Anda di halaman 1dari 16

PENGALAMAN IBU DALAM MERAWAT ANAK DENGAN TB PARU

(The Mothers’ Experience In Taking Care Of Children With Lungs TB)

Santun Setiawati, Ratna Ningsih, Een Raenah


Jurusan Keperawatan Poltekkes Jakarta III
Email: setiawatisantun@yahoo.com

ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium
tuberkulosis. Kesembuhan pada anak dengan TB tidak terlepas dari perawatan yang dilakukan oleh
orang tua, khususnya ibu. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengalaman ibu dalam
merawat anak dengan TB paru. Desain penelitian kualitatif yang digunakan adalah fenomenologi jenis
deskriptif yang dianalisis dengan metode Colaizzi. Partisipan berjumlah 6 orang. Hasil penelitian ini
menemukan 7 tema yaitu: 1) pemahaman tentang penyakit TB paru, 2) perawatan yang telah
dilakukan ibu, 3) kebutuhan yang diperlukan, 4) sumber pendukung, 5) hambatan yang ditemui, 6)
cara penyelesaian hambatan yang ada dan 7) dampak penyakit terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak. Pemahaman partisipan tentang TB paru masih kurang dan hambatan yang
ditemui partisipan dalam merawat anak terutama saat memberikan obat TB pada 1-2 bulan pertama
pemberian, saat memberikan makan serta menjaga kebersihan lingkungan rumah. Masih ada status
gizi anak yang kurang dan satu anak mengalami TB tulang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan untuk program pembinaan dan pendidikan kesehatan pada keluarga dengan anak yang
mengalami TB paru.

Kata kunci: pengalaman merawat, penyakit TB paru, anak.

ABSTRACT
The tuberculosis is a communicable disease which caused by mycobacterium tuberculosis. The cure
of children with TB are never apart from the treatments which are given by parents particularly
mothers. This research purposed to identify the mother’s experience in taking care of children with
TB. The research design used qualitative research which was descriptive phenomenology. The
numbers of participants were 6 persons. The result of this research are 7 (seven) themes, such as: 1)
understanding of lung TB disease; 2) treatments which were given by mothers; 3) demands needed by
children; 4) support sources; 5) the obstacles; 6) problem solving of the obstacles; 7) the impact of
disease towards child developments. The participants’ understanding about lung TB were still lack,
the obstacle founded in taking care the children mainly when they were giving medications in the first
one to two months, giving meals, and keeping the house hygiene. There were children with lack of
nutrition status, and one child who was suffering bone TB with gibbous. The result of this research is
enabling to use in nurturing program and health education for the families with lung TB children.

Keywords: experience of taking care, lung TB disease, children

157
JKep. Vol. 1 No. 2 Mei 2014, hlm 157-173 158

PENDAHULUAN terserang TB dengan angka kematian


Tujuan pembangunan milenium 100.000 anak tiap tahunnya. Biasanya
(Millennium Development Goals/MDGs) anak penderita TB yang berisiko
merupakan deklarasi milenium hasil mengalami kematian adalah anak yang
kesepakatan kepala negara dan perwakilan mengalami TB berat seperti TB milier, TB
dari 189 negara Perserikatan Bangsa- selaput otak (meningitis), TB usus, dan TB
Bangsa (PBB) yang disepakati mulai hati.
September 2000. MDGs terdiri dari Data hasil Riskesdas pada tahun 2010,
delapan butir tujuan untuk dicapai pada Indonesia menduduki urutan keempat
tahun 2015. Delapan butir tujuan MDGs jumlah penderita baru TB terbanyak di
adalah menanggulangi kemiskinan dan dunia (Balitbangkes, 2012). Jumlah kasus
kelaparan, mencapai pendidikan dasar TB pada anak mencapai sekitar 10% dari
untuk semua, mendorong kesetaraan jumlah kasus TB secara keseluruhan.
gender dan pemberdayaan perempuan, Umumnya anak tertular TB dari orang
menurunkan angka kematian anak, dewasa yang terjangkit penyakit tersebut,
meningkatkan kesehatan ibu, memerangi sehingga jumlah penderita TB anak akan
HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular meningkat seiring bertambahnya penderita
lainnya, memastikan kelestarian TB orang dewasa (Nastiti, 2012).
lingkungan hidup, dan membangun Penanggulangan TB tidak mungkin
kemitraan global untuk pembangunan dilakukan oleh pemerintah atau jajaran
(World Health Organization/WHO, 2000). kesehatan saja, tetapi harus melibatkan
Pengendalian penyakit menular seperti mitra dari sektor terkait dan mendapat
TB merupakan salah satu indikator dukungan seluruh lapisan masyarakat.
keberhasilan MDGs yang harus dicapai Pengobatan TB paru pada anak
oleh Indonesia dan negara anggota PBB membutuhkan perawatan yang lebih
lainnya yang ditandai dengan penurunan intensif karena anak masih sangat
angka kesakitan dan angka kematian TB tergantung kepada orang lain khususnya
menjadi setengahnya pada tahun 2015. TB orang tua atau ibu. Pemberian pengobatan
masih merupakan masalah kesehatan pada anak memerlukan kesabaran dan cara
penting di dunia dan di Indonesia (Tjandra, pemberian yang benar karena anak dapat
2012 dalam Depkes, 2012). WHO bersikap menolak, memuntahkan obat atau
melaporkan lebih dari 250.000 anak terjadi aspirasi (Hockenberry, 2007).
Santun Setiawati: Pengalaman Ibu Dalam Merawat Anak Dengan Tb Paru 159

Selain itu anak juga membutuhkan asupan dilakukan oleh Yuliana (2007)
nutrisi yang adekuat untuk proses menjelaskan bahwa semakin baik pola
pertumbuhan dan perkembangan serta perawatan ibu pada anak TB paru primer
mempercepat proses penyembuhan dalam maka semakin cepat proses
kondisi sakit. Keberhasilan makan sangat penyembuhannya.
dipengaruhi secara emosional oleh ibu, Data Riskesdas 2010 menunjukkan
sebagai orang yang paling bertanggung bahwa DKI Jakarta termasuk kedalam
jawab, di samping faktor-faktor lain yaitu provinsi kelima dengan angka prevalensi
keluarga, budaya dan lingkungan tertinggi TB. Kasus TB di wilayah Jakarta
sekitarnya (Arundito & Ismail, 2012). Timur merupakan kasus tertinggi di
Keberhasilan pengobatan TB paru Jakarta. Sejak Januari hingga Juni 2007,
juga didukung dengan pengawasan Dinas Kesehatan mencatat ada 3.299 kasus
pengobatan yang baik, pemenuhan TB di Jakarta Timur dengan 688 kasus
kebutuhan nutrisi yang adekuat, terjadi pada anak-anak (0-14 tahun) dan
lingkungan rumah yang baik, pemenuhan 2.611 kasus terjadi pada orang dewasa
kebutuhan aktivitas dan istirahat (Yuliana, (www.tempo.com, 2007). Penelitian ini
2007). Tingkat pengetahuan orang tua secara umum bertujuan untuk memperoleh
yang baik tentang TB paru juga merupakan gambaran tentang pengalaman ibu dalam
salah satu faktor yang mempengaruhi merawat anak dengan TB paru.
kesembuhan TB paru pada anak (Nuriyani,
METODE
2008). Orang tua juga perlu memahami
Penelitian ini merupakan penelitian
bahwa sumber penularan penyakit TB paru
kualitatif dengan metode fenomenologi
pada anak adalah orang terdekat anak
deskriptif yang bertujuan untuk
antara lain orang tuanya, orang serumah
memperoleh gambaran tentang
atau orang yang sering berkunjung dan
pengalaman ibu yang merawat anak
sering berinteraksi langsung
dengan TB paru. Partisipan dalam
(Yulistyaningrum & Rejeki, 2010).
penelitian ini dipilih berdasarkan
Penelitian yang dilakukan oleh Suandi dkk
kemampuannya dalam menceritakan atau
(2012) menjelaskan bahwa stigma yang
mengungkapkan fenomena kehidupan
rendah terhadap penyakit TB diperlukan
yang dialaminya (Speziale & Carpenter,
bagi orang tua yang memiliki anak dengan
2003). Teknik pengambilan sampelnya
penyakit TB untuk proses penyembuhan
adalah purposive sampling yaitu
anak dengan TB dan penelitian yang
pengambilan sampel berdasarkan
JKep. Vol. 1 No. 2 Mei 2014, hlm 157-173 160

pertimbangan tertentu yang dibuat oleh dan melakukan catatan lapangan saat
peneliti sendiri dengan menetapkan kriteria pengumpulan data. Alat bantu saat
sampel sebelumnya (Notoatmodjo, 2010). pengumpulan data adalah pedoman
Adapun kriteria dari partisipan adalah: ibu wawancara, catatan lapangan, handycame
yang secara langsung merawat anaknya dan handphone.
yang mengalami TB paru, dengan usia Triangulasi pada hakikatnya
anak balita, ibu yang telah merawat merupakan pendekatan multimetode yang
anaknya yang mengalami TB paru setelah dilakukan peneliti saat mengumpulkan dan
pelaksanaan pengobatan TB minimal 1 menganalisis data (Rahardjo, 2010).
bulan, mampu menceritakan Peneliti dalam melakukan penelitian ini
pengalamannya dalam merawat anak menggunakan triangulasi metode dengan
dengan TB paru, mampu berbahasa wawancara dan observasi, triangulasi
Indonesia dengan baik, kooperatif dan antar-peneliti dengan bersama-sama tim
bersedia terlibat dalam penelitian secara dalam melakukan pengumpulan data dan
penuh dengan menandatangani inform triangulasi sumber data dengan melihat
consent. Peneliti melakukan pengumpulan dokumen terkait rutinitas partisipan
data sebanyak 6 partisipan karena sudah membawa anaknya ke rumah sakit untuk
mencapai saturasi. kontrol berobat setiap bulannya.
Penelitian dilakukan di masyarakat Setiap kali setelah selesai wawancara
wilayah kerja Sudinkes Jakarta Timur. kepada partisipan, peneliti membuat
Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan transkrip wawancara hingga menjadi hasil
purposive peneliti. Pengambilan data awal wawancara (verbatim). Pengolahan data
dilakukan di salah satu poli anak rumah dilakukan dengan cara menganalisis data
sakit di wilayah Jakarta Timur yang menggunakan metode Colaizzi. Keabsahan
menjadi salah satu rumah sakit rujukan data penelitian kualitatif meliputi
bagi penderita TB paru anak, kemudian credibility, dependability, confirmability
peneliti melakukan kunjungan rumah dan transferability (Polit & Beck, 2008).
sesuai hasil kesepakatan dengan partisipan. Peneliti melakukan penelitian setelah surat
Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan ijin penelitian dan ethical clearance
Juli 2013 sampai dengan Desember 2013. didapat.
Instrumen dalam penelitian kualitatif
adalah peneliti sendiri. Peneliti melakukan
wawancara mendalam dengan partisipan HASIL DAN PEMBAHASAN
Santun Setiawati: Pengalaman Ibu Dalam Merawat Anak Dengan Tb Paru 161

Semua partisipan dalam penelitian ini dimiliki ibu tentang penyakit TB paru
adalah ibu yang merawat anak dengan TB dapat dijadikan data bahwa ibu memahami
paru, berjumlah 6 orang. Usia partisipan tentang penyakit paru dengan benar.
sekitar 30-42 tahun. Pendidikan terbanyak Pemahaman tentang penyakit TB paru
adalah SMP, pekerjaan partisipan meliputi: pengertian, penyebab, tanda dan
terbanyak adalah ibu rumah tangga dan gejala, cara penularan, cara pengobatan,
status partisipan terbanyak adalah dan sumber informasi.
menikah. Usia anak antara 1 tahun 7 bulan Sebagian besar partisipan mengetahui
sampai 4 tahun 9 bulan. Jenis kelamin anaknya mengalami penyakit TB paru
anak 3 laki-laki dan 3 perempuan. Status setelah anak berobat atau dirawat di klinik
gizi baik dan hanya satu yang status atau rumah sakit (RS). Sebagian partisipan
gizinya kurang. Semua anak telah pada awalnya tidak memahami tentang
mendapatkan imunisasi BCG. Dua anak penyakit TB paru.
mempunyai riwayat kontak dengan pasien
“… Saya awalnya ngak tahu apa itu
TB dewasa. Saat ini, hanya satu anak yang
penyakit Tebe. Apa dari keturunan, saya
pernah minum obat TB hanya 2 minggu juga ngak tahu. Apa dari lingkungan
saat usia 8 bulan. Lingkungan rumah saya juga ngak tahu. Setelah ada
semua partisipan di lingkungan penjelasan di RS, penyakit Tebe dari
kuman atau bakteri Tebe dan harus
pemukiman padat. berobat sampai 1 tahun aku baru tahu…”
Tema-tema yang telah teridentifikasi (P1).
dalam penelitian ini terdapat 7 tema yaitu:
Sebagian partisipan memahami penyebab
pemahaman tentang penyakit TB paru,
penyakit TB paru.
perawatan yang telah dilakukan ibu,
kebutuhan yang diperlukan, sumber “…Penyebab anaknya menderita TB paru
pendukung, hambatan yang ditemui, cara karena terkena kuman…” (P5 dan P6).
penyelesaian hambatan yang ada dan
Semua partisipan mampu menyebutkan
dampak penyakit terhadap pertumbuhan
tanda dan gejala penyakit TB paru
dan perkembangan anak.
terutama yang sering terjadi pada anaknya
Pemahaman tentang penyakit TB paru
saat mengalami sakit.
terdapat pada tema 1. Pengetahuan tentang
penyakit TB diperlukan sebagai dasar “…Gejala penyakit paru adalah batuk
dalam melakukan perawatan pada anak yang sering dan tidak sembuh-sembuh,
berat badan yang menurun…” (P6).
dengan TB paru. Pengetahuan yang
JKep. Vol. 1 No. 2 Mei 2014, hlm 157-173 162

Sebagian besar partisipan memahami cara yang sangat berperan pada perawatan anak
penularan penyakit TB paru. dengan TB paru adalah orang tua
khususnya ibu.
“…Penyakit paru dapat menular karena
Partisipan lebih banyak menyebutkan
batuk orang yang kena paru…” (P2 dan
P4). tentang penyebab penyakit TB paru dan
partisipan ada yang menyebutkan
Semua partisipan memahami cara persamaan penyakit TB paru yaitu flek
pengobatan penyakit TB paru. pada paru. Tidak ada partisipan yang
menyebutkan bahwa penyakit TB paru
“…Berobat sampai sekitar 1 tahun, tapi
nanti akan dirontgen lagi setelah 6 bulan. adalah penyakit infeksi yang disebabkan
Ternyata setelah pengobatan 6 bulan anak oleh mycobacterium tuberculosis yang
saya kata dokter hasilnya bagus dan
biasanya menyerang paru-paru (WHO,
sudah bersih jadi tidak perlu minum obat
TB lagi cukup sampai 6 bulan…” (P1). 2011) ataupun penyakit menular langsung
yang disebabkan oleh kuman TBC
Semua partisipan mendapatkan informasi
(mycobacterium tuberculosis) (Depkes RI,
tentang penyakit TB paru dari berbagai
2002).
sumber antara lain: petugas kesehatan,
Karakteristik partisipan sebagian besar
keluarga, tetangga, media cetak dan media
berpendidikan SMP sebanyak 3 orang dan
elektronik.
SD sebanyak 2 orang. Menurut
Notoadmodjo (2010) pendidikan dapat
“…Dari dokter dan suster di RS, dari
tetangga, dari petugas PKM, dari baca, mempengaruhi seseorang pada umumnya,
dari nonton TV…” (P4 dan P5). semakin tinggi pendidikan seseorang,

Salah satu strategi penanggulangan TB semakin mudah menerima informasi dan

nasional adalah mencapai paradigma sehat sebaliknya semakin rendah tingkat

melalui peningkatan upaya promosi pendidikan seseorang semakin sulit untuk

kesehatan dengan meningkatkan menerima informasi. Tingkat pengetahuan

penyuluhan kesehatan dalam rangka orang tua yang baik tentang TB paru juga

meningkatkan pemahaman masyarakat merupakan salah satu faktor yang

tentang penyakit TB paru (Depkes RI, mempengaruhi kesembuhan TB paru pada

2002). Pemahaman yang baik tentang anak (Nuriyani, 2008).

penyakit TB paru diperlukan khususnya Sebagian partisipan memahami

bagi keluarga yang merawat anggota penyebab penyakit TB paru, namun

keluarganya dengan TB paru. Keluarga sebagian besar partisipan lebih memahami


Santun Setiawati: Pengalaman Ibu Dalam Merawat Anak Dengan Tb Paru 163

faktor risiko terinfeksi penyakit TB paru. ada riwayat kontak dengan penderita TB
Satu partisipan dapat menjawab bahwa yaitu suami partisipan dan tetangga
penyebab penyakit TB adalah dari kuman partisipan yang kontak sering dengan anak.
atau bakteri TB, sedangkan partisipan yang Partisipan yang lainnya tidak mengetahui
lain lebih banyak menjawab tentang faktor anaknya menderita TB paru karena tertular
risiko terinfeksi penyakit TB paru yaitu dari siapa. Faktor risiko dimungkinkan
karena lingkungan yang lembab, kuman karena tempat tinggal partisipan di
dari pakaian kotor, asap pabrik dan lingkungan perumahan padat, sempit, dan
sirkulasi rumah yang pengap. kurang terawat. Kondisi tersebut sesuai
Semua partisipan mampu dengan hasil penelitian Yulistiyaningrum
menyebutkan tanda dan gejala penyakit dan Rejeki (2010) yang menjelaskan
TB paru terutama yang sering terjadi pada bahwa anak yang kontak dengan penderita
anaknya saat mengalami sakit yaitu batuk TB paru 6 kali lebih besar tertular TB paru
yang sering, panas, sesak, muntah dan dibandingkan dengan anak yang tidak
berat badan yang menurun. Hal ini pernah kontak dengan penderita TB paru.
disebabkan karena partisipan mengingat Semua partisipan memahami cara
tanda dan gejala yang sering dialami oleh pengobatan penyakit TB yaitu OAT pada
anaknya. Proses mengingat adalah anak diberikan setiap hari dan pemberian
kemampuan untuk menerima, menyimpan obat sebaiknya saat perut kosong.
dan memproduksikan kesan-kesan Pemberian obat setiap hari bertujuan untuk
(Notoatmodjo, 2010). mengurangi ketidakteraturan menelan obat
Sebagian partisipan memahami cara yang lebih sering terjadi jika obat tidak
penularan penyakit TB paru yaitu dari ditelan setiap hari. Fase intensif (2 bulan
batuk orang yang menderita penyakit paru. pertama) diberikan rifampisin, isoniazid,
Saat batuk, penderita TB menyebarkan dan pirazinamid, sedangkan pada fase
kuman ke udara dalam bentuk droplet. lanjutan (4 bulan atau lebih) hanya
Droplet yang mengandung kuman dapat diberikan rifampisin dan isoniazid.
bertahan di udara pada suhu kamar selama Keteraturan pengobatan, didukung dengan
beberapa jam. Orang lain dapat terinfeksi sediaan obat kombinasi dengan dosis yang
apabila menghirup droplet tersebut dan telah ditentukan yaitu Fixed Dose
masuk kedalam saluran pernafasan Combination (FDC) atau Kombinasi Dosis
(Depkes RI, 2002). Ada dua partisipan Tetap (KDT) (WHO, 2009).
yang anaknya menderita TB paru karena
JKep. Vol. 1 No. 2 Mei 2014, hlm 157-173 164

Kepatuhan pemberian obat pada anak partisipan memberikan obat TB pada pagi
sangat bergantung pada orang terdekat hari setelah bangun tidur. Obat diberikan
yang mengasuh anak atau keluarga yang dengan cara dihaluskan dan diberi air
mendampingi anak. Hal ini sejalan dengan sedikit baru diminumkan ke anak. Saat
penelitian Hutapea, 2006 (dalam Rotua pemberian obat, anak sambil digendong,
2011) yang menjelaskan bahwa dukungan dipangku atau duduk. Saat pemberian 1-2
keluarga dapat meningkatkan kepatuhan bulan pertama pemberian obat agak lebih
minum obat TB. Semua anak dapat minum sulit, anak rewel dan dimuntahkan,
obat secara teratur dan tidak pernah lupa, sehingga anak sedikit dipaksa saat
hal ini didukung oleh orang tua terutama pemberian obat. Apabila dimuntahkan
ibu yang setiap pagi setelah anak bangun pemberian obat diulang lagi. Namun
tidur diberikan obat TB dan ketersediaan setelah lebih dari 2 bulan pemberian obat
obat obat dalam bentuk KDT. lebih mudah dan anak lebih sering
Keberhasilan pengobatan TB paru juga mengingatkan atau meminta. Pemberian
didukung dengan pengawasan pengobatan obat setiap hari dan tidak lupa. Setelah
yang baik, pemenuhan kebutuhan nutrisi minum obat, pemberian makan atau
yang adekuat, lingkungan rumah yang baik minum dilakukan setengah sampai satu
dan pemenuhan kebutuhan aktivitas dan jam kemudian.
istirahat (Yuliana, 2007). “…Anak saya minum obat pagi setelah
Semua partisipan mendapatkan bangun tidur. Minum obat 2 tablet dengan
cara dihaluskan dengan sendok dan diberi
informasi tentang penyakit TB paru dari
air sedikit. Obatnya gampang dihaluskan.
berbagai sumber antara lain: petugas Kemudian sambil digendong dipura-pura
kesehatan, keluarga, tetangga, media cetak minum air putih, jadi anak tidak tahu kalo
disuruh minum obat. Kalo tau mau minum
dan media elektronik. Petugas kesehatan
obat pasti nangis. Waktu usia 1-2 bulan
sangat berperan dalam pemberian pengobatan TB memang agak sulit karena
informasi terkait pemahaman individu anak suka rewel dan dimuntahkan lagi.
Bila dimuntahkan lagi saya kasih ulang
tentang penyakit yang dialami atau diderita
obatnya. Tapi setelah itu anaknya
oleh keluarga (Notoatmodjo, 2010). gampang kalo minum obat, tidak rewel,
Informasi juga tersedia di lingkungan dan tidak pernah dimuntahkan lagi.
sekitar baik berbentuk media cetak Setelah minum obat 1 jam kemudian baru
saya kasih makan atau minum susu. Saya
maupun elektronik. selalu memberikan obat setiap hari tidak
Tema 2 tentang perawatan anak yang pernah lupa…” (P1).
telah dilakukan ibu. Sebagian besar
Santun Setiawati: Pengalaman Ibu Dalam Merawat Anak Dengan Tb Paru 165

Sebagian besar partisipan dapat minum secara bersama-sama dan keluarga


menyiapkan dan memberikan makan tidak merokok di dalam rumah.
sehari tiga kali. Menu makan bervariasi
terdiri dari nasi, lauk, buah dan susu. “…Anaknya tidur siang 1 jam. Kalo tidur
malam mulai jam 9 dan bangun jam 8
Makanan selingan yang diberikan antara
pagi. Kalo ada yang batuk jangan dekat-
lain roti, biskuit dan kue-kue. Jajanan dekat dengan orang itu… (P2).
sembarangan tidak dilakukan dan makanan
Sebagian besar partisipan membawa
seperti ciki atau beli es sudah dihindari.
anaknya berobat bila sakit. Tempat berobat
Ada dua partisipan yang masih
antara lain klinik, PKM dan RS.
memberikan ASI. Keluhan sebagian besar
partisipan anak makannya hanya sedikit “…Kalo anak sakit langsung berobat.
dan susah makan. Ada juga partisipan Berobatnya ke PKM dulu baru dirujuk ke
RS Y…” (P2 dan P6).
yang berasumsi bahwa anak tidak boleh
makan malam karena dapat menyebabkan Sebagian besar partisipan memahami
cacingan. pentingnya kesehatan lingkungan antara
lain mengupayakan sirkulasi udara di
“…Anaknya pagi biasanya makan bubur,
sekitar 8 sendok. Ngemil pisang. Makan dalam rumah dengan membuka pintu,
susah. Makan siang nasi sayur, lauknya pencahayaan dengan menggunakan
senang ikan, sosis, telor, atau ayam kalo genteng transparan, rumah disapu dan
uangnya ada. Makan sore juga sama.
Kalo malam tidak makan paling ngemil. dipel tiap hari, tidak membuang dahak
Kata orang kalo anak kecil makan malam sembarangan dan menjemur kasur.
takut cacingan kata orang-orang. Anak Sebagian besar partisipan mengakui
suka makan sayur dan ngemil biskuit. Ciki
lingkungan rumahnya padat dan sempit
dan es tidak dikasih takut batuk paling air
es dari kulkas. Anak masih mendapat ASI. sehingga terlihat berantakan. Ada
ASI masih banyak. Anak tiap hari minum partisipan yang mengakui rumahnya belum
susu kotak biasanya 3 kali tiap hari…”
dibersihkan.
(P6).

Sebagian besar partisipan memahami


tentang pola hidup sehat antara lain anak
tidur siang, bermain tidak kecapean, tidur
malam yang cukup, menjauhi anak dari
orang yang sedang batuk, tidak makan dan
JKep. Vol. 1 No. 2 Mei 2014, hlm 157-173 166

“…Kalo jendela rumah memang tidak bahwa keberhasilan pengobatan TB paru


bisa dibuka, jadi yang dibuka pintu juga didukung dengan
supaya ada sirkulasi karena rumahnya
pengawasan/pemberian pengobatan yang
dempet-dempet disini. Kalo didalam
rumah sinar matahari langsung masuk baik. Terkait dengan satu partisipan yang
lewat genteng transparan, walaupun memberikan makanan atau minuman
genteng transparannya tidak banyak. Kalo
setelah pemberian obat harus diubah,
rumah setiap hari disapu pagi sore. Kalo
ngepel hanya sekali sehari. Ngepelnya karena diupayakan pemberian obat TB
pakai karbol. Lap-lap tidak rutin. Kasur yang baik dalam kondisi perut kosong dan
jarang dijemur tidak ada tempatnya. Kalo
pemberian makanan dan minuman
anaknya batuk juga ngak buang dahak
sembarangan. Anak-anak saya tidak sebaiknya setelah 1 jam pemberian obat.
jorok…” (P1). Sebagian besar partisipan dapat
menyiapkan dan memberikan makan
Sebagian partisipan tidak mengetahui
sehari tiga kali. Menu makan bervariasi
darimana anaknya menderita TB paru dan
terdiri dari nasi, lauk, buah dan susu.
sebagian lagi mengetahui asal anaknya
Makanan selingan yang diberikan antara
menderita TB paru.
lain roti, biskuit dan kue-kue. Jajanan
“…Dirumah dan sekitarnya tidak ada sembarangan tidak dilakukan dan makanan
yang sedang menjalani pengobatan TB…” seperti ciki atau beli es sudah dihindari.
(P1 dan P2).
Ada dua partisipan yang masih
Pemberian obat yang telah dilakukan memberikan ASI. Keluhan sebagian besar
partisipan tekait dengan usia partisipan partisipan adalah anak mengalami susah
yang cukup matang dan dewasa dalam makan dan sedikit intakenya.
memberikan obat disertai dengan Sebagian besar partisipan
pengalaman merawat anak yang perlu mengungkapkan tentang kebutuhan sehari-
diberikan obat. Pemberian obat dilakukan hari yang harus terpenuhi dengan
dengan berbagai cara sambil digendong, mengatur pendapatan yang ada dengan
dipangku sambil dibujuk. Kesulitan yang istilah “dicukup-cukupi”. Pendapatan yang
dialami partisipan terutama 1-2 bulan rendah mengakibatkan daya beli terhadap
pemberian setelah itu partisipan lebih pangan yang berkualitas menjadi rendah
mudah dalam memberikan obat bahkan sehingga status gizi anggota keluarga
anak meminta atau mengingatkan bila ibu terutama anak-anak akan menurun. Status
belum memberikan obat. Kondisi tersebut gizi anak pada penelitian ini ada yang
sesuai dengan penelitian yang dilakukan status gizinya kurang. Hal ini akan
oleh Yuliana (2007) yang menjelaskan
Santun Setiawati: Pengalaman Ibu Dalam Merawat Anak Dengan Tb Paru 167

menyebabkan lemahnya daya tahan tubuh dilakukan oleh semua partisipan yaitu
terhadap penyakit. Tingkat pengetahuan pemberian imunisasi BCG pada anak saat
orang tua yang baik tentang TB paru juga bayi. Sesudah pemberian vaksin, TB masih
merupakan salah satu faktor yang dapat memasuki tubuh. Meskipun
mempengaruhi kesembuhan TB paru pada demikian dengan pertahanan tubuh yang
anak (Nuriyani, 2008). meningkat akan mengendalikan atau
Terkait pemahaman satu orang membunuh kuman TB. Efektivitas
partisipan yang harus diubah tentang imunisasi BCG untuk dapat mencegah
pemberian makan malam yang dihindari penyakit TB juga ditentukan antara lain
pada anak karena akan menyebabkan oleh keadaan gizi anak.
cacingan merupakan salah satu contoh Sebagian besar partisipan mengakui
pemahaman partisipan yang salah tentang lingkungan rumahnya padat dan sempit
pemberian makan pada anak yang sehingga terlihat berantakan. Ada
berdampak intake nutrisi yang dibutuhkan partisipan yang mengakui rumahnya belum
anak kurang. dibersihkan saat peneliti datang. Tingkat
Sebagian besar partisipan memahami pendapatan yang rendah atau kemiskinan
tentang pola hidup sehat antara lain anak mengarah pada perumahan yang terlampau
tidur siang, bermain tidak kecapean, tidur padat. Keadaan padatnya hunian
malam yang cukup, menjauhi anak dari meningkatkan risiko penularan penyakit
orang yang sedang batuk, tidak makan dan (Yulistyaningrum dan Rejeki, 2010).
minum secara bersama-sama dan keluarga Sebagian partisipan tidak mengetahui
tidak merokok di dalam rumah. Hal ini darimana anaknya menderita TB paru dan
juga sejalan dengan penelitian Yuliana sebagian lagi mengetahui asal anaknya
(2007) yang menjelaskan bahwa menderita TB paru. Sumber penularan bagi
keberhasilan pengobatan TB paru juga bayi dan anak adalah orang yang kontak
didukung dengan pemenuhan kebutuhan erat yaitu orang tuanya, orang serumah
aktivitas dan istirahat. atau orang yang sering berkunjung dan
Sebagian besar partisipan membawa saling berinteraksi langsung. Hal ini
anaknya berobat bila sakit. Tempat berobat sejalan dengan penelitian yang dilakukan
antara lain klinik, Puskesmas dan RS. Yulistyaningrum & Rejeki (2010) bahwa
Tindakan yang dilakukan oleh partisipan orang tua perlu memahami sumber
adalah tindakan yang tepat dan tindakan penularan penyakit TB paru pada anak
pencegahan terhadap penyakit TB sudah adalah orang terdekat anak antara lain
JKep. Vol. 1 No. 2 Mei 2014, hlm 157-173 168

orang tuanya, orang serumah atau orang dengan harapan semua dapat berjalan
yang sering berkunjung dan sering dengan baik. Tema 4 adalah tentang
berinteraksi langsung. sumber pendukung. Sumber pendukung
Tema 3 adalah kebutuhan yang yang dibutuhkan partisipan adalah
diperlukan. Kebutuhan utama dalam keluarga, tetangga sekitar, dan pihak PKM.
merawat anak adalah obat TB. Obat TB
“…Penghasilan suami dari menjahit dan
diberikan secara gratis dengan proses
berdagang. Ibu tidak bercerita kesusahan
administrasi yang sesuai, namun kepada keluarga yang lain dan hanya
kebutuhan lain terutama kebutuhan memberitahukan bahwa anaknya sakit.
mencukupi kebutuhan primer keluarga Pihak PKM juga membantu dalam surat
rujukan sehingga gratis dalam
adalah kebutuhan lain yang harus tersedia. pengobatan…” (P2).

“…Karena di RS X tidak dapat lagi Keluarga sangat membantu dalam merawat


berobat gratis saya urus KJS agar dapat anak dengan TB paru. Keluarga yang turut
berobat gratis di RS Y. Surat pengantar
dari RT dan mengurus ke PKM mendukung antara lain orang tua, mertua
Kelurahan, sehingga pengobatan TB paru dan suami. Dukungan yang diberikan
anaknya selalu gratis. Kebutuhan lainnya adalah dukungan materi ataupun support
adalah susu yang memang memerlukan
agar proses penyembuhan anak berjalan
biaya yang banyak…” (P1).
dengan baik dan tepat waktu. Tetangga
Semua partisipan dapat mengurus sekitar juga sangat membantu baik moril
proses administrasi yang sesuai, sehingga maupun materil. Tetangga sekitar
semua anak mendapatkan pengobatan TB mengetahui anaknya menderita TB paru
secara gratis setiap bulannya. Hal ini dan tidak merasa dikucilkan dalam
sangat membantu semua partisipan karena berkehidupan bertetangga.
pengobatan TB berlangsung lama minimal Tetangga juga turut menengok saat
6 bulan. Hal ini sejalan dengan kebijakan anak dirawat di rumah sakit dan
pemerintah yang menyatakan bahwa OAT memberikan nasehat agar berobat sampai
untuk penanggulangan TBC nasional sembuh dan jangan sampai terlewat dalam
diberikan kepada penderita secara cuma- memberikan pengobatan TB yang lama.
cuma dan dijamin ketersediannya (Depkes Hal ini sejalan dengan penelitian yang
RI, 2002). dilakukan oleh Suandi (2012) yang
Semua partisipan mengatakan bahwa menjelaskan bahwa stigma yang rendah
untuk kebutuhan hidup sehari-hari diperlukan bagi orang tua yang memiliki
dicukup-cukupin, diirit-irit pengeluaran anak dengan penyakit TB untuk proses
Santun Setiawati: Pengalaman Ibu Dalam Merawat Anak Dengan Tb Paru 169

penyembuhan anak. Pihak Puskesmas dan anak lebih mudah terkena penyakit
sangat mendukung terutama terkait dengan terutama penyakit infeksi akut maupun
proses rujukan ke RS yang diperlukan kronis. Menurut Ramsay (2004) dalam
semua partisipan agar mendapatkan Arundito dan Ismail (2012) kesulitan
pengobatan TB secara gratis. pemberian makan adalah salah satu
Tema 5 tentang hambatan yang gangguan perkembangan paling sering
ditemui selama merawat anak. Sebagian pada anak kecil dan bayi yang berdampak
partisipan mengungkapkan bahwa bukan pada pertumbuhan yang buruk. Adapun
hambatan yang berarti selama merawat faktor utama yang mempengaruhi nafsu
anak dengan TB paru, namun lebih kearah makan anak adalah lingkungan keluarga,
kesabaran saat memberikan obat setiap media masa, tekanan yang diterima anak
hari terutama pada awal pemberian dan penyakit. Pemberian pengobatan
pengobatan dan waktu yang lama dalam diperlukan kesabaran dan cara pemberian
minum obat. Kesabaran saat anak susah yang benar karena anak dapat bersifat
dan sedikit makannya. Kebersihan menolak, memuntahkan, atau terjadi
lingkungan rumah yang terabaikan. Hal ini aspirasi (Hockenberry, 2007).
dapat dilihat dari pernyataan partisipan Kebersihan lingkungan rumah
sebagai berikut: diketahui partisipan sebagai suatu hal yang
diperlukan untuk meningkatkan kesehatan
“…Bukan hambatan, cuma suka kasian
keluarga namun motivasi ibu yang
saat anak minum obat yang lama. Tapi
saya harus tetap memberikan karena terkadang masih memprioritaskan
harus sampai selesai. Merasa bosan sih pengobatan dan pemberian makan dan
tidak dan tetap semangat supaya anak sedikit mengabaikan kebersihan
tetap sembuh. Anaknya makannya hanya
sedikit. Suka nangis kalo liat anak mau lingkungan tempat tinggal dengan alasan
minum obat…” Kalo ngepel hanya sekali rumah sempit sehingga selalu berantakan.
sehari. Ngepelnya pakai karbol. Lap-lap Tema 6 adalah cara menyelesaikan
tidak rutin…” (P1).
hambatan yang ada. Walaupun ada
Semua anak dalam penelitian ini dalam hambatan, semua partisipan akan tetap
rentang usia balita. Adapun kesulitan memberikan obat sampai tuntas dan anak
makan pada anak balita usia 1-5 tahun sembuh. Saat pemberian obat sambil
berupa kurangnya nafsu makan semakin digendong, dirayu, hati-hati biar tidak
meningkat berkaitan denngan semakin tumpah atau keluar mulut, bila
meningkatnya interaksi dengan lingkungan dimuntahkan obat diberikan lagi. Sabar
JKep. Vol. 1 No. 2 Mei 2014, hlm 157-173 170

saat anak susah atau sedikit makannya pengobatan anak saya lemes, setelah 6
dengan memberikan makanan lebih telaten bulan pengobatan sudah dapat jalan lagi.
Anak kooperatif saat dilakukan
lagi. Menjaga kebersihan rumah.
pengukuran tinggi badan. Anak dapat
menunjuk bagian tubuhnya. Anak dapat
“…Obat harus tetap diberikan. makan roti sendiri. Berat badan anaknya
Pemberian hati-hati agar tidak tumpah bulan yang lalu 9,5 kg. Berat badan saat
dan sedikit-sedikit agar obat bisa masuk ini ada kenaikan menjadi 10 kg. Anak
semua. Akan lebih telaten lagi kalo dapat berjalan walau agak miring karena
memberi makan anak dan ASI tetap ada tonjolan di punggung …” (P3).
diberikan… Rumah dipinggir jalan jadi
banyak debu jalanan, membersihkannya Status gizi kurang dipengaruhi juga
harus lebih rutin...” (P2).
dengan kondisi ekonomi yang sulit untuk
Kebersihan rumah akan diupayakan lebih menyiapkan makanan bergizi sehingga
rutin cara membersihkannya. Partisipan berdampak berat badan mengalami
sebagian besar adalah ibu rumah tangga penurunan. Keberhasilan pengobatan TB
yang memiliki waktu lebih banyak paru juga didukung dengan pemenuhan
dibandingkan dengan ibu-ibu yang bekerja kebutuhan nutrisi yang adekuat (Yuliana,
di luar rumah. Ibu rumah tangga 2007). Anak yang mengalami gibus karena
diharapkan dapat mengatur waktu antara ada proses putus obat akibat pemberian
merawat anak dengan baik dan informasi yang kurang jelas dari petugas
membersihkan rumah. kesehatan dan keterbatasan orang tua
Tema 7 adalah dampak penyakit TB dalam menerima informasi. Tingkat
paru terhadap pertumbuhan dan pengetahuan orang tua yang baik tentang
perkembangan anak. Sebagian besar anak TB paru juga merupakan salah satu faktor
pertumbuhannya dan perkembangannya yang mempengaruhi kesembuhan TB paru
normal. Kondisi anak mulai membaik pada anak (Nuriyani, 2008).
setelah menjalani pengobatan TB lebih
dari 1 bulan. Ada satu anak yang
mengalami status gizi kurang dan berat SIMPULAN
badan menurun. Ada satu anak yang Penelitian ini menggambarkan
mengalami gibus. pengalaman ibu dalam merawat anak
dengan TB paru yang melibatkan 6
“…Anak saya sudah bisa ngomong umi, partisipan. Penelitian ini menemukan 7
abi, makan, minum, jajan. Anaknya
tema yaitu: 1) pemahaman tentang
tengkurap 3 bulan, duduk 6 bulan, jalan
12 bulan. Gigi penuh. Waktu 3 bulan penyakit TB paru, 2) perawatan yang telah
Santun Setiawati: Pengalaman Ibu Dalam Merawat Anak Dengan Tb Paru 171

dilakukan ibu, 3) kebutuhan yang yang kurang dan satu anak yang
diperlukan, 4) sumber pendukung, 5) mengalami gibus karena riwayat putus
hambatan yang ditemui, 6) cara obat TB.
penyelesaian hambatan yang ada dan 7) Implikasi dari penelitian ini
dampak penyakit terhadap pertumbuhan diharapkan dapat menjadi dasar dalam
dan perkembangan anak. meningkatkan keberhasilan program
Pemahaman tentang penyakit TB pemerintah untuk mengurangi angka
masih perlu ditingkatkan dan perawatan penyakit TB paru pada anak dengan lebih
yang telah dilakukan ibu masih perlu mensosialisasikan cara pencegahan
ditingkatkan terkait cara pemberian OAT penularan penyakit TB dan merawat anak
serta lingkungan rumah yang masih perlu dengan TB secara optimal. Tenaga
dibersihkan. Kebutuhan yang diperlukan kesehatan khususnya perawat anak dapat
lebih kearah mencukupi kebutuhan primer lebih berperan sebagai edukator terkait
keluarga karena pendapatan keluarga yang penyakit TB terhadap masyarakat sebagai
rendah. Sumber pendukung yang salah satu upaya dalam menurunkan angka
dibutuhkan partisipan adalah keluarga, penyakit TB pada anak.
tetangga dan petugas Puskesmas.
DAFTAR RUJUKAN
Hambatan yang ditemui partisipan
terutama saat memberikan pengobatan TB Arundito, B.W. & Ismail, D. 2012.
Hubungan antara Pola Pemberian
saat 1-2 bulan pertama pengobatan dan Makan Anak dengan Nafsu Makan
saat memberikan makan dan menjaga Anak. www.publikasi.umy.ac.id.
Diakses tanggal 20 Mei 2013.
kebersihan rumah. Cara penyelesaian
hambatan yang ada dengan lebih sabar dan Depkes RI. 2002. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis.
lebih telaten saat memberikan obat dan Cetakan ke-8. Jakarta: Depkes. RI.
makanan serta meningkatkan kebersihan
lingkungan rumah. Dampak penyakit Depkes RI. 2010. Pengendalian
terhadap pertumbuhan dan perkembangan Tuberkulosis Salah Satu Indikator
Keberhasilan Pencapaian MDGs.
anak, setelah pengobatan TB lebih dari 1 www.depkes.go.id. Diakses tanggal
bulan kondisi kesehatan anak membaik. 20 Desember 2012.

Ada satu anak yang mengalami status gizi Hockenberry, M.J. & Wilson, D. 2007.
kurang karena kemampuan keluarga dalam Wong’s Nursing Care of Infants and
Children. 8 th ed. St. Louis: Mosby
menyiapkan menu seimbang anak kurang Elsevier.
optimal terkait status ekonomi keluarga
JKep. Vol. 1 No. 2 Mei 2014, hlm 157-173 172

Judarwanto, W. 2012. Penanganan Paru. www.repository.unri.ac.id.


Terkini Tuberkulosis atau TB pada Diakses tanggal 20 Mei 2012.
Anak.
www.childrengroup.wordpress.com. Suandi, D., Rakhmawati, W., Yuyun, S. &
Diakses tanggal 20 Desember 2012. Laorensia, S. 2012. Stigma Orang Tua
terhadap Tuberkulosis di Balai Besar
Nastiti. 2012. Awas! TB pada Anak Kesehatan Paru (BBPKM) Bandung.
‘Lamban’, tapi Mematikan. www.unpad.ac.id.
www.gayahidupinilah.com. Diakses
tanggal 20 Desember 2012. Speziale, H.J.S. & Carpenter, D.R. 2003.
Qualitative research in nursing:
Notoatmodjo, S. 2010. Konsep Perilaku Advancing the humanistic imperative,
Kesehatan dalam: Promosi Kesehatan 3 nd Ed. Philadelphia: Lippincott
Teori & Aplikasi. Edisi Revisi. Williams & Wilkins.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
-------------. 2007. TB Tertinggi di Jakarta
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Timur. www.tempo.com. Diakses
Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT tanggal 20 Desember 2012.
Rineka Cipta.
WHO. 2009. Buku Saku Pelayanan
--------------. 2000. Millennium Kesehatan Anak di Rumah Sakit
Development Goals (MDGs). Pedoman bagi Rumah Sakit Rujukan
www.who.int. Diakses tanggal 20 Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota.
Desember 2012. Jakarta: WHO.

Nuriyani, T. 2006. Faktor-faktor yang WHO. 2011. Tuberculosis. www.who.int.


Mempengaruhi Kesembuhan TB Paru Diakses tanggal 20 Desember 2012.
pada Anak. www.fkmundip.ac.id.
Diakses tanggal 20 Desember 2012. Yuliana, Y. 2007. Hubungan Pola
Perawatan pada Anak Tuberkulosis
Polit, D.F. & Beck, C.T. 2008. Nursing Paru Primer dengan Lama
Research: Generating and Assessing Penyembuhan pada Anak Usia 1-6
Evidence for Nursing Practice. 8 th ed. tahun di Desa Cibuntu Cibitung
Philadelphia: Wolters Klumer. Bekasi.
www.skripsistikes.wordpress.com.
Rahajoe, N.N., Supriyatno, B. & Setyanto,
D.B. 2008. Buku Ajar: Respirologi Yulistyaningrum & Rejeki, D.S.S. 2010.
Anak. Edisi pertama. Jakarta: IDAI. Hubungan Riwayat Kontak Penderita
-------------. 2010. Riskesdas 2010. Tuberkulosis Paru (TB) dengan
www.litbang.depkes.go.id. Diakses Kejadian TB Paru Anak di Balai
tanggal 20 Mei 2013. Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4)
Purwokerto. Jurnal KesMas, vol.4,
Rahardjo, M. 2010. Triangulasi dalam no.1, 43-47.
Penelitian Kualitatif.
www.uinmalang.ac.id. Diakses
tanggal 5 Mei 2013.

Rotua, R., Hasanah, O. & Hasneli, Y.


2011. Gambaran Perilaku Ibu dalam
Merawat Anak dengan Tuberkulosis

Anda mungkin juga menyukai