Anda di halaman 1dari 7

UJIAN AKHIR SEMESTER ( UAS) KAJIAN KEPEMILUAN

(RESUME PELAKSANAAN PEMILU DI 5 NEGARA)

M.Rizqho setiawan

H1B119104
Prodi: Ilmu Politik
Mata Kuliah: Kajian Kepemiluan
Dosen Pengampu: Sutri Destemi Elsi, S.IP., M.I.P.

Universitas Jambi
2020
1. Di Negara Jepang

Sistem pemilihan yang berlaku di Jepang, sampai Januari 1994 adalah sistem distrik
menengah (chuusenkyokusei) untuk pemilihan anggota Majelis Rendah (Shuugiin) dan
gabungan antara sistem distrik dengan sistem proporsional (hireidaihyokusei) untuk memilih
anggota Majelis Tinggi (Sangiin). Berdasarkan sistem pemilihan distrik menengah, wilayah
Jepang dibagi menjadi 130 daerah atau distrik pemilihan. Setiap distrik pemilihan dipilih antara
tiga sampai lima orang anggota (kecuali distrik Amami dan Oshima hanya satu wakil), dengan
rasio satu wakil rata-rata untuk 220.000 orang pemilih.

Dalam kasus pemilu di Jepang, karena pamilihan anggota Majelis Rendah (Shuugiin)
memakai sistem distrik menengah (chuusenkyokusei), dengan sistem multy seat, dimana sumber-
sumber pendukung masing-masing partai tidak merata di semua distrik, akibathya ada daerah-
daerah tertentu yang memperebutkan kursi yang berasal dari calon partai yang sama. Daya tarik
seorang pemilih untuk memberikan pilihan dilihat dari faktor-faktor pribadi calon, seperti:
karakter (personality), sifat-sifat, isu-isu yang dilontarkan, kemampuan untuk menangkap
aspirasi aspirasi rakyat di daerah pemilihan sendiri, kemampuan untuk memanfaatkan emosi
paternalistik, sangat menentukan dalam perolehan suara.

Pemilu untuk memilih anggota Majelis Tinggi (Sangiin), menggunakan gabungan sistem
distrik (chuusenkyokusei) dengan sistem proporsional (hireidaihyokusei).

2. Di Negara Malaysia

Pemilu di Malaysia mempunyai 2 tingkatan yaitu tingkat federal atau persekutuan dan tingkat
negeri atau negara bagian. Pemilihan tingkat federal adalah untuk memilih anggota legislatif
untuk majelis legislatif rendah atau disebut Dewan Rakyat yang nantinya akan menjadi bagian
dari Parlemen Malaysia. Sedangkan Pemilihan tingkat negara bagian adalah memilih anggota
legislatif untuk majelis legislatif negri atau negara bagian disebut Dewan Undangan Negeri.
Ketua eksekutif di tingkat federal adalah perdana menteri sedangkan untuk negara bagian adalah
Menteri besar (untuk negara bagian dengan sistem monarki) dan ketua Mentri (untuk negara
bagian non-monarki). Masing-masing ketua eksekutif dipilih secara langsung dari Partai
pemenang Pemilu baik tingkat federal maupun ditingkat negeri atau negara bagian. Setiap
majelis legislatif negara bagian dapat membubarkan majelis nya secara independen tetapi dalam
prakteknya sebagian besar majelis negara bagian dibubarkan bersamaan dengan parlemen
majelis kecuali pemilu di Sabah dan Sarawak.

Konstitusi Malaysia mengharuskan pemilihan umum diselenggarakan pada tahun kalender


kelima kecuali parlemen dibubarkan sebelumnya oleh Yang di-Pertuan Agong karena mosi tidak
percaya atau atas permintaan Perdana Menteri.

Sebelum pemilihan, muncul kekhawatiran mengenai upaya pembagian daerah menjadi


distrik pemilihan baru, termaksud tuduhan manipulasi perbatasan daerah pemilihan. Pemerintah
dikritik karena terburu-buru melalui proses pembagian daerah menjadi distrik pemilihan baru,
dan untuk membentuk distrik besar yang tidak proposional dikubu oposisi, dimana satu anggota
parlemen dapat mewakili sebanyak 10 kali lebih banyak konstituen dibandingkan anggota
parlemen disebuah distrik yang didominasi Pemerintah.

Pemilihan umum ini menghasilkan kemenangan untuk Pakatan Harapan, koalisi oposisi utama
dalam parlemen Malaysia. Koalisi ini memenangkan mayoritas sederhana kursi di Dewan
Rakyat, majelis rendah parlemen Malaysia, dengan 113 kursi, dengan tambahan dari Partai
Warisan Sabah, yang telah memenangkan 8 kursi lainnya, dan dua kandidat independen, secara
tidak resmi bergabung dengan Pakatan Harapan. Menghasilkan total 123 kursi bagi koalisi
oposisi di parlemen yang baru, cukup untuk membentuk pemerintahan.

Pemilihan umum ini menandai kekalahan bersejarah bagi koalisi Barisan Nasional yang
tidak pernah kehilangan kekuasaan atas pemerintah Malaysia selama 61 tahun sejak
kemerdekaan negara itu pada tahun 1957. Pemilihan umum ini mengantarkan Mahathir
Mohamad sebagai Perdana Menteri Malaysia berikut nya. Pada usia 92 tahun, merupakan kepala
pemerintahan tertua di dunia, meskipun dia telah mengindikasikan akan memberi jalan kepada
pemimpin oposisi yang dipenjara Anwar Ibrahim setelah mengusahakan pengampunan kerajaan
untuk nya.
Konstitusi Malaysia menganut politik sistem multipartai dengan sistem pemungutan suara
First Past The Post System dimana partai politik yang memperoleh kursi mayoritas di Dewan
Rakyat atau Majelis Legislatif negara bagian diberi hak membentuk pemerintahan eksekutif.

3. Di Negara Korea Selatan

Pemilihan Majelis Nasional ( Parlemen) di Korea Selatan diadakan setiap 4 tahun sekali. Jumlah
kursi majelis nasional yang diperebutkan ada 300 kursi, dengan 253 kursi yang dipilih dengan
sistem distrik ( mayoritarian), dan 47 kursi dipilih dengan sistem PR ( Proposional Representasi).
Sistem pemilu nya menggunakan sistem paralel ( MMP).

Setiap pemilih mendapatkan 2 surat suara, yakni surat suara untuk memilih dengan
sistem distrik, dan 1 surat suara untuk memilih partai politik dengan sistem proporsional
representasi. Sistem ini mengalokasikan jumlah kursi dengan mempertimbangkan porsi jumlah
kursi dari sistem distrik atau mayoritas dan sebagian kursi untuk partai politik dengan sistem
proporsional. Ada 35 partai yang merekomendasikan kandidat untuk pemilihan dengan sistem
Proporsional representasi.

Penyelenggaraan Pemilu di Korea Selatan (NEC) mengelola tahapan dan program pemilu
dengan sangat efesien. Persiapan daftar pemilih hanya dilakukan dalam waktu 5 hari( 24-28
Maret 2020). Menarik untuk dipelajari dan dikaji efesiensi penyiapan DPT di Korsel yang jauh
berbeda dengan di Indonesia.

Pendaftaran kandidat di Korsel dilaksanakan cukup 2 hari (26-27 Maret 2020). Kandidat yang
berhak mencalonkan diri adalah siapa saja warga negara yang telah berusia 25 tahun atau lebih.
Pada sistem distrik, ada 1118 calon yang memperebutkan 235 kursi, sedangkan pada sistem
proporsional Representation ada 312 kandidat dari 35 partai yang akan memperebutkan 47 kursi.
Total ada 1430 kursi parlemen.

Tahapan pengumutan suara di Korsel,ada beragam teknis pengumutan suara yang menarik untuk
dipelajari. Pengumutan suara di rumah ( home Voting), memungkinkan pemilih yang tidak dapat
datang ke TPS seperti pemilih disabilitas dapat memberikan suara mereka di tempat tinggal
melalui pos. Pengumutan suara di kapal ( Shipboard Voting), pengiriman surat suara dilakukan
melalui Faksimili kepada KPU di tingkat distrik (Gu), dan kabupaten (Gun) sesuai alamat
pemilih. Pengumutan suara awal ( early Voting) pemilih memberikan surat suara sebelum hari H.

4. Di Negara Perancis

Perancis akan menggelar pemilihan umum Presiden pada Minggu (7/5). Jabatan Presiden
untuk masa kerja 2017 hingga 2022 itu diperebutkan dua kandidat, yakni Emmanuel Macron
yang berhaluan tengah dan Marine Le Pen yang berhaluan ekstrem kanan.

Pemilu kali ini dianggap krusial bagi masa depan Perancis. Pasalnya, untuk pertama kalinya
dalam sejarah pemerintahan salah satu negara pendiri Uni Eropa tersebut, kandidat presiden
terpilih bukan berasal dari golongan konvensional, yakni partai sayap kanan maupun sayap kiri,
yang sudah memerintah Perancis sejak 1958.
Proses pemilihan Presiden Perancis umumnya dilakukan menggunakan dua putaran pemungutan
suara. Pemilu pertama digelar pada 23 April lalu dengan mengusung 11 kandidat, dan putaran
ke-dua akan dilakukan dua minggu setelahnya, pada Minggu (7/5), jika tidak ada kandidat yang
memenangkan 50 persen suara.

Sistem pemilihan dua putaran yang juga diaplikasikan di pemilu legislatif dan regional
ini, diperkenalkan pada 1962 oleh Charles de Gaulle. Sistem ini terbukti efektif membendung
kelompok ekstrem berkuasa.

De Gaulle menyebut, “di putaran pertama, kamu memilih dengan hati. Sementara di putaran ke-
dua, kamu memilih dengan kepala.”

Macron dan Le Pen berhasil masuk ke putaran ke-dua, setelah mengalahkan sembilan kandidat
lainnya, termasuk Francois Fillon dari Partai Republik dan Jean-Luc Melenchon, kandidat sayap
kiri yang difavoritkan.
Di putaran ke-dua, program Macron yang mayoritas pro-Uni Eropa harus berhadapan dengan
gagasan ‘ekonomi nasionalis’ Le Pen yang ingin mengutamakan Perancis, termasuk membawa
negara itu hengkang dari Uni Eropa.

Pada putaran pertama, Macron memenangkan 24 persen suara, sementara Le Pen berada di
urutan ke-dua dengan 21,3 persen suara. Ini menjadi kejutan tersendiri, pasalnya baru pertama
kali pemilu Perancis tidak dimenangkan oleh kandidat dari sayap kiri ataupun sayap kanan.

Melansir AFP, sebanyak 47,58 juta suara terdaftar sebagai pemilih yang akan mencoblos di
66,546 tempat pemungutan suara (TPS). Mereka dipersilakan memilih mulai pukul 08.00 pagi
waktu setempat dan TPS akan ditutup pada pukul 19.00. Sementara, TPS di Paris dan kota besar
lainnya akan dibuka hingga pukul 20.00.

Adapun, hasil hitung cepat akan diumumkan mulai pukul 19.45.

Pemenang pemilu kemudian akan mengambil alih kepemimpinan dari Francois Hollande dan
disumpah menjadi Presiden Perancis pada 14 Mei.

5. Di Negara Singapura

Sistem pemerintahan negara Singapore adalah hubungan tata kerja antara lembaga-lembaga
negara, yang mana sistem pemerintahan sendiri berkaitan dengan mekanisme yang dilakukan
pemerintah dalam menjalankan tugas nya. Secara garis besar, sistem pemerintahan dibedakan
menjadi dua macam, yaitu sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan
parlementer.

Singapore menganut sistem Republik Parlementer dengan Pemerintahan Unikameral, yang


mana seluruh Mentri bertanggung jawab terhadap parlemen. Sehingga, kekuasaan pemerintah
berada ditangan Perdana Menteri, sedangkan status Presiden sendiri hanya sebagai simbolis
negara dan secara otomatis perdana menteri memegang kedudukan mayoritas di parlemen.
Pemilu Singapore berjalan mulai tahun 1959 sejak dibentuk nya partai politik People Action
Party yang selalu memenangkan jumlah suara. Pemilu Pertama yakni dilakukan ketika pemilihan
Presiden pertama Encik Yushof bin Ishak yang bergabung di PAP tepat nya pada 30 Mei 1959.
Presiden pertama Singapura Yushof Ishak yang menjabat menjadi Yang di-Pertuan Negara
Singapura atau presiden pemenang pemilu menggantikan Dir Wiliam Goode. Pemilu yang
dimaksud adalah pemilihan umum dari parlementer bukan dari rakyat, karena pada saat itu
pemilihan kepala negara masih dipilih dan ditetapkan oleh parlemen. Hal ini juga terjadi pada
presiden selanjutnya yaitu Benjamin Sheares (1971-1981) , C.V. Devan Nair (1981-1985), Wee
Kim Wee (1985-1993) yang dipilih melalui pemilu dari Parlementer.

Pada tahun 1993 pemilu di Singapura mengalami pergantian sistem. Dimana yang
awalnya presiden di pilih parlemen menjadi Pemilu secara langsung dalam artian pemilu rakyat.
Hari pertama pemilu oleh rakyat Singapura adalah pada tanggal 28 Agustus 1993. Ketika
pemilihan presiden yang ke-5 Ong Teng Cheong. Pada saat itu Ong Teng menjadi kandidat
presiden yang bersaing dengan Chua Kim Yew. Keduanya adalah calon independen, sehingga
tidak memiliki partai pengusung. Adanya pergantian sistem pemilu ini sebenarnya terjadi pada
tahun 1991, yang mana konstitusi Singapura diamandemen untuk menyediakan pemilihan
presiden yang populer selama 6 tahun sekli. Hal tersebut dikarenakan terdapat revisi bahwasanya
presiden Singapura yang terpilih diberdayakan untuk menveto pengunaan cadangan pemerintah
dan penunjukan pegawai negri. Sehingga pada saat pemilihan presiden ke-4 masih menjabat, ia
menjalankan dan melaksanakan semua fungsi serta kekuasaan presiden yang seolah-olah terpilih
oleh rakyat.

Sistem pemilu dengan suara rakyat sebagai basis faktor terpilih presiden dilakukan
hingga tahun-tahun terakhir. Namun pada tahun 2011 terdapat perubahan sistem yang dilakukan.
Karena beberapa pihak berpendapat bahwasanya Singapura harus menanggalkan sistem satu
partai yang dianutnya. Sehingga pada saat pemilu itu dilaksanakan PAP menandatangani enam
partai Oposisi dan mulai bersaing dengannya.

Anda mungkin juga menyukai