Anda di halaman 1dari 9

KAJIAN PERMASALAHAN PENGEMBANGAN

BUDIDAYA IKAN KERAPU DALAM KERAMBA JARING APUNG


DI KABUPATEN SITUBONDO

Sri Sukari Agustina


Staf Pengajar Fakultas Perikanan UNISMUH Luwuk Kabupaten Banggai
Email :asrisukari@yahoo.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengkaji dan menganalisis permasalahan pengembangan
budidaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung di Kabupaten Situbondo. Metode penelitian
menggunakan metode survei. Pengumpulan data primer dengan cara observasi, penyebaran
kuesioner, wawancara, dan FGD (Focus Group Dicussion). Pengumpulan data sekunder
diperoleh dari berbagai instansi pemerintah yang terkait. Analisis data menggunakan analisis
deskriptif kuantitatif dan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan
pengembangan budidaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung di Kabupaten Situbondo
yaitu (1) permasalahan mikro meliputi keterbatasan benih ikan kerapu ukuran gelondongan,
kematian ikan kerapu disebabkan oleh penyakit, rendahnya manajemen kualitas air,
keterbatasan pakan rucah, dan (2) permasalahan makro meliputi keterbatasan modal, rendahnya
pengetahuan teknologi budidaya, dan keterbatasan mengakses pasar. Hasil analisis matriks IFE
dan EFE diketahui bahwa posisi internal dan eksternal budidaya ikan kerapu dalam keramba
jaring apung di Kabupaten Situbondo berada pada posisi kuadran I ( 2,746 ; 2,992 ), dimana
kondisi ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Usaha budidaya ikan kerapu dalam
keramba jaring apung di Kabupaten Situbondo memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat
memanfaatkan peluang yang ada dengan meminimalisir ancaman dan kelemahan.

Kata kunci: pengembangan budidaya, kerapu, keramba jaring apung

61
PENDAHULUAN sebesar 93,94 ton, sedangkan pada tahun
Kabupaten Situbondo mempunyai 2008 sebesar 5,20 ton. Ikan kerapu yang
potensi kelautan dan perikanan yang dibudidayakan berupa ikan kerapu tikus
cukup besar. Dengan luas wilayah laut dan kerapu macan, dengan ukuran benih
yang dikelola 1.142,4 km2 dan kedalaman tebar bervariasi antara 20-30 g/ekor dan
wilayahnya dari pantai rata-rata 11 m lama pemeliharaan 7-12 bulan bergantung
(Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten kepada jenis ikan dan ukuran benih tebar
Situbondo, 2009), secara geografis sangat (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
potensial untuk pengembangan usaha Situbondo, 2006-2009).
budidaya laut terutama budidaya ikan Terjadinya penurunan volume
kerapu dalam keramba jaring apung. produksi ikan kerapu dari tahun 2006
Selain faktor di atas, harga ikan sampai tahun 2008 dalam budidaya ikan
kerapu hidup yang tinggi dan permintaan kerapu dengan keramba jaring apung
ikan kerapu di Indonesia yang terus di Kabupaten Situbondo banyak faktor
meningkat, baik untuk pasar domestik yang menyebabkannya. Faktor-faktor ini
maupun ekspor, serta adanya BBAP meliputi permasalahan mikro dan
(Balai Budidaya Air Payau) Situbondo permasalahan makro. Permasalahan mikro
yang mempunyai kegiatan dalam dan makro yang ada pada pengembangan
perekayasaan teknologi budidaya, budidaya ikan kerapu dalam keramba
semakin memberikan peluang kepada jaring apung di Kabupaten Situbondo
Kabupaten Situbondo untuk memerlukan suatu kajian pengembangan
mengembangkan budidaya ikan kerapu budidaya.
dengan keramba jaring apung. Tujuan penelitian adalah mengkaji
Usaha budidaya ikan kerapu dalam dan menganalisis permasalahan
keramba jaring apung yang diusahakan pengembangan budidaya ikan kerapu
secara semi intensif di Kabupaten dalam keramba jaring apung di Kabupaten
Situbondo, merupakan pilihan yang sangat Situbondo.
potensial untuk dikembangkan menjadi
usaha yang lebih modern, maju dan METODOLOGI PENELITIAN
memiliki daya saing mengingat peluang, Penelitian ini dilaksanakan pada
potensi pasar dan perairannya yang luas. tanggal 23 Pebruari 2009 sampai dengan
Namun potensi tersebut belum 30 April 2009 dengan lokasi penelitian
dimanfaatkan dan ditangani secara wilayah perairan Klatakan Kecamatan
optimal dibandingkan dengan luas Kendit dan perairan Gelung Kecamatan
wilayahnya. Panarukan Kabupaten Situbondo. Metode
Berdasarkan laporan evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
pembangunan kelautan dan perikanan metode survei. Metode pengambilan
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten sampel responden menggunakan metode
Situbondo, volume produksi ikan kerapu purposive sampling. Populasi dari
dengan keramba jaring apung penelitian adalah stakeholder, shareholder,
di Kabupaten Situbondo pada tahun 2006 penyuluh dan peneliti yang terkait dan
sebesar 125,22 ton, pada tahun 2007 14 orang pembudidaya ikan kerapu dalam

62
keramba jaring apung di Kabupaten 2. Kematian ikan disebabkan oleh
Situbondo. penyakit
Data primer diperoleh dengan Kematian ikan yang
cara: 1) observasi langsung ke obyek ditimbulkan oleh penyakit sering
penelitian; 2) penyebaran kuesioner dan terjadi pada budidaya ikan kerapu
wawancara dengan pembudidaya ikan dalam keramba jaring apung di lokasi
kerapu dalam KJA; 3) wawancara dengan perairan Klatakan Kecamatan Kendit
responden terpilih yang terkait budidaya dan perairan Gelung Kecamatan
ikan kerapu dalam KJA; dan 4) FGD Panarukan. Hasil analisis laboratorium
(Focus Group Dicussion). Sedangkan data secara mikroskopis, didapatkan
sekunder diperoleh dari BAPPEDA penyakit yang paling umum menyerang
Kabupaten Situbondo, Dinas Kelautan permukaan kulit ikan kerapu dalam
dan Perikanan Kabupaten Situbondo dan keramba jaring apung di perairan
dari BPS Kabupaten Situbondo. Data Klatakan Kecamatan Kendit dan
penelitian dan informasi yang telah perairan Gelung Kecamatan Panarukan
terkumpul dianalisis secara deskriptif Kabupaten Situbondo adalah kutu kulit
kuantitatif dan anallisis SWOT. (skin flukes) seperti Benedenia spp., di
air tawar nampak bulat berwarna putih
HASIL DAN PEMBAHASAN dan secara visual penyakit ini dapat
Permasalahan pengembangan dilihat. Sedangkan yang biasa
budidaya ikan kerapu dalam keramba menyerang insang adalah cacing dari
jaring apung di Kabupaten Situbondo jenis Dactilogyrus sp., ikan yang
berupa permasalahan mikro dan terserang cacing ini akan terlihat pucat
permasalahan makro. dan tampak berlendir. Pencegahan dan
A. Permasalahan Mikro penanggulangan penyakit tersebut
1. Keterbatasan benih ikan ukuran penting dilakukan dengan cara
gelondongan merendam ikan kerapu di air tawar
Keterbatasan benih ukuran lebih kurang 15 menit setiap minggu.
gelondongan merupakan kendala yang 3. Rendahnya manajemen kualitas
sangat penting dihadapi oleh air
pembudidaya baik dari kuantitas, Pengamatan dan pengukuran
kualitas maupun harga benih di kualitas air yang meliputi parameter
Kabupaten Situbondo, sehingga untuk fisika, kimia dan biologi dalam
mengatasi kendala keterbatasan benih budidaya ikan kerapu dalam keramba
ikan kerapu ukuran gelondongan di jaring apung di Kabupaten Situbondo
Kabupaten Situbondo diperlukan sangat penting dilakukan oleh
pengaturan jadual pembudidaya dalam pembudidaya. Namun sebagian
melakukan penebaran benih ikan pembudidaya belum pernah melakukan
kerapu ukuran gelondongan di keramba kecuali ada kegiatan penelitian yang
jaring apung. pernah dilakukan oleh LAPAN pada
tahun 2002 dan tahun 2004.

63
4. Keterbatasan pakan rucah di Kabupaten Situbondo memperoleh
Jenis-jenis ikan rucah yang keterampilan dan pengetahuan
dipergunakan pembudidaya untuk teknologi budidaya ikan kerapu ada
pakan ikan kerapu dalam keramba yang secara turun temurun, ada yang
jaring apung di perairan Klatakan pernah mengikuti kegiatan pelatihan di
Kecamatan Kendit dan perairan Gelung BBAP Situbondo dan ada yang dari
Kecamatan Panarukan Kabupaten keahlian teknis pembudidaya sendiri.
Situbondo pada umumnya ikan beloso, Ketidak tertarikan mereka pada
kurisi, kuniran, dan lemuru. pengetahuan teknologi budidaya
Ketersediaan pakan rucah ini disebabkan karena kekurangan modal
tergantung musim, apabila musim ikan dan kekhawatiran mereka dalam
harganya Rp 3.000,-/kg dan akan naik mencoba teknologi budidaya tetap
menjadi Rp 4.000,-/kg apabila suplai tidak akan menambah penghasilan
ikan rucah terbatas. Produksi ikan mereka. Kegiatan penyuluhan dan
rucah ini melalui rantai pengadaan ikan sosialisasi terhadap pengetahuan
rucah yang berkesinambungan teknologi budidaya ikan kerapu dalam
(suplayer). Pada saat musim ombak, keramba jaring apung secara intensif
ikan rucah tidak ada sama sekali dan yang dilakukan oleh BBAP Situbondo
pembudidaya tidak memberi pakan, kepada pembudidaya ikan kerapu
sebagian lagi dari pembudidaya sangat membantu dalam meningkatkan
memberi pakan buatan. keterampilan dan pengetahuan
B. Permasalahan Makro teknologi budidaya mereka.
1. Keterbatasan modal 3. Keterbatasan mengakses pasar
Produksi kerapu hidup melalui Hasil produksi ikan kerapu dari
budidaya dalam keramba jaring apung usaha budidaya keramba jaring apung
memerlukan waktu lama 1 hingga 1,5 Kabupaten Situbondo dijual ke Jakarta,
tahun, dan memerlukan modal yang Surabaya, Bali dan Hongkong, ikan
besar dalam pengembangkan usaha. kerapu tikus harganya Rp 350.000,--
Pembudidaya dalam melaksanakan Rp 400.000,-/kg, ikan kerapu macan
kegiatan usaha budidaya ikan kerapu, Rp 100.000,--Rp 130.000,-/kg. Belum
mengandalkan modal sendiri, adanya jaminan pasar tentang harga
sementara lembaga permodalan ikan kerapu hidup ukuran konsumsi
kurang berperan dalam membantu baik lokal maupun ekspor dari
para pembudidaya untuk pemerintah merupakan permasalahan
mendapatkan dukungan permodalan bagi pembudidaya.
dan investasi. Tabel 1 merupakan hasil
2. Rendahnya keterampilan dan identifikasi faktor internal dan eksternal
pengetahuan teknologi budidaya yang mempengaruhi pengembangan
Pembudidaya ikan kerapu budidaya ikan kerapu dalam keramba
dalam keramba jaring apung jaring apung di Kabupaten Situbondo.

64
Tabel 1. Hasil identifikasi faktor Hasil analisis EFE matriks di atas
internal dan eksternal menunjukkan penilaian faktor-faktor
FAKTOR INTERNAL FAKTOR EKSTERNAL peluang mendapat skor 1,939 dan faktor-
KEKUATAN (STRENGHTS) PELUANG (OPPORTUNITIES)
1. Posisi geografis yang strategis 1. Harga ikan kerapu tinggi faktor ancaman mendapat skor 1,053,
2. Potensi perikanan budidaya tinggi 2. Permintaan pasar terbuka luas
3. Lahan budidaya tersedia 3. Pendapatan masyarakat pesisir dimana skor peluang yang ada pada
4. Tenaga kerja tersedia meningkat
4. Penyerapan tenaga kerja
budidaya budidaya ikan kerapu dalam
5.
6.
Otonomi Daerah
RTRW/RTWRPL/Rencana Zonasi
keramba jaring apung di Kabupaten
7.
Kabupaten Situbondo
Kebijakan Nasional dalam
Situbondo lebih besar daripada
pengembangan perikanan
ancamannya. Pembudidaya ikan kerapu
KELEMAHAN (WEAKNESSES) ANCAMAN (THREATS)
1. Keterbatasan benih ukuran 1. Perubahan iklim/musim dalam keramba jaring apung di Kabupaten
gelondongam 2. Belum adanya jaminan pasar
2. Kematian ikan disebabkan oleh 3. Penentuan standar mutu produk Situbondo dapat menjalankan kegiatan
penyakit budidaya
3. Rendahnya manajemen kualitas air 4. Rendahnya dukungan permodalan usahanya dengan memanfaatkan peluang
4. Keterbatasan pakan rucah 5. Keamanan
5. Keterbatasan modal 6. Adanya pencemaran lingkungan yang ada, namun tetap waspada terhadap
6. Rendahnya keterampilan & 7. Kurangnya penegakan regulasi
pengetahuan teknologi budidaya RTRW untuk pengembangan
ancaman yang datang. Jumlah skor
7. Keterbatasan mengakses pasar budidaya perikanan
keseluruhan faktor eksternal budidaya
Sumber : Data primer diolah 2009
ikan sebesar 2,992, secara keseluruhan
External Factor Evaluation (EFE) kondisi eksternal cukup berpeluang untuk
Matriks mendukung upaya pengembangan
EFE matriks digunakan untuk budidaya ikan kerapu dalam keramba
mengetahui dan mengevaluasi faktor jaring apung di Kabupaten Situbondo.
eksternal kegiatan budidaya. Hasil David (2006) menyatakan dalam matriks
analisis penilaian terhadap faktor eksternal EFE total nilai tertimbang tertinggi adalah
budidaya ikan kerapu dalam keramba 4,0 dan terendah adalah 1,0 dengan total
jaring apung di Kabupaten Situbondo nilai tertimbang rata-rata 2,5. Skor total
disajikan pada Tabel 4. perkalian bobot dan rating berjumlah 4,0
Tabel 2. EFE matriks budidaya ikan mengindikasikan bahwa strategi
kerapu dalam KJA perusahaan secara efektif mengambil
ASPEK-ASPEK Bobot Rating Skor keuntungan dari peluang yang ada saat ini
PELUANG dan meminimalkan efek yang mungkin
1. Harga ikan kerapu tinggi 0,114 3,7 0,422
2. Permintaan pasar terbuka luas 0,103 3,6 0,371 muncul dari ancaman eksternal. Skor total
3. Pendapatan masyarakat pesisir meningkat 0,075 3,1 0,233
4. Penyerapan tenaga kerja 0,074 3,1 0,230 sebesar 1,0 menunjukkan bahwa strategi
5. Otonomi Daerah 0,073 3,0 0,220
6. RTRW/RTWRPL/Rencana Zonasi 0,075 3,2 0,240
perusahaan tidak memanfaatkan peluang
7.
Kabupaten Situbondo
Kebijakan Nasional dalam 0,072 3,1 0,223
yang ada atau tidak menghindari ancaman
pengembangan perikanan
eksternal.
1,939
ANCAMAN
1. Perubahan iklim/musim 0,085 2,1 0,179 Internal Factor Evaluation (IFE)
2. Belum adanya jaminan pasar 0,050 3,3 0,165
3. Penentuan standar mutu produk budidaya 0,059 2,6 0,153 Matriks
4. Rendahnya dukungan permodalan 0,066 2,0 0,132
5. Keamanan 0,061 2,3 0,140
IFE Matriks digunakan untuk
6.
7.
Adanya pencemaran lingkungan
Kurangnya penegakan regulasi RTRW
0,043
0,050
3,0
3,1
0,129
0,155
mengetahui dan mengevaluasi
untuk pengembanganbudidaya perikanan
faktor-faktor internal perusahaan. Hasil
1,053
PENILAIAN 1,00 2,992 analisis penilaian terhadap
Sumber : Data primer diolah 2009
faktor-faktor internal budidaya ikan
kerapu dalam keramba jaring apung

65
di Kabupaten Situbondo disajikan pada Hasil analisis matriks IFE dan EFE
Tabel 3. dapat diketahui bahwa posisi internal dan
eksternal budidaya ikan kerapu dalam
Tabel 3. IFE Matriks budidaya ikan
kerapu dalam KJA keramba jaring apung di Kabupaten
Situbondo berada pada posisi kuadran I
ASPEK-ASPEK Bobot Rating Skor
( 2,746 ; 2,992 ), yang disajikan pada
KEKUATAN
1. Posisi geografis yang strategis 0,134 3,4 0,456 Gambar berikut:
2. Potensi perikanan budidaya tinggi 0,133 3,0 0,399
3. Lahan budidaya tersedia 0,129 2,9 0,374
4 Tenaga kerja tersedia 0,122 2,9 0,354
1,583
KELEMAHAN
1. Keterbatasan benih ukuran gelondongan 0,079 2,1 0,166
2. Kematian ikan disebabkan oleh penyakit 0,078 2,6 0,203
3. Rendahnya manajemen kualitas air 0,063 2,1 0,132
4. Keterbatasan pakan rucah 0,069 1,8 0,124
5. Keterbatasan modal 0,082 2,5 0,205
6. Rendahnya keterampilan & pengetahuan 0,057 3,0 0,171
teknologi budidaya
7. Keterbatasan mengakses pasar 0,054 3,0 0,162
1,163
PENILAIAN 1,00 2,746

Sumber : Data primer diolah 2009

Hasil analisis IFE matriks di atas


menunjukkan penilaian faktor-faktor
kekuatan mendapat skor 1,583 dan faktor- Gambar: Grafik Kuadran SWOT
faktor kelemahan mendapat skor 1,163,
Kondisi ini merupakan situasi
skor kekuatan yang ada pada budidaya
yang sangat menguntungkan. Usaha
ikan kerapu lebih besar daripada
budidaya ikan kerapu dalam keramba
kelemahannya. Pembudidaya ikan kerapu
jaring apung di Kabupaten Situbondo
dalam keramba jaring apung di Kabupaten
memiliki peluang dan kekuatan sehingga
Situbondo dapat menjalankan kegiatan
dapat memanfaatkan peluang yang ada
usahanya dengan memanfaatkan kekuatan
dengan meminimalisir ancaman-ancaman
yang ada dan meminimalisir kelemahan.
dan kelemahan-kelemahan yang ada.
Total skor budidaya ikan kerapu dalam
Rangkuti (2006), menjelaskan apabila
keramba jaring apung sebesar 2,746,
posisi internal dan eksternal berada di
secara keseluruhan kondisi internal cukup
kuadran I, maka strategi yang harus
kuat untuk mendukung upaya
ditetapkan dalam kondisi ini adalah
pengembangan budidaya ikan kerapu
mendukung kebijakan pertumbuhan yang
dalam keramba jaring apung di Kabupaten
agresif (growth oriented strategy). Artinya
Situbondo. David (2006) menyatakan
pembudidaya ikan kerapu, pemerintah,
bahwa skor total perkalian bobot dan
perbankan dan investor mulai dari
rating berjumlah 2,5 mempunyai nilai
sekarang harus agresif dalam
rata-rata. Jika nilainya di bawah 2,5
menjalankan, memperkuat dan
menandakan secara internal perusahaan
mendukung pertumbuhan usaha budidaya
adalah lemah, sedangkan nilai yang
ikan kerapu dalam keramba jaring apung
berada di atas 2,5 menunjukkan posisi
di Kabupaten Situbondo.
internal yang kuat.

66
Matriks SWOT peluang dan ancaman eksternal yang
Tersusunnya matriks EFE dan IFE dihadapi perusahaan dapat disesuaikan
di atas kemudian dirangkum dalam dengan kekuatan dan kelemahan yang
matriks SWOT untuk memberikan dimilikinya. Penyusunan rumusan strategi
rumusan alternatif strategi yang sesuai masing-masing faktor matriks EFE dan
bagi kondisi fisik. Matriks SWOT dapat IFE dalam matriks SWOT disajikan pada
menggambarkan secara jelas bagaimana Tabel 4.

Tabel 4. Matriks SWOT budidaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung
di Kabupaten Situbondo

KEKUATAN (STRENGHTS) KELEMAHAN (WEAKNESSES)


1 Posisi geografis yang strategis 1 Keterbatasan benih ukuran gelondongan
IFE 2 Potensi perikanan budidaya tinggi 2 Kematian ikan disebakan oleh penyakit
3 Lahan budidaya tersedia 3 Rendahnya manajemen kualitas air
4 Tenaga kerja tersedia 4 Keterbatasan pakan rucah
5 Keterbatasan modal
EFE 6 Rendahnya keterampilan & pengetahuan
teknologi budidaya
7 Keterbatasan mengakses pasar

STRATEGI SO STRATEGI WO
PELUANG (OPPORTUNITIES)
1 Harga ikan kerapu tinggi 1 Peningkatan kapasitas produksi melalui 1 Pengadaan benih ikan kerapu ukuran gelondongan
2 Permintaan pasar terbuka luas intensifikasi usaha budidaya ikan kerapu yang bermutu dan bersertifikasi (W 1 & O₁, ₂, ₃, ₄)
3 Pendapatan masyarakat pesisir meningkat dalam keramba jaring apung 2 Peningkatan kemampuan penguasaan teknologi
4 Penyerapan tenaga kerja (S₁, ₂, ₃, ₄ & O₁, ₂, ₃, ₄, ₅, ₆, 7) budidaya, manajemen kualitas air dan manajemen
5 Otonomi Daerah 2 Peningkatan pasar ekspor melalui pemberian pakan kepada pelaku usaha
6 RTRW/RTWRPL/Rencana Zonasi peningkatan promosi kualitas produk (W ₂, ₃, ₄, ₆, 7 & O₁, ₂, ₃, ₄, 7)
Kabupaten Situbondo hasil budidaya (S₁, ₂, ₃, ₄ & O₁, ₂, ₃, ₄, 7)
7 Kebijakan Nasional dalam pengembangan
perikanan

STRATEGI ST STRATEGI WT
ANCAMAN (THREATS)
1 Perubahan iklim/musim 1 Memilih perairan yang aman dari pengaruh 1 Peningkatan peran lembaga permodalan melalui
2 Belum adanya jaminan pasar musim dan aktifitas lain lembaga perbankan dan koperasi nelayan juga
3 Penentuan standar mutu produk budidaya (S₁, ₂, ₃, 4 & T₁, ₅, ₆,₇) mitra usaha (W5, T₄)
4 Rendahnya dukungan permodalan 2 Peningkatan peran DKP dalam melakukan 2. Pembentukan asosiasi pembudidaya ikan kerapu
5 Keamanan penjaminan mutu produk ikan budidaya dalam rangka mendapatkan dukungan/bantuan
6 Adanya pencemaran lingkungan melalui sertifikasi terhadap produk teknis dan non teknis dari institusi Perguruan
7 Kurangnya penegakan regulasi RTRW (S ₂ & T₂, ₃) Tinggi, Dinas Teknis dan perbankan
untuk pengembangan budidaya perikanan 3 Peningkatan sosialisasi RTRW Kabupaten (W5, 7 & T₂, ₃, ₄, ₅, ₆,₇, )
Situbondo kepada masyarakat (S 3, 4 & T₇ )

Sumber : Data primer diolah (2009)

67
KESIMPULAN Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian:
Berdasarkan hasil penelitian dapat Suatu Pendekatan Praktek. Rineka
diambil kesimpulan bahwa: Cipta. Jakarta. 342 hlm.
Basmi, J. 2000. Planktonologi : Plankton
1. Permasalahan pengembangan budidaya
Sebagai Indikator Kualitas
ikan kerapu dalam keramba jaring Perairan. Fakultas Perikanan dan
apung di Kabupaten Situbondo yaitu Ilmu Kelautan. Institut Pertanian
permasalahan mikro meliputi Bogor.60 hlm.
keterbatasan benih ikan kerapu ukuran Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
gelondongan, kematian ikan kerapu Situbondo. 2003-2009. Laporan
disebabkan oleh penyakit, rendahnya Evaluasi Pembangunan Kelautan
dan Perikanan. Pemerintah
manajemen kualitas air, keterbatasan
Kabupaten Situbondo.
pakan rucah, sedangkan permasalahan Ditjen Perikanan Budidaya. 2005.
makro meliputi keterbatasan modal, Petunjuk Teknis Budidaya Laut
rendahnya pengetahuan teknologi Ikan Kerapu (Epinephelus sp. dan
budidaya, dan keterbatasan mengakses Cromileptes altivelis). Direktorat
pasar. Pembudidayaan. Direktorat
2. Hasil analisis matriks IFE dan EFE Jenderal Perikanan Budidaya.
Jakarta. 51 hlm.
diketahui bahwa posisi internal dan
Dwiyanto, F.S. dan Suriawan, A. 2006.
eksternal budidaya ikan kerapu dalam Petunjuk Teknis Budidaya Kerapu
keramba jaring apung di Kabupaten di Keramba Jaring Apung.
Situbondo berada pada posisi kuadran I Departemen Kelautan dan
( 2,746 ; 2,992 ), dimana kondisi ini Perikanan. Direktorat Jenderal
merupakan situasi yang sangat Perikanan Budidaya. Balai
Budidaya Air Payau Situbondo.
menguntungkan. Usaha budidaya ikan
32 hlm.
kerapu dalam keramba jaring apung Hanggono B. 2007. Manajemen
di Kabupaten Situbondo memiliki Lingkungan dan Kualitas Air.
peluang dan kekuatan sehingga dapat Disajikan Pada Pelatihan
memanfaatkan peluang yang ada Pembenihan Ikan Kerapu Di
dengan meminimalisir ancaman dan BBAP Situbondo tanggal 21-26
kelemahan. Mei 2007. Kerjasama Antara Balai
Budidaya Air Payau Situbondo
dengan Jafan International
SARAN Cooperation Agency (JICA).
Berdasarkan hasil studi, sebaiknya Direktorat Jenderal Peikanan
studi ini disarankan untuk ditindaklanjuti Budidaya Departemen Kelautan
oleh instansi yang terkait di Kabupaten dan Perikanan. Situbondo. 120
Situbondo. hlm.
Kordi, M.G.H. 2007. Budidaya Kerapu
Macan, Biologi, Pembenihan dan
DAFTAR PUSTAKA Pembesaran. CV Aneka Ilmu.
Akbar, S dan Sudaryanto, 2002. Semarang. 183 hlm.
Pembenihan dan Pembesaran
Kerapu Bebek. Penebar Swadaya.
Jakarta. 104 hlm.

68
Lampiran III Keputusan Menteri Negara Sudradjat, A. 2008. Budidaya 23
Lingkungan Hidup Nomor 51 Komoditas Laut Menguntungkan.
Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Penebar Swadaya. Jakarta. 171
Air Laut Untuk Biota Laut. hlm.
<http://www.proxsis.com/
perundangan/LH/doc/uu/LAMP 3
KEPMEN No.51TH 2004.pdf.>
Akses tanggal 22 Mei 2009.
Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia
Indonesia. Jakarta. 542 hlm.
Nazam, M. 2004. Analisis Aspek
Lingkungan Usaha Pembesaran
Ikan Dalam Keramba Jaring
Apung (Kasus di Teluk Ekas,
Lombok Timur). Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian.
NTB.
<ntb.litbang.deptan.go.id/2004/SP/
analisisaspek.doc>
Akses tanggal 22 Mei 2009
Radiarta, N., Saputra, A., Haryadi J. dan
Prihadi H.T. 2006. Pemilihan
lokasi Budidaya Ikan Dalam
Keramba Jaring Apung
Menggunakan Analisis Multi
Kriteria dan Sistem Informasi
Geografis di Teluk Kapontori,
Sulawesi Tenggara. Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia
Vol. 1 No. 3 Tahun 2006:
337-348.
Rangkuti, F. 2006. Analisis SWOT
Teknik Membedah Kasus Bisnis.
Reorientasi Konsep Perencanaan
Strategis Untuk Menghadapi Abad
2001. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta. 188 hlm.
Sim, S.Y., Rimmer, M.A., Toledo, J.D.,
Sugama, K., Rumengan, I.,
Williams, K.C., Phillips, M.J.
2005. Pedoman Praktis Pemberian
dan Pengelolaan Pakan Untuk Ikan
Kerapu Yang Dibudidaya. NACA,
Bangkok, Thailand. Publikasi No.
2005–02 dari Asia-Pacific Marine
Finfish Aquaculture Network. 18
hlm.

69

Anda mungkin juga menyukai