Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PADA PASIEN STROKE DI RSUD TARAKAN

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Praktik Keperawatan Medikal Bedah

Disusun oleh:

Lilis Dwi Septiani

1710711127

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

2021
I. KONSEP DASAR
I.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK

A. Otak

Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari sebuah tabung
yang mulanya memperhatikan tiga gejala pembesaran otak awal.

a. Otak depan, hemisfer serebri, korpus striatum, thalamus, hipotalamus.


b. Otak tengah, tegmentum, krus serebrium, korpus kuadrigeminus.
c. Otak belakang, menjadi pons varoli, medulla oblongata, dan serebelum.

B. Serebrum

Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu:

1. Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak di depan sulkus
sentralis.
2. Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakang oleh
korako-oksipitalis.
3. Lobus temporalis, terdapat dibawah lateral dari fisura serebralis dan di depan
lobus oksipitalis.
4. Oksipitalis yang mengisi bagian belakang dari serebrum.
Korteks serebri selain dibagi dalam lobus dapat juga dibagi menurut fungsi
dan banyaknya area. Campbel membagi bentuk korteks serebri menjadi 20 area.
Secara umum korteks serebri dibagi menjadi empat bagian:

1. Korteks sensoris. Pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri yang
mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat
atau bagian tubuh bergantung pada fungsi alat yang bersangkutan. Di
samping itu juga korteks sensoris bagian fisura lateralis menangani bagian
tubuh bilateral lebih dominan.
2. Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri merupakan
kemampuan otak manusia dalam bidang intelektual, ingatan, berpikir,
rangsangan yang diterima diolah dan disimpan serta dihubungkan dengan
daya yang lain. Bagian anterior lobus temporalis mempunyai hubungan
dengan fungsi luhur dan disebut psikokorteks.
3. Korteks motoris menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi utamanya
adalah kontribusi pada traktur piramidalis yang mengatur bagian tubuh
kontralateral.
4. Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan sikap
mental dan kepribadian.
Fungsi serebrum:
1. Mengingat pengalaman yang lalu.
2. Pusat persarafan yang menangani, aktivitas mental, akal, intelegensi,
keinginan, dan memori.
3. Pusat menangis, buang air besar, dan buang air kecil

C. Batang otak
Batang otak terdiri dari:

1. Diensefalon, ialah bagian otak yang paling rostral, dan tertanam di antara ke-
dua belahan otak besar (haemispherium cerebri). Diantara diensefalon dan
mesencephalon, batang otak membengkok hampir sembilah puluh derajat
kearah ventral. Kumpulan dari sel saraf yang terdapat di bagian depan lobus
temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap kesamping.
Fungsi dari diensefalon:
a. Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah
b. Respiratori, membantu proses persarafan.
c. Mengontrol kegiatan refleks.
d. Membantu kerja jantung.
2. Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian yang
menonjol ke atas. Dua di sebelah atas disebut korpus kuadrigeminus superior
dan dua di sebelah bawah disebut korpus kuadrigeminus inferior. Serat saraf
okulomotorius berjalan ke ventral di bagian medial. Serat nervus troklearis
berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah ke sisi lain. Fungsinya:
a. Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.
b. Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
3. Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon dengan pons
varoli dengan serebelum, terletak di depan serebelum di antara otak tengah
dan medula oblongata. Disini terdapat premotoksid yang mengatur gerakan
pernapasan dan refleks. Fungsinya:
a. Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medula
oblongata dengan serebelum atau otak besar.
b. Pusat saraf nervus trigeminus.
4. Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah
yang menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah
medula oblongata merupakan persambungan medula spinalis ke atas, bagian
atas medula oblongata yang melebar disebut kanalis sentralis di daerah tengah
bagian ventral medula oblongata. Fungsi medula oblongata:
a. Mengontrol kerja jantung.
b. Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriktor).
c. Pusat pernapasan.
d. Mengontrol kegiatan refleks

D. Serebelum

Serebelum (otak kecil) terletak pada


bagian bawah dan belakang tengkorak
dipisahkan dengan serebrum oleh fisura
transversalis dibelakangi oleh pons
varoli dan di atas medula oblongata.
Organ ini banyak menerima serabut
aferen sensoris, merupakan pusat
koordinasi dan integrasi.

Bentuknya oval, bagian yang


mengecil pada sentral disebut vermis
dan bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer. Serebelum berhubungan dengan
batang otak melalui pendunkulus serebri inferior (korpus retiformi) permukaan luar
serebelum berlipat-lipat menyerupai serebelum tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih
teratur. Permukaan serebelum ini mengandung zat kelabu.

Korteks serebelum dibentuk oleh subtansia grisea, terdiri dari tiga lapisan yaitu
granular luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam. Serabut saraf yang masuk dan
yang keluar dari serebrum harus melewati serebelum

Fungsi serebelum
1. Arkhioserebelum (vestibuloserebelum), serabut aferen berasal dari telinga dalam yang
diteruskan oleh nervus VIII (auditorius) untuk keseimbangan dan rangsangan pendengaran
ke otak.
2. Paleaserebelum (spinoserebelum. Sebagai pusat penerima impuls dari reseptor sensasi
umum medula spinalis dan nervus vagus (N. trigeminus) kelopak mata, rahang atas, dan
bawah serta otot pengunyah.
3. Neoserebelum (pontoserebelum). Korteks serebelum menerima informasi tentang
gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan mengaturgerakan sisi badan.
I.2. DEFINISI STROKE

Stroke merupakan penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor
dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan
semakin penting, dengan dua pertiga stroke terjadi di negara-negara yang sedang
berkembang (Feigin, 2006). Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000
penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang meninggal, dan
sisanya cacat ringan maupun berat.

Stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah disfungsi neurologi


akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak
sesuai dengan tanda dan gejala daerah lokal pada otak yang terganggu.

Sindrom neurologi akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang
timbul secara hemiparesis sekunder semacam gangguan aliran darah. Stroke atau
cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit
serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

Penyakit ini merupakan peringkat ketiga penyebab kematian di United State.


Akibat stroke pada setiap tingkat umur tapi yang paling sering pada usia antara 75 –
85 tahun. (Long. C, Barbara;1996, hal 176).

I.3. KLASIFIKASI STROKE


Klasifikasi stroke terbagi menjadi 2 macam, yaitu:

A. Stroke hemoragik: salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma,


mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek
B. Stroke non hemoragik/ iskemik stroke: Terjadi akibat obstruksi atau bekuan di
satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum
A. STROKE HEMORAGIK

Pecahnya pembuluh darah serebral diotak dan terjadinya pendarahan diotak disaat
seseorang sedang melakukan aktifitas. Stoke hemoragik dapat dibagi 2 :

1. Perdarahan intra serebral (PIS)

Pendarahan intra serebral mempunyai gejala prodromal,kecuali nyeri kepala


pada hipertensi. Serangan sering kali pada siang hari.mual dan muntah sering
terdapat pada serangan permulaan serangan hemiparesis/hemiplegi terjadi pada
sejak kesadaran menurun dan cepat coma (65% terjadi kurang dari setengah jam
dan 12% terjadi setelah 2 jam sampai 19 hari.

2. Perdarahan serebral anachroid (PSA)

Gejala nyeri kepala hebat dan akut kesadaran sering terganggu dan sangat
bervariasi.ada gejala, tanda rangsangan meningeal. edema pupil bila ada
pendarahan subhilaloid karena pecahnya aneurisma.

B. STROKE NON-HEMORAGIK (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)

Berdasarkan perjalanan klinisnya stroke non-hemoragik dikelompokkan menjadi


4, yaitu (Junaidi,2004) :

1. Transient Ischemic Attack (TIA) membaik dalam 24 jam tidak menyebabkan


infak jaringan.
2. Reversible Ischemic Neurologic Defisit (RIND); Variasi TIA dengan tanda
neurologis lebih dari 24 jam
3. Progressing Stroke atau Stroke in evolution
4. Completed Stroke atau stroke komplit

Stroke Non Hemoragik adalah masalah neurologik primer di AS dan di dunia.


Meskipun upaya pencegahan telah menimbulkan penurunan pada insiden beberapa
tahun terakhir,stroke adalah peringkat ketiga penyebab kematian, dengan laju
mortalitas 18 % sampai 37% untuk stroke pertama dan sebesr 62 % untuk stroke selanjutnya.
Terdapat kira-kira 2 juta orang bertahan hidup dari stroke yang mempunyai beberapa
kecacatan; dari angka ini,40% memerlukan bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-
hari.( Smeltzer C. Suzanne,2002, hal 2131).Penyakit ini merupakan peringkat ketiga
penyebab kematian di United State. Akibat stroke pada setiap tingkat umur tapi yang
paling sering pada usia antara 75 ± 85 tahun.(Long. C, Barbara;1996, hal 176)

Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di
dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin
penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang
berkembang.( Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.)

PERBEDAAN STROKE HEMORAGIK DAN STROKE NON-HEMORAGIK

Stroke Hemoragik Stroke Non


Gejala Klinis
Hemoragik
PIS PSA

1.      Gejala defisit lokal Berat Ringan Berat/ringan

2.      SIS sebelumnya Amat jarang - +/ biasa

3.      Permulaan (onset) Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)

4.      Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/ tak ada

5.      Muntah pada Sering Sering Tidak, kecuali lesi


awalnya di batang otak

6.      Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali

7.      Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang Dapat hilang


sebentar

8.      Kaku kuduk Jarang Bisa  ada pada Tidak ada


permulaan

9.      Hemiparesis Sering sejak awal Tidak ada Sering dari awal

10.  Deviasi mata Bisa ada Tidak ada mungkin ada

11.  Gangguan bicara Sering Jarang Sering

12.  Likuor Sering berdarah Selalu berdarah Jernih

13.  Perdarahan Subhialoid Tak ada Bisa ada Tak ada

14.  Paresis/gangguan N III - Mungkin (+) -

Stillwell, susan. 2011. pedoman keperawatan kritis. Jakarta : EGC

I.4. FAKTOR RISIKO


1. Hipertensi.
2. Obesitas.
3. Hiperkolesterol.
4. Peningkatan hematokrit.
5. Penyakit kardiovaskuler : AMI, CHF, LVH, AF.
6. DM.
7. Merokok.
8. Alkoholisme.

I.5. ETIOLOGI

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :

1. Thrombosis Cerebral

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi


sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan
kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang
tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis
dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :

- Atherosklerosis
Atherosklerosis  adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi
klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui
mekanisme berikut :

 Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.


 Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi thrombosis.
 Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan
thrombus (embolus)
 Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.

- Hypercoagulasi pada polysitemia


Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
- Arteritis ( radang pada arteri )
2. Emboli

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh


bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan
dibawah ini dapat menimbulkan emboli :

a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)


b. Myokard infark
c. Fibrilasi, Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium. 

I.6. PATOFISIOLOGI
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang 
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan
lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung
sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik,
atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau
terjadi turbulensi.

Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam
aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema
ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis
biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah
serebral oleh  embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi
septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan
cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.

Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas
terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak.

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke
ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus
dan pons.

Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan


disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit.
Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi
oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.

Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan
perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang
keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-
neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.

Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60
cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan
lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc
diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat
di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)
I.7. MANIFESTASI KLINIS

Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah
kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik
sepenuhnya.

1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)


2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah  anggota badan (biasanya hemiparesis) yang
timbul mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
7. Disartria (bicara pelo atau cadel)
8. Gangguan persepsi
9. Gangguan status mental
10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

I.8. KOMPLIKASI
Komplikasi stroke menurut Satyanegara (1998):
1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama)
a. Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya kematian.
b. Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.
2. Komplikasi Jangka pendek (1-14 hari pertama)
a. Pneumonia: Akibat immobilisasi lama
b. Infark miokard
c. Emboli paru: Cenderung terjadi 7 -14 hari pasca stroke, seringkali pada saat
penderita mulai mobilisasi.
d. Stroke rekuren: Dapat terjadi pada setiap saat.
3. Komplikasi Jangka panjang
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit vaskular perifer.

I.9. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya
perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-
rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

I.10. PENATALAKSANAAN MEDIS


Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan
tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan,
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
5. Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

II. KONSEP DASAR


II.1. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.

II.2. Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke
otak terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler
4. Kerusakan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik.
7. Resiko Aspirasi berhubungan dengan  penurunan kesadaran.
8. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran

II.3. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


Keperawatan
1. Ketidakefektifan Tupen : Setelah dilakukan 1. Monitor tekanan perfusi serebral
Perfusi jaringan tindakan keperawatan selama 3 2. Catat respon pasien terhadap
serebral  b.d x 24 jam, diharapkan suplai stimuli
aliran darah ke aliran darah keotak lancar 3. Monitor tekanan intrakranial
otak terhambat. dengan kriteria hasil: pasien dan respon neurology
1. mendemonstrasikan status terhadap aktivitas
sirkulasi yang ditandai 4. Monitor jumlah drainage cairan
dengan serebrospinal
a. Tekanan systole 5. Monitor intake dan output
dandiastole dalam cairan
rentang yang diharapkan 6. Restrain pasien jika perlu
b. Tidak ada 7. Monitor suhu dan angka WBC
ortostatikhipertensi 8. Kolaborasi pemberian antibiotik
c. Tidak ada tanda tanda 9. Posisikan pasien pada posisi
peningkatan tekanan semifowler
intrakranial (tidak lebih 10. Minimalkan stimuli dari
dari 15 mmHg) lingkungan
2. mendemonstrasikan
kemampuan kognitif yang
ditandai dengan:
 berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
memproses informasi
membuat keputusan
dengan benar
3. menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan gerakan
involunter
2 Kerusakan Tupen : Setelah dilakukan 1. Dengarkan setiap ucapan klien
komunikasi tindakan keperawatan selama  dengan penuh perhatian
verbal b.d 3 x 24 jam, diharapkan klien 2. Gunakan kata-kata sederhana
penurunan mampu untuk berkomunikasi dan pendek dalam komunikasi
sirkulasi ke otak lagi dengan kriteria hasil: dengan klien
1. dapat menjawab pertanyaan 3. Dorong klien untuk mengulang
yang diajukan perawat kata-kata
2. dapat mengerti dan 4. Berikan arahan / perintah yang
memahami pesan-pesan sederhana setiap interaksi
melalui gambar dengan klien
3. dapat mengekspresikan 6
perasaannya secara verbal
maupun nonverbal
3 Defisit Tupen : Setelah dilakukan 1. Monitor kemempuan klien
perawatan diri; tindakan keperawatan selama untuk perawatan diri yang
mandi,berpakaia 3x 24 jam, diharapkan mandiri.
n, makan, kebutuhan mandiri klien 2. Monitor kebutuhan klien untuk
toileting b.d terpenuhi, dengan kriteria alat-alat bantu untuk kebersihan
kerusakan hasil: diri, berpakaian, berhias,
neurovaskuler 1. Klien terbebas dari bau toileting dan makan.
badan 3. Sediakan bantuan sampai klien
2. Menyatakan kenyamanan mampu secara utuh untuk
terhadap kemampuan untuk melakukan self-care.
melakukan ADLs 4. Dorong klien untuk melakukan
3. Dapat melakukan ADLS aktivitas sehari-hari yang
dengan bantuan normal sesuai kemampuan yang
            dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu
melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari-
hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari. 
4 Kerusakan Tupen : Setelah dilakukan 1. Monitoring vital sign
mobilitas fisik tindakan keperawatan selama sebelm/sesudah latihan dan lihat
b.d kerusakan 3x24 jam, diharapkan klien respon pasien saat latihan
neurovaskuler dapat melakukan pergerakan 2. Konsultasikan dengan terapi
fisik dengan kriteria hasil : fisik tentang rencana ambulasi
1. Klien meningkat dalam sesuai dengan kebutuhan
aktivitas fisik 3. Bantu klien untuk menggunakan
2. Mengerti tujuan dari tongkat saat berjalan dan cegah
peningkatan mobilitas terhadap cedera
3. Memverbalisasikan 4. Ajarkan pasien atau tenaga
perasaan dalam kesehatan lain tentang teknik
meningkatkan kekuatan dan ambulasi
kemampuan berpindah 5. Kaji kemampuan pasien dalam
4. Memperagakan penggunaan mobilisasi
alat Bantu untuk mobilisasi 6. Latih pasien dalam pemenuhan
(walker) kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
7. Dampingi dan Bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
8. Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
5 Pola nafas tidak Tupen : Setelah dilakukan 1. Buka jalan nafas, guanakan
efektif tindakan perawatan selama 3 x teknik chin lift atau jaw thrust
berhubungan 24 jam, diharapkan pola nafas bila perlu
dengan pasien efektif dengan kriteria 2. Posisikan pasien untuk
penurunan hasil : memaksimalkan ventilasi
kesadaran 1. Menujukkan jalan nafas 3. Identifikasi pasien perlunya
paten ( tidak merasa pemasangan alat jalan nafas
tercekik, irama nafas buatan
normal, frekuensi nafas 4. Pasang mayo bila perlu
normal,tidak ada suara 5. Lakukan fisioterapi dada jika
nafas tambahan perlu
2. Mendemonstrasikan batuk 6. Keluarkan sekret dengan batuk
efektif dan suara nafas yang atau suction
bersih, tidak ada sianosis 7. Auskultasi suara nafas, catat
dan dyspneu (mampu adanya suara tambahan
mengeluarkan sputum, 8. Lakukan suction pada mayo
mampu bernafas dengan 9. Berikan bronkodilator bila perlu
mudah, tidak ada pursed 10. Berikan pelembab udara
lips). 11. Kassa basah NaCl Lembab
3. Menunjukkan jalan nafas 12. Atur intake untuk cairan
yang paten (klien tidak mengoptimalkan keseimbangan.
merasa tercekik, irama 13. Monitor respirasi dan status O2
nafas, frekuensi pernafasan Oxygen Therapy
dalam rentang normal, tidak 1. Bersihkan mulut, hidung dan
ada suara nafas abnormal secret trakea
4. Tanda Tanda vital dalam 2. Pertahankan jalan nafas yang
rentang normal (tekanan paten
darah, nadi, pernafasan 3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
6 Resiko Tupen : Setelah dilakukan 1. Anjurkan pasien untuk
kerusakan tindakan perawatan selama 3 x menggunakan pakaian yang
integritas kulit 24 jam, diharapkan pasien longgar
b.d immobilisasi mampu mengetahui dan  2. Hindari kerutan padaa tempat
fisik mengontrol resiko dengan tidur
kriteria hasil : 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap
1. Integritas kulit yang baik bersih dan kering
bisa dipertahankan (sensasi, 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi
elastisitas, temperatur, pasien) setiap dua jam sekali
hidrasi, pigmentasi) 5. Monitor kulit akan adanya
2. Tidak ada luka/lesi pada kemerahan
kulit 6. Oleskan lotion atau
3. Perfusi jaringan baik minyak/baby oil pada derah
4. Menunjukkan pemahaman yang tertekan
dalam proses perbaikan 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi
kulit dan mencegah pasien
terjadinya sedera berulang 8. Monitor status nutrisi pasien
5. Mampu melindungi kulit 9. Memandikan pasien dengan
dan mempertahankan sabun dan air hangat
kelembaban kulit dan
perawatan alami
7 Resiko Aspirasi Tupen : Setelah dilakukan 1. Aspiration precaution
berhubungan tindakan perawatan selama 3 x 2. Monitor tingkat kesadaran,
dengan 24 jam, diharapkan tidak reflek batuk dan kemampuan
penurunan terjadi aspirasi pada pasien menelan
tingkat dengan kriteria hasil : 3. Monitor status paru
kesadaran 1. Klien dapat bernafas 4. Pelihara jalan nafas
dengan mudah, tidak irama, 5. Lakukan suction jika diperlukan
frekuensi pernafasan 6. Cek nasogastrik sebelum makan
normal 7. Hindari makan kalau residu
2. Pasien mampu menelan, masih banyak
mengunyah tanpa terjadi 8. Potong makanan kecil kecil
aspirasi, dan 9. Haluskan obat
mampumelakukan oral sebelumpemberian
hygien 10. Naikkan kepala 30-45 derajat
3. Jalan nafas paten, mudah setelah makan
bernafas, tidak merasa
tercekik dan tidak ada suara
nafas abnormal
8 Resiko Injury Tupen : Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang aman
berhubungan tindakan perawatan selama 3 x untuk pasien
dengan 24 jam, diharapkan tidak 2. Identifikasi kebutuhan
penurunan terjadi trauma pada pasien keamanan pasien, sesuai dengan
tingkat dengan kriteria hasil: kondisi fisik dan fungsi kognitif 
kesadaran 1. Klien terbebas dari cedera pasien dan riwayat penyakit
2. Klien mampu menjelaskan terdahulu pasien
cara/metode 3. Menghindarkan lingkungan
untukmencegah yang berbahaya (misalnya
injury/cedera memindahkan perabotan)
3. Klien mampu menjelaskan 4. Memasang side rail tempat tidur
factor resiko dari 5. Menyediakan tempat tidur yang
lingkungan/perilaku nyaman dan bersih
personal 6. Menempatkan saklar lampu
4. Mampumemodifikasi gaya ditempat yang mudah dijangkau
hidup untukmencegah pasien.
injury 7. Membatasi pengunjung
5. Menggunakan fasilitas 8. Memberikan penerangan yang
kesehatan yang ada cukup
6. Mampu mengenali 9. Menganjurkan keluarga untuk
perubahan status kesehatan menemani pasien.
10. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
11. Memindahkan barang-barang
yang dapat membahayakan
12. Berikan penjelasan pada pasien
dan keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit.

II.4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan
yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan
rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat,
intervensi dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk
mendukung dan meningkatkan status kesehatan klien (Potter & Perry,
2009. 460).
Implementasi adalah pengelolaan dan mewujudkan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Faktor dari
intervensi keperawatan antara lain adalah:
a. Mempertahankan daya tahan tubuh
b. Mencegah komplikasi
c. Menemukan perubahan system tubuh
d. Memantapkan hubungan klien dengan lingkungan
e. Implementasikan pesan dokter (Setiadi, 2012. 55)

II.5. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang
telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersambung dengan melibatkan
klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainya. Tujuan evaluasi adalah
untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan
dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan. (Setiadi, 2012. 57)

DAFTAR PUSTAKA

Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke.
Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Prince,sylfia A. 2006. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit Vol. 2, Edisi 6.


Jakarta: EGC

Harsono. 1996. Buku Ajar : Neorologi Klinis. Yogyakarta : Gajah Mada University Press

Sjahrial Rasad.2008. Radiologi Diagnostik. Edisi dua

Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2000

Misbach, Jusuf. 2011. STROKE ASPEK DIAGNOSTIK, PATOFISIOLOGI,


MANAJEMEN. Jakarta : Badan Penerbit FKUI

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. BUKU AJAR Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai