Anda di halaman 1dari 34

USULAN PENELITIAN

UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK SELEDRI Apium


graveolens.L TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR
Candida Albicans

RAI WINDARI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN
ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2021

USULAN PENELITIAN
UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK SELEDRI Apium
graveolens.L TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR
Candida Albicans

Oleh

RAI WINDARI

A25118001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN
ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
1 PENGESAHAN

UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK SELEDRI Apium


graveolens.L TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR
Candida Albicans
Oleh

RAI WINDARI

A25118001

Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing

Pembimbing

(Prof. Dr .Hj. siti Nuryanti)

NIP: 195901191986031029

Mengetahui,

(Dr.Tri Santoso, M.Si)

NIP: 19640619199203 1 002

Koordinator Program Studi Pendidikan Kimia

iii
Daftar isi

Halaman

PENGESAHAN..................................................................................................................ii

Daftar isi.............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1

1.3 Tujuan......................................................................................................................3

1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................................3

1.5 Batasan Masalah......................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................4

2.1. Landasan Teori..............................................................................................................4

2.1.1. Deskripsi Tanaman Seledri(Apium graveolens Linn)................................4

2.1.2. Klasifikasi Tanaman Seledri (Apium graveolens Linn)............................5

2.1.3. Kandungan Kimia Tanaman Seledri (Apium graveolens Linn)................5

2.1.4. Manfaat tanaman Seledri(Apium graveolens Linn)...................................5

2.2. Jamur...................................................................................................................6

2.2.1. Deskripsi Jamur.........................................................................................6

2.2.2. Jamur Candida albicans............................................................................6

2.3. Antijamur............................................................................................................8

2.3.1. Deskripsi Antijamur..................................................................................8

2.3.2. Cara Kerja Antijamur................................................................................8

2.3.3. Senyawa Metabolit Sekunder....................................................................9

2.3.4. Metode Pengujian Aktifita Antijamur.......................................................11

iv
2.4. Kerangka pemikiran............................................................................................18

BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................21

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian.............................................................................21

3.2. Sampel Penelitian................................................................................................21

3.3. Alat dan Bahan....................................................................................................21

3.4. Prosedur Kerja.....................................................................................................21

3.4.1. Preparasi Sampel.......................................................................................21

3.4.2. Sterialisasi Alat.........................................................................................22

3.4.3. Pembuatan Ekstrak Tanaman Seledri (Apium graveolens L.)..................22

3.4.3.1 Uji daya hambat jamur................................................................22

3.4.3.2 Uji metabolit sekunder................................................................22

3.4.4. Uji senyawa metabolit sekunder dari ekstrak Tanaman Seledri...............22

3.4.4.1. Uji Alkaloid................................................................................22

3.4.4.2. Uji Flavanoid..............................................................................23

3.4.4.3.Uji Triterpenoid...........................................................................23

3.4.4.4. Uji steroid...................................................................................23

3.4.5. pembuatan media NA dan NB.................................................................24

3.4.6. Uji Daya Hambat Jamur Ekstrak Tanaman Seledri .................................25

3.4.7. Pengukuran Daya Hambat.........................................................................25

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................26

v
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut setyowati , dkk (2013) Infeksi ialah penyakit yang dengan mudah
ditemukan di wilayah tropis seperti contohnya Indonesia. Penyebab penyakit infeksi
salah satunya disebabkan oleh jamur. jamur ialah mikroorganisme eukariotik yang
memiliki ciri ciri antara lain berinti sel, menghasilkan spora, tidak berklorofil, bisa
berkembang biak secara aseksual maupun seksual. salah satu jamur yang dapat
menyebabkan infeksi adalah jamur Candida albicans. jamur ini adalah merupakan
anggota flora paling utama pada saluran pencernaan, begitu pula pada selaput
pernafasan, miss V, uretra, kulit serta dabawah jari jari kuku kaki dan tangan
(setyowati ,dkk ,2013). Jamur Candida albicans biasanya dapat menimbulkan
penyakit sistematis progresif pada penderita yang imunya lemah, jamur Candida
albicans dapat menimbulkan invasi aliran darah, endocarditis, ataupun infeksi pada
mata dan organ-organ lainya jika sampai dimasukan secara intravena misalnya
penyalah gunaan narkotika, jarum, kateker dan lain sebagainya (simatupang,2009).
Seiring dengan pertumbuhan teknologi yang kian berkembang dan semakin
canggih ternyata pengobatan tradisional tidak dapat dihilangkan, di Era globalisasi ini
masih banyak masyarakat yang mengkonsumsi obat-obatan tradisional. pengobatan
tradisional ini sesungguhanya sudah terdapat sejak jaman nenek moyang. Dan
diturunkan secara turun-temurun hingga saat ini. penyembuhan tradisional diyakini
mampu meningkatkan perekonomian menjadi lebih baik. salah satu cara yang
digunakan ialah menggunakan tanaman herbal yang efektif dijadikan obat di
kalangan masyarakat pada pada umunya, tidak hanya itu tanaman herba tradisional
mempunyai kemampuan untuk dijadikan fungisida alami, dikaarenakan tumbuhan
herba memiliki senyawa yang mengandung metabolit sekunder yang dapat dijadikan
sebagai antijamur. Metabolit sekunder antara lain adalah saponin, kumarin, alkaloid,

1
flavanoid, xanton, asam lemak, fenol, lektin, minyak astirin, serta polipeptida telah
dilaporkan memiliki aktifitas antijamur (sati dan jhosi,2011).
Salah satu tumbuhan yang dapat dijadikan obat herbal adalah seledri (Apium
graveolens L.). Seledri merupakan tanaman serbaguna yang dapat digunakan sebagai
sayur mayur maupun obat obatan. Sebagai sayur-mayur, daun , tankai daun, serta
umbi seledri dapat dijadikan sebagai bahan sup dan lalapan (Indah dan
Darmayanty,2013).bukan hanya yang telah dipaparkan diatas salah satu nilai medis
seledri ysng belum diketahui masyarakat adalah sebagai antijamur ( Betina V , 1973).
Penelitian mengenai kandungan bahan aktif tanaman yang diprediksikan
efektif digunakan sebagai antijamur dan antimikroba sudah banyak yang
melakukannya, seperti penelitian yang dilakukan oleh Dhayanti , dkk.,(2012). Yang
meneliti tantang efek antimikroba n-heksana daun kelor (Moringa oleifera lamk.)
terhadap Eschericia coli secara In Vitro. hasil yang diperoleh adalah ekstrak n-
heksana daun kelor mempunyai dampak antimikroba terhadap Esherichia coli secara
In vitro. Widowati , dkk (2014) meneliti tentang “uji aktifitas antibakteri ekstrak daun
kelor (Moringa oleifera lamk) terhadap bakteri pembusuk ikan segar”. hasil yang
diperoleh dari penelitiannya adalah ekstrak daun kelor memiliki senyawa triterpenoid,
tannin, saponin serta flavonoid yang berperan sebagai antibakteri terhadap kuman
pembusuk ikan segar. berdasarkan penelitian tersebut ternyata penelitian pada
tanaman seledri ( Apium graveolen L.) sangat kurang sehingga penelitI tertarik untuk
meneliti mengenai “ Uji Daya Hambat Ekstrak Seledri (Apium Graveolens L.)
Terhadap Pertumbuhan Jamur Candida albicans”

1.2. Rumusan masalah


Berdasarkan pada latar belakang yang telah dipaparkan tersebut sehingga dapat
dikemukakan rumusan masalah dari penelitian ini alalah sebagai berikut:
1. Apakah ekstrak seledri ( Apium graveolen L.) dengan pelarut n-heksana, etil-
asetat, dan methanol dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida
albicans?

2
2. Menentukan fraksi manakah yang palinga aktif pada ekstrak seledri (Apium
graveolen L.) dengan pelarut n-heksana, etil-asetat, serta methanol yang dapat
menghambat pertumbuhan jamur candida albicans?
1.3. Tujuan
Berdsarkan pada permasalahan diatas, tujuan dari penelitian ini dalah sebagai
berikut:
1. Untuk menentukan daya hambat ekstrak seledri ( Apium graveolen L.) dengan
pelarut n-heksana, etil- asetat, serta methanol dalam menghambat
pertumbuhan jamur Candida albicans.
2. Dapat digunakan sebagai media pembelajaran ilmu kimia dalam menentukan
daya hambat ekstrak seledri (Apium graveolen L) terhadap pertumbuhan
jamur Candida albicans.
1.4. Manfaat.
Manfaat yang dapat diperoleh dari penel;itian ini adalah sebagai berikut:
1. Menginformasikan kepada masyarakat bahwa ekstrak seledri ( Apium
graveolen L.) dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans
2. Membuat aplikasi media pembelajaran ilmu kimia dalam bentuk power point
dalam hal pengenalan obat herbal tradisional tentang ekstrak seledri ( Apium
graveolen L.) terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans.
1.5. Batasan masalah
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman seledri yang
didapatkan dari Desa Tamadue Kecamatan Lore Timur Kabupaten Poso

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Landasan Teori

2.1.2 Deskripsi Tanaman Seledri(Apium graveolens Linn)


Tanaman seledri adalah tanaman dengan nama latin Apium graveolens Linn.
herba ini berasal dari suku Apiaceae. Ditinjau dari jenis daun seledri yaitu daun tipis,
rapuh, bentuk belah ketupat miring, panjang berkisaran 2-8 cm, lebar mencapai 2-5
cm, ujung dan pangkal anak daun runcing, panjang tangkai anak daun mencapai 1-3
cm. Herba seledri berwarna hijau tua yang disertai bau dan rasa yang khas
(Kemenkes RI, 2010). Tanaman seledri terdapat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Tanaman seledri dari daerah Napu desa Tamadue

Tanaman seledri hidup di dataran rendah maupun tinggi. Untuk dapat


menghasilkan kualitas tanaman yang baik, tanaman seledri membutuhkan suhu
tumbuh kurang lebih antara 15-24 C. Berdasarkan sentra penanaman seledri di
o

berbagai wilayah yang ada di Indonesia, tanaman seledri dapat dikembangkan di


daerah dengan ketinggian kurang lebih 1.000 – 1.200 mdpl (Rukmana, 1995).

4
2.1.1. klasifikasi Tanaman Seledri (Apium graveolens Linn)
Menurut (Fazal and Singla, 2012) klasifikasi seledri adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Magnolisia
Sub-kelas : Rosidace
Ordo : Apiacedes
Keluarga : Apiaceae
Genus : Apium
Spesies : Apium graveolens
Nama Binomial : Apium graveolens Linn.

2.1.3 Kandungan Kimia Tanaman Seledri (Apium graveolens Linn)


Kandungan yang didapatkan di tumbuhan seledri ialah senyawa flavonoid
apiin (Mencherini et al.,2017).dan apigenin (ko et al., 1991).selain flavanoid
tditemukan juga golongan lain yaitu saponin, tannin dan steroid (Din et al.,2015).
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya juga menunjukan terdapat kandungan
flavonoid, tannin, saponin dan steroid didalam Apium graveolens L. kandungan ini
ditelitu dari ekstrak menggunakan pelarut methanol, etanol, serta heksana.(din et
al.,2015).penelitian lainnya juga menunjukan adanya perbedaan pada kandungan
ekstrak air dan ekstrak etanol dari tumbuhan seldri, yang ditemukan bahwa didalam
ekstrak air terdapat kandungan tannin, flavonoid, steroid, triterpenoid dan
alkaloid(swantiner et al,2012).
2.1.4 Manfaat tanaman Seledri(Apium graveolens Linn)
Herba seledri ialah salah satu tanaman obat yang berkhasiat penting bagi
manusia. secara turun-temurun Herba seledri telah digunakan sebagai obat tradisional
untuk penyembuhan demam, memperlancar pencernaan, flu, penambah nafsu makan
(Fazal and Singla, 2012), serta dapat menurunkan tekanan darah tinggi (Muzakar dan

5
Nuryanto, 2012). Beberapa penelitian mengatakan bahwa kandungan yang ada
didalam herba seledri memiliki aktivitas sebagai anti bakteri(Sipailiene et al., 2003),
menurunkan tekanan darah (Dewi dkk., 2010), sebagai antioksidan (Jung, et al.,
2011), sebagai antiketombe (Mahataranti dkk., 2012), anti setres (Desu and
Sivaramakhrisna, 2012), serta anti-inflamasi (Arzi et al.,)
2.2. Jamur
2.2.1 Deskripsi Jamur
Fardiaz (1992) mengatakan bahwa jamur merupakan mikroorganisme
berorganel yang memiliki karakteristik spesifik yaitu mempunyai inti sel,
menghasilkan spora, tidak berklorofil, dapat berkembang biak baik secara aseksual
maupun seksual dan beberapa diantaranya bersifat uniseluler dan ada juga yang
mempunyai bagian-bagian tubuh berbentuk filamen-filamen. Semangun (1996)
mengatakan jamur adalah organisme yang memiliki sel berinti sejati (eukariotic),
biasanya bercabang-cabang, berbentuk benang, tidak menghasikan klorofil, dinding
sel yang mengandung kitin, selulosa atau keduanya.
Jamur merupakan organisme yang bersifat heterotrof, absortif, dan dapat
mengasikan beberapa macam spora. Jamur tergolongan organisme yang tubuh
vegetatifnya berupa talus, tidak berklorofil, tidak memiliki berkas pengangkutan.
Struktur somatisnya biasanya berbentuk benang halus yang bercabang-cabang,
mempunyai dinding yang tersusun dari kitin, selulosa atau kedua-duanya, serta
memiliki inti sejati yang dapat diamati dengan mudah menggunakan mikroskop
cahaya. Jamur pada dasarnya tidak dapat bergerak, namun beberapa anggota yang
berasal dari anggota phycomycetes yang rendah memiliki sel yang bisa bergerak
dengan bantuan bulu-bulu cambuk (Flagellum) dan tidak memiliki dinding (Triharso,
1996).
2.3.2 Jamur Candida albicans
Menurut Ariani, dkk., (2004) klasifikasi C. albicans sebagai berikut :
Divisio : Eumycophyta
Kelas : Deuteromycetes

6
Ordo : Melaneoniales
Familia : Moniliaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans
Candida albicans merupakan jamur penyebab infeksi terutama saluran
pencernaan, juga selaput mukosa saluran pernapasan, uretra, vagina, kulit dan
dibawah jari-jari kuku kaki serta tangan. Candida albicans biasanya dapat
menyebabkan penyakit sistematik progresif pada penderita yang memilihi daya tahan
tubuh lemah, atau sistem imunnya kurang, terutama jika imunitas berperantara sel
terganggu. Candida albicans dapat menyebabkan invasi dalam endokarditis, aliran
darah, tromboflebitis, atau infeksi pada mata serta anggota tubuh lain bila dimasukan
secara intravena (jarum, hiperalimentasi, kateker, penyalahgunaan narkotika dan
sebagainya (Simatupang, 2009).

Gambar 2.2 Candida albicans


(Sumber : Simatupang, 2009)
Candida albicans bisa membentuk pseudohifa saat tunas-tunas terus
bertumbuh tetapi batal untuk melepaskan diri, dapat menghasikan rantai sel yang
memanjang dan tertarik pada septasi-septasi diantara sel. Candida albicans dapat
menghasilkan hifa sejat dan juga dapat bersifat dimorfik, (Simatupang, 2009).
2.3 Antijamur
2.3.1 Deskripsi Antijamur

7
Antijamur dapat didefinisikan sebagai zat yang berkhasiat untuk pengobatan
penyakit jamur.pada dasarnya suatu senyawa dikatakan sebagai zat antijamur apabila
senyawa itu dapat menghambat pertumbuhan jamur (Siswandono dan Soekardjo,
1995).
Zat antijamur dapat bekerja antara lain menyebabkan kerusakan dinding sel,
perubahan pada permeabilitas sel, perubahan pada molekul protein dan asam nukleat,
hambatan kerja enzim, atau hambatan sintesis asam nukleat serta protein. Kerusakan
pada salah satu situs ini dapat menyebabkan awalnya terjadinya perubahan-perubahan
yang menuju pada matinya sel tersebut (Pelezar dan Chan, 1988).
2.3.2 Cara kerja Anti Jamur
Berdasarkan pernyataan dari Ganiswara (1995), cara kerja anti jamur, obat
antijamur dibedakan menjadi 4 yaitu :
1) Dapat berikatan kuat dengan sterol yang terdapat pada membran sel jamur. Ikatan
ini mengakibatkan kebocoran membran sel, sehingga dapat kehilangan beberapa
bahan intrasel dan mengakabitkan kerusakan yang tetap pada sel jamur. Contoh:
nistatin dan amfoterisin.
2) Sel jamur masuk ke dalam sitosin dengan bantuan deaminasi serta dalam
sitoplasma akan bergabung dengan RNA setelah mengalami deaminase menjadi 5
fluorourasil. Sintesis protein sel jamur terganggu oleh penghambatan langsung
sintetis DNA oleh metabolit fluorourasil. Contoh : flusitosin.
3) Jamur dapat menghambat mitosis dengan mengikat protein mikrotubuler dalam
sel. Contoh : griseofulvin.
4) Menimbulkan gangguan terhadap sintesis asam nukleat atau penimbunan
peroksida dalam sel jamur sehingga terjadi kerusakan dinding sel yang
mengakibatkan permeabilitas terhadap berbagai zat intra sel meningkat . contoh :
imidazol (mikonazol , klotrimazol).
2.3.3 Senyawa metabolisme sekunder
1. Flavonoid

8
Flavonoid pada dasarnya merupakan pigmen yang dapat ditemukan secara
luas dalam bentuk senyawa glikon dan aglikon. Flavonoid-flavonoid yang terdapat di
alam antara lain adalah antosianin, isoflavon, flavon, leuko-antosianin,dan kalkon
(Rusdi, 1988). struktur dasar dari senyawa Flavanoid dapat dilihat pada gambar:

Gambar 2.3 Struktur Flavonoid


Senyawa flavanoid merupakan zat warna merah, ungu, dan biru, serta
sebagian zat yang berwarna kuning yang terdapat dalam tanaman. Sebagai warna
bunga, flavonoid dapat berperan untuk menarik serangga dan membantu proses
penyerbukan. Ada beberapa fungsi flavonoid yang mungkin bagi tumbuhan adalah
sebagai zat antimikroba, pengatur proses fotosintesis, sebagai zat pengatur tumbuh,
antivirus, dan antii sektisida. Sangat banyak flavonoid yang telah diketahui memberi
efek fisiologi tertentu. Oleh karena itu, tumbuhan yang mengandung flavonoid
banyak dipakai dalam pengobatan tradisional (Kristanti, dkk., 2008).
Tidak ada sesuatu yang begitu nampak mencolok seperti flavonoid yang
memberikan kontribusi indah pada bunga dan buah-buahan di alam. Ungu atau biru,
semua warna yang terdapat pada pelangi kecuali warna hijau. Secara biologi,
flavonoid memiliki peranan penting dalam penyerbukan pada tanaman oleh serangga.
beberapa flavonoid mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat menolak sejenis
ulat tertentu (Matsjeh, dkk., 1996).
Flavonoid memiliki struktur rantai karbon yang terdiri dari 15 atom karbon
dan ditafsirkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6. maknanya, struktur karbonnya
terdiri atas dua gugus C6 yang dihubungkan dengan rantai alifatik tiga karbon.
Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur, yaitu 1,2-diarilpropan atau

9
isoflavon, 1,3-diarilpropan atau neoflavonoid, , dan 1,1-diarilpropan atau
neoflavonoid. Flavonoid disintesis oleh tanaman sebagai respon terhadap infeksi
mikroba, jadi secara in vitro flavonoid efisien sebagai substansi antijamur dan
antimikroba yang dapat melumpuhkan banyak mikroorganisme. Kemungkinan
aktivitasnya disebabkan oleh kemampuan flavonoid membentuk ikatan dengan
protein terlarut dan dinding sel bakteri, semakin lipofilik suatu flavonoid semakin
merusak membrane mikroba (Cowan, 1999).
2. Terpenoid
Terpenoid merumpakan kelompok senyawa metabolit sekunder yang
terbesar dilihat dari jumlah senyawa atau variasi struktur dasar kerangkanya.
Terpenoid ditemukan sangat banyak dalam tanaman tingkat tinggi, meskipun
demikian, dari riset diketahui bahwa organisme laut, jamur, dan serangga juga
menghasilkan terpenoid. Selain dalam bentuk bebasnya, terpenoid di alam juga dapat
ditemukan dalam bentuk glikosil ester, iridoid, dan glikosida. Terpenoid juga
merupakan komponen utama penyusun minyak atsiri. Terpenoid adalah senyawa
yang mengandung hidrogen dan karbon atau karbon, hidrogen dan oksigen yang tidak
bersifat aromatis. Terpenoid tergolong dalam senyawa-senyawa yang mudah
menguap. Terpenoid memiliki struktur C10 dan penyusun minyak astiri (Achmad,
1986). Terpenoid dengan titik didih yang lebih tinggi disusun oleh diterpen (C20),
triperten (C30), dan tetraterpen (C40) dengan penambahan atom oksigen (Achmad,
1986, Cowan, 1999). Struktur dari unit isopren ditunjukan pada gambar berikut ini :

Gambar 2.4 Isopren

10
Terpenoid memiliki struktur karbon-karbon dengan jumlah kelipatan atom
lima. Diketahui bahwa sebagian besar terpenoid memiliki struktur karbon yang
dibangun oleh dua atau lebih unit C 5 yang disebut unit isopren (Kristanti, dkk., 2008).
Senyawa terpenoid memiliki atas beberapa unit isopren, mempunyai struktur siklik
dengan satu atau lebih gugus fungsional berupa gugus hidroksil dan gugus karbonil
(Rusdi, 1988).
Secara kimia terpenoid dapat dilarut dalam lemak dan dapat ditemukan di
dalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya terpenoid diekstraksi melalui jaringan
tumbuhan dengan memakai eter atau kloroform, dan bisa dipisahkan dengan
kromatografi pada silika gel atau alumina menggunakan pelarut eter atau kloroform
(Harborne, 1996). Beberapa hasil penelitian mengatakan bahwa senyawa terpenoid
memiliki aktivitas sebagai antibakteri yaitu monoterpenoid linalool, diterpenoid (-)
hardwicklic acid, phytol, triterpenoid saponin dan triterpenoid glikosida (Gunawan,
dkk., 2008).
3. Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa organik golongan yang terbanyak ditemukan
di alam. Hampir semua senyawa alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar
sangat banyak dalam berbagai jenis tumbuhan. Ciri khas semua alkaloid mengandung
paling sedikit satu atom N yang bersifat basa dan pada dasarnya merupakan bagian
dari cincin heterosiklik. Alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan,
tetapi sering kali kadar alkaloid kurang dari 1% (Kristanti, dkk., 2008).
Alkaloid dari tanaman kebanyakan amina tersier dan lainnya terdiri dari
nitrogen primer, sekunder dan quarterner (Poither, 2000). Semua alkaloid
mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan
sebagian besar atom nitrogen ini adalah cincin aromatis (Achmad, 1986)., alkaloid
dibedakan menjadi alkaloid asiklis Berdasarkan penyusun asam aminonya yang
berasal dari asam amino ornitin dan lisin. Alkaloid aromatis jenis fenilalanin berasal
dari fenilalanin, tirosin dan 3,4-dihidroksifenilalanin. Alkaloid jenis indol yang

11
berasal dari triptofan (Achmad, 1986). Struktur dari senyawa alkaloid dapat dilihat
dari gambar berikut:

N
H
Gambar 2.5 Struktur Dasar Alkaloid
Senyawa alkaloid dikelompokan berdasarkan jenis cincin heterosiklik
nitrogen yang merupakan bagian dari struktur molekul. Menurut pengelompokan ini,
alkaloid bisa dibedakan atas beberapa jenis, seperti piperidin, kuinolin, pirolidin,
indol, alkaloid piridin, dan isokuinolin (Kristanti, dkk., 2008).
4. Tanin
Tanin adalah senyawa antijamur golongan polimer fenolik. Tanin dapat bekerja
dengan cara mengendapkan protein dalam sel jamur sehingga bisa merombak
membran sel, oleh sebab itu pertumbuhan fungi terhambat (Cowan, 1999).

OH

HO O
OH

OH

Gambar: 2.6 struktur Tanin

2.4.4. Metode pengujian aktifitas antijamur


Pengujian aktivitas anti jamur sama halnya dengan menentukan kerentanan
jamur pada suatu zat antjamur. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan
antijamur in vitro antara lain adalah pH lingkungan, komponen media, ukuran
inokulum, stabilitas zat antijamur, masa inkubasi, dan aktivitas metabolisme
mikroorganisme (Asmaedy, 1991). Menurut Ganiswara (1995), metode yang

12
digunakan untuk menguji aktivitas antijamur in vitro berdasarkan prinsipnya dibagi
menjadi dua yaitu : metode difusi dan dilusi.
1. Metode Difusi
Pada metode difusi pada zat antijamur dapat ditentukan aktivitasnya
berdasarkan kemampuan berdifusi pada lempeng agar yang telah diinokulasi dengan
jamur uji. Prinsip dasar pengamatannya adalah dengan melihat ada atau tidaknya
daerah bening yang tidak memperlihatkan adanya pertumbuhan jamur (zona hambat)
yang terbentuk disekeliling zat antijamur. Metode ini dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu :
a. Cara Cakram (Disc)
Pada cara cakram digunakan cakram kertas saring yang mengandung zat
antijamur dengan kekuatan tertentu yang diletakkan pada lempeng agar yang telah
diinokulasi dengan jamur uji, selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 oC sampai 7
hingga 14 hari. Pengamatan dilakukan pada daerah bening yang terbentuk di
sekeliling kertas cakram yang memperlihatkan zona hambatan pertumbuhan jamur.
b. Cara Sumur
Pada lempeng agar yang telah diinokulasi oleh jamur uji dibuat sebidang
sumur. Sumur tersebut lalu dimasukan dengan zat uji, diinkubasi 37 oC selama 7
sampai 14 hari. Pengamatan dilakukan dengan cara memperhatikan ada atau tidaknya
zona hambatan di sekeliling sumur.
c. Metode Dilusi
Pada metode ini zat antijamur dicampur dengan media agar yang kemudian
diinokulasi dengan jamur uji. Pengamatan dilakukan dengan melihat tumbuh atau
tidaknya jamur dalam media. Metode ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu cara
penipisan lempeng agar dan cara pengenceran tabung.
1. Cara Penipisan Lempeng Agar
cara ini zat uji diencerkan sehingga menghasilkan suatu larutan uji yang
mengandung 100 μg/mL, larutan ini sebagai larutan sediaan. Dari larutan sediaan
dibuat secara serial penipisan larutan uji dengan metode pengenceran kelipatan dua

13
dalam media agar yang masih cair, setelah itu dituang ke dalam cawan petri.Jamur uji
diinokulasikan setelah agar membeku dan kering. Zat diinkubasi pada suhu 37 oC
selama 7 sampai 14 hari. Aktivitas zat uji ditentukan sebagai KHM.
2. Cara Pengenceran Tabung
Prinsip dasar dari cara ini merupakan penghambatan pertumbuhan jamur
dalam pembenihan cair oleh suatu zat antijamur yang dicampur ke dalam
pembenihan. Zat uji diencerkan secara serial dengan metode pengenceran kelipatan
dua dalam media cair, kemudian diinokulasi dengan jamur uji dan diinkubasi pada
suhu 37 oC selama 7 sampai 14 hari. Aktivitas zat uji ditentukan sebagai KHM.
2. Metode Ekstraksi
Metode Ekstraksi merupakan penarikan zat yang berkhasiat atau zat-zat yang
aktif dari bagian tumbuhan termasuk bunga, batang, daun, buah, maupun akar.
Tujuan dari ekstraksi bahan alam adalah guna menarik komponen kimia yang
terkandung pada bahan alam. Ekstraksi memiliki prinsip pemisahan massa komponen
zat pada suatu sampel ke dalam pelarut, dimana pemisahan massa komponen zat
tersebut dapat dimulai pada lapisan sampel kemudian berdifusi masuk ke dalam
pelarut (Ditjen POM, 2000). Ekstraksi merupakan peristiwa pemisahan zat terlarut
(solute) antara dua jenis pelarut yang tidak saling bercampur dengan tujuan untuk
memperoleh ekstrak atau sari murni (Achmadi, 1992). Menurut Harborne (1987),
ekstraksi adalah proses penyarian ataupun pemisahan komponen atau zat aktif suatu
simplisia termasuk metobolit sekunder dengan mempergunakan pelarut tertentu.
Proses ekstraksi ini ditujukan untuk memperoleh senyawa-senyawa tertentu dari
bahan yang mengandung komponen-komponen aktif.
Ada dua jenis ekstraksi yaitu ekstraksi dengan menggunakan pemanasan dan
tanpa pemanasan. Pengelompokan jenis ekstraksi dapat juga dilakukan berdasarkan
pelarut yang digunakan. Pada pengelompokan ini, ekstraksi dapat dibagi menjadi
ekstraksi tunggal dan ekstraksi bertingkat. Ekstraksi tunggal adalah teknik ekstraksi
pada bahan secara langsung dengan menggunakan satu jenis pelarut saja, sedangkan

14
pada ekstraksi bertingkat merupakan ekstraksi yang dilakukan berulang-ulang dengan
beberapa pelarut organic yang tingkat kepolarannya tidak sama (Malthaputri, 2007).
Prinsip ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik adalah bahan yang
akan diekstrak dilarutkan dalam pelarut organik selama selang waktu tertentu, hingga
komponen atau zat yang akan diekstrak/ akan terlarut dalam pelarut. Kelebihan dari
ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik adalah mendapatkan senyawa yang
lebih terkonsentrasi dan memiliki aroma yang hampir sama dengan bahan alami awal
(Malthaputri,2007).
Jenis serta mutu pelarut yang digunakan untuk menentukan keberhasilan
proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan dalam penarikan zat harus dapat melarutkan
zat yang dibutuhkan, mempunyai titik didih yang tidak toksik, rendah, murah dan
tidak mudah terbakar (Ketaren, 1986). Beberapa jenis metode ekstraksi dengan
menggunakan pelarut dibagi menjadi dua cara, yaitu cara dingin dan cara panas.
Ekstraksi cara dingin dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Maserasi
Maserasi merupakan proses penarikan zat atau metabolit sekunder yang
terdapat dalam simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan
pada temperatur ruang (Ditjen POM, 2000). Sisi positif dari ekstrasi dengan cara
maserasi adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan itu sederhana, cukup
terjangkau, sedangkan sisi negatifnya yakni membutuhkan waktu yang lama untuk
pengerjaannya. Untuk mendapatkan ekstrak cairan pada metode maserasi yaitu
dengan cara simplisia atau serbuk halus atau kasar dari tumbuhan dilarutkan dalam
pelarut dan disimpan dalam wadah tertutup untuk waktu tertentu dengan pengadukan
atau pengocokan sesuai dengan yang dibutuhkanya, sampai zat tertentu yang
terkandung didalamnya dapat terlarut. Metode ini baik digunakan untuk senyawa
yang termolabil (Tiwari et al., 2011).
Proses maserasi sangat menguntungkan dalam penarikan senyawa dalam
tumbuhan yang mengandung metabolit sekunder dikarena dengan proses perendaman
sampel tumbuhan atau simplisia pada pelarut akan terjadi pemecahan dinding dan

15
membran sel yang diakibat oleh perbedaan tekanan diluar atupun didalam sel
simplisia, hingga metabolit sekunder yang terdapat pada sitoplasma dalam simplisia
akan terlarut dalam pelarut organik dan penarikan senyawa akan sempurna
dikarenakan dapat mengatur lama tidaknya perendaman yang digunakan (Darwis,
2000).
b. Perkolasi
Perkolasi merupakan proses penarikan senyawa dari simplisia atau bahan
alam dengan menggunakan cara melewatkan pelarut organik pada sampel simplisia
sehingga pelarut tersebut dapat membawa senyawa organik bersamasamanya.
Efektifitas dari proses ini hanya akan lebih baik untuk senyawa organik yang sangat
mudah larut dalam pelarut yang digunakan (Darwis, 2000). Proses perkolasi terdiri
dari beberapa tahap yaitu tahap penyiapan bahan simplisia, merendam simplisia
dalam pelarut, tahap perkolasi antara, tahap perkolasi sebenarnya atau disebut dengan
penampungan ekstrak secara terus menerus hingga diperoleh ekstrak (perkolat).
Untuk menguji hasil dari perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat secara kualitatif
pada perkolat akhir ataupun dilakukan uji fitokimia (Tiwari et al., 2011).
Ekstraksi cara panas dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Sokletasi
Sokletasi merupakan proses ekstraksi yang menggunakan penyarian berulang
dan pemanasan. Penggunaan metode sini menggunakan cara memanaskan pelarut
sampai terbentuknya uap dan membasahi sampel. Kemudian Pelarut yang telah
membasahi sampel akan turun menuju labu pemanasan dan kembali lagi menjadi uap
guna membasahi sampel, hingga penggunaan pelarut dapat dihemat karena terjadinya
sirkulasi pelarut yang dapat terus membasahi sampel. Proses ini sangat baik
digunakan pada senyawa yang tidak terpengaruh oleh suhu yang tinggi (Darwis,
2000).
b. Refluks
Refluks merupakan penarikan zat zat senyawa dari tumbuhan atau simplisia
dengan mempergunakan pelarut pada temperatur titik didihnya, jumlah pelarut yang

16
digunakan bersifat terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik
selama waktu tertentu (Ditjen POM, 2000).
c. Infusa
Infusa merupakan metode penyarian ataupun penarikan zat zat senyawa pada
tumbuhan atau implisia menggunakan pelarut air dengan cara panas yaitu pada
temperatur penangas air yang dimana bejana infusa tercelup dalam penangas air yang
bertemperatur 96-98 ̊ C , pada waktu tertentu 15 sampai 20 menit. Metode
penyaringan simplisia senyawa ini menghasilkan larutan yang encer dan komponen
yang mudah larut dari simplisia(Tiwari et al., 2011).
d. Dekok
Dekok merupakan salah satu metode penyarian senyawa pada tumbuhan atau
simplisia dengan cara panas dengan menggunakan pelarut air pada temperatur tinggi
yang berkisar 90 ̊ C selama 30 menit. Metode ini dapat dipergunakan untuk
penyaringan senyawa atau ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen
yang stabil terhadap suhu tinggi (Tiwari et al., 2011).
2.5 Kerangka Pemikiran
Infeksi atau peradangan adalah penyakit yang sangat mudah dijumpai di
daerah tropis seperti contohnya Indonesia. Penyebab dari penyakit infeksi salah
satunya adalah infeksi karena jamur. Jamur adalah suatu mikroorganisme eukariotik
berinti sel, dapat menghasikan spora, tidak menghasilkan klorofil, serta mampu
berkembang biak secara aseksual dan seksual . Salah satu jenis jamur yang dapat
menyebabkan infeksi adalah jamur Candida albicans.
Penyakit yang dapat disebabkan oleh jamur Candida albicans tersebut dapat
diobati atau ditanganu dengan menggunakan tanaman yang dapat dijadikan obat
herbal, salah satu tanaman tersebut adalah tanaman Seledri (Apium graveolens lin)
Daun seledri berupa daun tipis, rapuh, berbentuk belah ketupat miring, panjang
mencapai 2 sampai 8 cm, lebar mencapai 2 sampai 5 cm, pangkal dan ujung anak
daun runcing, panjang tangkai anak daun mencapai 1 sampai 3 cm. tanaman seledri
berwarna hijau tua dengan aroma dan rasa yang khas (Kemenkes RI, 2010).Tanaman

17
seledri dapat tumbuh di dataran rendah maupun tinggi. Untuk dapat menghasilakn
kualitas tanaman yang baik, seledri memerlukan suhu tumbuh berkisaran kuran lebih
15 hingga 24 C. dilihat dari sentra penanaman seledri di berbagai tempat di Indonesia,
o

tanaman ini dapat dibudidayakan di daerah dengan ketinggian tempat 1.000 hingga
1.200 mdpl (Rukmana, 1995).
Pada dasarnya senyawa yang berkhasiat sebagai antijamur yang berasal dari
tanaman diketahui merupakan senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam
tanaman. Senyawa metabolit sekunder antara lain adalah alkaloid, flavonoid, tanin,
dan saponin dapat dijadikan sebagai antijamur. Alkaloid dapat berikatan dengan DNA
sel dan mengganggu fungsi sel pada mikroba atau jamur, flavonoid bekerja dengan
cara mendenaturasi protein sel mikroba dan dapat merombak serta merusak mebran
mikroba tanpa bisa diperbaiki lagi, tanin bekerja dengan cara merusak membrane sel
hingga tanin dapat menghambat pertumbuhan mikroba, dan saponin dapat merusak
membrane sitoplasma dan membunuh sel mikroba (Rahayu, 2013).
Selain itu, peneliti-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya banyak
mengungkapkan bahwa senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada tumbuhan
dapat berpotensi sebagai antimikroba ataupun antijamur, diantaranya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Patra Inova Ardelina dkk, (2011). yang meneliti
tentang “Aktivitas Antijamur Air Perasan Daun Seledri (Apium Graveolens L.)
Terhadap candida albicans secara in vitro”.dari penelitian tersebut memperoleh hasil
bahwa air perasan daun seledri mempunyai efek antijamur terhadap C.albicans secara
in vitro dan konsentrasi air perasan daun seledri 50% membentuk diameter daerah
hambat yang besar terhadap C.albicans secara in vitro. selanjutnya penelitian yang
dilakukan oleh Melinda Agustina Restuningsih (2016) meneliti tentang “Uji Aktifitas
Anti Fungsi Herba Seledri (Apiu graveolens L) Terhadap jamur candida albicans”
hasil yang diperoleh adalah uji aktifitas anti fungsi herba seledri (Apiu graveolens L)
Terhadap candida albicans dapat menghambat pertumbuhan candida albicans.
Berdasarkan hal tersebut sehingga peneliti tertarik untuk menelitian tentang
Uji Daya Hambat Ekstrak seledri (Apium graveolens L.) Terhadap Pertumbuhan

18
Jamur Candida albicans dengan menggunakan beberapa pelarut yaitu pelarut n-
heksana, etil-asetat dan methanol dengan tujuan untuk melihat pelarut manakah yang
paling baik dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans. Skema
kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar 2.6

Gambar 2.6.Skema kerangka pemikiran

19
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 juni- 29 juli 2021 di Laboratorium
Agroteknologi Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Tadulako.

3.2. Sampel penelitian


Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman Seledri yang
diambil dari desa Tamadue kecamatan lore timur kabupaten Poso.

3.3. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian meliputi: Neraca digital, gelas ukur
100 ml, gelas ukur 1000 ml, gelas kimia 250 ml, gelas kimia 100 mL, labu ukur 50
ml, labu ukur 100 mL, tabung reaksi, rak tabung reaksi, corong pisah, batang
pengaduk, jarum ose, vortex, penangas listrik, plastik tahan panas, alat penggiling,
Erlenmeyer 200 mL, Erlenmeyer 500 mL, shaker, pipet tetes, autoklaf, inkubator,
cawan petri, blender, magnetik stirer, pinset, spatula, aluminium foil, tissue, gunting,
jangka sorong dan penggaris.
Bahan-bahan yang digunakan meliputi: heksana, E-asetat methanol, kertas
label, jamur candida albicans, Media NA (Nutrien agar), media NB (Nutrien broth),
larutan MC.Farland, kertas saring, daun dan batang seledri, larutan HCl pekat, logam
Mg, larutan H2SO4 pekat dan reagen Mayer.
3.4. Prosedur Kerja
3.4.1. Preparasi sampel
Langkah pertama yaitu Mengambil tanaman seledri lalu dicuci dengan bersih
dan dikeringkan dengan cara diangin-anginka, selanjutnya tanaman Seledri yang telah
kering diblender dan digiling sehingga menjadi serbuk, setelah itu Menyimpan serbuk
yang telah diperoleh di dalam wadah tertutup rapat dan kering.
3.4.2. Sterilisasi Alat

20
Mensterilkan peralatan yang digunakan dengan menggunakan autoklaf pada
suhu 121 oC selama 20 menit.
3.4.3. Pembuatan Ekstrak Tanaman Seledri (Apium graveolens L.)
A. Untuk Uji Daya Hambat Jamur
Langkah pertama yang dilakukan adalah Menyediakan tiga buah erlenmeyer
yang bersih dan kering. Selanjutnya menambahkan sebanyak 100 gram ekstrak
Tanaman Seledri ke dalam masing-masing erlenmeyer. Selanjutnya Menambahkan
sebanyak 300 ml n-Heksana pada Erlenmeyer I, 300 ml etil-asetat pada Erlenmeyer
II, dan 300 ml Metanol pada Erlenmeyer III. Kemudian Ketiga erlenmeyer yang
berisi campuran tersebut dishaker selama 24 jam. Setelah itu, menyaring ketiga
campuran tersebut untuk memisahkan filtrate dan residunya. Filtrat yang diperoleh
akan digunakan untuk uji daya hambat jamur.
B. Untuk Uji Metabolit Sekunder
Langkah pertama yang dilakukan adalah menyediakan tiga buah erlenmeyer
yang bersih dan kering.Selanjutnya menambahkan sebanyak 10 gram ekstrak seledri
ke dalam masing-masing erlenmeyer. lalu menambahkan sebanyak 100 ml n-Heksana
pada Erlenmeyer I, 100 ml etil-asetat pada Erlenmeyer II, dan 100 ml Metanol pada
Erlenmeyer III. Ketiga erlenmeyer yang berisi campuran tersebut dishaker selama 24
jam.Setelah itu, menyaring ketiga campuran untuk memisahkan antara residu dan
filtrat.Filtrat yang diperoleh digunakan untuk uji metabolit sekunder.
3.4.4.
3.4.4. Uji senyawa metabolit sekunder dari ekstrak Tanaman Seledri(Apium
graveolens L)
3.4.4.1. Uji alkaloid (Mustikasari dan Ariyani, 2010)
Mengambil masing-masing sebanyak 2 ml sampel Tanaman seledri yang telah
diekstraksi dengan pelarut heksana,etil-asetat dan methanol ke dalam masing- masing
3 buah tabung reaksi yang berbeda. Setelah itu masing-masing ekstrak ditambahkan 3
tetes asam klorida pekat dan 5 tetes reagen Mayer. Jika masing-masing larutan
terbentuk endapan putih maka sampel positif mengandung alkaloid.

21
3.4.4.2. Uji Flavonoid (Mustikasari dan Ariyani, 2010)
Mengambil masing-masing sebanyak 2 ml sampel tanaman seledri yang telah
diekstraksi dengan masing-masing pelarut heksana,etil-asetat dan methanol kemudian
dipanaskan kurang lebih 5 menit. Setelah dipanaskan masing-masing ditambahkan
dengan 0,1 gram logam Mg dan 5 tetes HCl pekat. Jika masing-masing larutan
terbentuk warna kuning jingga sampai merah, maka positif mengandung flavonoid.
3.4.4.3. Uji Triterpenoid (Septianingsih, 2013)
Mengambil masing-masing sebanyak 2 ml sampel tanaman seledri yang telah
diekstraksi dengan pelarut heksana, etil-asetat dan methanol. Setelah itu masing-
masing ekstrak, ditambahkan dengan 3 tetes HCl pekat dan 1 tetes H2SO4 pekat. Jika
masing-masing larutan terbentuk warna merah atau ungu maka positif mengandung
terpenoid.
3.4.4.4. Uji Steroid (Septianingsih, 2013)
Mengambil masing-masing sebanyak 2 ml sampel tanaman seledri yang telah
diekstraksi dengan heksana,etil-asetat dan methanol.Setelah itu masing-masing
ekstrak, ditambahkan dengan 3 tetes HCl pekat dan 1 tetes H2SO4 pekat. Jika
masing-masing larutan terbentuk warna hijau maka positif mengandung Steroid.

3.4.5. Pembuatan media NA (Nutrien agar) dan NB (Nutrien Broth)


3.4.5.1. Pembuatan media NA (Nutrien agar)
Menimbang sebanyak 15 gram nutrien agar kemudian menambahkan aquades
sebanyak 300 ml. kemudian memanaskan sambil diaduk campuran tersebut sampai
nutrien agar larut secara sempurna dan campuran menjadi jernih. selanjutnya
mengambil 60 ml nutrien agar yang telah dibuat dan dituangkan ke dalam enam
cawan petri steril yang masing-masing cawan petri berisi 10 ml sebagai layer bawah.
Setelah itu, membungkus cawan petri yang berisi media dengan plastik tahan panas
lalu disterilisasikan selama 15 menit di dalam autoklaf pada suhu 121 oC dan tekanan
1 atm sehingga menghasilkan media yang telah steril.
3.4.5.2 . Pembuatan media NB (Nutrien Broth)

22
Menimbang Nutrien Broth sebanyak 3,25 gram dan ditambahkan aquades
sebanyak 250 ml. Kemudian diaduk sampai Nutrien Broth larut. Mengambil media
Nutrien Broth yang telah dibuat sebanyak 30 ml, kemudian menambahkan jamur
Candida albicans beberapa ose serta disetarakan dengan kekeruhan larutan standar
MC. Farland. Penambahan jamur dihentikan setelah kekeruhan media setara dengan
kekeruhan larutan standar MC. Farland. Mengocok campuran agar tercampur secara
merata. Selanjutnya, membandingkan campuran tersebut dengan larutan MC. Farland
untuk menyetarakan kekeruhannya. Jika kekeruhannya melebihi larutan MC. Farland
maka dilakukan poenambahan media Nutrien Broth sampai kekeruhannya sama dan
setelah itu diinkubasi (didiamkan) selama 24 jam pada suhu 37 ̊ C di dalam incubator
sehingga menghasilkan media yang agak bening.
3.4.6. Uji Daya Hambat Jamur Ekstrak Tanaman Seledri (Apium graveolens
L.)
Mengambil media nutrien agar (NA) yang telah dibuat sebanyak 150 ml dan
dicampurkan dengan campuran (NB + jamur) yang telah disterilkan dengan larutan
MC.Farland. selanjutnya menuang kedua campuran tersebut ke dalam enam cawan
yang telah berisi nutrien agar (NA) dan masing-masing cawan sebanyak 30 ml
sebagai layer atas. kemudian mendinginkan campuran tersebut hingga campuran
menjadi padat. Setelah media padat, membuat lubang sumuran pada tengah cawan
dengan menggunakan alat pencetak kue dan mengangkat bagian tengahnya dengan
menggunakan pinset/spatula sehingga terbentuk tempat ekstrak seledri. Setelah itu
menambahkan ekstrak seledri yang telah diekstraksi dengan masing-masing pelarut
etil-asetat, methanol dan heksana pada lubang sumuran yang telah dibuat ± 1 ml dan
selanjutnya diinkubasi (didiamkan) selama 24 jam pada suhu 37 ̊ C. Lalu Mengamati
dan mengukur diameter daya hambat pertumbuhan jamur Candida albicans

3.4.7 Pengukuran Daya Hambat


Pengukuran daya hambat jamur dapat dilakukan dengan rumus sebagai
berikut:

23
Luas C = Luas D – (Luas A – Luas B)

% = x 100%

Dimana :
Luas C = Luas daerah yang ditumbuhi jamur
Luas D = Luas Cawan petri
Luas B = Luas Sumuran
Luas A = Luas daerah yang tidak ditumbuhi jamur

24
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S. A. (1986). Buku Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam, Jakarta:
Universitas Terbuka, Depdikbud.

Ariani, Dwi, R.S., Susanti, E.VH., dan Endang, S. (2004). Analisis Fitokimia Minyak
Atsiri Rimpang Temu Glenyeh (Curcuma soloensis Val) dari daerah
Karanganyar serta Pengaruhnya Terhadap Jamur Penyebab Utama
Dematofitoris dan Kandidiasis. Surakarta: Lembaga Penelitian Universitas
Sebelas Maret.

Asmaedy, S. (1991). Uji Mikroorganisme terhadap Lengkuas yang Digunakan


sebagai Antijamur. Padang : Pusat Penelitian Universitas Andalas.

Betina V. 1973. Bioautography in paper and Thin Layer Chromatography and Its
Scope in the Antibiotic Field. J. Chromatography (78): 41-51

Darwis. D. 2000 Teknik Dasar Laboratorium Dalam Penelitian Senyawa Bahan


Alami Hayati. Workshop Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam
Bidang Kimia Organik Bahan Alami Hayati. FMIPA Universitas Andalas
Padang.

Dewi, C, R. (2009). Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Buah Pare Belut. Skripsi.Tidak
diterbitkan. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Dhayanti, A.P., Trisunuwati, P., dan Murwani, S. (2012). “Efek Antimikroba Ekstrak
n-heksana Daun Kelor (Moringa oleifera Lamk) Terhadap Esherichia coli
Secara In Vitro. Journal Of Pure And Applied Sciences. 3(1) : 43-48.

Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.Departemen


Kesehatan RI, Jakarta.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

25
Ganiswara, S.G. (1995). Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi.Jakarta:
FKUI.

Gunawan, IW.G., Bawa, G.IG., dan Sutrisnayanti, N.L. (2008). “Isolasi Dan
Identifikasi Senyawa Terpenoid yang Aktif Antibakteri Pada Herba Meniran
(phyllanthus niruri Linn) ”. Jurnal Kimia. 2(1) : 31-39.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. : Penerbit ITB.

Indah & Darmawati. 2013. Keajaiban Daun Tumpas Tuntas Penyakit Kanker,
Diabetes, Ginjal, Hepatitis, Kolesterol, Jantung.Tribun Media. Surabaya. 36-
38

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama.
UI-Press, Jakarta.

Kumalasari, E., dan Sulistyani, N. (2011). Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol Batang
Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen.) Terhadap Candida albicans
Serta Skrining Fitokimia. Jurnal Ilmiah Kefarmasian. 1(2), 51-62.

Malthaputri ER. 2007. Kajian Aktivitas Antimikroba Ekstrak Kulit Kayu Mesoyi
(Cryptocaria massoia) terhadap Bakteri Pathogen dan Pembusuk Pangan.

Matsjeh, S., Sastrohamidjojo, H., dan Sastrosajono, R. (1996). Kimia Organik II.
Yogyakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Guru.

Pelezar, M.J., dan Chan, E.C.S. (1988). Dasar-dasar Mikrobiologi. Jilid 2.

Penerjemah Ratna Siri hadioetomo, dkk. Jakarta: Universitas Indonesia Press.


Pharmaceutica Sciencia. 1(1) : 98-106. Phytochemical Screening and
Extraction A review. Internationale

26
Rahayu, P. (2013). Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) buah belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L) terhadap pertumbuhan Candida albicans. Skripsi Sarjana
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. Makasar. Tidak
diterbitkan.

Rusdi. (1988). Tetumbuhan sebagai Sumber Obat. Padang: Pusat Penelitian Andalas.

Santoso S, Soemardini, Nugroho PA. 2010. Efektivitas Ekstrak Etanol Seledri


(Apium Graveolens) Sebagai Antifungal Terhadap Candida Albicans Secara
In Vitro. Jurnal penelitian. FKUB Malang.

Semangun, H. (1996). Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta: Universitas


Gadjah Mada.

Setiawati, W., Murtiningsih, R., Gunaeni, N., dan Rubiati, T. (2008).Tumbuhan


Bahan Pestisida Nabati Dan Cara Pembuatannya untuk Mengendalikan
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Bandung: Balai Penelitian
Tanaman Sayuran.

Simatupang, M.M. (2009). Candida albicans. Sumatra Utara: Penelitian Dosen


Departemen Mikrobiologi Fakultas kedokteran USU.

Sipailine, et al, 2005. Composition and Antimicrobial Activity of Celery (Apium


graveolens) Leaf and Root Extracts Obtained with Liquid Carbon Dioxide

,Department of Food Technology Kaunas University of TechnologyLithuania.Proc.


WOCMAP III, Vol. 3.

Siswandono, dan Soekardjo, B. (1995). Kima Medisinal. Surabaya: Universitas


Airlangga Press. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

27
Sulistyawati, D., dan Mulyati, S. (2009) telah melakukan penelitian tentang Uji
Aktivitas Antijamur Infusa Daun Jambu Mete (Anacardium occidentale, L)
Terhadap Candida albicans. BIOMEDIKA. 2(1), ISSN 1979-35X.

Tiwari, Kumar., Kaur Mandeep, Kaur Gurpreet and Kaur Harlend. 2011. Triharso, P.
(1996). Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Yogyakarta:Universitas Gadjah
Mada.

Widowati, I., Efiyati, S., dan Wahyuningtyas, S. (2014). Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Daun Kelor (Moringa Oleifera) Terhadap Bakteri Pembusuk Ikan
Segar (Pseudoonas aeruginosa. PELITA. 9(1), 146-157

28

Anda mungkin juga menyukai