Anda di halaman 1dari 8

TUGAS UTS MIKROBIOLOGI DASAR 2019

Shift A

NPM : 260110180005 Nyai Ayu Sylfia Stannia Puspitasari Helmi


260110180015 Muhammad Fahd Firdaus
260110180025 Karina Olga Wiseva
260110180035 Icha Fauzia Rahayu
260110180045 Achmad Al Baihaqi

Soal A:
Seorang petani sayuran organik ingin mengetahui dan mengisolasi bakteri dan fungi
yang terdapat di tanah sawahnya. Setelah diteliti ternyata pada tanah tersebut terdapat jamur
penicillium, clodosporrium, rhizhopus, dan fusarium. Sedangkan bakteri yang ditemukan
adalah Klebsiella pneumoniae, Enterobacter, Thiobacillus denitrificans, Shigella sp,
Pseudomonas aeruginosa dan Vibrio parahaemolyticus. `
Pertanyaan :
1. Jelaskan bagaimana cara mengisolasi jamur Fusarium ?
2. Mulai dari langkah awal sampai medium seleksinya dan jelaskan menggunakan
metode apa saja!
Petani menginginkan untuk mengisolasi jamur fusarium dari tanah yang didalamnya
terdapat berbagai jamur dan bakteri. Menurut Roma (2009), klasifikasi Fusarium sp adalah
sebagai berikut : Jamur Fusarium sp. termasuk kingdom fungi, divisi amastigomycota, sub
divisi deuteromycota, kelas deuteromycetes, ordo monilialales, famili tuberculaiaaceae,
Genus Fusarium dan Spesies Fusarium spp.
Fusarium spp mempunyai ukuran tubuh yang sangat kecil dan hidupnya bersifat
parasitoid yaitu organisme yang bergantung pada organism lain serta didukung oleh suhu
tanah yang hangat dan kelembaban tanah yang rendah sekali. Populasi akan meningkat jika di
tempat yang sama ditanam tanaman yang merupakan inangnya serta jamur ini menginfeksi
tanaman melalui jaringan meristem pada ujung akar (Pracaya, 2007).
Jamur Fusarium spp. memiliki struktur yang terdiri dari mikronidia dan makronidia.
Permukaan koloninya berwarna ungu dan tepinya bergerigi serta memiliki permukaan yang
kasar berserabut dan bergelombang. Di alam, jamur ini membentuk konidium. Konidiofor
bercabang-cabang dan makrokonidium berbentuk sabit, bertangkai kecil dan seringkali
berpasangan. Miselium terutama 7 terdapat di dalam sel khusus di dalam pembuluh, juga
membentuk miselium yang terdapat diantara sel-sel, yaitu di dalam kulit dan di jaringan
parenkim didekat terjadinya infeksi. Fusarium spp. adalah fungi aseksual yang menghasilkan
3 spora yaitu :
a. Makrokonidia
Makrokonidia berbentuk panjang melengkung, di kedua ujung sempit seperti
bulan sabit, terdiri dari 3-5 sel dan biasanya di temukan di permukaan.

b. Mikrokonidia
Mikrokonidia adalah spora dengan 1 atau 2 sel yang dihasilkan Fusarium
pada semua kondisi dan dapat menginfeksi tanaman. Mikrokonidia memiliki bentuk
yang bulat sampai oval, uniseluler dan tidak berwarna.
c. Klamidiospora
Klamidiospora adalah spora dengan sel selain diatas, dan pada waktu dorman
dapat menginfeksi tanaman, sporanya dapat tumbuh di air (Juniawan, 2015).

Petani mengambil sampel tanah dengan menggunakan plastik steril yang berasal dari
tanah sawahnya. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam plastik steril, dicampur menjadi
campuran komposit, lalu dibawa ke laboratorium dengan menggunakan cool box (Kesaulya
et al., 2015). Sampel tanah digunakan sebagai sumber inokulum dan digunakan untuk analisis
tanah di Laboratorium tanah. ( Arief et al, 2017 )
Inokulum adalah mikroorganisme atau patogen yang diinokulasikan ke dalam sebuah
medium atau inang, di mana mikroorganisme tersebut masih dalam keadaan hidup atau masih
berada pada fase pertumbuhan yang sehat yang mana akan dipakai pada tahap kultur jaringan.
Inokulasi adalah proses atau tahap kegiatan pemindahan mikroorganisme atau patogen dari
sumber asalnya ( inang ) ke sebuah medium yang baru dan telah disediakan sebelumnya
dengan sangat teliti dan hati – hati. Penginokulasian harus dilakukan dengan teliti agar
mendapatkan biakan mikroorganisme murni yang dapat digunakan untuk berbagai
kepentingan.(Suriawiria, 1986).
Pengolahan sampel mula-mula dilakukan dengan pengenceran bertingkat
menggunakan NaCI fisioiogis, sampai diperoleh pengenceran 10-8. Pengenceran ini bertujuan
untuk menghindari kesulitan pada tahap awal isolasi akibat terlalu banyaknya
mikroorganisme pada sampel (Lay, 1994). Sedangkan larutan NaCl dipakai untuk
menghindari terjadinya lisis pada saat pengenceran. Menurut Pradhika (2008), pengenceran
dilakukan untuk memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba yang tersuspensi dalam
cairan. Dengan pengenceran, koloni akan lebih mudah diamati. Penentuan besarnya atau
banyaknya tingkat pengenceran tergantung kepada perkiraan jumlah mikroba dalam sampel.
Digunakan perbandingan 1 : 9 untuk sampel dan pengenceran pertama dan selanjutnya,
sehingga pengenceran berikutnya mengandung 1/10 sel mikroorganisme dari pengenceran
sebelumnya.

Hasil pengenceran sampel tanah kemudian diinokulasikan pada media perbenihan


Potato Dextrose Agar – Pati 1% . PDA merupakan media umum yang digunakan untuk
pertumbuhan jamur. Karena jamur yang diisolasi belum diketahui jenisnya maka digunakan
media yang umum untuk pembiakannya, bila digunakan media yang lebih spesifik dan
selektif, maka dikhawatirkan jamur tertentu saja yang akan tumbuh (Suriawiria, 1986; Lay,
1994). Media standar yang di gunakan untuk mengisolasi fusarium adalah PDA yang
merupakan media umum untuk menumbuhkan jamur dapat juga digunakan malt extrak agar
dan water agar. SNA dan CLA digunakan bersama PDA untuk identifikasi spesies.(Botana,
2018)
Sampel diinokulasikan dengan cara pour plate . Metode pour plate (cawan tuang)
adalah suatu teknik untuk menumbuhkan mikroorganisme di dalam media agar dengan cara
mencampurkan media agar yang masih cair dengan stok kultur bakteri (agar) sehingga sel-sel
tersebut tersebar merata dan diam baik di permukaan agar atau di dalam agar (Harley and
Presscot, 2002). Digunakan metode pour plate disebabkan petani belum mengetahui jumlah
bakteri di dalam sampel tersebut.
Sekitar 1 ml suspensi dituang ke dalam cawan petri steril, dilanjutkan dengan
menuangkan media penyubur (nutrien agar) steril hangat (40-50 ⁰C) kemudian ditutup rapat
dan diinkubasi selama 1-2 hari pada suhu 37 ⁰C. Penuangan dilakukan secara aseptik atau
dalam kondisi steril agar tidak terjadi kontaminasi atau tumbuh atau masuknya organisme
yang tidak diinginkan (di laboratorium, kontaminasi biasanya terjadi akibat tumbuhnya
kapang, seperti Penicilium dalam biakan). Media yang dituang hendaknya tidak terlalu panas,
karena selain mengganggu proses penuangan (media panas sebabkan tangan jadi panas juga),
media panas masih mengeluarkan uap yang akan menempel pada cawan penutup, sehingga
mengganggu proses pengamatan. Pada metode ini, koloni akan tumbuh di dalam media agar.
Kultur diletakkan terbalik, dimasukkan di dalam plastik dengan diikat kuat kemudian
diletakkan dalam incubator.
Metode pour plate sangat mudah dilakukan karena tidak membutuhkan keterampilan
khusus dengan hasil biakan yang cukup baik. Metode ini dilakukan dengan mengencerkan
sumber isolat yang telah diketahui beratnya ke dalam 9 mL garam fisiologis (NaCl 0,85%)
atau larutan buffer fosfat. Larutan ini berperan sebagi penyangga pH agar sel bakteri tidak
rusak akibat menurunnya pH lingkungan. Pengenceran dapat dilakukan beberapa kali agar
biakan yang didapatkan tidak terlalu padat atau memenuhi cawan (biakan terlalu padat akan
mengganggu pengamatan).
Keuntungan metode pour plate adalah sebagai berikut:
1. Hanya sel yang masih hidup yang dihitung
2. Beberapa jenis mikroba dapat dihitung sekaligus
3. Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba karena koloni yang terbentuk
4. Mungkin berasal dari satu sel mikroba dengan penambahan spesifik.
Kelemahan metode pour plate adalah sebagai berikut:
1. Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroba yang sebenarnya, karena
beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni.
2. Medium dan kondisi yang berbeda mungkin menghasilkan nilai yang berbeda.
3. Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan membentuk
koloni yang kompak dan jelas, tidak menyebar.
4. Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi beberapa hari sehingga pertumbuhan koloni
dapat dihitung (Asriyah, 2010).

Selanjutnya untuk mengisolasi bakteri menggunakan metode spread plate. Metode


spread plate (cawan sebar) adalah suatu teknik di dalam menumbuhkan mikroorganisme di
dalam media agar dengan cara menuangkan stok kultur bakteri di atas media agar yang telah
memadat. Kelebihan teknik ini adalah mikroorganisme yang tumbuh dapat tersebar merata
pada bagian permukaan media agar. Pada metode cawan sebar sebanyak 0,1 mL suspensi
bakteri yang telah diencerkan (disebar pada media penyubur steril yang telah disiapkan.
Selanjutnya, suspensi dalam cawan diratakan dengan batang drugal agar koloni tumbuh
merata pada media dalam cawan tersebut, kemudian diletakkan dalam inkubator (37 oC)
selama 1-3 hari (Pradika, 2008).

Metode ini cukup sulit terutama saat meratakan suspensi dengan batang drugal, untuk
menumbuhkan koloni secara merata, biakan justru terkontaminasi. Oleh karena itu, batang
drugal harus benar-benar steril, yaitu dengan mensemprotkannya terlebih oleh alkohol
kemudian dipanaskan dengan api bunsen. Perlu diingat, batang drugal, yang masih panas
akibat pemanasan dengan api bunsen, dapat merusak media agar, sehingga harus didinginkan
terlebih dahulu dengan meletakkannya di atas api bunsen dengan jarak sekitar 15 cm

Di dalam penggunaan metode spread plate dan pour plate sangat penting jika jumlah
koloni yang tumbuh pada media agar tidak terlalu banyak. Hal ini dikarenakan apabila pada
cawan petri ditumbuhi koloni yang banyak, beberapa sel tidak dalam bentuk koloni yang
tunggal, sehingga dapat menyebabkan perhitungan yang salah. Jumlah koloni yang sangat
sedikit juga tidak diharapkan karena secara statistik keakuratan hasil perhitungan jumlah
koloni ini sangat rendah. Dalam penerapannya, secara statistik yang paling baik adalah
menghitung jumlah koloni hanya jika pada media agar terdapat koloni antara 30-300 koloni
(Asriyah, 2010).

Metode nya dilanjutkan dengan pemurnian menggunakan metode streak plate untuk
mendapatkan koloni tunggal yang terpisah. Setelah koloni tumbuh di metode spread plate,
diambil satu koloni dan diinokulasikan lagi pada media PDA dengan metode goresan T (3
kuadran), dan diinkubasi 24-48 jam (3 hari) dan diamati bentuk morfologi koloni. (Yolan,
et al . 2014)

Biakan murni dibuat terlebih dahulu dengan mengambil cuplikan koloni jamur secara
acak yang tumbuh pada media PDA dengan jarum ose, kemudian diinokulasikan pada
media agar miring secara zig-zag yang dinamakan metode slant culture, dan diinkubasi
selama 24-48 jam (3 hari) untuk memperoleh biakan murni. (Yolan, et al . 2014)
Setelah didapatkan biakan murni pada media agar miring dilakukan pengamatan
dengan menggunakan mikroskop untuk melihat beberapa karakter yang menunjukkan ciri
khusus genus jamur Fusarium. Ditambahkan gliserin dan metilen Secara makroskopis
karakter-karakter yag diamati meliputi warna koloni, bentuk koloni, permukaan koloni, pola
pertumbuhan koloni, dan diameter koloni. Sedangkan pengamatan mikroskopis karakter-
karakter yang diamati meliputi bentuk makrokonidia dan mikrokonidia serta ada tidaknya
chlamydospora miselium, phyalid dan konidia yang membedakan jamur Fusarium. Setelah
dilakukan identifikasi dicocokkan dengan spesies jamur Fusarium dan karakteristik spesies
jamur Fusarium serta gambar berdasarkan literatur (Saragih dan Silalahi, 2006).
(Yolan et al , 2014)

(Yolan et al , 2014)

(Yolan et al , 2014)
DAFTAR PUSTAKA

Arief Pambudi, Susanti, Taufiq Wisnu Priambodo. 2017. AL-KAUNIYAH; Journal of


Biology, 10(2), 105-113
Asriyah. 2010. Hitung Jumlah Bakteri Metode Pour Plate.
http://nanaasriyah.blogspot.com/hitung-jumlah-bakteri-metode-pour-plate/ [diakses
pada tanggal 06 April 2019]
Botana, M.L. 2018. Enviromental Technology. Berlin: Walter de Gruyter GmbH.
Harley, J.P., dan Prescott, L.M., 2002, Laboratory Exercises in Microbiology Fifth Edition,
The McGraw−Hil Companies, USA.
Juniawan, 2015. Fungitoksisitas Eugenol terhadap Jamur Fusarium oxysporum f.sp.
cubense.Artikel tidak dipublikasikan. Universitas Brawijaya.Malang
Kesaulya, H., Baharuddin, Zakaria, B., & Syaiful, S. A. (2015). Isolation and physiological
characterization of PGPR from potato plant rhizosphere in medium land of Buru
island. Procedia Food Science. 3, 190-199.
Lay, B.W., 1994. Analisis Mikroba di laboratorium. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta.
http://digilib.unila.ac.id/4663/14/BAB%20II.pdf
Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman.Penebar Swadaya : Jakarta
Pradika, E.I. 2008. Isolasi Mikroorganisme. http://ekmon-saurus.blogspot.com/ 2008/ II/
bab-4-isolasi-mikroorganisme/. diakses pada tanggal 06 April 2019].
Roma, 2009. Efektifitas Trichoderma sp. Dari Empat Lokasi Wilayah Banjarbaru Terhadap
Fusarium Oxysporum Penyebab Penyakit Layu Tomat.
http://romacute.wordpress.com/. Diakses pada Tanggal 06 April 2019.
Saragih, Y. S dan Silalahi, H. F. 2006. Isolasi dan Identifikasi Spesies Fusarium Penyebab
Penyakit Layu Pada Tanaman Markisa Asam. Jurnal Hort 16(14): 336-344
Suriawiria, U. 1986.Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa : Bandung.
Yolan S. Ngittu, Feky R. Mantiri , Trina E. Tallei, dan Febby E. F. Kandou. 2014.
IDENTIFIKASI GENUS JAMUR FUSARIUM YANG MENGINFEKSI ECENG
GONDOK (Eichhornia crassipes) DI DANAU TONDANO. PHARMACON
Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT. Vol. 3 ( 3 ) : 157.

Anda mungkin juga menyukai