PADA ANAK
OLEH :
1. Anita sugiartanti (14.401.17.010)
2. Ari wahyu P ( 14.401.17.012)
3. Arrohiqi mahtum ( 14.401.17.011)
4. Astriani ( 14.401.17.014)
5. Avinda yulia P ( 14.401.17.015)
6. Fitri amalia ( 14.401.17.035)
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bibir sumbing adalah cacat bawaan yang menjadi masalah tersendiri di
kalangan masyarakat, terutama penduduk dengan status sosial ekonomi yang
lemah. Akibatnya operasi dilakukan terlambat dan malah dibiarkan sampai
dewasa. FoghAndersen di denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah
langit-langit 1,47/100 kelahiran hidup. Hasil yang hampir sama juga dilaporkan
oleh Woolf dan Broadbent di Amerika Serikat serta Wilson untuk daerah
Inggris. Neel menemukan insiden 2.1/100 penduduk di Jepang. Insiden bibir
sumbing di Indonesia belum diketahui. Etiologi bibir sumbing dan celah langit-
langit adalah multifaktor. Selain factor genetik juga terdapat faktor non genetik
atau lingkungan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir
sumbing dan celah langit-langit adalah usia ibu waktu melahirkan, perkawinan
antara penderita bibir sumbing, defisiensi Zink waktu hamil dan defisiensi vita
min B6 dan asam folat. Bayi yang terlahir dengan bibir sumbing harus
ditangani oleh klinisi dari multidisiplin dengan pendekatan team-
based, agar memungkinkan koordinasi efektif dari berbagai aspek multidisiplin
tersebut (Ngastiyah, 2005).
Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki karena akan mengganggu
pada waktu menyususui dan akan mempengaruhi pertumbuhan normal rahang
serta perkembangan bicara. Penatalaksanaan labopalagnatoskizis adalah
operasi. Bibir sumbing dapat ditutup pada semua usia, namun waktu yang
paling baik adalah bila bayi berumur 10 minggu, berat badan mencapai 10 pon,
Hb >10g%. Dengan demikian umur yang paling baik untuk operasi sekitar 3
bulan (Ngastiyah, 2005).
Terobosan terbaru untuk kasus bibir sumbing didasarkan paska studi terhadap
DNA pada sekitar 8000 orang yang memiliki riwayat bibir sumbing di 10
negara. Dari angka tersebut diperoleh sembilan variasi yang disebut Single
Nucleotida Poly morphisms (SNP5) dalam gen bernama IRF6. Gen IRF6
merupakan gen penyebab terjadinya kasus bibir sumbing. Selain itu, mereka
yang mengalami cacat tersebut disebabkan karena kekurangan nutrisi dan
1
faktor keturunan. Labiopalatoskisis merupakan deformitas daerah mulut berupa
celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa
embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak
tumbuh bersatu. Belahnya belahan dapat sangat bervariasi, mengenai salah
satu bagian atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan
palatum durumserta molle. Suatu klasifikasi berguna membagi struktur-struktur
yang terkena menjadi: Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus
dan palatum durum di belahan foramen incisivum. Palatum sekunder meliputi
palatum durum dan molle posterior terhadap foramen. Suatu belahan dapat
mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan
dapat unilateral atau bilateral. Kadang-kadang terlihat suatu belahan
submukosa, dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang
dan jaringan otot palatum. Labiopalatoskisis ini dapat segera
diperbaiki dengan pembedahan. Bila sumbing mencakup pula palatum mole
atau palatum durum, bayi akan mengalami kesukaran (Reksoprodjo, 2010).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep teori dari labiopalatognatoskizis?
2. Bagaimana pengkajian keperawatan klien dengan labiopalatognatoskizis?
3. Bagaimana diagnosa keperawatan klien labiopalatognatoskizis?
4. Bagaimana intervensi keperawatan klien labiopalatognatoskizis?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Diharapkan dapat memahami dan menegetahui tentang konsep teori dan
asuhan keperawatan labiopalatognatoskizis.
2. Tujuan Khusus
a) Mahasiswa mampu mengetahui konsep labiopalatognatoskizis.
b) Mahasiswa mampu mengetahui pengkajian pada pasien dengan
labiopalatognatoskizis.
c) Mahasiswa mampu mengetaui diagnosa keperawatan pada pasien
dengan labiopalatognatoskizis.
d) Mahasiswa mampu mengetahui intervensi keperawatan pada pasien
dengan labiopalatognatoskizis.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Etiologi
Kelainan ini diduga terjadi akibat infeksi virus yang diderita ibu pada
kehamilan trimester I. Jika hanya terjadi sumbing pada bibir, bayi tidak akan
mengalami banyak gangguan karena masih dapat diberi minum dengan dot
3
biasa. Bayi dapat mengisap dot dengan baik asalkan dotnya diletakkan di
bagian bibir yang tidak sumbing. Kelainan bibir ini dapat segera diperbaiki
dengan pembedahan. Bila suming mencakup pula palatum mole atau
palatum duru, bayi akan mengalami kesukaran minum, walaupun bayi dapat
mengisap tetapi bahaya tersedak mengancam. Bayi dengan kelainan bawaan
ini akan mengalami gangguan pertumbuhan karena sering menderita infeksi
saluran pernapasan akibat aspirasi. Keadaan umum yang kurang baik juga
akan menunda tindakan untuk memperbaiki kelainan tersebut (Ngastiyah,
2005)
Sedangkan menurut (Maryunani, 2014) penyebab terjadinya
labiognatopalatoskizis yaitu:
a. Faktor herediter
Sebagai faktor yang sudah dipastikan 75% dari faktor keturunan resesif
dan 25% bersifat dominan karena mengalami mutasi gen dan kelainan
kromosom. Faktor Genetik atau keturunan dimana material genetic
dalam kromosom yang mempengaruhi. Dimana dapat terjadi karena
adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang
normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom
non-sex (kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom sex ( kromosom
X dan Y ) yang menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing
terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom
13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap
selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir
sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak,
jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan
frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.
b. Banyak ditemukan pada anak-anak dengan abnormalitas kromosom
c. Faktor eksternal /lingkungan
1) Faktor usia ibu
2) Obat-obatan, asetosal, aspirin, rifampisin, finasetin, sulfonamid,
aminoglikosoid, indomestasin, asam flufetamat, ibuprofen,
penisilamin, antihistamin dapat menyebabkan celah langit-langit.
Anyineoplastik, kortikosteroid
4
3) Nutrisi
Defisiensi Zn dan B6, vitamin C, asam folat selama trimester
pertama kehamilan
4) Penyakit infeksi seperti sifilis, virus rubellatoxoplasmosis dan
klamidia
5) Radiasi
Pemaparan maternal terhadap bahan kimia laboratorium umumnya
tidak dilihat sebagai sesuatu yang penting, namun pemaparan
terhadap larutan organik, khususnya benzen, dilihat sebagai faktor
pendukung untuk peningkatan malformasi puncak neuron pada
keturunan, termasuk pembentukan celah orofasial
6) Stress emosional
7) Trauma (trimester pertama) (Maryunani, 2014).
3. Tanda dan Gejala
e. Pada bayi tidak terjadi regurgitas nasal ketika menyusui yaitu keluarnya
air susu dari hidung.
5
Regurgitasi makanan dapat menimbulkan masalah pernafasan, iritasi paru
dan infeksi pernafasan kronis. Pembedahan umum sebelum anak mulai
berbicara, pembedahan ulang pada usia 15 bulan.
Sumbing bibir (labioskizis) tidak banyak gangguan dan bayi masih bisa
minum dengan dot. Sumbing palatum (palatoskizis) sering menumbulkan
bayi sukar minum, bahaya tersedak yang dapat menyebabkan terjadinya
aspirasi, infeksi pernafasan dan gangguan pertumbuhan (Maryunani, 2014).
4. Klasifikasi
Menurut (Reksoprodjo, 2010) jenis belahan pada labioskizis dan
labiopalatoskizis dapat sangat bervariasi, bisa mengenal salah satu bagain
atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum
durum, serta palatum mlle. Suatu klasifikasi membagi struktur-struktur yang
terkena menjadi beberapa bagian berikut :
a) Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum
durum di belahan foramen insisivum.
b) Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior
terhadap foramen.
c) Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer
dan palatum sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau bilateral.
d) Terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini
mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot
palatum.
Klasifikasi dari kelainan ini diantaranya berdasarkan akan dua hal yaitu :
a) Klasifikasi berdasarkan organ yang terlibat
1) Celah di bibir ( labioskizis )
2) Celah di gusi ( gnatoskizis )
3) Celah di langit ( palatoskizis )
4) Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan
langit langit (labiopalatoskizis)
b) Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk:
6
Pembagian berdasarkan International Classification of the Diseases
(ICD), mencakup celah anatomis organ terlibat, lengkap atau tidaknya
celah, unilateral atau bilateral; digunakan untuk sistem pencatatan dan
pelaporan yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO).
Celah pada bibir dapat ditemukan tipe unilateral (satu sisi) atau
bilateral (dua sisi), tipe komplit atau inkomplit. Kerusakan terjadi
hingga pada daerah alveolar sehingga menjadi sebuah perencanaan
dalam pembedahan sebagai perbaikan. Umumnya kelainan celah pada
kelahiran terbagi dalam 2 kategori yaitu :
1) Unilateral komplit.
Jika celah sumbing yang terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung atau dengan kata lain unilateral
komplit memberikan gambaran keadaan dimana te1ah terjadi
pemisahan pada salah satu sisi bibir, cuping
hidung dan gusi. Unilateral komplit memiliki dasar dari palatum
durum yang merupakan daerah bawah daripada kartilago hidung.
2) Unilateral Inkomplit.
7
.
3) Bilateral Komplit.
Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga
ke hidung. Dapat terlihat adanya penonjolan pada daerah premaxilla,
Oleh karena terjadi ketidak adaannya hubungan dengan daerah lateral
dari pada palatum durum
5. Patofisiologi
Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak
terbentuknya mesoderm, pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah
menyatu (proses nasalis dan maksilaris) pecah kembali. Labioskizis terjadi
akibat fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis
medial yang diikuti disfusi kedua bibir, rahang, dan palatum pada garis
tengah dan kegagalan fusi septum nasi. Gangguan fusi palatum durum serta
palatum mole terjadi sekitar kehamilan ke-7 sampai 12 minggu . Semua yang
8
mengganggu pembelahan sel dapat rnenyebabkan ini: defisiensi, bahan-
bahan obat sitostatik, radiasi.
Problem yang ditimbulkan akibat cacat ini adalah psikis, fungsi dan
estetik ketiganya saling berhubungan, Problem psikis yang mengenai orang
tua dapat diatasi dengan penerangan yang baik. Bila cacat terbentuk lengkap
sampai langit-langit, bayi tidak dapat mengisap. Karena sfingter muara tuba
eustachii kurang normal lebih mudah terjadi infeksi ruang telinga
tengah. Sering ditemukan hipolplasia pertumbuhan maksilla sehingga gigi
geligi depan atas atau rahang atas kurang maju pertumbuhannya. Insersi
yang abnormal dari tensor veli palatini menyebabkan tidak sempurnanya
pengosongan pada telinga tengah.
Infeksi telinga rekuren menyebabkan hilangnya
pendengaran yang dapat rnernperburuk pengucapan yang abnormal. Mekani
smeveloparingeal yang utuh penting dalam menghasilkan suara non nasal
dan sebagai modulator aliran udara dalam produksi fonem lainnya yang
membutuhkan nasal coupling, Maniputasi anatomi yang kompleks dan sulit
dari mekanisme veloparingeal, jika tidak sukses dilakukan pada awal
perkernbangan pengucapan, dapat menyebabkan berkurangnya pengucapan
normal yang dapat dicapai (Reksoprodjo, 2010).
Pathway
9
10
6. Komplikasi
Menurut (Wahid, 2012) komplikasi yang terjadi pada pasien
labioplatognatoskizis antara lain:
a. Jalan Nafas
Obstruksi pernafasan primer jarang dan muncul secara khusus pada
bayi dengan rangkaian Pierre-Robin. Episode hipoksia sewaktu tidur dan
pemberian minum dapat membahayakan. Obstruksi jalan nafas
intermiten lebih sering terjadi dan ditangani dengan merawat bayi
dengan kecenderungan tersebut. Kasus yang lebih berat dan bahaya
saluran nafas persisten dapat ditangani dengan “tetap memakai intubasi
nasofaring” untuk mempertahankan jalan nafas. Pelekatan lidah ke bibir
bawah dengan cara bedah (labioglosopeksi) dalam beberapa hari
pertama setelah kelahiran merupakan sebuah alternatif namun jarang
dipraktekkan metode manajemen seperti itu
b. Kesulitan Makan
11
ASI dari botol. Masih memungkinkan untuk memberi ASI pada
beberapa bayi dengan celah palatum yang tidak begitu berat, walaupun
ini nantinya menuntut kesabaran lebih dan modifikasi teknik pemberian
ASI
c. Masalah Pendengaran
d. Kesulitan Berbicara
12
Anak-anak dengan celah bibir umumnya dapat berbicara normal
atau mendekati normal. Beberapa anak dengan celah palatum (tersendiri
atau sebagai bagian dari celah bibir/palatum) mengalami perkembangan
berbicara lebih lambat dibandingkan anak-anak lainnya. Kata-kata
mereka mungkin terdengar sengau, dan mereka mungkin kesulitan
menghasilkan beberapa suara konsonan. Bagaimanapun, setelah
perbaikan celah palatum, kebanyakan anak-anak biasanya mengejar dan
mengembangkan kemampuan berbicara yang mendekati normal,
walaupun beberapa dari mereka membutuhkan terapi berbicara atau
pembedahan tambahan nantinya.
e. Masalah Gigi
13
A. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Anak dengan ibu defisiensi asam folat saat trimester pertama dan
karena faktor herediter
b. Keluhan Utama
Klien tidak mampu menelan dan menyusui, terlihat adanya celah di
bibir dan palatum
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah mengalami
trauma pada kehamilan trimester I. Bagaimana pemenuhan nutrisi ibu
saat hamil, kecukupan asam folat, obat-obat yang pernah dikonsumsi
oleh ibu dan apakah ibu pernah stress saat hamil.
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Mengkaji berat dan panjang bayi saat lahir, pola pertumbuhan,
pertambahan dan penurunan berat badan, riwayat otitis media dan
infeksi saluran pernafasan atas
e. Riwayat kesehatan keluarga
Anggota keluarga ada yang mengalami labiopalatoskizis.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Kesadaran : Biasanya anak dengan labiopalatoskizis kesadarannya
composmentis.
2) Tanda-tanda vital :
Denyut nadi : Nadi cepat karena anak atau bayi dengan
labiopalatoskizis mengalami dyspnea.
Suhu : Normal
Respirasi : bayi dan anak dengan labiopalatoskizis akan mengalami
distres pernafasan, dyspnea.
3) Head to toe
(a) Kepala dan leher
8
(1) Kepala
Tidak ada penambahan lingkar kepala karena mengalami
gangguan tumbuh kembang
(2) Mata
Biasanya pada anak dengan labiopalatoskizis tidak terjadi
abnormal pada mata
(3) Hidung
Distorsi pada hidung, adanya rongga pada hidung
(4) Mulut
Tampak adanya celah pada tekak (uvula), palato lunak dan
keras atau foramen incisive, teraba adanya celah atau
terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari, kesukaran
dalam menghisap atau makan
(5) Telinga
Tidak terdapat kelainan pada telinga
(6) Leher
Terdapat pembesaran vena jugularis
(7) Tenggorokan
Pada labiopalatoskizis dapat menyebabkan adanya infeksi pada
tenggorokan dan tuba eustachius (saluran penghubung telinga
dan tenggorokan.
(8) Dada
(i) paru- paru
Terdapat tarikan dada dan dypsnea
(ii) Jantung
Nadi cepat karena anak atau bayi lebiopalatoskizis
mengalami dypsnea
(9) Abdomen
Bentuk abdomen normal, bising usus meningkat karena pada
anak yang menderita labiopalatoskizis mengalami kesulitan
dalam menghisap ASI dan menelan atau makan, perut
kembung
(10)Ekstremitas atas dan bawah
9
(i) Bentuk ekstremitas atas dan bawah normal, tonus otot
mengalami kelemahan
(ii) Kulit kering, kulit pucat, turgor kulit jelek, sianosis
g. Pemeriksaan penunjang
1) Foto rontgen
Untuk memeriksa kelainan pada rongga mulut
2) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pada bibir, palatum, hidung, dan uvula. Kaji tanda-
tanda dan gejala yang mengikutnya seperti kesulitan menelan,
infeksi pada telinga, pada saat bayi menyusu, air susukeluar dari
hidung, dan gangguan berbicara.
3) MRI untuk evaluasi abnormal
Untuk melihat kelainan-kelainan pada rongga mulut
4) Pemeriksaan USG
Sumbing bibir lebih mudah di diagnosis melalui ultrasond
kehamilan. Diagnosis dapat dibuat pada awal kehamilan 18
minggu. Prenatal diagnosis memberikan orang tua dan tim medis
keuntungan dari perencanaan lanjutan untuk perawatan bayi
(Reksoprodjo, 2010).
h. Penatalaksanaan
Menurut (Reksoprodjo, 2010) penatalaksanaan pada pasien
labiopalatognatoskizis yaitu:
1) Pembedahan untuk celah oral
Pembedahan biasanya dilakukan selama 3-6 bulan pertama
untuk memperbaiki celah bibir dan antara 9-14 bulan untuk
memperbaiki celah palatum. Kedua tipe pembedahan dilakukan di
rumah sakit dibawah anestesi umum.
Celah bibir biasanya hanya membutuhkan sebuah pembedahan
rekonstruktif, khususnya jika celah tersebut unilateral. Dokter
bedah akan membuat sebuah insisi pada masing-masing sisi celah
dari bibir ke lubang hidung. Dua sisi bibir kemudian disatukan.
10
Celah bibir bilateral mungkin diperbaiki dalam dua pembedahan,
dengan jarak 1 bulan, yang biasanya membutuhkan rawat inap
singkat di rumah sakit.
Pembedahan celah palatum melibatkan penarikan jaringan dari
tiap sisi mulut untuk membentuk ulang palatum. Proses ini
mungkin membutuhkan rawat inap 2 atau 3 malam di rumah sakit,
dengan malam pertama berada di ICU. Pembedahan pertama
dimaksudkan untuk membentuk palatum fungsional, mengurangi
kemungkinan cairan yang terbentuk dalam telinga tengah, dan
membantu gigi dan tulang wajah berkembang dengan tepat.
Sebagai tambahan, palatum fungsional ini akan membantu
perkembangan berbicara dan kemampuan dalam pemberian
makanan.
Kebutuhan operasi lainnya bergantung pada kemampuan ahli
bedah dan juga keparahan celah, bentuknya dan ketebalan jaringan
yang tersedia yang dapat digunakan untuk membentuk palatum.
Beberapa anak akan membutuhkan pembedahan lebih untuk
membantu memperbaiki cara berbicara mereka.
Pembedahan tambahan juga mungkin memperbaiki gambaran
bibir dan hidung, menutup celah antara hidung dan mulut,
membantu pernafasan dan menstabilkan dan meluruskan kembali
rahang. Pembedahan berikutnya biasanya dijadwalkan sekurangnya
dalam jarak 6 bulan untuk memberi waktu penyembuhan dan
mengurangi kemungkinan parut yang serius. Perbaikan terakhir
untuk parut mungkin ditinggalkan dan tidak dilakukan sampai usia
remaja, dimana struktur wajah sudah lengkap perkembangannya.
Tabel perencanaan prosedur pembedahan celah bibir dan palatum.
11
Palatum molle saja Satu kali operasi pada usia 6 bulan
Beberapa prosedur bedah untuk memperbaiki unilateral cleft lip tel
ah dikemukakan dengan variasi yang beragam antara lain "Rose-
Thompson Straight LineClosure, Randall-
Tennison triangular flap repair, Mulard rotation advancement repair,
LeMesurier quadrilateral flap repair, Lip adhesion, and Skoog dan
Kernahan- Bauer upper dan lower lip Z-plasty repair. Dan masih
banyak lagi teknik-teknik yanglain seperti teknik Delaire dan
teknik Poole. Setiap teknik tersebut bertujuan untuk mengembalikan
kontuinitas dan fungsi dari musculus orbicularis dan menghasilkan
anatomis yang simetris. Kesemuanya mencoba untuk
memperpanjang pemendekan philtrum pada bagian bercelah dengan
12
melekatkan jaringan dari elemen bibir lateral ke elemen bibir medial,
dengan menggunakan berbagai kombinasi antara lain merotasi,
memajukan dan mentransposisikan penutup.
Dua teknik yang sering digunakan yaitu teknik rotasi Millard
dan teknik triangular. Teknik Millard membuat dua flap yang
berlawanan di mana pada sisimedial dirotasi ke bawah dari kolumella
untuk menurunkan titik puncak ke posisinormal dan sisi lateral
dimasukkan ke arah garis tengah untuk menutupi defek padadasar
kolumella.
13
yangmengalami deformitas dan penempatan kolumella dan septum
nasi ke midline untuk memperoleh nostril yang simetris.
(a) Premaksilla yang menonjol
2. Diagnosa keperawatan
14
a. Defisit nutrisi (PPNI, 2017, hal. 56).
Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme
Penyebab
1) Ketidakmampuan menelan makanan
2) Ketidakmampuan mencerna makanan
3) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
4) Peningkatan kebutuhan metabolisme
5) Faktor ekonomi (mis. Finansial tidak mencukupi)
6) Faktor psikologis (mis. Stres, keengganan untuk makan)
Gejala dan faktor mayor
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
1) Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1) Stroke
15
2) Parkinson
3) Mobius syndrome
4) Cerebral palsy
5) Cleft lip
6) Celft palate
7) Amvotropic lateral sclerosis
8) Luka bakar
9) Kanker
10) Infeksi
11) AIDS
12) Penyakit Crohn’s
b. Risiko aspirasi
Definisi : Berisiko mengalami masuknya sekresi gastrointestinal,
sekresi orofaring, benda cair atau padat ke dalam saluran
trakeobronkial akibat disfungsi mekanisme protektif saluran napas.
Faktor risiko
1) Penurunan tingkat kesadaran
2) Penurunan refleks muntah dan batuk
3) Gangguan menelan
4) Disfagia
5) Kerusakan mobilitas fisik
6) Peningkatan residu lambung
7) Peningkatan tekanan intragastik
8) Penurunan motilitas gastrointestinal
9) Sfingter esofagus bawah inkompeten
10) Perlambatan pegosongan lambung
11) Terpasang selang nasogastrik
12) Terpasang trakeostomi atau endotracheal tube
13) Trauma atau pembedahan leher, mulut, dan wajah
14) Efek agen farmakologis
15) Ketidakmatangan koordinasi menghisap, menelan dan bernapas
Kondisi Klinis Terkait
1) cedera kepala
16
2) stroke
3) cedera medula spinalis
4) guilain barre syndrome
5) penyakit parkinson
6) keracunan obat dan alkohol
7) pembesaran uterus
8) miestenia gravis
9) fistula trakeoesofagus
10) striktura esofagus
11) sklerosis multiple
12) labiopalatoskizis
13) atresia esofagus
14) laringomalasia
15) prematuritasi
2. Intervensi
17
Rasional
Karena pengisapan di perluka
n untuk menstimulasi susu
yang pada awalnya mungkin
tidak ada
4. Gunakan alat makan khusus,
bila menggunakan alat tanpa
puting. (dot, spuit, asepo)
letakkan formula di belakang
lidah
Rasional
Membantu kesulitan makan
bayi mempermudah menelan
dan mencegah aspirasi
Rasional
Mempermudah dalam
pemberian ASI
6. Menganjurkan ibu untuk
tetap menjaga kebersihan,
apabila di pulangkan
Rasional
Untuk mencegah terjadinya
mikroorganisme yang masuk
Rasional
18
Mendapatkan nutrisi yang
seimbang
9.Menentukan kemampuan
pasien untuk fokus pada
pembelajaran memakan dan
menelan
19
13.Menginstruksikan pasien
untuk membuka dan menutup
mulut sebagai manipulasi
makan
(Wilkinson, 2016)
DAFTAR PUSTAKA
20
Maryunani, A. (2014). Asuhan Neonatus,Bayi,Balita dan Anak Pra Sekolah.
Jakarta: In Media.
21