Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Desa Cibodas telah direncanakan sebagai wilayah sentralhome industry, perdagangan


jasa dan lingkungan, wisata alam dan budaya, konservasi kehutan, serta pertanian dan
peternakan (Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Tahun 2016-2036 ). Rencana
tersebut tentunya didukung oleh potensi yang dimiliki oleh Desa Cibodas yaitu berupa
sumber daya alam yang melimpah, pemandangan yang masih asri dan kearifan lokal
masyarakat setempat yang masih terjaga sehingga menjadi sebuah daya tarik atau atraksi
objek wisata pada desa ini.

Menurut Mahlabani (2016:6) Ecovillage adalah komunitas masyarakat perkotaan atau


perdesaan yang menggabungkan kegiatan keseharian dengan kelestarian lingkungan sehingga
menghasilkan gaya hidup dengan efek terendah pada lingkungan. Lokasi penelitian berada di
RW 12 Desa Cibodas, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung Barat. Berada di atas
lahan seluas 7 Ha, kawasan ini akan dikembangkan menjadi Objek Wisata berbasis
ecovillage. Oleh karena itu peran keilmuan Arsitektur Lanskap yang berbasis ekologis dan
mengutamakan prinsip konservasi harus turut serta dalam perencanaan dan perancangan Desa
Cibodas. Peran Arsitektur Lanskap di sini adalah melakukan penyelesaian masalah terhadap
pengembangan kawasan ini, khususnya pada area ruang luar, di mana kebutuhan pengguna
harus dapat terpenuhi sesuai dengan kriteria-kriteria dan peraturan yang berlaku di Desa
Cibodas sehingga perancangan yang nanti akan dilakukan tidak hanya ditinjau dari fungsi
estetis tetapi juga dari sisi ekologis sehingga tercipta keseimbangan antara manusia dengan
alam.
1.2 Identifikasi Masalah

Desa Cibodas belum memiliki identitas sebagaimana Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Bandung Tahun 2016-2036, dibutuhkan pengelolaan lanskap yang berlandaskan
pengelolaan potensi alam sehingga Desa Cibodas dapat menjadi desa wisata (ecovillage)
yang menarik dan berbeda dengan yang lain melalui berbagai macam pengembangan
fasilitas, konsep ruang, dan pengelolaan lingkungan alam secara terpadu agar menjadi wisata
yang kawasannya terkelola dengan baik dan menarik untuk dikunjungi.

1.3 Pembatasan Masalah

Penelitian ini difokuskan pada pengembangan potensi RW 12 Desa Cibodas sebagai


objek wisata berbasis ecovillage dengan memahami karakteristik potensi lanskap dan
masyarakat pada Desa Cibodas melalui konsep ecovillage.

1.4 Perumusan Masalah

Perumusan masalah penelitian ini adalah:


a. Potensi apa saja yang dapat dikembangkan dari RW 12 Desa Cibodas sebagai objek
wisata berbasis ecovillage?
b. Pengembangan atraksi wisata seperti apa yang dapat diterapkan pada objek wisata
ecovillage?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian terbagi menjadi dua bagian yang meliputi tujuan umum dan tujuan
khusus. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1.5.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah:
a. Menganalisis potensi RW 12 Desa Cibodas sebagai objek wisata berbasis ecovillage.
b. Mengembangkan atraksi wisata pada objek wisata ecovillage khususnya pada RW 12
Desa Cibodas
1.5.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

a. Menganalisis potensi lanskap RW 12 Desa Cibodas sebagai dasar pengembangan


perancangan lanskap objek wisata ecovillage
b. Mencari keterikatan antara potensi lanskap RW 12 Desa Cibodas dengan daya tarik
atraksi wisata berbasis ecovillage yang dapat dikembangkan.
1.6 Manfaat Penelitian
a. Memberikan masukan mengenai penataan kembali lanskap RW 12 Desa Cibodas
sebagai desa wisata berbasis ecovillage.
b. Sebagai bentuk aplikasi ke dalam pengembangan desa wisata berbasis ecovillage.
c. Masukan bagi pengelola RW 12 Desa Cibodas dalam pengembangan dan
pengoptimalan potensi wisata Desa Cibodas.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Operasional Judul

“Analisis Potensi Desa Cibodas sebagai Dasar Perancangan Lanskap Objek Wisata
Ecovillage”

2.1.1 Analisis

Menurut KBBI (2008:60) Analisis adalah suatu aktivitas untuk menyelidiki


kebenaran dari suatu peristiwa. Analisis merupakan bagian yang sangat penting dalam
suatu penelitian karena melalui analisis peneliti akan memperoleh pengertian yang
tepat dari suatu peristiwa secara menyeluruh sehingga data yang didapatkan akan
mempunyai makna yang berguna untuk memecahkan permasalahan penelitian.

2.1.2 Potensi
Menurut Ensiklopedi Indonesia oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(1997:359) potensi atau potentia berasal dari bahasa latin yang berarti kemampuan,
kekuatan, kesanggupan, dan daya yang dapat dikembangkan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa potensi dapat diartikan sebagai kemampuan dasar yang terpendam
dan dapat dirasakan hasilnya setelah kemampuan itu dikembangkan, pada penelitian
ini potensi yang dimaksudkan adalah potensi lanskap yang dimiliki oleh Desa
Cibodas.
2.1.3 Perancangan Lanskap
Menurut Motloch (1991:1) Lanskap berarti lingkungan kehidupan manusia
(fisik dan non fisik) yang terdiri dari bangunan dan lingkungan buatan yang
dikelilingi oleh lingkungan alami. Pada pengertian secara kontemporer, lanskap
digunakan sebagai salah satu istilah inklusif yang mencakup lingkungan alam dan
lingkungan urban. Lingkungan alam adalah lanskap alamiah, sub urban adalah
lanskap sub urban, dan lingkungan dalam kota adalah lanskap perkotaan. Sedangkan
menurut Syifaun (2003:2) Perancangan adalah pengaturan dari beberapa elemen yang
terpisah ke dalam satu kesatuan yang utuh dan berfungsi sebagai suatu sistem.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa perancangan lanskap adalah penggambaran,
pengaturan dari beberapa elemen lanskap yang terpisah ke dalam satu kesatuan yang
utuh demi memecahkan suatu permasalahan desain.

2.1.4 Objek Wisata

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008,1013) Pengertian objek adalah


hal, perkara, atau benda yang menjadi sasaran untuk diperhatikan dan diamati.
Sedangkan Pariwisata menurut Suwantoro (2009:3) merupakan suatu perjalanan oleh
seseorang atau kelompok yang memiliki beberapa tujuan, seperti untuk memenuhi
rasa ingin tahu terhadap sesuatu, contohnya yang berkaitan dengan kegiatan olah raga,
kesehatan, urusan keagamaan, dan lain lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
Objek wisata merupakan hal yang menjadi sasaran untuk diamati dan di perhatikan
pada perjalanan dengan tujuan mendapatkan kenikmatan & memenuhi rasa ingin tahu
terhadap sesuatu, dalam penelitian ini objek wisata yang dimaksudkan adalah objek
wisata ecovillage.

2.1.5 Ecovillage

Menurut Mahlabani (2016:39) Ecovillage adalah komunitas perkotaan atau


pedesaan yang menggabungkan kehidupan sosial yang berwawasan lingkungan
dengan gaya hidup dengan efek terendah pada lingkungan. Ecovillage adalah
komunitas di mana orang merasa bahwa mereka didukung dengan lingkungannya dan
bertanggung jawab atasnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ecovillage adalah
suatu komunitas perkotaan atau perdesaan memiliki upaya hidup secara berkelanjutan
sehingga memiliki gaya hidup dengan efek terendah pada lingkungannya.

2.1.6 Kawasan Desa Cibodas

Desa Cibodas adalah salah satu desa yang berada di wilayah Bandung Selatan,
Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung  ± 28, 1 Km dari Kota Bandung. Desa
Cibodas merupakan Desa yang letaknya di kaki Gunung Tilu dengan ketinggian 1000
s/d 1500 m diatas permukaan laut. Desa Cibodas juga merupakan desa yang sebagian
besar wilayahnya adalah daerah Perbukitan dan sebagian pesawahan serta hutan
lindung. Topografi Desa Cibodas Kebanyakan berbukit-bukit / tidak merata, pada
penelitian ini kawasan tempat penelitian berada di RW 12 Desa Cibodas. Luas
wilayah RW 12 Desa Cibodas ± 7 Ha itu mencakup perkampungan, pesawahan,
peternakan, perkebunan, green house, dsb. (sumber: http://cibodas-
lembang.desa.id/pages/profil)

2.2 Elaborasi Tema


Tema Perancangan yang akan diimplementasikan berdasarkan hasil penelitian:
“Ecovillage”
2.2.1 Latar Belakang Pemilihan Tema

Sektor wisata merupakan kebutuhan manusia yang memiliki peranan yang


penting dan berdampak pada pembangunan nasional, namun seiring dengan maraknya
isu pelestarian lingkungan dan kebutuhan manusia akan tempat wisata yang bersifat
alami, akhirnya objek wisata seperti ecovillage pun akhirnya marak bermunculan.
Oleh karena itu sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung
Tahun 2016-2036, yang telah menyebutkan Desa Cibodas telah direncanakan menjadi
sentral home industry, perdagangan jasa dan lingkungan, wisata alam dan budaya,
konservasi kehutanan, serta sentra pertanian dan peternakan oleh Pemerintah Daerah
Kota Bandung. Rencana tersebut akhirnya menggagas pengembangan Desa Cibodas
sebagai objek wisata berbasis ecovillage.

2.2.2 Pengertian Tema Perancangan


Menurut Mahlabani (2016:39) Ecovillage adalah komunitas perkotaan atau
pedesaan yang menggabungkan kehidupan sosial yang berwawasan lingkungan
dengan gaya hidup dengan efek terendah pada lingkungan. Ecovillage adalah
komunitas di mana orang merasa bahwa mereka didukung dengan lingkungannya dan
bertanggung jawab atasnya. Ecovillage diciptakan sebagai respon terhadap masalah
lingkungan dan sosial di mana Ecovillage adalah upaya untuk hidup secara
berkelanjutan untuk memperbaharui kualitas hidup dengan menghubungkan kembali
dengan alam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ecovillage adalah suatu komunitas
perkotaan atau perdesaan memiliki upaya hidup secara berkelanjutan sehingga
memiliki gaya hidup dengan efek terendah pada lingkungannya.
Sistem penerapan ecovillage menurut Gilman dalam Irrgang (2005:32) adalah sebagai
berikut: (Diagram 2.1)

Sistem Ecovillage
Secara Keseluruhan

Menyadari pentingnya interkoneksi hubungan konsekuensi dan umpan balik, untuk memastikan
integrasi yang tidak berbahaya dari kegiatan desa-desa ke lingkungan alami maka desa-desa harus
memiliki kriteria sebagai berikut:

Melestarikan habitat alami di tanah desa Membangun dengan bahan yang ramah lingkungan
Menghasilkan makanan kayu dan sumber daya hayati Gunakan sumber energi terbaharukan
ke dalam desa Menangani limbah padat, cair, dan gas dari bangunan
Membuat limbah tidak berbahaya dengan cara yang ramah lingkungan
Mendaur ulang semua limbah padat dari desa Memiliki kebutuhan minimal pada lahan dan ekologi
Mengolah limbah cair dari desa lokal
Menghindari dampak lingkungan yang merugikan di Untuk mendukung pembangunan manusia yang sehat,
luar lokasi dari produksi pengiriman produk yang desa desa harus menyeimbangkan kehidupan publik
dibawa ke luar lokasi dan pribadi; mendorong interaksi masyarakat dan
Menghindari dampak lingkungan yang merugikan di mendukung beragam kegiatan
luar lokasi dari penggunaan dan pembuangan produk
apapun

Lingkungan Ekologi Sosial Budaya

Sistem Ekonomi Pemerintah

Untuk memastikan bahwa ecovillage memiliki fitur lengkap dan dukungan perkembangan manusia yang sehat,
aktivitas ekonomi yang signifikan diperlukan. Untuk memenuhi keadilan dan non eksploitasi yang merupakan
bagian dari prinsip keberlanjutan mensyaratkan bahwa kegiatan ekonomi anggoota suatu ecovillage tidak boleh
tergantung pada eksploitasi orang dan tempat lain seperti halnya cita-cita keadilan secara umum, tetapi tidak
diberikan panduan yang jelas bagaimana cita-cita ini harus dipraktikan. Pertanyaan tentang pengambilan
keputusan, resolusi konflik dan penegakan keputusan masyarakat harus ditangani oleh anggota ecovillage.

Diagram 2.1 Sistem Ecovillage Secara Keseluruhan


Sumber: Gilman dalam Irrgang (2005:32)
Sedangkan menurut Kim dan Rigdon dalam Irrgang (2005:39) Ecovillage
dibangun di atas kombinasi dimensi sosial dan budaya, ekologis dan ekonomi
(Diagram 2.2).

Aspek Utama Ecovillage

Ekonomi Ekologi Sosial Budaya

Pengurangan , Dampak pada Interaksi sosial


penggunaan kembali lingkungan hidup budaya
dan daur ulang
sumber daya alam

Diagram 2.2 Aspek Utama Ecovillage


Sumber: Kim dan Rigdon dalam Irrgang (2005:39)

a. Aspek ekologis
Aspek ekologis diwujudkan dengan memungkinkan penghuni desa memiliki
hubungan pribadi dengan alam dan dengan menekankan rasa hormat
terhadapnya. Kegiatan ekologis, seperti yang disebutkan oleh Global
Ecovillage Network dalam Irrgang (2005:27) meliputi:
a. Aspek ekologis
1) Pertumbuhan makanan,
2) Produksi organik,
3) Penciptaan bangunan menggunakan bahan dan teknik yang ramah
lingkungan,
4) Penggunaan sistem energi terbarukan jika memungkinkan,
5) Perlindungan keanekaragaman hayati,
6) Pembinaan prinsip-prinsip bisnis ekologis,
7) Pelestarian tanah bersih, air dan udara melalui energi dan pengelolaan
limbah yang benar, perlindungan alam dan daerah hutan belantara
serta penilaian semua produk yang digunakan di desa-desa dari
pandangan sosial, spiritual dan ekologis.

Pada penelitian ini, aspek ekologis yang sesuai dengan potensi Desa
Cibodas adalah sebagai berikut:

1) Produksi organik,
2) Penciptaan bangunan menggunakan bahan dan teknik yang ramah
lingkungan,
3) Perlindungan keanekaragaman hayati,
4) Pembinaan prinsip-prinsip bisnis ekologis,
5) Pelestarian tanah bersih, air dan udara melalui energi dan pengelolaan
limbah yang benar, perlindungan alam dan daerah hutan belantara
serta penilaian semua produk yang digunakan di desa-desa dari
pandangan sosial, spiritual dan ekologis.
b. Aspek sosial, budaya dan ekonomi
Desa ramah lingkungan adalah komunitas di mana penduduk harus
didukung dalam jaringan orang-orang yang berpikiran sama. Dalam
mengambil keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka sendiri dan
masyarakat, memberikan kerja dan makanan yang berarti bagi semua
anggota, mempromosikan pendidikan berkelanjutan; mendorong
persatuan melalui penghormatan terhadap perbedaan, dan menumbuhkan
ekspresi budaya.

Gilman dalam Irrgang (2005:28) mendefinisikan ecovillage sebagai skala


manusia, pemukiman berfitur lengkap yang mengintegrasikan aktivitas manusia ke
dalam dunia alami, mendukung pembangunan manusia yang sehat dan dapat berhasil
dilanjutkan ke masa depan yang tidak terbatas. Karakteristik-karakteristik ini dapat
dipengaruhi sampai tingkat yang berbeda oleh konteks budaya dan sosial ekonomi di
mana pemukiman itu ada.

a. Skala manusia

Deskripsi ini menyiratkan bahwa ukuran sebuah desa lingkungan harus


dibatasi hanya untuk komunitas di mana semua penduduk dapat berinteraksi
pada tingkat pribadi. Itu harus pada skala di mana orang saling mengenal dan
di mana setiap anggota dapat mengambil bagian dalam keputusan dan kegiatan
komunal.

b. Penyelesaian dengan fitur lengkap


Orang-orang yang tinggal di desa ramah lingkungan harus diberikan
semua kesempatan yang biasanya terkait dengan kondisi kehidupan. Dengan
demikian ketentuan tidak hanya dibuat untuk fungsi perumahan yang sesuai,
tetapi juga untuk kegiatan ekonomi, sosial, rekreasi dan komersial. Sifat
kegiatan ini tidak harus sesuai dengan standar yang terkait dengan gaya hidup
perkotaan, tetapi dapat sesuai dengan semangat ekologis permukiman.

c. Integrasi kegiatan manusia yang tidak berbahaya ke dalam dunia alami

Prinsip desa ramah lingkungan ini memusatkan perhatian pada


pentingnya lingkungan alam. Sesuai dengan prinsip keberlanjutan, kesetaraan
harus ada antara manusia dan bentuk kehidupan lainnya. Ini pada dasarnya
membatasi dominasi manusia atas alam. Banyak karakteristik desa ramah
lingkungan berasal dari integrasi manusia yang sensitif ke dalam sistem alami.
Salah satu elemen terpenting dalam hal ini adalah siklus penggunaan energi
dan material. Ketidakefisienan dalam penggunaan sumber daya alam yang
langka ini seiring dengan meningkatnya akumulasi limbah tidak dapat
dilanjutkan tanpa batas waktu. Desa-desa, sebagai inisiatif yang sadar akan
masalah-masalah ini, oleh karena itu berkonsentrasi pada:

1) Penggunaan sumber daya terbarukan,


2) Pengomposan limbah organik,
3) Daur ulang bahan anorganik dan menghindari zat beracun dan
berbahaya.
d. Mendukung perkembangan manusia yang sehat

Gilman dalam Irrgang (2005:31) menjelaskan "perkembangan


manusia yang sehat" sebagai melibatkan pengembangan yang seimbang dan
terintegrasi dari semua aspek kehidupan manusia, yaitu aspek fisik,
emosional, mental dan spiritual. Penting bahwa pembangunan semacam itu
harus ditujukan pada masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian
prinsip tersebut memengaruhi masalah ekonomi, tata kelola, dan sosial
masyarakat.

e. Keberhasilan menuju masa depan yang tidak terbatas


Prinsip ini menunjukkan relevansi pemikiran keberlanjutan yang
diterima dengan desa-desa. Tanpa batasan-batasan yang ditegakkan oleh
praktik-praktik berkelanjutan, akan sangat mungkin untuk membuat desa-desa
percontohan, tetapi ini masih akan bergantung pada cara hidup yang tidak
dapat dilanjutkan tanpa batas waktu. Gilman dalam Irrgang (2005:31)
menyatakan bahwa prinsip keberlanjutan membutuhkan komitmen terhadap
keadilan dan non-eksploitasi. Menurunnya ketergantungan pada modal yang
diimpor dari luar desa dan swasembada yang lebih besar dalam hal produksi
pangan adalah salah satu cara di mana desa-desa dapat memenuhi kriteria.

f. Karakteristik desa ramah lingkungan

Trainer dalam Irrgang (2005:31) menyebutkan sejumlah prinsip inti


dari ecovillage dan permukiman serupa. Konsep aksi lokal dipandang sebagai
komponen penting dalam semua inisiatif tersebut. Dalam hal ini dapat
diperdebatkan bahwa ada ketergantungan yang lebih rendah pada kekuatan
pasar eksternal sebagai badan pengambilan keputusan masyarakat semakin
penting.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa ecovillage merupakan


sebuah sistem perdesaan atau perkotaan yang berwawasan lingkungan berkelanjutan
dengan gaya hidup yang menghasilkan efek terendah dalam pencemaran lingkungan.
Untuk menerapkan konsep ecovillage ke dalam objek penelitian terdapat beberapa
aspek yang harus diperhatikan, yakni aspek lingkungan, aspek ekonomi, dan aspek
sosial budaya.

2.3 Kajian Teori


2.3.1 Desain Berkelanjutan
Menurut Priyoga (2010:02) Desain berkelanjutan (sustainable design) adalah
suatu konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang menitik
beratkan pada fisik perancangan suatu objek, lingkungan binaan, dan layanan untuk
memenuhi prinsip-prinsip ekonomi, sosial, dan ekologi yang berkelanjutan. Sedangkan
menurut Motloch (1991:272) Sustainable development adalah perencanaan dan desain
ekosistem manusia yang disengaja melalui penerapan pemahaman ekologis untuk
membuat keputusan terhadap penyelesaian permasalahan antara kebutuhan manusia dan
ekosistem. Motloch juga menjelaskan, Lanskap ekologi adalah suatu sistem yang
melibatkan keseimbangan dinamis dan ditandai dengan meningkatnya keteraturan,
integrasi, dan kompleksitas. jika lanskap berfungsi secara efisien dan berkelanjutan,
keputusan desain lingkungan harus disintesis dengan tatanan atau sifat yang kompleks
dan sistem manusia-manusia yang terintegrasi. (Gambar 2.1)

Gambar 2.1 Lanskap Sebagai Sistem yang Dirancang


Sumber: (Motloch,1991:271)

Untuk menjadi lanskap yang berkelanjutan, pembangunan harus diintegrasikan


dengan ekologi lanskap, dan harus heterogen, menawarkan variasi dan relung yang
tumpang tindih. Dengan melakukan hal tersebut akan dapat tercipta lanskap yang
memenuhi potensi manusia seraya mendukung kebutuhan ekosistem dan kebutuhan
masyarakatnya (Alexander dalam Motloch, 1991:272). Menurut Clark dalam Motloch
(1991:272) Untuk mengelola lingkungan yang berkelanjutan terdapat tiga tujuan yang
harus diperhatikan yaitu:

1. Harus dapat mengendalikan pertumbuhan populasi


2. Mempromosikan pertumbuhan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan manusia di
masa yang akan datang.
3. Menahan diri untuk tidak membuat dampak kerusakan lingkungan (masih pada
batas aman)

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa desain berkelanjutan atau


sustainable design adalah pengaturan dan desain ekosistem manusia melalui penerapan
pemahaman ekologis untuk membuat keputusan terhadap penyelesaian permasalahan
antara kebutuhan manusia dan ekosistem. Untuk mengelola lingkungan yang
berkelanjutan terdapat tiga tujuan yang harus diperhatikan yaitu harus dapat
mengendalikan pertumbuhan populasi, dapat memenuhi kebutuhan manusia di masa
yang akan datang, dan menahan diri untuk tidak membuat dampak kerusakan lingkungan
(masih pada batas aman). Ketiga tujuan tersebut sangatlah sesuai dengan prinsip-prinsip
ecovillage sehingga dapat diterapkan pada objek penelitian.

2.3.2 Karakteristik Lanskap

Karakteristik lanskap menurut Page et al. (1998:53) terdiri dari aspek yang
berwujud (tangible) dan yang tidak berwujud (intangible) dari periode sejarah. Aspek-
aspek ini secara individual dan kolektif dapat memberikan karakter pada lanskap sesuai
dengan historisnya dan membantu dalam memahami pentingnya budaya. Karakteristik
lanskap berkisar dari pola hubungan skala besar hingga skala kecil. Terdapat 13 poin
karakteristik lanskap, diantaranya:
- Sistem dan fitur alami (natural systems and features), yaitu aspek alam yang
sering mempengaruhi perkembangan dan hasil dari lanskap.
- Organisasi ruang (spatial organization), yaitu pengaturan elemen yang
menciptakan bidang tanah, vertikal, dan bidang atas yang menciptakan ruang.
- Penggunaan lahan (land use), praktik-praktik yang memengaruhi penggunaan
lahan, pola pembagian, bentuk bangunan, dan penggunaan bahan.
- Tradisi budaya (cultural traditions), yaitu praktik yang memengaruhi
penggunaan lahan, pola pembagian, bentuk bangunan, dan penggunaan bahan.
- Pengaturan clutser (cluster arrangement), yaitu pengaturan lokasi bangunan
dan struktur pada tapak.
- Sirkulasi (circulation), yaitu ruang, fitur, dan bahan yang membentuk sistem
pergerakan.
- Topografi (topography), yaitu konfigurasi tiga dimensi permukaan lanskap
yang ditandai oleh fitur dan orientasi.
- Vegetasi (vegetation), yaitu pohon asli atau introduksi, schrubs, tanaman
merambat, penutup tanah, dan bahan herba.
- Bangunan dan struktur (buildings and structures), yaitu konstruksi tiga
dimensi, seperti bangunan umum, jalan, rumah, jembatan
- View dan vista (views and vista), yaitu fitur-fitur alami atau buatan yang dapat
menciptakan kontrol pandangan.
- Fitur air buatan (constructed water features), yaitu fitur buatan dan elemen-
elemen air untuk tujuan fungsional dan estetika.
- Fitur skala kecil (small scale features), yaitu kombinasi fungsi dan estetika
dengan elemen-elemen detil yang memberkan keanekaragaman.
- Kawasan arkeologis (archeological sites), yaitu kawasan yang di dalamnya
terdapat sisa peninggalan masa lampau bernilai historis.

Dari 13 karakteristik lanskap tersebut, hanya beberapa poin yang akan menjadi fokus
dalam penelitian ini terkait dengan potensi lanskap Desa Cibodas, diantaranya:

2.3.2.1 Organisasi Ruang (Spatial Organization)

Menurut Page et.al (1998:53) Organisasi ruang (spatial organization) adalah sebuah
pengaturan elemen-elemen pencipta bidang dasar, bidang vertikal dan bidang atap yang
membentuk dan menegaskan sistem keruangan dalam skala tapak maupun kawasan
sehingga komposisinya dapat terkonsep di dalam keseluruhan tatanan, kesatuan, dan
keharmonisan. Berikut ini adalah hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan
ruang agar dapat menciptakan kesan ruang yang diiinginkan menurut Motloch
(1991:189):
a. Point
Ketika sedang merancang ruang tentunya terdapat elemen-elemen khusus dalam
komposisi yang memiliki potensi untuk dikembangkan agar tercipta kesan ruang
yang diinginkan.
b. Garis
Garis dapat mengarahkan mata untuk menemukan elemen-elemen penting. Garis
juga dapat memberi penekanan pada elemen ini (Gambar 2.2 dan 2.3)

Gambar 2.2 Makna Point Internal Sebagai Sebuah Konsentrasi


Sumber: (Motloch, 1991:190)
Gambar 2.3 Makna Poin yang dibingkai Sebagai Sebuah Konsentrasi
Sumber: (Motloch, 1991:190)
Derajat garis tersebut, terutama yang dominan dalam komposisi berkerja sama
untuk mendukung tema, karakter desain, dan kesan ruang akan meningkat.
c. Bentuk
Menurut Motloch (1991:199) Ketika memanipulasi bentuk tiga dimensi, seorang
perancang hendaknya mengubah bias budaya menuju dominasi massa. Ketika
mengembangkan ruang luar, seorang perancang harus dapat melihat pengalaman
sebagai sebuah satu kesatuan sehingga rancangan yang dibuat dapat mendukung
tema secara keseluruhan dan dapat membangkitkan kesan ruang yang diinginkan.
d. Warna
Ketika mendesain ruang, manipulasi warna sangat dibutuhkan untuk mencapai
tujuan desain. Hal tersebut dikarenakan warna sangat efektif dalam
mempengaruhi perasaan. Selain memahami potensi warna, seorang perancang
harus memahami potensi pencahayaan dan karakteristik cahaya.
(Motloch,1991:199)
e. Tekstur
Tekstur mengacu pada tingkat kasar-lembutnya suatu permukaan pemandangan.
Ketika mengembangkan suatu ruang luar seorang peranacang harus dapat
mengatur tekstur untuk mencapai kesatuan komposisi dan variasi, minat visual,
persepsi mendalam, dan suasana hati. Tekstur juga dapat mendukung tema
desain dan kesan ruang. (Motloch,1991:193)
Motloch (1991:196) juga mengemukakan elemen-elemen penyusun ruang,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Bidang Dasar
Dalam mengembangkan bidang dasar, beberapa masalah harus ditangani,
termasuk hubungan dengan tema rancangan, bentuk, kesan ruang, hubungan
antara bidang dasar dan material maupun dengan permasalahan pemeliharaan
(Motloch 1991:196).
b. Bidang Atap
Dalam mengembangkan bidang atap pada pengembangan ruang, maksud
penggunaan, bentuk, material, dan pemeliharaannya harus dipertimbangkan.
Bidang atap biasanya secara fungsional dapat memberikan perlindungan dari
hujan maupun terik sinar matahari. (Motloch 1991:196).
c. Bidang Vertikal
Bidang vertikal adalah bidang yang paling terlihat. Bidang ini menentukan ukuran
dan karakter suatu ruang, sehingga bidang ini dapat didesain untuk mempengaruhi
kesan ruang. (Motloch 1991:196).
2.3.2.2 Tradisi Budaya (Cultural Traditions)

Menurut Page et al. (1998:53) Tradisi budaya (cultural traditions) adalah kegiatan-
kegiatan yang mempengaruhi penggunaan dan pola pembagian lahan, bentuk bangunan
dan penggunaan material. Pada penelitian ini tradisi budaya yang mempengaruhi tata
ruang Desa Cibodas adalah tradisi budaya Suku Sunda.
a. Kawasan Perkampungan Masyarakat Sunda
Menurut Ekajati dalam Salura (2007:16) istilah ‘Sunda’ dalam bahasa sansekerta
berarti ‘dari jauh tampak putih bercahaya’, pada awalnya digunakan untuk menamai
Gunung Sunda, selanjutnya nama tersebut digunakan untuk menamai wilayah tempat
gunung itu berada dan juga untuk mengidentifikasi kelompok manusia yang tinggal di
sana. Konsep masyarakat Sunda berbentuk kampung yang dipengaruhi oleh konsep
patempatan. Patempatan adalah konsep tentang tempat, sedangkan kampung terkait
dengan batas wilayah penduduk adat istiadat. Pada kawasan perdesaan, pola kampung
biasanya dipengaruhi oleh mata pencaharian. Lokasi kampung selalu dekat dengan
tempat kegiatan matapencaharian. Proses awal pembentukan kampung bisanya terdiri
dari satu sampai dengan tiga rumah yang disebut dengan umbulan, kemudian kumpulan
beberapa umbulan akan membentuk suatu babakan yang umumnya terdiri dari lima
sampai enam rumah. Kesatuan pemukiman tersebut disebut kampung yang terdiri dari
puluhan rumah, ruang terbuka, bangunan ibadah, lumbung padi, kandang ternak, kebun,
sawah, serta sarana fisik lain di sekelilingnya yang berkaitan erat dengan permukiman.
Menurut Warnaen dalam Salura (2007: 23) terdapat empat katagori hubungan antara
masyarakat sunda dengan lingkungannya, yaitu hubungan dengan tuhan, hubungan
dengan alam, hubungan dengan masyarakat dan hubungan dengan pribadi. Pada aspek
bentuk, terdapat empat kategori hubungan Masyarakat Sunda dengan lingkungannya:
(Tabel 2.1)
Hubungan Masyarakat Aspek Bentuk Arsitektural
Sunda Dengan Kehidupan Kompleks Wadah Kompleks Konsep Tempat
Manusia dengan tuhan Wadah ritual Makam, gunung
Manusia dengan alam Wadah produksi-reproduksi Air, tanah
Manusia dengan masyarakat Wadah sosial Kampung, halaman
Manusia dengan pribadi Wadah sehari hari Imah, bumi
Tabel 2.1 Hubungan Manusia Sunda Dengan Kompleks Wadah Dan Kompleks Tempat.
Sumber: Salura (2007:25)
Tabel 2.2 Uraian Empat Katagori Wadah. Empat katagori tersebut lalu diurai menjadi:
Wadah Uraian Wadah
Unsur wadah ritual Imah panggung, masjid, batu hideung, makam
Unsur wadah produksi-reproduksi Kebon, huma,sawah, balong, leuit, saung lising, jemur
Unsur wadah sosial Kontur, Jalan setapak, batu turap, tegalan, buruan,
lapangan, pagar bambu, pohon, bale, pancurian
Unsur wadah sehari-hari Goah, parako, tengah imah, golodog, bilik, bale,
panggung, pasarean.
Sumber: Salura (2007:25)
Agar mampu mengurai makna hubungan masyarakat Sunda dengan lingkungannya, empat
katagori tersebut haruslah dihadapkan dengan kompleks kegiatan dalam tabel berikut:
Uraian empat katagori kegiatan pada kompleks wadah (Tabel 2.3)
Kompleks Kegiatan Uraian Kegiatan
Ritual Kelahiran, pemberian nama, selamatan, sembahyang, mengaji,
persembahan, perkawinan, kematian, ziarah
Produksi Reproduksi Berladang, menumbuk padi, menyimpan padi, menjemur padi,
memelihara ikan, kambing, ayam, menanam kelapa
Sosial Bermain, berkumpul, memperbaiki turap, memperbaiki rumah,
mengganti pagar, menguras balong, membersihkan imah
Sehari-hari Tidur, istirahat, mandi, makan, belajar, memasak, mencuci,
menjemur pakaian.
Tabel 2.3 Uraian Empat Katagori Kegiatan Pada Kompleks Wadah
Sumber: Salura (2007:27)

b. Elemen Pembentuk Kampung


Menurut Salura (2007:38) Pada umumnya wadah yang terdapat pada area
Perkampungan Masyarakat Sunda adalah sebagai berikut:

- Elemen Makam, Makam merupakan area lahan tempat dikuburkannya karuhun,


yaitu leluhur yang diyakini warga setempat sebagai pendiri kampung yang
kemudian dikeramatkan.
- Elemen Pemukiman, Permukiman merupakan kelompok rumah, masjid atau
mushala, ruang terbuka, tempat warga kampung bermukim dan melakukan
kegiatan sosial serta kegiatan rutin.

c. Konsep Wadah Perkampungan Masyarakat Sunda


Menurut Salura (2007:59) berikut merupakan konsep perkampungan
Masyarakat Sunda yaitu elemen, orientasi, dan mitos penempatan. (Tabel 2.4)
Penempatan Era Hindu Era Pajajaran Era Mataram Islam
Elemen Gunung Cai-Inyusu Lemah-Cai
Sungai Imah Bali Geusan Ngajadi
Halu-Dayeuh Pipir Banjar Karang
Lemah Buruan Pamidangan
Orientasi Bumi Nyungcung Sanghyang Wuku Kiblat
Kidul-Kaler Luhur Kidul Kaler
Wetan-Kulon Tengah Wetan Kulon
Hadap Luhur Hadap
Mitos Jagat Alam Jagat Alam Tempat lahir sebagai
(Sebagai tempat Dipadankan Dengan wadah yang
manusia mengambil Badan Manusia mempunyai jiwa
segala macam Identifikasi batas
kebutuhannya) teritori tempat
Batas Manusia-Alam kelahiran
Tabel 2.4 Konsep Penempatan Dalam Literatur Sunda
Sumber: Salura (2007:59)
Dari konsep penempatan tersebut yang umumnya masih digunakan adalah:
- Lemah-Cai, Lemah-cai mengandung arti dibutuhkan dua elemen komplementer
sebagai syarat suatu pemukiman atau kampung halaman, yaitu lemah (tanah) yang
layak huni yang bisa ditanami dan cai (air) yang tersedia untuk menghidupi tanah
dan manusia.
- Luhur-Hadap, Luhur-hadap merupakansalah satu ciri konsep orientasi pada
penempatan, ialah keyakinan bahwa yang di luhur (atas) dinilai lebih tinggi
nilainya.
- Wadah-Eusi, Wadah-eusi berarti setiap tempat selalu menjadi sebuah suatu wadah
sekaligus mempunyai eusi atau kekuatan supranatural.
- Kaca-Kaca, Konsep kaca-kaca dipahami sebagai batas dalam arti luas, ia dapat
berati batas antara ketinggian tempat, perbedaan material tempat, dsb.
b. Struktur dan Pola Perkampungan Masyarakat Sunda

Agar dapat mengungkap struktur dalam pola, tiga buah tipe permukaan
(kampung, masjid, rumah) dihadapkan dengan konsep tempat (lemah-cai, luhur-
hadap, kaca-kaca, wadah-eusi). Pada kampung terdapat elemen makam, permukiman,
dan ladang. Berikut ini adalah studi banding di Kampung Tonggoh. (Gambar 2.4)

Gambar 2.4 Contoh Tipe Perkampungan Masyarakat Sunda (Kampung Tonggoh) dan
Konsep yang Mempengaruhi
Sumber: Salura (2007:74)
2.3.2.3 Sirkulasi (Circulation)

Menurut Page et al. (1998:53) Sirkulasi (circulation) adalah ruang-ruang,


fitur-fitur dan material-material yang membentuk sistem pergerakan. Menurut
Motloch (1991:150) Sistem pergerakan tidak hanya mempengaruhi suasana hati kita
saat melintasi tapak, tetapi juga pemandangan yang akan dilihat. Pergerakan langsung
memberikan kesan mediasi dan tujuan, sedangkan pergerakan tidak langsung
memberikan kesan misteri. Gerakan fluida akan memungkinkan perjalanan yang
efesien dan meningkatkan kesan santai. Gerakan yang berkelok-kelok akan
memberikan perasaan termenung atau melankolis. Rute yang berputar putar dapat
menyebabkan seseorang berhenti dan berlama lama jika ada waktu. Garis angular
dapat memberikan energi. (Gambar 2.5)

Gambar 2.5 Karakter Pergerakan


(Motloch, 1991:151)

Selain itu Motloch (1991:52) juga menyebutkan bahwa sifat dan bentuk sirkulasi
ditentukan oleh banyak faktor yang beroperasi secara terpadu seperti jarak yang
harus ditempuh, waktu yang tersedia, dan kesan ruang. Jika sirkulasi ditujukan untuk
kecepatan atau ekonomi, jalur harus lurus, lebar, dan datar (hambatan harus
diminimalkan). Sebaliknya jika maksud sirkulasi adalah indera penggunanya, maka
karakter berkelok-kelok akan lebih tepat. Dalam hal ini sirkulasi harus
menghadirkan perjalanan yang menarik melalui lingkungan yang sangat bervariasi
dengan citra sensual yang kaya. variasi cahaya, bahan, tekstur, bentuk, dan skala
harus disesuaikan sehingga kesan ruang yang diinginkan dapat tercipta. (Gambar 2.6
dan 2.7)

Gambar 2.6 Laju Aliran Sirkulasi


(Motloch, 1991:152)

Gambar 2.7 Pergerakan Sesuai Tujuan


(Motloch, 1991:152)

Motloch (1991:154) juga mengatakan bahwa dalam pemilihan material yang


sesuai untuk sirkulasi perlu mempertimbangkan jumlah lalu lintas, frekuensi
penggunaan sirkulasi, cuaca, suhu permukaan, dan juga masalah perawatan.

2.3.2.4 Vegetasi (Vegetation)


Menurut Page et al. (1998:53) Vegetasi (vegetation) adalah tanaman-tanaman
asli atau baru berupa pohon, semak, tanaman rambat, rumput, dan tanaman herbal.
Menurut Booth (1979:95) Fungsi tanaman dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Fungsi Arsitektural
- Artikulasi ruang, Tanaman dapat menciptakan ruang-ruang penghubung,
menciptakan koridor-koridor untuk penyaluran pergerakan yang lebih aktif,
tanaman yang dapat membentuk dinding, kanopi, dan lantai pada ruang.
- Penyekat,tanaman dapat penyekat pandangan yang tidak diinginkan
- Kontrol privasi,menciptakan ruang untuk privasi
- Pengarah visual, mengarahkan visual ke arah yannng diinginkan
b. Fungsi Estetika
- Elemen dua dimensi
- Elemen tiga dimensi
- Pelengkap elemen yang sudah ada
- Pengundang hewan,habitat hewan
- Aksen, pusat pandangan
- Pemersatu, menyatukan elemen elemen yang berpisah
c. Fungsi Ekologis
- Kontrol erosi
- Kontrol suara
- Pengarah pergerakan
- Pembersih udara
- Kontrol silau
d. Kontrol Cuaca
- Kontrol angin
- Kontrol matahari
- Kontrol suhu
2.3.2.5 Bangunan Dan Struktur (Buildings And Structures)

Menurut Page et al. (1998:53) Bangunan dan struktur (buildings and structures)
adalah konstruksi tiga dimensi, seperti bangunan umum, jalan, rumah, jembatan.
Bangunan dalam lanskap berperan sebagai salah satu elemen keras. Dalam lanskap
bangunan berfungsi dalam membentuk ruang, kontrol visual, rekayasa iklim mikro, dan
kontrol organisasi ruang. Struktur dalam lanskap tersusun atas elemen yang berhubungan
dalam memudahkan pengguna untuk menikmati lanskap secara optimal. Contoh struktur
dalam lanskap antara lain: tangga, ramp, dinding, pagar, dsb.
2.3.2.6 View Dan Vista (Views And Vista)
Menurut Page et al. (1998:53) Views adalah suatu pemandangan yang diamati dari
suatu titik yang menguntungkan. Sebuah pemandangan erat kaitannya dengan visual suatu
kawasan. Menurut Berry (1980; 17-18) terdapat 4 unsur yang harus diperhatikan dalam
membentuk visual suatu kawasan baru yaitu:
- Natural setting, dalam membentuk suatu kawasan, karakteristik alami yang telah
terbentuk perlu diperhatikan sebagai karakter utama pada kawasan. Contohnya;
garis langit bangunan yang memperhatikan kondisi alam sekitar, seperti adanya
bukit atau gunung.
- Settlement pattern, pola atau tatanan lingkungan yang telah terbentuk patut
dipertahankan sebagai karakter kawasan tersebut seperti pola jalan, bangunan, dan
ruang yang terbentuk maupun batas dari area tersebut.
- Vegetation, preservasi terhadap tanaman-tanaman yang telah ada sebelumnya
patut dipertahankan sebagai bentuk mempertahankan karakter vegetasi alami
sebuah lingkungan. Dalam pembentukan sebuah kawasan, pohon dan tanaman
lainnya memiliki shape, form dan kontribusi penting dalam membentuk
lingkungan, terutama dalam membentuk sebuah perasaan ruang baik sebagai
pembatas, pengarah pada jalan, maupun pembentuk sebuah ruang. Didalam
penataannya, vegetasi atau tanaman dapat berfungsi sebagai pembentuk ruang
didalam desain, pembingkai pandangan (vista), pengendali pandangan, dan
pengendali sinar matahari dari tajuk yang dimilikinya.
- Manmade element, dalam suatu area yang telah terbentuk sebelumnya bentukan
fisik seperti bangunan memiliki keterkaitan antara satu dengan lainnya sehingga
memberi batasan jelas antara daerah disekitarnya
Sedangkan Simonds (2010:175) Menjelaskan hal-hal yang harus diperhatikan dalam
menciptakan pengalaman ruang diantaranya :
- Penglihatan atau pengamatan (sequence dan serial vision ), sequence adalah
situasi dari pengalaman perjalanan sedangkan serial vision adalah pemandangan
(sequence) yang selalu berubah dan sering muncul tiba-tiba secara berurutan dan
sengaja disajikan untuk dinikmati. Tujuanya adalahuntuk memanipulasi elemen-
elemen yang ada sehingga pengaruh-pengaruhemosi dapat tercapai, dan untuk
membentuk kawasan sehingga tidakmembosankan.
- Tempat (place), yaitu mengenai reaksi pengunjung atapengamat sehubungan
dengan posisinya terhadap lingkungan di sekitarnya. Sebuah tempat dapat
menyebabkan suatupengaruh yang kuat yang dapat menimbulkan pengalamann.
- Mengenai isi (content) menunjukan pada keseimbangan, keselarasan serta
keseragaman sebagai suatukonsepsi umum sebuah kawasan, yaitu dengan
pengaturan warna, tekstur, dan skala.
1. Elemen Visual
Smardon (1986:123) menyebutkan beberapa elemen visual. Secara spesifik,
elemen fisik dari sebuah pandangan yang akan terekam dalam pengamatan seseorang
termasuk didalamnya adalah:
- Paths, bentuk jalan akan menimbulkan kesan keteraturan dan kenyamanan sebuah
kawasan. Bentuk jalan dapat berupa perempatan yang teratur sehingga
membentuk potongan garis segi empat atau blok-blok kawasan (grid), tidak
teratur (irregular), atau jalan melingkar dengan suatu pusat jalan (radial).
- Degree of enclosure (derajat keterlingkupan) Keterlingkupan dalam sebuah
koridor akan berpengaruh pada kenyamanan pengguna melalui elemen fisik
pembentuk karakter visual seperti bangunan, vegetasi, dan elemen parker yang
berasa pada bahu jalan.
- Street trees (pohon di sisi jalan), keadaan tanaman seperti pohon pada suatu
lingkungan akan sangat berpengaruh pada sebuah pencitraan pada seseorang yang
ada didalamnya. Hal tersebut berkaitan dengan ketinggian pohon, distribusi
keberadaan pohon, serta bentuk kanopi pohon yang terdapat pada suatu penggal
koridor.
- Architectural pattern (pola arsitektural), pada sebuah koridor, pola arsitektur akan
memberikan gambaran keterkaitan sekelompok bangunan yang menunjukkan
keterpautan dari sebuah bentuk, ukuran, maupun kesegarisan yang tercipta
sebagai karakter visual yang ditangkap seseorang yang mengamatinya.
- Activity pattern (pola aktivitas), pola aktivitas akan memberikan gambaran yang
mengarah pada prosentase kegiatan manusia pada suatu lingkungan. Pola
aktivitas dapat digambarkan melalui penampakan kegiatan pada bagian wilayah
kawasan yang dikategorikan sebagai kegiatan yang dilakukan sementara, sesaat
atau pada waktu tertentu, atau sering dilakukan. Baik pada siang hari, malam hari,
hari biasa ataupun hari libur.
2. Komposisi Elemen Visual
Menurut Ishar (1992: 101) komposisi elemen visual terdiri dari:
- Penggunaan warna yang senada, bentuk, ukuran dan level ornamen pendukung
fungsi bangunan saling mendukung pada fasade bangunan. Penggunaan jenis
vegetasi yang beragam pada jalur hijau yang disusun dengan komposisi yang
saling mendukung.
- Menghadirkan ruang pejalan kaki yang memadai secara teknis & visual dengan
motif lantai perkerasan yang atraktif dan mencerminkan identitas lingkungan.
- Mengoptimalkan desain street furniture yang disesuaikan dengan karakter
lingkungan setempat dan kota
- Adanya sekuens (serial vision) dan hirarki visual yang dicapai melalui
menghadirkan urutan perubahan (sekuen) dibentuk oleh skyline bangunan dan
vegetasi mulai dari bagian awal hingga akhir pada ruang koridor jalan.
- Adanya kesinambungan atau kontinuitas visual yang dicapai melalui peletakan
street furniture secara linier tanpa terputus. Menghadirkan jalur pejalan kaki dan
vegetasi (jalur hijau) yang menerus tanpa terputus lintasannya di sepanjang
koridor jalan.
- Adanya keunikan dan keragaman visual yang dicapai melalui: Menghadirkan
elemen gate pada pintu-pintu masuk kota atau jalan lokal
3. Sequence
Menurut Ishar (1992: 110-121) sequence adalah urutan-urutan, suatu peralihan
atau perubahan pengalaman dalam pengamatan terhadap komposisi. Urut-urutan yang
baik peralihan atau perpindahan ini mengalir dengan baik, tanpa kejutan yang tak
terduga, tanpa perubahan yang mendadak. Tujuan penerapan prinsip urut-urutan
seperti dalam arsitektur adalah untuk membimbing pengunjung ketempat yang dituju
dan sebagai persiapan menuju klimaks.
- Elemen gate merupakan pembatas yang mampu meberikan perasaan masuk dan
keluar. Desainnya menojol (monumental) diantara obyek lainnya dan memberikan
gambaran awal terhadap kekhasan kawasan yang akan dituju.
- Persimpangan yang memiliki citra sebagai nodes merupakan titik pertemuan
pergerakan yang diperkuat oleh obyek sebagai pusat orientasi dan bentuk ruang yang
jelas
- Sebuah kawasan membutuhkan landmark baik skala mikro maupun makro. Dalam
skala mikro landmark dibutuhkan sebagai tetenger lokal. Elemen landmark perlu
memunculkan nilai dan makna yang mewakili kawasan.
4. Keunikan Dan Keragaman
Menurut Ching (1979:223) ketika memasuki sebuah ruang melibatkan
aktivitas menembus sebuah bidang vertikal yang memisahkan antara ‘disini’ dan
‘disana’ yang diartikulasikan sebagai gerbang. Tanda-tanda yang mencolok
(landmark) dapat membantu seseorang untuk mengarahkan diri dan mengenal suatu
tempat.
5. Kontinuitas Dan Kesinambungan Visual
Menurut Ishar (1992:130) kontinuitas dan kesinambungan visual adalah:

- Kesinambungan atau kontinuitas visual dalam lintasan pergerakan merupakan satu


upaya memberikan jejak-jejak visual kepada seseorang dengan menata obyek-obyek
yang memiliki kesamaan unsur sehingga menuntun orang tersebut pada sebuah tujuan.
- Kesinambungan visual terjadi apabila seseorang dapat menentukan sebuah jejak
dalam ruang yang yang menjadi jalur lintasan geraknya. Pengulangan obyek dalam
lintasan gerak dapat menuntun pergerakan menuju suatu tempat karena terdapat
kontinuitas visual - memenuhi persyaratan kesinambunagan, kejelasan dan menyatu
dengan arsitektural bangunan sekitar.
- Peletakan street furniture secara linier tanpa terputus dengan jarak yang disesuaikan
dengan aspek teknis. Desain jalur pejalan kaki menerus tanpa terputus lintasannya. -
Peletakan vegetasi utama pada jalur hijau menerus di sepanjang koridor jalan.
6. Modulasi Panorama
Menurut Simonds (1983:175) Sebuah pemandangan dapat dibagi-bagi.
Pemandangan dapat diapresiasi per aspek, dengan setiap bagian diperlakukan sebagai
sebuah gambar yang terpisah dan diperlihatkan sedemikian rupa hingga menangkap
pemandangan terbaik dengan kualitas yang baik. Secara desain, suatu pemandangan
dapat dengan tangkas dimodulasi sebagai satu perpindahan dari area ke area tertentu.
Setiap area akan menghubungkan manusia kepada suatu aspek pemandangan yang
baru melalui arah, latar depan, pembingkaian atau melalui fungsi ruang sehingga pada
akhirnya seluruh pemandangan luas atau panorama diperlihatkan.
2.4 Penelitian Terdahulu

Rumusan Masalah/
Metode Proposisi/
No Judul Pertanyaan Variabel
Penelitian Simpulan
Penelitian/ Tujuan
1. Studi Potensi Rumusan Masalah: 1. Ekologis Metode 1. Pada aspek
Kampung 1. Walaupun - Sense of place Pengumpulan ekologis,
Naga Sebagai dikategorikan - Ketersediaan, Data: indikator
Sebuah sebagai produksi, dengan nilai
1. Primer
Ecovillage masyarakat adat distribusi tertinggi adalah
yang kuat makanan - Kuesioner infrastruktur,
Novita
mempertahankan - Infrastruktur, bangunan, dan
Tresna - Observasi
tradisi, transportasi transportasi,
Widianti lapangan
masyarakat - Pola konsumsi 2. Pada aspek
(2014) Kampung Naga dan 2. Sekunder sosial-ekonomi,
bukan pengelolaan indikator
merupakan limbah padat - Studi dengan nilai
masyarakat yang - Limbah Literatur tertinggi adalah
statis dan - Sumber dan keberlanjutan
primitif. Hal ini penggunaan Metode sosial
dapat menjadi energi Analisis: 3. Pada aspek
potensi 2. Sosial - Deskriptif spiritual-
penerapan Ekonomi - Probabilita budaya,
konsep - Ruang bersama s indikator
ecovillage di - Jaringan Koefisien dengan nilai
Kampung Naga. pencapaian dan Kappa tertinggi adalah
Tujuan: jasa keberlanjutan
1. Mengidentifikasi - Keberlanjutan
budaya
dan sosial 4. Secara umum,
menganalisis - Pendidikan
masyarakat
potensi konsep - Pelayanan
Kampung Naga
ecovillage dan kesehatan sudah
tingkat menerapkan
3. Sosial
penerapannya di konsep
Spiritual
Kampung Naga. ecovillage
- Keberlanjutan
2. Menyusun secara baik.
budaya
rekomendasi 5. Rekomendasi
- Seni dan
pengelolaan yang dapat
kesenangan
Kampung Naga dilakukan
- Keberlanjutan
berbasis diantaranya
spiritual
ecovillage untuk optimalisasi
- Keterikatan
mendukung potensi konsep
masyarakat
keberlanjutan- ecovillage yang
nya. telah diterapkan
dan
menggunakan
aspek legal
untuk
mempertahanka
n keberlanjutan
kampung.

2. Program Rumusan Masalah: 1. Ekologi Metode 1. Faktor


Ecovillage 1. Sebagian besar 2. Sosial Budaya Pengumpulan pengungkit
Sebagai Upaya kawasan hutan 3. Ekonomi Data: (leverage
perubahan yang berada pada 1. Primer factor)
Perilaku aliran utama dimensi
Masyarakat daerah aliran - Wawancar ekologi adalah
Dalam sungai (DAS) a pembuangan
Pelestarian Citanduy hulu - Observasi limbah
Kawasan Das semakin lapangan pertanian;
Citanduy menyusut 2. Dimensi
2. Kerusakan 2. Sekunder ekonomi yaitu
Studi Kasus ekosistem dukungan
- Studi
Kecamatan lingkungan akibat masyarakat
Literatur
Panumbangan penebangan hutan terhadap
Metode
Kabupaten dan budi daya penjualan
Analisis:
Ciamis pertanian yang produk daur
1. Deskriptif
tidak mengikuti ulang;
Nedi Sunaedi kaidahkaidah 3. Dimensi sosial
& Ruli As’ari konservasi yaitu
(2018) Tujuan: komitmen
1. mengkaji bersama
pengembangan dalam
ecovillage di perbaikan
Desa Sindang lingkungan.
Herang
Kecamatan
Panumbangan
Kabupaten
Ciamis dilihat
dari 3 dimensi
yaitu ekologi,
ekonomi dan
sosial.
3. Analisis Rumusan Masalah: 1. Ekologi Metode Ruang publik yang
Terhadap 1. Masyarakat desa 2. Sosial Budaya Pengumpulan berpotensi di
Pemanfaatan tetap 3. Ekonomi Data: daerah perdesaan
Ruang Publik membutuhkan 1. Primer diantaranya:
Pedesaan Di ruang publik, - Untuk fungsi
Wilayah meskipun di - Wawancar aktualisasi
Kabupaten tengah rutinitas a kebudayaan.
Ponorogo aktivitas - Observasi - Untuk kebutuhan
pertanian atau lapangan organisasi.
Yusuf Adam berkebun yang - Untuk kebutuhan
Hilman mana bentuk dan keolahragaan.
2. Sekunder
(2017) konsep dari ruang - Untuk wahana
publik di daerah - Studi spiritualitas.
pedesaan lebih Literatur
sederhana, tetapi Metode
ruang publik tetap Analisis:
sebagai sumber 1. Deskriptif
dari pengetahuan
masyarakat.
Tujuan:
1. Menggagas
Kembali Ruang
Publik di Wilayah
Ponorogo
4. Perencanan Rumusan Masalah: 1. Ekologi Metode Pengembangan
Dan 1. Potensi desa 2. Sosial Budaya Pengumpulan potensi berupa:
Perancangan wisata dengan 3. Ekonomi Data: 1. Obyek atraksi
Desa Wisata keanekaragaman 1. Primer wisata dengan
Kampung arsitektur - survey memanfaatkan
Tajur tradisional di lapangan aliran air sungai
Kahuripan Di Provinsi Jawa - Wawancar 2. Fasilitas umum
Kab. Barat ternyata a berupa MCK
Purwakarta- belum - Kuesioner dan jalan
Jawa Barat sepenuhnya 2. Sekunder setapak.
Berbasiskan dikembangkan - Studi 3. Penghijauan
Arsitektur oleh pemda. Literatur ulang
Tradisional Tujuan: Metode 4. Rumah khas
Sunda 1. Membuat Analisis: Sunda dengan
perencanaan dan 1. Deskriptif memanfaatkan
Nuryanto, perancangan desa bahan bangunan
Dadang Ahdiat wisata Kampung alami yang ada
Johar Maknun Tajur Kahuripan pada daerah
(2016) Berbasiskan setempat.
Arsitektur
Tradisional
Sunda
Tabel 2.8 Penelitian Terdahulu
2.5 Kerangka Berfikir
Judul Penelitian:
Analisis Potensi Desa Cibodas sebagai Dasar Perancangan Lanskap
Objek Wisata Ecovillage

Hasil Penelitian:
Latar Belakang: Mengetahui potensi desa cibodas sebagai Program Kebutuhan Ruang:
Desa Cibodas merupakan salah satu landasan perancangan lanskap objek wisata Penyusunan program kebutuhan
alternatif kawasan yang akan ecovillage. ruang Desa Cibodas berdasarkan
dikembangkan menjadi sektor wisata aspek-aspek ecovillage dan
ecovillage yang dapat menjawab karakteristik RW 12 Desa Cibodas
kebutuhan masyarakat akan pariwisata Analisis Data:
berwawasan lingkungan, hal ini - Schemantic Differential Kebutuhan Ruang Perkampungan
- Penggunaan elemen lanskap Masyarakat Sunda:
ditunjukan dengan potensi alam berupa
- Keterikatan potensi lanskap dengan objek
pertanian dan peternakan yang dikelola rekreasi
secara mandiri oleh masyarakat yang - Unsur wadah ritual
Analisis Hasil:
dapat dikembangkan sebagai atraksi Skala Linkert
Imah panggung, masjid,
wisata ecovillage. batu hideung, makam
- Unsur wadah produksi-
Teknik Pengumpulan Data:
reproduksi
Observasi lapangan
Studi Literatur Kebon, huma,sawah,
Tujuan Penelitian:
Wawancara balong, leuit, saung lising,
Tujuan Umum
Kuesioner jemur
Mengembangkan kawasan Desa Dokumentasi - Unsur wadah sosial
Kontur, Jalan setapak,
Cibodas sebagai objek wisata berbasis
batu turap, tegalan,
ecovillage. Metodologi:
buruan, lapangan, pagar
Deskriptif Kualitatif
bambu, pohon, bale,
Tujuan Khusus pancurian
Variabel Terikat: - Unsur wadah sehari-
Menganalisis potensi Desa Cibodas
Elemen Pembentuk Kampung Sunda hari
sebagai atraksi objek wisata berbasis 1. Unsur Wadah Ritual Goah, parako, tengah
ecovillage. Imah Panggung, Masjid, Batu Hideung, Makam imah, golodog, bilik, bale,
2. Unsur Wadah Produksi-Reproduksi panggung, pasarean.
Kebon, Huma, Sawah, Balong, Leuit, Saung Lising,
Tema Jemur
Ecovillage 3. Unsur Wadah Sosial
Kontur, Jalan Setapak, Batu Turap, Tegalan,
Buruan, Lapangan, Pagar Bambu, Pohon, Bale, Konsep:
Studi Literatur: Pancurian Konsep penataan perancangan tata
4. Unsur Wadah Sehari-Hari ruang Desa Cibodas sebagai ecovillage
1. Perancangan Lanskap
berdasarkan kebutuhan ruang
2. Objek Wisata Goah, Parako, Tengah Imah, Golodog, Bilik, Bale,
3. Ecovillage perkampungan sunda:
Panggung, Pasarean.
4. Desain Berkelanjutan Variabel Bebas: - Lemah-Cai,
5. Karakteristik Lanskap Aspek-Aspek Ecovillage berdasarkan Tanah-Air
Karakteristik RW 12 Desa Cibodas - Luhur-Hadap,
1. Aspek Ekologi Atas-Bawah
- Sirkulasi (circulation); - Wadah-Eusi,
Wadah kekuatan supranatural
- Vegetasi (vegetation);
- Kaca-Kaca,
- Bangunan dan struktur (buildings and structures)
- Tradisi budaya (cultural traditions);
2. Aspek Sosial Budaya dan Ekonomi
Variabel Terikat: - Tradisi budaya (cultural traditions);
- Organisasi keruangan (spatial organization) Hasil Rancangan:
Elemen Pembentuk Kampung Sunda - Siteplan
- View dan vista (views and vista)
Variabel Bebas: - Sirkulasi (circulation); - Detail
- Vegetasi (vegetation); - 3D
Aspek-aspek ecovillage berdasarkan
- Bangunan dan struktur (buildings and structures)
karakteristik RW 12 Desa Cibodas

Diagram 2.3 Kerangka Pemikiran


2.6 Kerangka Teori

Judul Penelitian:
Analisis Potensi Desa Cibodas sebagai Dasar Perancangan Lanskap Objek Wisata Ecovillage
Studi Kasus: RW 12 Desa Cibodas

Perkampungan Masyarakat
Ecovillage Potensi Desa Cibodas Adat Sunda

Aspek-Aspek Ecovillage Karakteristik Lanskap Struktur dan Pola Perkampungan


(Global Ecovillage Network (Robert R Page, Gilbert,Cathy,. Masyarakat Sunda
dalam Berendine Irrgang, 2005, Dolan, Susan, 1998, Book: A Guide Purnama Salura, 2007, Buku:
Thesis: A Study Of The to Cultural Landscape Reports. Menelusuri Arsitektur Masyarakat
Efficiency And Potential Of The U.S.Department of the Interior, Sunda. PT.Cipta Sastra Salura.
Eco- Village As An Alternative National Park Service, Cultural
Urban Model) Resource Stewardship and
Partnerships, Park Historic
Structures and Cultural Landscapes
Pembangunan Berkelanjutan Program)
(Sustainable development)
(John L Motloch, 1991, Book: Organisasi Ruang
Introduction to Landscape Design) (Spatial Organization)
(John L Motloch, 1991, Book:
Introduction to Landscape Design)

Sirkulasi (Circulation)
(John L Motloch, 1991, Book:
Introduction to Landscape Design)

Vegetasi (Vegetation)
(Norman K Booth, 1979, Book:
Basic Elements of Landscape
Architectural Design. Departement
of Landscape Architecture.
Ohio:Ohio State University)

View Dan Vista


Wendell Berry, 1980, Book:
”Good Neighbors”,USA, State
Historical Society of Colorado.
R. Smardon, 1986, Book:
Foundation for Visual Project
Analysis.Newyork:John and
SonsSuwantoro, Gamal. 2004.
Dasar-dasar Pariwisata. Yogyakarta:
Andi Offset

Hasil Perancangan Lanskap Desa Cibodas Sebagai


Objek Wisata Ecovillage

Diagram 2.4 Kerangka Teori

Anda mungkin juga menyukai