Anda di halaman 1dari 1

Nama: Randy Resmana

Prodi: S1 Keperawatan/3A

Hukum Euthanasia di Indonesia

Merujuk pada UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Kode Etik Kedokteran,
dan Pasal 344 KUH Pidana yang berbunyi: ”Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain
atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh,
dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”.
Juga ketentuan pasal 345: “Barangsiapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri,
menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam
dengan pidana paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.”
Dalam pandangan Majelis Ulama Indonesia bahwa euthanasia dilarang karena
keputusasaan, dan tidak diperkenankan dalam Islam. Kemudian hakim mengutip sejumlah
ayat Al Qur’an dan Hadits yang pada intinya melarang membunuh diri sendiri. Bahwa
berputus asa dalam hukum Islam tidak dibenarkan, begitu halnya terhadap sebuah penyakit
yang sedang diderita oleh seseorang, sehingga euthanasia tidak seharusnya dilakukan demi
mengakhiri penderitaan.
Dalam hukum adat pun, kematian dianggap sebagai takdir Tuhan. Euthanasia dengan
cara disuntik dapat dianggap sebagai bunuh diri. Bunuh diri adalah perbuatan yang dilarang
baik dalam adat maupun agama.
Jadi dapat disimpulkan bahwa euthanasia merupakan tindakan yang keliru untuk
dilakukan seseorang meskipun dengan alasan untuk mengakhiri penderitaan. Sebab,
penderitaan masih dapat diatasi dengan upaya lain tanpa harus melakukan suntik mati atau
cara euthanasia lainnya. UU Hak Asasi Manusia, tak mengatur hak untuk mati. Jadi,
euthanasia merupakan suatu tindakan yang bertentangan dan melanggar UU Hak Asasi
Manusia.
Maka dari itu, dalam kondisi ini yang harus dilakukan adalah perawatan paliatif. Merujuk
WHO, palliative care adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan meningkatkan
kualitas hidup dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan lainnya, memberikan
dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosa sampai akhir hayat, dan dukungan
terhadap keluarga yang kehilangan/berduka. Dalam fase ini, para pasien kerap menghadapi
pertanyaan eksistensial atau pertanyaan spiritual, semisal mempertanyakan makna hidup.
Peran keluarga, petugas medis, dan bina ruhani rumah sakit menjadi sangat penting di fase
ini.

Anda mungkin juga menyukai