euthanasia oleh siapa
pun juga Munculnya pro dan kontra seputar euthanasia menjadi
beban tersendiri bagi komunitas hokum, yaitu persoalan
“legalitas” euthanasia. Kejelasan tentang sejauh mana hukum
(pidana) positif memberikan regulasi/pengaturan terhadap
persoalan euthanasia akan sangat membantu masyarakat di
dalam menyikapi persoalan tersebut.
Lebih-lebih di tengah masyarakat indonesia yang menganut
faham komuni sehingga menimbulkan pro dan kontra .
Patut menjadi catatan, bahwa secara yuridis formal dalam
hukum pidana positif di Indonesia hanya dikenal satu bentuk
euthanasia, yaitu euthanasia yang dilakukan atas permintaan
pasien/korban itu sendiri (voluntary euthanasia) sebagaimana
secara eksplisit diatur dalam pasal 344 KUHP. Pasal 344 KUHP
secara tegas menyatakan, “Barang siapa merampas nyawa
orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun”. Bertolak dari ketentuan
Pasal 344 KUHP tersebut tersimpul, bahwa pembunuhan atas
permintaan korban sekalipun tetap diancam pidana bagi
pelakunya.
Di luar ketentuan di atas juga terdapat ketentuan lain yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku
euthanasia, yaitu ketentuan Pasal 356 (3) KUHP yang juga mengancam terhadap “Penganiayaan
yang dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa dan kesehatan untuk
dimakan atau diminum” 8,15 Selain itu patut juga diperhatikan adanya ketentuan dalam Bab XV
KUHP khususnya Pasal 304 dan Pasal 306 (2). Dalam ketentuan Pasal 304 KUHP dinyatakan,
“Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan
sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan, dia wajib
memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah”.
Dalam Pasal 306 (1) KUHP dinyatakan: Jika salah satu perbuatan berdasarkan pasal 304 dan 305
mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun enam bulan. Sementara Pasal 306 (2) KUHP menyatakan, “Jika mengakibatkan kematian
pidana penjara paling lama sembilan tahun”. Dua ketentuan di atas memberikan penegasan,
bahwa dalam konteks hukum positif di Indonesia, meninggalkan orang yang perlu ditolong juga
dikualifikasi sebagai tindak pidana. atau dengan pengertian lain pasal ini juga bermakna melarang
terjadinya euthanasia pasif yang sering terjadi di Indonesia.
Eutanasia dalam ketentuan perundang-undangan Dalam KUHP yang berkaitan

dengan euthanasia yaitu KKUHP Bab XIX Kejahatan terhadap nyawa pasal 344,

dapat dipaparkan sebagai berikut: Barang siapa merampas nyawa orang lain atas

permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam

dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Pasal di atas ini menghalangi para

dokter untuk melakukan tindakan voluntary euthanasia. Bagi kalangan dokter yang

berpegang pada pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP, pelaksanaan eutanasia

apapun jenisnya tidak mungkin dilaksanakan, terkecuali bila tindakan eutanasia tidak

diartikan sebagai tindakan kejahatan sebagaimana dimaksudkan dalam KUHP.


Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang

mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain, maupun

membunuh diri sendiri. Misalnya firman Allah SWT :

diri sendiri. Misalnya firman Allah SWT :


....‫ و ل تقتلوأ ألن فـس ألتي حرم ا ال بالحق‬.......
:151(‫ألنعام‬.)‫ألية‬
 

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah

(untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab)

yang benar.” (QS Al-An’aam : 151)


) .‫و ما كان لمؤمن أن يقتل مؤمنا ال خطأ ألية‬
92( :‫ألنساء‬
“Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak

sengaja)…” (QS An-Nisaa` : 92)


29( :‫ )ألنساء‬.‫ ألية‬....‫و ل تقتلوأ أنفسكم ان ا كان بكم رحيما‬.......
 

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisaa`

: 29).

Dari dalil-dalil di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif. Sebab tindakan itu

termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa

besar.
Dokter yang melakukan euthanasia aktif, misalnya dengan memberikan suntikan mematikan, menurut
hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh), oleh pemerintahan Islam
(Khilafah), sesuai firman Allah :
178( :‫ألبقرة‬.)‫يا أيها ألذين آمنوأ كتب عليكم ألقصاص في ألقتلى ألية‬
 
“Telah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.” (QS Al-Baqarah : 178)
Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan memaafkan), qishash

tidak dilaksanakan. Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi, meminta diyat (tebusan), atau memaafkan

atau menyedekahkan.
Firman Allah SWT :
 
.‫ ألية‬.... ‫ فمن عفي له من أخيه شيء فاتباع بالمعروف و أدأء اليه بإحسان‬.......
 

(178 :‫أــقـرة‬
‫“ ) لب‬Maka barangsiapa yang mendapat suatu

pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah

(yang diberi

maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula).” (QS Al-Baqarah :

178)
Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40

ekor di antaranya dalam keadaan bunting (khalifah), 30 ekor umur 3

tahun (hiqqah) dan 30 ekor berumur 4 tahun (jadzaah) berdasarkan

hadits Nabi riwayat An-Nasa`i. Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang

emas) atau dirham (uang perak), maka diyatnya adalah 1000 dinar, atau
Place Your
Picture Here
senilai 4250 gram emas (1 dinar = 4,25 gram emas), atau
12.000 dirham, atau senilai 35.700 gram perak (1 dirham = 2,975
gram perak).
 Tidak dapat diterima, alasan euthanasia aktif yang sering
dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga
kemudian dokter memudahkan kematiannya. Alasan ini hanya
melihat aspek lahiriah (empiris), padahal di balik itu ada aspek-
aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia.
Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif,
pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang
diberikan Allah kepada-Nya, yaitu pengampunan dosa.
Rasulullah SAW bersabda,”Tidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu
musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan, maupun penyakit, bahkan duri
yang menusuknya, kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan
musibah yang menimpanya itu.” (HR Bukhari dan Muslim).
“Telah ada diantara orang-orang sebelum kamu seorang laki-laki yang mendapat luka,
lalu keluh kesahlah ia. Maka ia mengambil pisau lalu memotong tangannya dengan
pisau itu. Kemudian tidak berhenti-henti darahnya keluar sehingga ia mati. Maka Allah
berfirman : hambaku telah menyegerakan kematiannya sebelum aku mematikan. Aku
mengharamkan surga untuknya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Menurut jumhur ulama, mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah), tidak
wajib. Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat, seperti

kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah, seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah.
Di antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, bahwa seorang perempuan hitam pernah datang

kepada Nabi SAW lalu berkata,”Sesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku

[saat kambuh]. Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhanku!” Nabi SAW berkata,”Jika kamu mau, kamu bersabar

dan akan mendapat surga. Jika tidak mau, aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu.” Perempuan

itu berkata,”Baiklah aku akan bersabar,” lalu dia berkata lagi,”Sesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku

kambuh], maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkap.” Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya. (HR

Bukhari)

Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat. Jika hadits ini digabungkan dengan hadits pertama di atas

yang memerintahkan berobat, maka hadits terakhir ini menjadi indikasi (qarinah), bahwa perintah berobat adalah

perintah sunnah, bukan perintah wajib. Kesimpulannya, hukum berobat adalah sunnah (mandub), bukan wajib.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka hukum
pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah
sunnah, karena termasuk aktivitas berobat yang
hukumnya sunnah. Karena itu, hukum euthanasia pasif
dalam arti menghentikan pengobatan dengan
mencabut alat-alat bantu pada pasien –setelah matinya
atau rusaknya organ otak—hukumnya boleh (jaiz) dan
tidak haram bagi dokter. Jadi setelah mencabut alat-
alat tersebut dari tubuh pasien, dokter tidak dapat dapat
dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung
jawab mengenai tindakannya itu.
Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter,
disyaratkan adanya izin dari pasien, walinya, atau
washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk
mengawasi dan mengurus pasien). Jika pasien tidak
mempunyai wali, atau washi, maka wajib diperlukan izin
dari pihak penguasa (Al-Hakim atau Ulil Amri).
Negara-negara yang melegalkan Euthanasia

Sejauh ini ada beberapa negara yang sudah melegalkan euthanasia tersebut, di
negara-negara lain, sebut saja Belanda, peraturan perundang-undangan tentang
euthanasia sudah dibuat dan diberlakukan. Dengan demikian akan memberikan rasa
aman kepada para personil medis. Dengan adanya perlindungan kepada mereka yang
menjalankan tugas untuk mengobati dan menghentikan pengobatan terhadap pasien
yang memiliki penyakit tertentu, dengan tingkat keparahan penyakit yang berbeda-
beda. Sayangnya kita tidak dapat begitu saja meniru Belanda. dikarenakan kondisi
masyarakat yang sangat berbeda. Di Belanda masyarakat lebih homogen, lebih
materialistis, logis dan individualistis, sedangkan di Indonesia masyarakat lebih
heterogen, lebih religius dan komunal
Negara-negara yang setuju terhadap praktek Euthanasia tersebut memiliki alasan-alasam

tersendiri. Belanda menyetujui praktek Euthanasi setelah mendapatkan persetujuan dari parlemen

belanda. Dukungan 104 suara berbanding 40 suara yang menolak telah membuktikan keberpihakan

parlemen untuk segera memberlakukan undang-undang legalisasi euthanasia. Dukungan tersebut

juga dikuatkan dengan dibentuknya beberapa peraturan perundang-undangan, diantaranya Dutch

Penal Codes Article 293, 294 dan aturan yang ditulis oleh Royal Dutch Medical Association. Untuk

dapat melakukan praktek Euthanasia di Belanda, harus melalui beberapa tahapan dan persyaratan.

Di Belanda perbuatan euthanasia sendiri memang sudah diperbolehkan, dikarenakan Belanda

menganut prinsip Pro Choice (pro pilihan) dimana proses legalisasi euthanasia diserahkan

sepenuhnya kepada pasien dan hal ini menjadi dasar bagi Belanda untuk melegalkan tindakan

euthanasia tersebut.
A. Kesimpulan

Istilah euthanasia pertama kali dipopulerkan oleh Hippokrates dalam manuskripnya yang berjudul
sumpah Hippokrates, yang ditulis pada tahun 400-300 SM. Dalam sumpahnya tersebut Hippokrates
menyatakan; "Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada
siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu".

Belanda, Amerika dan Belgia merupakan contoh dari negara yang setuju dengan euthanasia, tetapi

ada juga negara yang sampai dengan saat ini tidak setuju untuk melegalisasi prakterk euthanasia di

negaranya, seperti halnya Indonesia. Hal ini dikarenakan memang belum ada peraturan perundang-

undangan di Indonesia yang mengatur tentang euthanasia, selain itu asas legalitas yang dianut di

Indonesia sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 KUHP secara tidak langsung memiliki

makna hakim dilarang beranalogi, seseorang tidak dapat dihukum apabila belum ada undang-undang

yang mengaturnya, dan undang-undang tidak berlaku surut.


DAFTAR PUSTAKA
 
Anny Isfandyarie dkk. 2002. Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter Buku ke II. Jakarta : Prestasi Pustaka
Budiyanto, A, et.al. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Kedokteran Indonesia.
Dwi Ratna Sarashvati. 2008. Tanya-jawab hukum kesehatan: panduan praktis untuk tenaga kesehatan, mahasiswa
hukum dan kesehatan, serta peminat hukum kesehatan. Jakarta: Yayasan Kusuma Buana.
Guwandi. 2000. Kumpulan kasus Bioethics & Biolaw. Balai Penerbit FKUI.

Karyadi, P.Y. 2001. Euthanasia: Dalam Perspektif Hak Azasi Manusia. Yogyakarta Penerbit Media Pressindo.
M, Arwani. 2020. Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Euthanasia Berdasarkan Hukum Dari Beberapa Negara ( Indonesia-
Belanda-Amerika serikat). Dinamika Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum, Vol 26, No 8.
S, Abraham, et al. 2009. Tanya Jawab Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang: Badan Penerbit Universitas Dipenogoro.
Taylor C., Lilies C., & Lemone P. (1997), Fundamentals of Nursing. Philadelphia : Lippincott.Budiyanto, A, et.al.
1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Kedokteran Indonesia.
Wila Chandrawila Supriadi. 2001. Hukum Kedokteran. Bandung: Mandar Maju.
Thank You
Insert the Sub Title of Your Presentation

Anda mungkin juga menyukai