LP Bayi Berat Badan Rendah
LP Bayi Berat Badan Rendah
OLEH :
NI LUH DWIARI MAHARTHINI
1202106090
2. Epidemiologi/Insiden Kasus
Menurut WHO, prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15%
dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering
terjadi di negara-negara berkembang atau social ekonomi rendah. Secara statistik
menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka
kematiannya 35 kali lebih tinggi disbanding pada bayi dengan berat lahir lebih
dari 2.500 gram. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas,
morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak
jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan. Angka kejadian di
Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya,yaitu
berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka
BBLR dengan rentang 2,1%-17,2%. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut
SDKI, angka BBLR sekitar 7,5%. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang
ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010
yakni maksimal 7% (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2004)
Amerika Serikat : premature murni (7,1 % orang kulit putih dan 17, 9 %
orang kulit berwarna) dan BBLR (6-16 %)
RSCM pada tahun 1986 sebesar 24 % angka kematian perinatal dan 73 %
disebabkan BBLR (Mitayani, 2009).
3. Penyebab/Faktor Predisposisi
Etiologi atau penyebab dari berat badan lahir rendah maupun usia bayi belum
sesuai dengan masa gestasinya adalah sebagai berikut:
a. Komplikasi Obstetri
1) Multiple gestation
2) Incompetence
3) Pro (premature rupture of membrane) dan korionitis
4) Pregnancy Induce Hypertention (PIH)
5) Plasenta previa
6) Ada riwayat kelahiran prematur (Mitayani, 2009).
b. Komplikasi Medis
1) Diabetes maternal
2) Hipertensi kronis
3) Infeksi traktus urinarius (Mitayani, 2009).
c. Faktor Ibu
1) Penyakit : hal yang berhubungan dengan kehamilan seperti toksemia
gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, infeksi
akut, serta kelainan kardiovaskular.
2) Usia ibu : angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia ibu
dibawah 20 tahun dan multi gravid yang jarak kelahirannya terlalu dekat.
Kejadian terendah ialah pada usia 26 – 35 tahun.
3) Keadaan sosial ekonomi : keadaan ini sangat berpengaruh terhadap sosial
ekonomi yang rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang
baik dan pengawasan antenatal yang kurang.
4) Kondisi ibu saat hamil : peningkatan berat badan ibu yang tidak adekuat
dan ibu yang perokok., dan kelainan janin (Mitayani, 2009).
d. Faktor Janin
1) Cacat bawaan
2) Infeksi dalam rahim (Mitayani, 2009).
e. Faktor Kehamilan
1) Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum
2) Komplikasi kehamilan : preeklamsia/eklamsia, ketuban pecah dini
(Mitayani, 2009).
f. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di
daratan tinggi, radiasi, sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun (Sitohang
NA. 2004).
4. Patofisiologi
(Pathway terlampir)
5. Klasifikasi
Ada dua golongan bayi berat badan lahir rendah: (Mitayani, 2009)
a. Prematuritas Murni
Yaitu bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan
berat badan bayi sesuai dengan gestasi atau yang disebut neonates kurang
bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK).
b. Bayi Small for Gestational Age (SGA)
Yaitu berat bayi lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan. SGA sendiri
terdiri atas tiga jenis :
1) Simetris (intranterus for gestational age)
Yaitu terjadi gangguan nutrisi pada awal kehamilan dan dalam jangka
waktu yang lama.
2) Asimetris (intrauterus growth retardation)
Yaitu terjadi deficit nutrisi pada fase akhir kehamilan.
3) Dismaturitas
Yaitu bayi yang lahir kurang dari berat badan yang seharusnya untuk
masa gestasi dan si bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri
serta merupakan bayi kecil untuk masa kehamilan.
Bayi berat lahir rendah dapat juga dibagi menjadi 3 stadium: (Mitayani, 2009)
a. Stadium I
Bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang, kulit longgar, kering seperti
permen karet, namun belum terdapat noda mekonium.
b. Stadium II
Bila didapatkan tanda-tanda stadium I ditambah warna kehijauan pada kulit,
plasenta, dan umbilicus hal ini disebabkan oleh mekonium yang tercampur
dalam amnion kemudian mengendap ke dalam kulit, umbilikus dan plasenta
sebadfai akibat anoksia intrauterus.
c. Stadium III
Ditemukan tanda stadium II ditambah kulit berwarna kuning, demikian pula
kuku dan tali pusat.
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada bayi dengan berat badan lahir
rendah adalah sebagai berikut: (Mitayani, 2009)
a. Berat badan kurang dari 2.500 gram.
b. Panjang badan kurang dari 45 cm.
c. Lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm.
d. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
e. Kepala lebih besar dari tubuh.
f. Kulit tipis, tansparan, lanigo banyak, dan lemak subkutan amat sedikit.
g. Osifikasi tengkorak sedikit serta ubun-ubun dan sutura lebar.
h. Genetalia imatur, labia minora belum tertutup dengan labia mayora.
i. Tulang rawan dan daun telinga belum cukup, sehingga elastisitas belum
sempurna.
j. Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernapasan belum teratur, dan
sering mendapat serangan apnea.
k. Bayi lebih banyak tidur daripada bangun, reflek mengisap dan menelan
belum sempurna.
7. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Jumlah sel darah putih : 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai 23.000-
24.000/mm3, hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis)
b. Hematokri (Ht) : 43%-61% (peningkatan 65% atau lebih menandakan
polisitemia, penurunan kadar menunjukka anemia atau hemoragic
prenatal/perinatal)
c. Hemoglobin (Hb) : 15-20 gr/dl (kadar yang lebih rendah berhubungan
dengan anemia atau hemolisis berlebihan)
d. Bilirubin total : 6 mg/dl hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari, dan 12
mg/dl pada 3-5 hari
e. Destrosix : tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran
rata-rata 40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga
f. Pemantauan gas darah sesuai kebutuhan : normal untuk analisa gas darah
apabila kadar Pa O2 50-70 mmHg dan kadar PaCO2 35-45 mmHg dan SaO2
92%-94%
g. Pemeriksaan kromosom sesuai indikasi
h. Pemantauan elektrolit (Na, K, Cl) : biasanya dalam batas normal pada
awalnya
i. Pemeriksaan sinar X sesuai kebutuhan (misal : foto thorax)
8. Therapy/Tindakan Penanganan
a. Pastikan bayi terjaga tetap hangat. Bungkus bayi dengan kain lunak, kering,
selimuti, dan gunakan topi untuk menghindari adanya kehilangan panas.
b. Awasi frekuensi pernapasan, terutama dalam 24 jam pertama guna
mengetahui sindrom aspirasi mekonium/sindrom gangguan pernapasan
idiopatik.
c. Pantau suhu di sekitar bayi, jangan sampai bayi kedinginan. Hal ini karena
bayi BBLR mudah hipotermia akibat ulas dari permukaan tubuh bayi
relative lebih besar dari lemak subkutan.
d. Motivasi ibu untuk menyusui dalam 1 jam pertama.
e. Jika bayi haus, beri makanan dini (early feeding), yang berguna untuk
mencegah hipoglikemia.
f. Jika bayi sianosis aatau sulit bernapas (frekuesi kurang dari 30 atau lebih
dari 60 kali permenit), tarik dinding dada ke dalam dan merintih, beri
oksigen lewat kateter hidung atau nasal prong.
g. Cegah infeksi karena rentan akibat pemindahan immunoglobulin G (IgG)
dari ibu ke janin terganggu.
h. Periksa kadar gula darah setiap 8-12 jam (Mitayani, 2009).
Menurut (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2004) penatalaksanaan/terapi yang bisa
diberikan pada bayi dengan BBLR adalah:
a. Medikamentosa
Pemberian vitamin K1:
Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau
Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir,
umur 3-10 hari, dan umur 4-6 minggu)
b. Diatetik
Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena
refleks menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI
dikeluarkan dengan pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa
lambung atau pipet. Dengan memegang kepala dan menahan bawah dagu,
bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara ASI yang telah dikeluarkan
yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel pada puting.
ASI merupakan pilihan utama:
Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup
dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai
kemampuan bayi menghisap paling kurang sehari sekali.
Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20
g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.
Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir
dan keadaan bayi adalah sebagai berikut :
1) Berat lahir 1750 – 2500 gram
Bayi Sehat
Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil
lebih mudah merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu
lebih sering (contoh; setiap 2 jam) bila perlu.
Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai
efektifitas menyusui. Apabila bayi kurang dapat menghisap,
tambahkan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara
pemberian minum.
Bayi Sakit
Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV,
berikan minum seperti pada bayi sehat.
Apabila bayi memerlukan cairan intravena:
1. Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.
2. Mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 atau segera setelah
bayi stabil. Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi
menunjukkan tanda-tanda siap untuk menyusu.
3. Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (contoh;
gangguan napas, kejang), berikan ASI peras melalui pipa lambung
:
Berikan cairan IV dan ASI menurut umur
Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; 3 jam sekali).
Apabila bayi telah mendapat minum 160 ml/kgBB per hari
tetapi masih tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali
minum. Biarkan bayi menyusu apabila keadaan bayi sudah
stabil dan bayi menunjukkan keinginan untuk menyusu dan
dapat menyusu tanpa terbatuk atau tersedak.
2) Berat lahir 1500-1749 gram
Bayi Sehat
Berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila jumlah yang
dibutuhkan tidak dapat diberikan menggunakan cangkir/sendok atau
ada resiko terjadi aspirasi ke dalam paru (batuk atau tersedak), berikan
minum dengan pipa lambung. Lanjutkan dengan pemberian
menggunakan cangkir/ sendok apabila bayi dapat menelan tanpa batuk
atau tersedak (ini dapat berlangsung setela 1-2 hari namun ada
kalanya memakan waktu lebih dari 1 minggu)
Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam). Apabila bayi
telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak
lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.
Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/
sendok, coba untuk menyusui langsung.
Bayi Sakit
Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama
Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi
jumlah cairan IV secara perlahan.
Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; tiap 3 jam). Apabila bayi
telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak
lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.
Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok apabila
kondisi bayi sudah stabil dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau
tersedak
Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/
sendok, coba untuk menyusui langsung.
c. Suportif
Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal :
(Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2004)
Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh
bayi, seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas,
inkubator atau ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan
setempat sesuai petunjuk.
Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin
Ukur suhu tubuh dengan berkala
Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah :
Jaga dan pantau patensi jalan napas
Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit
Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia,
kejang, gangguan napas, hiperbilirubinemia)
Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya
Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan
ibu berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.
9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada bayi berat badan lahir rendah adalah sebagai
berikut : (Mitayani, 2009)
a. Sindrom aspirasi mekonium (menyebabkan kesulitan bernapas pada bayi).
b. Hipoglikemi simtomatik, terutama pada laki-laki.
c. Penyakit membrane hialin : disebabkan karena surfaktan paru belum
sempurna/cukup, sehingga alveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan
inspirasi, tidak tertinggal udara residu dalam alveoli, sehingga selalu
dibutuhkan tenaga negative yang tinggi untuk pernapasan berikutnya.
d. Asfiksia neonatorum.
e. Hiperbilirubinemia.
a. Bayi dismatur sering mendapatkan hiperbilirubinemia, hal ini mungkin
disebabkan karena gangguan pertumbuhan hati.
11. Prognosis
Pada saat ini harapan hidup bayi dengan berat 1501-2500 gram adalah 95%,
tetapi berat bayi kurang dari 1500 gram masih mempunyai angka kematian yang
tinggi. Kematian diduga karena displasia bronkhopulmonal,
enterokolistisnekrotikans, atau infeksi sekunder.
BBLR yang tidak mempunyai cacat bawaan selama 2 tahun pertama akan
mengalami pertumbuhan fisik yang mendekati bayi cukup bulan dengan berat
sesuai masa gestasi. Pada BBLR, makin imatur dan makin rendah berat lahir
bayi, makin besar kemungkinan terjadi kecerdasan berkurang dan gangguan
neurologik.
12. Pencegahan
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah
langkah yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan: (Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI), 2004 ; 307-313)
a. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama
kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang
diduga berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi
BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan
kesehatan yang lebih mampu
b. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim, tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama
kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang
dikandung dengan baik
c. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur
reproduksi sehat (20-34 tahun)
d. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam
meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka
dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan
status gizi ibu selama hamil