Ditimbang 25 g granul. Ditempatkan pada corong dalam keadaan tertutup. Buka tutup,
biarkan granul mengalir. Hitung waktu yang dibutuhkan untuk mengalir dengan stopwatch
2. Sudut istirahat
Granul yang telah ditampung di corong ditampung di atas kertas millimeter block. Lalu
dihitung luas diameter dan tinggi granul. Dihitung sudut istirahat.
Tg α = h/r
α = inv tg
Ket:
r = jari-jari bidang datar kerucut
h = tinggi kerucut
α = sudut baring
Sudut diam Keterangan
< 25o Sangat baik
25o-30o Cukup
30o-40o Cohesive
>40o Buruk
3. Kandungan lembab
Uji kelembaban granul dilakukan untuk melihat kandungan air dalam granul. Digunakan
alat moisture analyzer. Persyaratan Hasil uji kelembaban yang baik yaitu antara 1%-5%
(Voight, 1995)
4. Distribusi ukuran granul
Metode ayakan:
Sesudah Rekonstitusi
Berdasarkan FI V
1. Uji identifikasi
Dibuat larutan yang mengandung setara 4 mg amoksisilin dengan penambahan asam klorida
0,1 N pada sejumlah amoksisilin untuk suspense oral
2. Uji pH
Prinsip : untuk mengetahui pH pada sediaan suspensi kering
Cara kerja : diuji dengan alat pH meter
Syarat : pH suspense amoxiciliin berdasarkan FI V adalah 5,0-7,5
Sediaan suspensi terekonstitusi dilarutkan dengan air hingga mencapai volume yang telah
ditentukan yaitu 60 mL
Dimasukkan 35 mL sampai 40 mL methanol atau pelarut lain yang sesuai ke dalam labu
titrasi
Titrasi dengan pereaksi (kari fischer) sampai titik akhir secara elektrometrik atau visual
untuk menetapkan kelembaban yang mungkin ada.
Ditambahkan larutan uji, campur dan titrasi dengan pereaksi sampai titik akhir secara
elektrometrik atau visual
Kocok isi 10 wadah satu persatu, atau bila serbuk yang dikonstitusi maka konstitusi 10
wadah dengan pembawa seperti tertera pada etiket yang diukur secara seksama dan campur
Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan
kapasitas gelas ukur tidak lebih dari 2,5 kali volume yang diukur dan telah dikalibrasi secara
hati-hati untuk menghindari pembentukan gelembung udara pada waktu penuangan dan
didiamkan selama tidak lebih dari 30 menit. Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur
volume tiap campuran.
6. Penetapan kadar
Larutan uji diencerkan secara kuantitatif dan bertahap sejumlah volume seperti tertera pada
etiket, dicampur segar dan bebas gelembung udara, dalam pengencer hingga diperoleh
larutan yang mengandung 1 mg amoksisilin anhidrat per ml.
Saring melalui penyaring 1 µm atau porositas lebih halus dan gunakan filtrate sebagai
Tambahan evaluasi
larutan menurutlarutan
uji. Gunakan literatur lain:
dalam waktu 6 jam.
Pengencer. Larutkan 13,6 g kalium fosfat monobasa P dalam 2 liter air, atur pH 5,0 + 0,1
dengan larutan kalium hidroksida P 45 % b/b
Fase gerak. Buat campuran pengencer dan asetonitril P (96:4), saring. Jika perlu lakukan
penyesuaian menurut kesesuaian sistem seperti tertera pada kromatografi <931>. Turunkan
kadar asetonitril P untuk menaikkan waktu retensi amoksisilin
Larutan baku. Timbang seksama sejumlah amoksisilin BPFI. Larutkan dalam pengencer
hingga kadar lebih kurang 1,2 mg per ml. Gunakan larutan dalam waktu 6 jam
Larutan uji. Timbang seksama lebih kurang 240 mg zat. Masukkan ke dalam labu ukur 200
mL. Larutkan dan encerkan dengan larutan pengencer sampai batas tanda. Gunakan larutan
dalam waktu 6 jam
Prosedur. Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 10 µl) larutan baku
dan larutan uji ke dalam kromatograf, rekam kromatogram, dan ukur respon puncak utama.
Hitung jumlah amoksisilin dalam µg per mg
Tambahan evaluasi sediaan dari literatur lain:
7. Uji organoleptis (FI IV, 1995)
Syarat : Pemeriksaan organoleptik meliputi bau, rasa, warna dari suspensi kering
sehingga diketahui tampilan dari sediaan tersebut dari dalam keadaan baik.
Dilakukan dengan cara melihat warna, mencium bau, dan mencicipi rasa suspensi kering
Sampel diteteskan pada berbagai objek kaca lain sehingga terbentuk lapisan tipis. Partikel
diamati secara visual
Masukkan ke dalam tabung viscometer, dihitung waktu yang dibutuhkan bola untuk
melewati tanda pada tabung
Berdasarkan FI IV, 1995, uji distribusi partikel dapat dilakukan sebagai berikut.
Syarat : pemeriksaan ukuran partikel > 1-100 µm
Sebanyak 20 gram suspense kering ditimbang kemudian dimasukkan dan diratakan dalam
ayakan bertingkat. Alat dioperasikan pada kecepatan 15 rpm selama 20 menit. Setiap granul
yang tertahan pada masing-masing ayakan ditimbang dan dihitung persentasenya.
Mengisi piknometer dengan air sampai penuh lalu rendam dengan air es suhu 2 C
di bawah suhu percobaan
. Piknometer ditutup, pipa kapiler dibiarkan terbuka dan suhu naik sampai suhu
percobaan! lalu piknometer ditutup. Biarkan suhu air dalam piknometer mencapai suhu
kamar, air yang menempel diusap lalu timbang dengan saksama es suhu 2 C di bawah
suhu percobaan
Piknometer ditutup, pipa kapiler dibiarkan terbuka dan suhu naik sampai suhu percobaan!
lalu piknometer ditutup. Biarkan suhu air dalam piknometer mencapai suhu kamar, air
yang menempel diusap lalu timbang dengan saksama.
Dilihat dalam tabel kerapatan air ada suhu percobaan untuk menghitung volume air =
piknometer. Kemudian dihitung berat jenisnya
Cara perhitungan
bobot piknometer + air = a + b gram
bobot piknometer kosong = a gram
bobot air = b gram
hitung volume piknometer = b %gram
p air
Penentuan bobot jenis sediaan
•ditimbang zat (Larutan suspensi) menggunakan piknometer hingga diperoleh bobot zat =
c gram (bobot piknometer + zat) - (bobot piknometer kosong)
•bobot jenis zat = c gram
Sedimen dimasukkan ke dalam tabung sedimen yang berskala. Volume yang diisikan
merupakan volume awal (V0).
Setelah beberapa waktu/hari amati volume akhir dengan terjadinya volume sedimentasi.
Volume tersebut diukur. Dihitung volume sedimentasi F
Sebanyak 10 gram suspensi kering ditimbang dan dimasukkan ke dalam wadah sachet, lalu
dimasukkan dalam 200 mL air.
Setiap formulasi diberikan dua perlakuan yaitu rekonstitusi dengan air pada suhu 400C dan
800C.
Pengamatan dilakukan terhadap kecepatan suspense kering tersuspensi, semakin cepat waktu
rekonstitusi maka sediaan semakin baik
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Depkes RI
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RI
Anonim.2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta : Depkes RI
Aulton, M. 1990. Pharmaceutical Dosage Form 2 nd.
Lachman, L., Liwbarman, H.A. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi II. Jakarta : UI
Press
Martin, A,J,. Swarbrick, dan A. Cammarata. 1993. Farmasi Fisik. Edisi Ketiga, Jilid kedua.
Jakarta: UI Press.
Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM press.