Anda di halaman 1dari 8

ASUHAN KEPERAWATAN PARTUS FISIOLOGIS

I.          DEFINISI PUERPERIUM / NIFAS


Adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhirnya ketika alat-
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama ± 6
minggu.
(Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002)
adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang
lamanya 6 minggu. (Obstetri Fisiologi, 1983)

II.       PERIODE
Masa nifas dibagi dalam 3 periode:
1. Early post partum
Dalam 24 jam pertama.
2. Immediate post partum
Minggu pertama post partum.
3. Late post partum
Minggu kedua sampai dengan minggu keenam.

III.    TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN


1. Menjaga kesehatan Ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologiknya.
2. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk
bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga
berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
4. Memberikan pelayanan keluarga berencana.

IV.    TANDA DAN GEJALA


1. Perubahan Fisik
a. Sistem Reproduksi
Uterus
Involusi :  Kembalinya uterus ke kondisi normal setelah hamil.
Involusi Tinggi fundus uteri Berat uterus

Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram


Plasenta lahir 2 jari bawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan pusat simpisis 500 gram
2 minggu Tidak teraba diatas simpisis 350 gram
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram

Proses ini dipercepat oleh rangsangan pada puting susu.


 Lochea
Komposisi :
Jaringan endometrial, darah dan limfe.
 Tahap
1. Lokhea Rubra (cruenta) Mengandung darah, sel desidua, dan bekuan darah, berwarna
merah menyala berbau amis. Pada 2 jam setelah melahirkan, jumlah lokhea mungkin
seperti saat menstruasi. Hal ini berlangsung sampai hari ke 3-4 postpartum.
2. Lochea sanguinolenta Berwarna merah dan kuning berisi darah dan lendir,yang
keluar pada hari ke – 3 sampai ke-7 pasca persalinan.
3. Lokhea Serosa Mengandung sisa darah, serum, dan leukosit. Warna pink atau
kecoklatan dan berlangsung hari ke 7 - 10 postpartum.
4. Lokhea Alba Mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus, serum dan bakteri.
Berwarna kekuningan hingga putih dan berlangsung sampai minggu ke2-6
postpartum
5. Lochea purulenta,Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbaubusuk.
Lochea terus keluar sampai 3 minggu.
 Bau normal seperti menstruasi, jumlah meningkat saat berdiri.
Jumlah keluaran rata-rata 24 0-270 ml.
Siklus Menstruasi
Ibu menyusui paling awal 12 minggu rata-rata 18 minggu, untuk itu tidak menyusui akan
kembali ke siklus normal.
 Ovulasi
Ada tidaknya tergantung tingkat prolaktin. Ibu menyusui mulai ovulasi pada bulan ke-3 atau
lebih.
Ibu tidak menyusui mulai pada minggu ke-6 s/d minggu ke-8. Ovulasi mungkin tidak terlambat,
dibutuhkan salah satu jenis kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.
 Serviks
Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi untuk beberapa hari, struktur internal kembali
dalam 2 minggu, struktur eksternal melebar dan tampak bercelah.
 Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran seperti tidak hamil, dalam
6 sampai 8 minggu, bentuk ramping lebar, produksi mukus normal dengan ovulasi.
 Perineum
 Episiotomi
Penyembuhan dalam 2 minggu.
·         Laserasi
TK I    :  Kulit dan strukturnya dari permukaan s/d otot
TK II   :  Meluas sampai dengan otot perineal
TK III :  Meluas sampai dengan otot spinkter
TK IV :  melibatkan dinding anterior rektal

MELAKUKAN PENJAHITAN LUKA EPISIOTOMI / LASERASI


Tujuan Menjahit Laserasi atau Episiotomi
Tujuan menjahit laserasi atau episiotomi adalah untuk menyatukan kembali jaringan tubuh
(mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan hemostasis). Ingat
bahwa setiap kali jarum masuk ke dalam jaringan tubuh, jaringan akan terluka dan menjadi
tempat yang potensial untuk timbulnya infeksi. Oleh sebab itu pada saat menjahit laserasi atau
episiotomi gunakan benang yang cukup panjang dan gunakan sesedikit mungkin jahitan untuk
mencapai tujuan pendekatan dan hemostasis.

Keuntungan-keuntungan teknik penjahitan jelujur:


Mudah dipelajari (hanya perlu belajar satu jenis penjahitan dan satu atau dua jenis simpul)
Tidak terlalu nyeri karena lebih sedikit benang yang digunakan
Menggunakan lebih sedikit jahitan

Macam-Macam Penjahitan
Menjahit Luka Episiotomi Medialis
Mula-mula otot perineum kiri dan kanan dirapatkan dengan beberapa jahitan. Kemudian fasia
dijahit dengan beberapa jahitan, lalu lender vagian dijahit pula dengan beberapa jahitan. Terakhir
kulit perineum dijahit dengan empat atau lima jahitan. Jahitan dapat dilakukan secara terputus-
putus (interrupted suture) atau secara jelujur (continuous suture). Benang yang dipakai untuk
menjahit otot, fasia dan selaput lender adalah catgut chromic, sedang untuk kulit perineum
dipakai benang sutera.
Menjahit Luka Episiotomi Mediolateralis
Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah belakang dan
samping. Arah insisi ini dapat dilakukan ke arah kanan atau kiri, tergantung kepada orang yang
melakukannya, panjang insisi kira-kira 4 cm, teknik menjahit sama pada luka episiotomi
medialis. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya
harus simetris.

Menjahit Luka Episiotomi Lateralis


Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira pada jam 3 atau 9 menurut
arah jarum jam, teknik ini sering tidak dilakukan lagi oleh karena banyak menimbulkan
komplikasi, teknik penjahitan sama dengan luka episiotomi mediolateralis (Prawirohardjo 2000)

Menjahit Luka Episiotomi Menurut Derajat Luka


Luka derajat I dapat dilakukan hanya dengan catgut yang dijahitkan secara jelujur. Menjahit luka
episiotomi (continuous suture) atau dengan cara angka delapan (figure out eight).

Menjahit luka II,sebelum di lakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat II maupun
tingkat III, jika di jumpai pinggir robekan yang atau bergerigi maka pinggir yang bergerigi
tersebut harus diratakan terlebih dahulu,pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing
diklem terlebih dahulu, kemudian di gunting.Setelah pinggir robekan rata, baru di lakukan
penjaitan luka robekan, mula-mula otot dijahit dengan catgut. Kemudian selaput vagina dijahit
dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur, penjahitan lender vagina dimulai dari puncak
robekan, terakhir kulit perineum dijahit denagn benang sutera secara terputus-putus.

Tingkat III mula-mula dinding vagina bagian depan rektum yang robek dijahit. Kemudian
perineal dan fasia septum retrovaginal dijahit dengan catgut chromic, sehingga bertemu kembali.
Ujung-ujung otot spingter ani yang yang terpisah oleh karena robekan di klem dengan pean
lurus, kemudian dijahit dengan 2-3 jahit catgut chromic, sehingga bertemu kembali. Selanjutnya
robekan dijahit lapis demi lapis seperti robekan perineum tingkat II.

Penjahitan episiotomi
Secara umum prosedur untuk menjahit episiotomi sama dengan menjahit laserasi perineum. Jika
episiotomi sudah dilakukan, lakukan penilaian secara hati-hati untuk memastikan lukanya tidak
meluas. Sedapat mungkin, gunakan jahitan jelujur. Jika ada sayatan yang terlalu dalam hingga
mencapai lapisan otot, mungkin diperlukan penjahitan secara terputus untuk merapatkan
jaringan.

 ANESTESI, PRINSIP PENJAHITAN PERINEUM


            Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-“tidak, tanpa” dan  aesthētos
“persepsi, kemampuan untuk merasa”), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa
sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh.
Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya melumpuhkan
sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia kehilangan kesadaran. Obat bius jenis
ini bila digunakan dalam operasi pembedahan, maka setelah selesai operasi tidak membuat lama
waktu penyembuhan operasi.
Pemilihan teknik anestesi adalah suatu hal yang kompleks, memerlukan kesepakatan dan
pengetahuan yang baik antara pasien dan faktor-faktor pembedahan. Dalam beberapa
kelompok populasi pasien, pembiusan regional ternyata lebih baik daripada pembiusan total.

Beberapa tipe anestesi adalah:


Pembiusan total — hilangnya kesadaran total
Pembiusan lokal — hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil
daerah tubuh).
Pembiusan regional — hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade
selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya

Manfaat dan tujuan anestesi local pada penjahitan laserasi perineum, yaitu :
Salah satu dari penerapan asuhan sayang ibu, penjahitan sangat menyakitkan pasien,dengan
pemberian anestesi local maka rasa sakit ini dapat diatasi.
Memberikan pengalaman yang memuaskan bagi pasien sehingga proses adaptasi psikologis
masa  nifas tidak terganggu dengan pengalaman yang tidak menyenangkan saat persalinan.
Memberikan konsep yang positif tentang bidan bagi pasien.

Prinsip-Prinsip Penjahitan :
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan pada saat melakukan penjahitan laserasi perineum adalah
sebagai berikut :
Perawat memiliki penglihatan yang baik terhadap lapang kerja penjahitan perineum
Posisi pasien memungkinkan perawat dapat dengan nyaman dan leluasa melakukan penjahitan,
yaitu litotomi. Jika diperlukan dapat ditambahkan pengganjal dibawah bokong dengan ketebalan
beberapa cm
Penggunaan cahaya yang cukup terang
Anatomi dapat dilihat dengan jelas

Teknik yang steril


Menggunakan sarung tangan ekstra diatas sarung tangan steril yang telah dikenakan sebelumnya.
Tujuannya untuk menghindari kontaminasi ketika melakukan pemeriksaan rectum, dan setelah
selesai melakukan pemeriksaan rectum sarung tangan ekstra ini segera dibuang
Mengatur posisi kain steril di area rectum dan dibawahnya sampai dibawah ketinggian meja atau
tempat tdur untuk mengupayakan area yang tidak terkontaminasi jika benang jatuh kearea
tersebut dan menyeka apapun yang terdapat ditempat tersebut

Tindakan cepat
Aseptik dan antisepsis pada daerah episiotomi
Jika luka episiotomi meluas, tangani seperti robekan derajat III dan IV
Jahit mukosa vagina secara jelujur dengan catgut cromic 2-0
Mulai dari sekitar 1 cm di atas puncak luka episiotomi sampai pada batas vagina
Gunakan pinset untuk menarik jarum melalui jaringan vagina
Jahit otot perineum dengan benang 2-0 secara interuptus
Jahit kulit secara intruptus dan subkutikuler dengan benang 2-0

Bekerja hati-hati
Hati-hati jangan sampai kasa/kapas tertinggal dalam vagina
Penjelasan dan pendekatan yang peka terhadap perasaan ibu selama tindakan
Pentingnya tindak lanjut jangka panjang untuk menilai teknik dan pemilihan bahan untuk
penjahitan
Pencegahan trauma lebih lanjut yang tidak perlu pada jaringan insisi. Contoh-contoh trauma
lebih lanjut yang tidak perlu, seperti berikut :
Penggunaan jarum bermata (berlubang) yang menggunakan dua helai benang menembus
jaringan
Penggunaan jarum dan benang dengan ukuran yang lebih besar dari pada yang diperlukan
Penggunaan jarum potong traumatic yang tidak tepat, bukan jarum bundar atraumatik Jarum
potong berbentuk segitiga dan setiap sisinya memiliki sisi pemotong. Jarum ini akan
menyebabkan trauma yang lebih besar dari pada jarum yang berbentuk bundar. Jarum bundar ini
memiliki titik runcing dan akan melewati jaringan lunak lebih mudah dengan trauma yang lebih
sedikit
Jumlah pungsi (penusukan) jarum berlebihan yang tidak perlu terjadi, dapat disebabkan oleh
salah satu hal dibawah ini:
Penempatan jahitan yang salah sehingga perlu diangkat atau dijahit lagi
Terlalu banyak jahitan dan terlalu rapat
Stranggulasi jaringan karena jahitan yang terlalu ketat. Stranggulasi jaringan mengurangi
kekuatan jaringan dan jika jahitan terlalu ketat menyebabkan sirkulasi tidak adekuat bahkan
dapat menyebabkan jaringan tanggal (lepas)
tindakan berulang menyentuh dan membersihkan luka yang tidak perlu.

Indikasi Episiotomi :
Gawat janin. Untuk menolong keselamatan janin, maka persalinan harus segera diakhiri.
Persalinan pervaginam dengan penyulit, misalnya presbo, distoksia bahu, akan dilakukan
ekstraksi forcep, ekstraksi vacum.
Jaringan parut pada perineum ataupun pada vagina
Perineum kaku dan pendek
Adanya rupture yang membakat pada perineum
Premature untuk mengurangi tekanan
Penatalaksanaan episiotomi :
Persiapan :
Peralatan : baik steril berisi kasa, gunting episiotomy, betadin, spuit 10 ml dengan jarum ukuran
minimal 22 dan panjang 4 cm, lidokain 1% tanpa epineprin. Bila lidokain 1% tidak ada dan
tersedia lidokain 2% maka buatlah likokain tadi menjadi 1% dengan cara melarutkan 1 bagian
lidokain 2% ditambah 1 bagian cairan garam fisiologis atau air destilasi steril. Contoh : Larutkan
5 ml lidokain 2% ke dalam 5 ml cairan garam fisiologis atau air destilasi steril.

Pertimbangkan secara matang tujuan episiotomi.


Pertimbangkan indikasi-indikasi untuk melakukan episiotomi dan pastikan bahwa episiotomi
tersebut penting untuk keselamatan dan kenyamanan ibu dan/atau bayi.
Pastikan bahwa semua perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan sudah tersedia dan dalam
keadaan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
Gunakan teknik aseptik setiap saat. Cuci tangan dan pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi
atau steril.
Jelaskan pada ibu mengapa ia memerlukan episiotomi dan diskusikan prosedurnya dengan ibu.
Berikan alasan rasional pada ibu.

Prosedur
1. Tunda tindakan episiotomi sampai perineum menipis dan pucat, dan 3-4 cm kepala bayi
sudah terlihat pada saat kontraksi.
Alasan: Melakukan episiotomi akan ,nenyebabkan perdarahan; jangan melakukannya
terlalu dini.
2. Masukkan dua jari ke dalam vagina di antara kepala bayi dan perineum. Kedua jari agak
direnggangkan dan berikan sedikit tekanan lembut ke arah luar pada perineum.
Alasan: Hal ini akan melindungi kepala bayi dari gunting dan meratakan perineum
sehingga membuatnya lebih mudah diepisiotomi..
3. Gunakan gunting tajam disinfeksi tingkat tinggi atau steril, tempatkan gunting di tengah
tengah fourchette posterior dan gunting mengarah ke sudut yang diinginkan untuk me-
lakukan episiotomi mediolateral (jika anda bukan kidal, episiotomi mediolateral yang
dilakukan di sisi kiri lebih mudah dijahit). Pastikan untuk melakukan palpasi/
mengidentifikasi sfingter ani eksternal dan mengarahkan gunting cukup jauh kearah
samping untuk rnenghindari sfingter.
4. Gunting perineum sekitar 3-4 cm dengan arah mediolateral menggunakan satu atau dua
guntingan yang mantap. Hindari “menggunting” jaringan sedikit demi sedikit karena
akan menimbulkan tepi yang tidak rata sehingga akan menyulitkan penjahitan dan waktu
penyembuhannya lebih lama.
5. Gunakan gunting untuk memotong sekitar 2-3 cm ke dalam vagina.
6. Jika kepala bayi belum juga lahir, lakukan tekanan pada luka episiotomi dengan di lapisi
kain atau kasa disinfeksi tingkat tinggi atau steril di antara kontraksi untuk membantu
mengurangi perdarahan.
Alasan: Melakukan tekanan pada luka episiotomi akan menurunkan perdarahan.
7. Kendalikan kelahiran kepala, bahu dan badan bayi untuk mencegah perluasan        
episiotomi.
8. Setelah bayi dan plasenta lahir, periksa dengan hati-hati apakah episiotomi, perineum dan
vagina mengalami perluasan atau laserasi, lakukan penjahitan jika terjadi perluasan
episiotomi atau laserasi tambahan.
b.  Payudara
Payudara membesar karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak karena peningkatan
prolaktin pada hari I-III). Pada payudara yang tidak disusui, engorgement akan berkurang dalam
2-3 hari, puting mudah erektil bila dirangsang. Pada ibu yang tidak menyusui akan mengecil
pada 1-2 hari.
c.   Sistem Endokrin
 Hormon Plasenta
HCG (-) pada minggu ke-3 post partum, progesteron plasma tidak terdeteksi dalam 72 jam post
partum normal setelah siklus menstruasi.
 Hormon pituitari
Prolaktin serum meningkat terjadi pada 2 minggu pertama, menurun sampai tidak ada pada ibu
tidak menyusui FSH, LH, tidak ditemukan pada minggu I post partum.
d.      Sistem Kardiovaskuler
 Tanda-tanda vital
Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi pada awal post partum
terjadi bradikardi.
 Volume darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu
Persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc.
 Perubahan hematologik
Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.
 Jantung
Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu.
e.       Sistem Respirasi
Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit, keseimbangan asam-basa kembali setelah 3
minggu post partum.
f.       Sistem Gastrointestinal
 Mobilitas lambung menurun sehingga timbul konstipasi.
 Nafsu makan kembali normal.
 Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg.
g.      Sistem Urinaria
 Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus urinarius terjadi karena trauma.
 Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam.
 Fungsi kembali normal dalam 4 minggu.
h.      Sistem Muskuloskeletal
Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan saat hamil. Diastasis rekti 2-4 cm,
kembali normal 6-8 minggu post partum.
i.        Sistem Integumen
Hiperpigmentasi perlahan berkurang.
j.        Sistem Imun
Rhesus incompability, diberikan anti RHO imunoglobin. 
          PENGKAJIAN

A.    Pemeriksaan Fisik
1.      Monitor Keadaan Umum Ibu
-          Jam I                          :  tiap 15 menit, jam II tiap 30 menit
-          24 jam I                     :  tiap 4 jam
-          Setelah 24 jam           :  tiap 8 jam
2.      Monitor Tanda-tanda Vital
3.      Payudara
Produksi kolustrum 48 jam pertama.
4.      Uterus
Konsistensi dan tonus, posisi tinggi dan ukuran.
5.      Insisi SC
Balutan dan insisi, drainase, edema, dan perubahan warna.
6.      Kandung Kemih dan Output Urine
Pola berkemih, jumlah distensi, dan nyeri.
7.      Bowel
Pergerakan usus, hemoroid dan bising usus.
8.      Lochea
Tipe, jumlah, bau dan adanya gumpalan.
9.      Perineum
Episiotomi, laserasi dan hemoroid, memar, hematoma, edema, discharge dan approximation.
Kemerahan menandakan infeksi.
10.  Ekstremitas
Tanda Homan, periksa redness, tenderness, warna.
11.  Diagnostik 
Jumlah darah lengkap, urinalisis.

B.     Perubahan Psikologis
1.      Peran Ibu meliputi:
Kondisi Ibu, kondisi bayi, faktor sosial-ekonomi, faktor keluarga, usia ibu, konflik peran.
2.      Baby Blues:
Mulai terjadinya, adakah anxietas, marah, respon depresi dan psikosis.
3.      Perubahan Psikologis
a. Perubahan peran, sebagai orang tua.
b. Attachment yang mempengaruhi dari faktor ibu, ayah dan bayi.
c. Baby Blues merupakan gangguan perasaan yang menetap, biasanya pada hari III
dimungkinkan karena turunnya hormon estrogen dan pergeseran yang mempengaruhi emosi
ibu.
4.      Faktor-faktor Risiko
a. Duerdistensi uterus
b. Persalinan yang lama
c. Episiotomi/laserasi
d. Ruptur membran prematur
e. Kala II persalinan
f. Plasenta tertahan
g. Breast feeding
II.       DX. KEPERAWATAN

1. Gangguan integritas jaringan b.d. episiotomi, laserasi.


2. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d. episiotomi.
3. Resiko tinggi infeksi b.d. gangguan integritas kulit.
4. Gangguan pola tidur b.d. ketidaknyamanan fisik, kebutuhan minum anak.
5. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. peningkatan kebutuhan
untuk menyusui.
6. Resiko tinggi konstipasi b.d. ketidaknyamanan perineal dan peristaltik yang lemah.
7. Resiko tinggi gangguan eliminasi urine: retensi urine b.d. edema pemeal, trauma perineal.
8. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d. kehilangan darah, penurunan
intake oral.
9. Cemas b.d. kurangnya pengetahuan tentang perawatan bayi/ibu, kondisi bayi/ibu.
10. Resiko tinggi perubahan ikatan/peran b.d. konflik tentang bayinya.   

DAFTAR PUSTAKA

1.      Doengoes, E. Marilyn, Rencana Perawatan Maternal/Bayi, Edisi 2, 2001, EGC, Jakarta.

2.      FKUI, Buku Pedoman Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Cetakan 1, 2002,
Yayasan Bina Pustaka: Jakarta.

3.      FKUI, Ilmu Kebidanan, Edisi 3, 1999, Yayasan Bina Pustaka: Jakarta.

4.      FKUI, Obstetri Fisiologi, 1993, E. Leman: Bandung.

5.      Persis Mary Hamilton, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, 1995, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai