Anda di halaman 1dari 7

Problem Moral Euthanasia

Tugas Tengah Semester


Agama

Dibuat Oleh :
Jacob Prasetyanto Pranoto

22010115130198

Kedokteran umum

Felicia Angga Putriani

22010115130215

Kedokteran umum

Ivan Danindra

22010115130216

Kedokteran umum

Ardita Hartanti Pramudani

22010115130224

Kedokteran umum

Maria Anindya Krishnasari

22010115140232

Kedokteran umum

Averina Sutoko

22010115130240

Kedokteran umum

Universitas Diponegoro
2015

I. Pendahuluan
Contoh Kasus
SYDNEY, KOMPAS.com Rodney Syme, seorang dokter di negara bagian Victoria, Australia,
mengakui turut membantu mengakhiri hidup pasiennya, Steve Guest, yang menderita kanker dan
sudah tidak bisa ditolong lagi. Selain Guest, dr Syme juga mengaku turut membantu pasien lainnya
melakukan eutanasia.
Steve Guest meninggal dunia pada 2005 akibat menderita kanker. Pada saat-saat terakhir hidupnya,
Guest begitu kurus sehingga tampak tinggal tulang belulang terbalut kulit.
"Tidak ada yang memiliki kehidupan saya, kecuali saya sendiri. Mereka tidak mengizinkan saya
mengakhirinya," kata Guest saat itu kepada ABC.
Ia sudah tidak mampu lagi mengunyah sehingga asupan makanan harus melalui selang yang
langsung dimasukkan ke perutnya.
Dokter Syme, yang menangani Guest, kini kepada ABC mengakui, "Saya akui secara jujur bahwa
saya memberinya obat Nembutal".
Nembutal adalah jenis obat yang biasa digunakan untuk mengakhiri hidup seekor binatang. Obat ini
juga sering diberikan bagi pasien yang memerlukan bantuan untuk mengakhiri hidupnya.
Akibat pengakuan Syme ini, Kepolisian Victoria kembali membuka kasus kematian Guest dan
masih mempertimbangkan apakah akan mengenakan tuntutan resmi kepada dokter tersebut.
"Sebagian dari diri saya mengatakan, biarlah saya dituntut sebab itu akan memberi kepastian.
Sebagian lainnya mengatakan, saya tidak ingin menghadapi masalah," kata Syme.
Dokter Syme selama ini aktif mengampanyekan hak bagi dokter untuk membantu mengakhiri hidup
seorang pasien yang memang menghendaki demikian. Menurut dia, Guest bukanlah satu-satunya
pasien yang ia bantu untuk mengakhiri hidupnya.
"Saya sudah bilang sejak 20 tahun terakhir, saya telah membantu para pasien yang ingin mengakhiri
hidupnya," lanjut Syme.
Jika polisi akhirnya mengajukan tuntutan hukum, Syme terancam hukuman penjara lima tahun jika
terbukti di pengadilan.

"Jika dibawa ke pengadilan, saya akan katakan kepada para juri, apakah saya seorang penjahat atau
justru seorang dokter yang baik," katanya.
Namun, kelompok anti-eutanasia menyatakan, pengadilan bukanlah tempat yang tepat untuk
memperdebatkan isu eutanasia. Paul Russell dari LSM Hope Preventing Euthanasia and Assisted
Suicide mengatakan, isu ini seharusnya dibahas di parlemen.
Saudara kandung Guest, Andrew, mengatakan, keinginan terakhir saudaranya adalah agar isu
eutanasia ini dibahas secara terbuka.
Pokok permasalahan yang akan dibahas
Pandangan moral terhadap tindakan euthanasia dalam perspektif hukum negara dan gereja.
Rumusan masalah yang akan di bahas :
1. Apakah definisi dari Euthanasia?
2. Bagaimana pandangan hukum negara terhadap tindakan euthanasia?
3. Bagaiamana pandangan gereja terhadap tindakan euthanasia?
II. ANALISIS
1. DEFINISI
a. Euthanasia sendiri berasal dari Bahasa Yunani eu yang berarti baik dan
thanatos yang berarti mati. Secara singkat pengertian tersebut dapat diartikan
sebagai tindakan agar penderitaan yang dialami seseorang yang akan
meninggal diperingan atau mempercepat kematian seseorang dalam
penderitaan hebat menjelang kematiannya.
b. Menurut Merriam-Webster, euthanasia adalah suatu perilaku membunuh atau
mengizinkan kematian dari individu (manusia atau hewan) yang sakit atau
cedera yang sangat parah dan tanpa harapan, dengan jalan yang relatif tidak
menyakitkan atas rasa belas kasihan.
(http://www.merriam-webster.com/dictionary/euthanasia)
c. Salah satu definisi euthanasia yang paling umum adalah definisi yang
diutarakan oleh Marvin Kohl : dorongan yang tidak menyakitkan bagi
seseorang untuk meninggal dengan cepat. (1974 pg. 94)
(Beauchamp, Tom L., Arnold I. Davidson. 1979. The Definition of
Euthanasia. The Society for Health and Human Values.)

2. EUTHANASIA MENURUT PANDANGAN HUKUM NEGARA


a. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana
i. Pasal 304
Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang
dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya
atau karena persetujuan dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau
pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling
lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah.
ii. Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam
karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun
iii. Pasal 344
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu
sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun
iv. Pasal 531
Barang siapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang sedang
menghadapi maut tidak memberi pertolongan yang dapat diberikan
padanya tanpa selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang
lain, diancam, jika kemudian orang itu meninggal, dengan pidana
kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah.
b. Menurut Undang-undang no 39 tahun 1999 Hak asasi manusia
i. Pasal 9
Ayat 1 berbunyi : Setiap orang berhak untuk hidup, dan mempertahankan
hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.
ii. Pasal 42
Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental
berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan
khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak, sesuai
dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri dan
kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.

Berdasarkan hukum yang berlaku pada negara Indonesia, euthanasia merupakan


tindakan yang sama dengan tindakan pembunuhan. Jadi dikalau ada orang yang
melakukan euthanasia ia dapat dikenai hukuman penjara dan/atau hukuman denda.
Menurut hukum di Indonesia euthanasia merupakan tindakan yang dilarang.
3. EUTHANASIA MENURUT PANDANGAN GEREJA
Gereja Katolik sangat menjunjung tinggi kehidupan karena merupakan karunia
Allah. Paus Yohanes Paulus II dalam Evangelium Vitae, menyatakan bahwa
pembunuhan seorang manusia yang tak bersalah merupakan perbuatan imoral.
Dalam artikel 57 dari dokumen Evangelium Vitae, dituliskan sebagai berikut:
Jadi, dengan otoritas yang diberikan Kristus kepada Petrus dan para
penerusnya, dan di dalam persekutuan dengan para uskup Gereja Katolik,
saya menegaskan bahwa tindakan pembunuhan seorang manusia tak bersalah
selalu merupakan tindakan yang sungguh tidak bermoral. Pengajaran ini,
berdasarkan hukum yang tidak tertulis, di mana manusia dalam terang akal
budi, menemukannya dalam hatinya (lih. Rm 2:14-15), ditegaskan kembali
oleh Kitab Suci, diteruskan oleh Tradisi Gereja dan diajarkan oleh
Magisterium biasa dan universal (Konsili Vatikan II, Konstitusi Dogmatik
tentang Gereja, Lumen Gentium, 25).
Kongregasi Doktrin Iman menjelaskan lebih lanjut:
Keputusan sengaja untuk merampas kehidupan seorang manusia selalu
merupakan kejahatan moral dan tidak akan dapat dianggap licit (sesuai aturan),
baik sebagai tujuan ataupun sebagai cara untuk mencapai sebuah tujuan yang
baik. Nyatanya, itu adalah tindakan berat yang menyangkut ketidaktaatan kepada
hukum moral, dan sungguh kepada Tuhan sendiri, Pencipta dan Penjamin hukum
tersebut; [tindakan itu] bertentangan dengan kebajikan mendasar tentang keadilan
dan cinta kasih. Tak ada sesuatupun dan tak seorangpun dapat dengan cara apapun
mengizinkan pembunuhan seorang manusia, apakah itu dalam bentuk janin atau
embrio, seorang bayi ataupun dewasa, seorang tua, atau seseorang yang menderita
karena penyakit yang tidak dapat disembuhkan, atau seseorang yang dalam
keadaan sekarat. Selanjutnya, tak seorangpun diizinkan untuk meminta
dilakukannya tindakan pembunuhan ini, entah bagi dirinya sendiri atau untuk
orang lain yang dipercayakan kepadanya, atau tak seorangpun dapat
menyetujuinya, baik secara eksplisit ataupun implisit. Tidak juga ada otoritas
legitim apapun yang dapat merekomendasikan ataupun mengizinkan tindakan
tersebut (diterjemahkan dari Congregation for the Doctrine of the Faith (CDF),

Declaration on Euthanasia Iura et Bona (5 May 1980), II: AAS 72 (1980), 546).
Selanjutnya, Paus Yohanes Paulus II mengatakan, Euthanasia dalam artinya yang
sesungguhnya dimengerti sebagai sebuah tindakan atau pengabaian yang dilakukan
dengan tujuan untuk menyebabkan kematian, dengan maksud untuk meniadakan
semua penderitaan. Sesuai dengan pengajaran Magisterium dari para pendahulu
saya, dan dalam persekutuan dengan para uskup Gereja Katolik, saya menegaskan
bahwa euthanasia adalah pelanggaran yang berat terhadap hukum Tuhan, sebab hal
tersebut merupakan pembunuhan seorang manusia secara disengaja dan secara moral
tidak dapat dibenarkan. Ajaran ini berdasarkan hukum kodrat dan sabda Allah yang
tertulis, yang diteruskan oleh Tradisi Suci Gereja, dan diajarkan oleh Magisterium
Gereja (Evangelium Vitae 65).
Paus Yohanes Paulus II mengajarkan bahwa meskipun dalam kondisi vegetatif
sekalipun, manusia tetap mempunyai martabat yang utuh, oleh sebab itu harus
diperlakukan sebagai manusia, termasuk ketika kematian sudah di ambang pintu.
III.Penutup
i.
Kesimpulan
Euthanasia merupakan tindakan yang tidak dibenarkan dari segi moral,
hukum maupun agama. Tindakan ini tidak dibenarakan dikarenakan manusia
merupakan makhluk yang memiliki martabat meski dalam kondisi yang tidak aktif
atau sakit, sehingga kehidupan manusia tersebut harus diperjuangkan dan tetap
diperlakukan sebagaimana manusia semestinya tidak malah mempercepat
ii.

mengakhiri hidupnya.
Refleksi kelompok
Tindakan euthanasia merupakan tindakan yang melanggar hak dari asasi
manusia. Bila kita tidak menolong orang yang sedang menderita, itu merupakan
salah satu contoh dari tindakan euthanasia. Sehingga kami sebagai dokter di masa
yang akan datang akan selalu menolong orang yang menderita tanpa membeda-beda
kan suku, agama, maupun golongan, meskipun orang yang tak mampu membayar
biaya kami akan tetap menolong sebisa kami. Dan kami tidak akan pernah
melakukan tindakan euthanasia dikarenakan tindakan euthansia merupakan tindakan
pembunuhan dan menghilangkan martabat manusia.

Daftar Pustaka

http://www.publiknasional.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=760:kemiskinan-renggut-nyawa-niszaismail&catid=51:nusantara
http://www.katolisitas.org/12744/apa-pandangan-gereja-katolik-tentang-euthanasia
http://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/viewFile/5715/4337
http://internasional.kompas.com/read/2014/05/08/2259270/Dokter.Ini.Akui.Bantu.Pasiennya.Menga
khiri.Hidup

Anda mungkin juga menyukai