Anda di halaman 1dari 15

PUASA YANG BERPAHALA DAN MENYEHATKAN SERTA

I’TIKAF

Fitroh Sintha Febri Anggita Sari


Universitas Widyagama Malang
2016220181152923
Yayang Putri Kusuma Wardani
Universitas Widyagama Malang
201622018152835

Abstract -Fasting is one of the special worship, because it can perfect a


Muslim's devotion to Allah SWT. In addition, fasting also gets reward
and is healthy for those who carry it out. In practice, fasting starts at
dawn until the sun sets. Apart from holding back from eating and
drinking, fasting also has a healthy effect and can hold us back from
lust , anger and other traits that lead to worldly things. Not only fasting
which is a form of worship for Muslims. I'tikaf is also an worship
activity. Where i'tikaf is recommended at all times, in the month of
Ramadan and other months. I'tikaf is not only silent in the mosque,
there is also a sacred i'tikaf for Muslims who carry it out.
Keywords : Fasting, Health, I’tikaf

Abstrak-Puasa merupakan salah satu ibadah yang istimewa, karena dapat


menyempurnakan ketaqwaan seorang muslim kepada Allah SWT.
Selain itu puasa juga medapat pahala dan menyehatkan bagi yang
melaksanakannya. Dalam pelaksanaannya puasa dimulai saat terbit fajar
hingga terbenamnya matahari. Selain menahan makan dan minum puasa
juga memberikan dampak yang menyehatkan serta dapat menahan kita
dari hawanafsu, amarah dan sifat lainnya yang menjurus ke duniawi.
Tidak hanya berpuasa yang merupakan ibadah bagi umat muslim.
I’tikaf juga merupakan kegiatan yang sifatnya beribadah. Dimana i’tikaf
dianjurkan di semua waktu, di bulan ramadhan maupun bulan lainnya.
I’tikaf tidak hanya berdiam diri dimasjid, terdapat pula keutaman i’tikaf
bagi umat muslim yang melaksnakannya.
Kata Kunci : Puasa,Kesehatan, I’tikaf

PENDAHULUAN
Dalam agama islam terdapat rukun islam dimana terdapat perintah untuk
berpuasa (khususnya ramadhan). Allah memberi perintah ini tentu mengandung
hikmah dan manfaat. Sebagian umat muslim melaksanakan ibadah puasa hanya
sekedar melaksanakannya, tanpa mengetahui syarat syah ,apa – apa saja yang
membatalkan puasa serta manfaat puasa bagi yang menjalankannya. Apabila
mereka asal melaksanakan ibadah puasa niscaya mereka hanya mendapatkan

1
rasa lapar, haus dan lelah. Hal tersebut sangatlah merugikan bagi diri sendiri jika
telah berpuasa satu hari penuh tanpa mengetahui dan melakukan apa-apa saja
yang sebaiknya dilakukan di saat berpuasa dimaka hal tersebut mendatangkan
pahala dan kebaikan .
Umat muslim melaksanakan ibadah puasa dimulai dari terbitnya sampai
terbenamnya matahari dengan menahan haus, lapar dan hawanafsu lainnya.
Dimana Rasullulah SAW juga melaksanakan puasa, maka bagi orang yang tidak
memiliki udzur atau alasan-alasan yang syar’i diperintahkan utuk berpuasa. Allah
memberikan balasan secara langsung bagi umatnya yang melaksanakan ibadah
puasa.
Ibadah puasa terdiri dari puasa wajib dan sunnah, dimana puasa wajib
harus dikerjakan oleh umat muslim, dan apabila ditinggalkan akan mendapat
dosa. Sedangkan puasa sunah apabila dikerjakan mendapat pahala, apabila
ditinggalkan tidak berdosa. Tidak salah jika kita melaksakan puasa sunah
meskipun hal trsebut tidak diwajibkan.
Selain ibadah puasa, dalam islam juga terdapat kegiatan beribadah yaitu
i’tikaf. Dimana ibadah ini merupakan sunah akan tetapi akan menjadi wajib
apabila telah mewajibkan atas dirinya sendiri, dengan mengeluarkan nazar
(nadzr).
Banyak yang menyimpulkan bahwa i’tikaf hanya berdiam diri di dalam
masjid tanpa menegtahui amalan apa saja yang harus dikerjakan, syarat-syarat
beri’tikaf dan lain sebagainya. Ada pula yang menganggap beri’ktikaf hanya
dilakukan disaat bulan ramadhan saja, padahal beri’tikaf juga dapat dilakukan di
bulan bulan lainnya.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Definisi Puasa
Makna puasa (shaum) dalam bahasa arab adalah menahan diri dari sesuatu.
Allah Ta’ala berfirman tentang,

‫ص ْومًا َفلَنْ أ ُ َكلِّ َم ْال َي ْو َم إِ ْنسِ ًّيا‬ ُ ْ‫َف ُكلِي َوا ْش َر ِبي َو َقرِّ ي َع ْي ًنا ۖ َفإِمَّا َت َر ِينَّ م َِن ْال َب َش ِر أَ َح ًدا َفقُولِي إِ ِّني َن َذر‬
َ ‫ت لِلرَّ حْ ٰ َم ِن‬

Arti : maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu
melihat seorang manusia, maka katakanlah: "Sesungguhnya aku telah

2
bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak
akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini". (Maryam:26)

Puasa yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah diam, tidak


berbicara. Orang-orang Arab mengatakan shaama an-nahaaru (siang
sedang berpuasa) apabila gerak bayang-bayang benda yang terkena
sinar matahari berhenti pada waktu tengah hari. Menurut istilah arti
shaum adalah menahan diri pada siang hari dari hal-hal yang
membatalkan puasa, disertai niat oleh pelakunya, sejak terbitnya fajar
sampai terbenamnya matahari.
Yang artinya, puasa adalah penahanan diri dari syahwat perut dan
syahwat kemaluan, serta dari segala benda konkret yang memasuki
rongga dalam tubuh (seperti obat dan sejenisnya), dalam rentang waktu
tertentu yaitu sejak terbitnya fajar kedua (yakni fajar shadiq) sampai
terbenamnya matahari yang dilakukan oleh orang tertentu yang
memenuhi syarat yaitu beragama Islam, berakal, dan tidak sedang haid
dan nifas, disertai niat-yaitu kehendak hati untuk melakukan perbuatan
secara pasti tanpa ada kebimbangan, agar ibadah berbeda dari
kebiasaan.
Firman Allah SWT menyebutkan :

ۚ ‫ص َيا َم إِلَى ٱلَّي ِْل‬ ۟ ‫ْط ٱأْل َ ْب َيضُ م َِن ْٱل َخيْطِ ٱأْل َسْ َو ِد م َِن ْٱل َفجْ ر ۖ ُث َّم أَ ِتم‬
ِّ ‫ُّوا ٱل‬ ُ ‫ُوا َح َّت ٰى َي َت َبي ََّن لَ ُك ُم ْٱل َخي‬
۟ ‫وا َوٱ ْش َرب‬
۟ ُ‫َۚ و ُكل‬
ِ

Arti : ..makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang)
malam... (Q.S Al-Baqarah (2) : 187)

2. Sejarah Puasa dan Macam-Macamnya

Perintah berpuasa Ramadhan bagi umat Nabi Muhammad SAW mulai


turun pada 10 Sya’ban, satu setengah tahun setelah umat Islam hijrah ke
Madinah. “Ketika itu, Nabi Muhammad SAW baru saja diperintahkan untuk
mengalihkan arah kiblat dari Baitulmakdis (Yerusalem) ke Ka’bah di Masjidil
Haram, Makkah, Arab Saudi,”.

3
Puasa Ramadhan dimulai ketika melihat atau menyaksikan bulan pada
awal bulan tersebut. Apabila langit dalam keadaan berawan yang
mengakibatkan bulan tak dapat dilihat dan disaksikan, bulan Sya’ban
disempurnakan menjadi 30 hari. Kewajiban puasa sebulan penuh pada
Ramadhan baru dimulai pada tahun kedua Hijriah. Menurut riwayat lain,
sebelum turunnya perintah puasa Ramadhan, Rasulullah bersama sahabat-
sahabatnya serta kaum Muslimin melaksanakan puasa pada setiap tanggal
13, 14, dan 15 bulan-bulan Qomariyah. Selain itu, mereka juga biasa
berpuasa tanggal 10 Muharam, sampai datang perintah puasa wajib di bulan
Ramadhan.

Macam-Macam Puasa Dalam Berbagai Madzab

Dalam Madzab Hanafi terdapat delapan jenis puasa: fardhu mu’ayyan


(Ramadhan secara adaa’), fardhu ghairu mu’ayyan ( Ramadan secara
qadha’ dan puasa kafarat), wajib mu’ayyan (Nadzr akan sesuatu), wajib
ghairu mu’ayyan (Nadzr yang tidak tertentu), nafl masnun (Puasa Asyura
dan Tasu’a), nafl mandub atau mustahab (Puasa hari-hari terang bulan di
awal bulan), makruh tahriiman ( Puasa Idul Fitri dan Idul Adha), dan makruh
tanziihan (Puasa Asyura secara khusus, puasa Sabtu secara khusus, Puasa
hari Nairuz dan hari Mahrajan).

 Puasa wajib, dimana puasa wajib ini dubagi menjadi tiga jenis.
Pertama puasa wajib karena datangnya bulan tertentu (Puasa
Ramadhan). Kedua, puasa karena sesuatu (sebab), yaitu puasa
karafat. Ketiga, puasa yang diwajibkan kepadanyanya karena nadzr
(Nadzar).
 Puasa haram, menurut Madzhab Hanafi puasa ini terbagi menjadi
dua yaitu :
1. Puasa bagi para istri yang tidak mendapat atau tanpa izin dari
suami
َ‫ال‬ ‫ِبإِ ْذ ِن ِه إِالَّ َشا ِه ٌد ُج َها َو َز ْو َتصُو َم أَنْ ل ِْل َمرْ أَ ِة َي ِح ُّل‬

“Tidaklah halal bagi seorang wanita untuk berpuasa sedangkan


suaminya ada (tidak bepergian) kecuali dengan izin suaminya.”

4
2. Puasa di waktu syakk (keraguan), yaitu tanggal 30 Sya’ban, jika
hal ini meragukan apakah sudah masuk Ramadhan atau belum.
Para fuqaha menyepakati bahwa hari syaak tidak makruh dan
diperbolehkan puasa jika bertepatan dengan kebiasaan puasa
sunnah, misalkan puasa Senin – Kamis.

Menurut Madzab hanafi, hari syakk adalah tanggal 30 Sya’ban


pada saat cuaca cerah dan apabila masyarakat mendengar bahwa
hilal telah terlihat tanpa mengetahui siapa yang melihatnya maka hal
tersebut tidak cukup kesaksiannya.Haram hukumnya untuk puasa
sunnah pada hari syakk. Haramnya puasa ini dikarenakan utnuk
menghemat tenaga dalam menjalani ibadah puasa saat bulan
Ramadhan.

Dalam Madzab Hambali, jika tanggal 30 Sya’ban di malam hari


tidak terlihat hilal dan cuaca cerah atau ada yang bersaksi melihat
hilal dan diterima kesaksiannya, maka hukum berpuasa di tanggal ini
adalah makruh.

Kesimpulannya, puasa pada hari syakk adalah makruh menurut


jumhur, dan haram menurut madzb Syafi’i.

3. Puasa di hari Idul Fitri, Adha dan hari-hari Tasyriq. Apabila


melakukan puasa di hari ini maka terhitung bermaksiat dan
puasanya tidak sah sebagai puasa wajib. Berdasarkan hadist Abu
Hurairah,
َّ‫هَّللا ِ َرسُو َل أَن‬- ‫عليه هَّللا ِ صلى ه‬ ‫وسلم‬- ‫ َن َهى‬  ْ‫ْن صِ َي ِام َعن‬
ِ ‫َو َي ْو ِم ال َّنحْ ِر ْالف ِْط ِر َي ْو ِم َي ْو َمي‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa pada
dua hari yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.”
Dalam kitab Shaih-nya, Imam Muslim meriwayatkan dari Nabi
Muhammad SAW,
‫للهذكر و بوشرأكل مأيا منى مأيا‬
“Hari-hari Mina adalah hari-hari makan, minum dan berdzikir
kepada Allah”
4. Puasa wanita yang sedang haid atau nifas. Wanita yang haid atau
nifas wajib mengqadha puasa, tetepi tidak wajib mengqhada
shalat.

5
5. Diharamkan berpuasa dia kahir bulan Sya’ban dan hari syakk
menurut madhzab Imam Syafi’i kecuali terdapat kebiasaa
berpuasa didalamnya, puasa senin-kamis misalnya dimana
kebetulan hari tersebut bertepatan di paruh kedua Sya’ban, puasa
nadzar (nadzr), qadha atas puasa sunnah atau wajib, kafarat.
6. Puasa yang kawatir jika dirinya akan celaka jika melaksanakan
puasanya.
 Puasa Makruh, misalnya puasa hari sabtu semata, puasa hari jumat
semata, puasa dahrm puasa hari syakk.
Madzab Hanafi, puasa makruh ini terbagi menjadi dua yaitu makruh
tahriiman dimana puasa hari Idul Fitri, Adha, hari-hari Tasyriq, dan
hari syakk, karena ada larangan untuk berpuasa di hari tersebut,
puasa di hari tersebut sah tetapi menpatkan dosa. Makruh tanziihan
adalah puasa hari Asyura (10 Muharram) semata tanpa disertai
dengan puasa tanggal 9 atau 11. Yang termasuk makruh ini adalah
puasa dahr, sebab puasa ini melemahkan tubuh dan ada hadist yang
berbunyi,
‫صا َم اَل‬ َ َ‫اأْل َبَد‬
َ ْ‫صا َم مَن‬
“ Orang yang berpuasa setiap hari tidak terhitung pyasanya”

Makruh juga puasa “diam”, diam terus tanpa berbicara sepatah kata
apapun. Negitu juga puasa orang yang sedang berpergian apabila
puasanya memberatkannya.

Madzah Syafi’i, Makruh berpuasa dihari Jum’at secara khusus, puasa


di hari Sabtu dan Ahad secara khusus, puasa Dahr selain hari raya
dan hari Tasriq bagi yang khawatie akan tertimpa mudharat.

Madzab Hambali, sama dengan madzab Syafi’i hanya saja


menambahkan bahwa puasa wishal ( tidak buka puasa sama sekali
selama dua hari) adalah makruh. Makruh pula berpuasa di hari Naizur
( hari keempat musim semi) dan hari Mihrajan ( hari kesembilan belas
musim gugur). Karena dua hari tersebut adalah hari raya kaum kafir.
Apabila berpuasa di hari tersebut maka meniru kaum kafir dan
mengagungkannya.

 Puasa Tathawwu’ atau Puasa Sunnah

6
Puasa sunnah yang disepakati oleh para ulama adalah :
1. Puasa sehari dan tidak puasa sehari. Hal ini terdapat pada hadist
Bukhari dan Muslim,
“Puasa yang paling utama adalah puasa Nabi Dawud. Beliau
biasa berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari”.
2. Puasa tiga hari setiap bulan. Lebih utama dilaksanakan pada hari-
hari yang malamnya terang bulan yaitu tanggal 13,14,15. Pahala
atas puasa ini setar dengan puasa dahr, karena pahalanya
dilipatgandakan, tanpa ada mudharat atau aspek negatif. Hadist
riwayat Abu Dzar, bahwa Nabi Muhammad bersabda kepadanya,
“Apabila kau berpuasa tiga hari dalam satu bulan, lakukanlah
pada tanggal 13,14 dan 15”.
3. Puasa Senin-Kamis setiap minggu. Nabi Muhammad biasa
berpuasa pada hari Senin dan Kamis. Beliau bersabda,
"Sesungguhnya amal-amal manusia dibeberkan (kepada Allah)
pada hari Senin dan Kamis."
4. Puasa enam hari di bulan Syawal. Boleh dikerjakan terpisah-pisah,
tapi lebih afdhal berurutan dan langsung setelah hari raya. Orang
yang menjalani puasa ini setelah puasa bulan Ramadhan seakan-
akan telah menjalani puasa dahr yang bernilai fardu.
5. Puasa Arafah, tanggal 9 Dzulhijah bagi selain jamaah Haji.
Berdasarkan hadist berikut,
“Puasa hari Arafah menghapus kesalahan-kesalahgan yang
dilakukan selama setahun sebelumnya dan setahun setelahnya”.
Dan bagi umat muslim yang menunaikan ibadah Haji, tidak
sisunahkan melaksanakan puasa di hari Arafah agar masih
betenaga saat berdoa.
6. Puasa delapan hari sebelum hari Arafah pada bulan Dzulhijjah,
bagi oelaksana Haji dan lainnya.
7. Puass Tasu’a dan Asyura, taggal 9 dan 10 Muharram,
disunnahkan keduanya dilaksanakan.
8. Puasa pada empat bulan suci, tiga diantaranya adalah
Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram dan yang terpisah adalah
Rajab.Kesunahan puasa ini menurut Imam Maliki dan Syafi’i. Dan
menurut Hambali hany amenyunahkan puasa bulan Muharram.

7
9. Puasa Sya’ban, berdasat hadist Ummu Salamah, bahwa
sepanjang tahun Nabi Muhammad SAW tidak pernah berpuasa
selama sebulan penuh kecuali pada bulan Sya’ban yang beliau
lanjutkan dengan puasa Ramadhan.

3. Syarat-Syarat Puasa

Dalam melakukan ibadah puasa, ada beberapa syarat yang harus


dipenuhi. Syarat tersebut terbagi menjadi dua, yaitu syarat wajib dan syarat
sah. Syarat wajib adalah syarat yang menyebabkan seseorang harus
melakukan puasa, sementara syarat sah merupakan syarat yang harus
dipenuhi agar puasanya sah.

 Syarat Wajib
Berikut ini adalah syarat-syarat wajib puasa:
1. Islam, sebagai kewajiban utama menurut madzab Hanafi, tapi
terhitung syarat sah bagi jumhur.
2. Baligh, Puasa tidak wajib bagi anak kecil, dikarenakan dinggap belum
mampu melaksanakannya. Puasa sah dilakukan oleh anak kecil yang
mumayiz, sama sepeeti shalat. Menurut madzab Syafi’i, Hanafi dan
Hambali walinya wajib menyuruh untuk berpuasa setelah umur tujuh
tahun dan walinya wajib memukulnya jika meninggalkan puasa tanpa
sebab jika sudah umur sepuluh tahun. Dengan tujuan anak terbiasa
melaksnakan perintah puasa.
3. Berakal sehat, puasa tiidak diwajibkan bagi orang yang gila, orang
pingsan, dan orang mabuk. Jadi bagi orang yang telah hilang akalnya
maka tidak berkewajiban dlam melaksanakan puasa.
4. Mampu, mampu dalam hal ini adalah sehat dan tidak sakit. Puasa
tidak wajib bagi orang yang sakit. Tapi wajib mengqadhanya.
5. Suci dari haid dan nifas (bagi kaum wanita)
6. Menetap atau bermukim

 Syarat Sah
Dalam Madzab Hanafi, terdapat tiga syarat sah puasa yaitu, niat,
tidak haid dan nifas, dan kosong dari perkara yang membatalkannya.
Madzab Maliki terdapat empat syarat diantaranya adalah niat, suci dari
haid dan nifas, Islam, dan waktu yang tidak diharamkan untuk berpuasa.

8
4. Udzur yang Membolehkan Untuk Tidak Berpuasa

Islam selalu memberikan kemudahan bagi setiap pemeluknya dalam


menjalankan agamanya. Allah pun tidak pernah memaksa hamba-Nya
beribadah melebihi batas kemampuannya, termasuk dalam berpuasa. Dalam
hukum agama diperbolehkan tidak melaksanakan puasa jika terdapat udzur
syar’i. Maksudnya ialah udzur atau alasan yang dibenarkan secara syari’at,
sebagai kemudahan yang diberikan Allah kepada hamba-hamba Nya yang
tidak dapat melaksanak ibadah puasa. Yang dapat digolongkan udzur syar’i
adalah :

 Perjalaan

Musafir yang tengah melakukan perjalanan jauh sehingga


mendapatkan keringanan untuk mengqhosor shalat dibolehkan untuk
tidak berpuasa. Dalil dari hal ini adalah firman Allah Ta’ala,

‫َّام أ ُ َخ َر‬ َ َ ً ‫ان َمري‬


ٍ ‫ضا… أ ْو َعلَى َس َف ٍر َف ِع َّدةٌ… مِنْ أي‬ ِ َ ‫َو َمنْ َك‬

“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu,
pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185)

- Perjalanan yang membolehkan tidak berpuasa adalah perjalanan


yang juga membolehkan untuk meng qashar shalatnya.
- Apabila berpuasa dipagi hari dan tengah bermusafir,
diperbolehkan baginya untuk membatalkan puasanya.
- Selama bulan Ramadhan musafir tidak boleh berpuasa sselain
puasa Ramadhan, misal puasa Nadzr.
 Sakit

Hukum puasa disaat kondisi badan tidak sehat (sakit) ialah tidak usah
berpuasa, sesuai dengan firman Allah

َ ‫ا ُ َخ َر اَي ٍَّام مِّنْ َف ِع َّدةٌ َس َف ٍر َع ٰلى ْواَ َم ِر ْيضًا َك‬...


..ۗ ْ‫ان َو َمن‬

9
“….dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya bershiyam), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu,
pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan
tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
supaya kamu bersyukur. (QS. Al-baqarah:185)

Tolak ukur orang sakit yang membolehkan tidak berpuasa apabila


orang yang sakit mendatangkan kesukaran (kesulitan) berat bagi
penderitanya, atau dikhawatirkan akan mati jika berpuasa, atau
dikhawatirkan  penyakitnya tambah berat atau lambat sembuhnya
disebabkan berpuasa.  Jika sakit tersebut tidak menimbulkan bahaya
apapun jika berpuasa (seperti penderita kudis, sakit gigi, linu di jari jemari,
bisul dan sejenisnya) dia tidak boleh meninggalkan puasa.

Menurut Madzhab Maliki orang sakit memiliki empat keadaan,


yaitu sebagai berikut: pertama, sama sekali tidak mampu berpuasa atau
khawatir menyebabkan kematian atau khawatir lemah tubuhnya. Dalam
kedaan ini boleh meninggalkan puasa. Kedua, mampu berpuasa namun
dengan kondisi berat. dalam kedaan ini diperbolehkan meninggalkan
puasa. Ketiga,  mampu berpuasa namun dengan sukar serta khawatir
sakitnya bertambah parah. Dalam keadaan ini wajib tidak berpuasa. 
Keempat, puasa tidak berat dan dengannya tidak khawatir bertambah
parah sakitnya. Dalam kedaan ini tidak boleh meninggalkan puasa.

 Hamil dan Menyusui


Di antara kemudahan dalam syar’at Islam adalah memberi
keringanan kepada wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa.
Jika wanita hamil takut terhadap janin yang berada dalam
kandungannya dan wanita menyusui takut terhadap bayi yang dia sapih
misalnya takut kurangnya susu karena sebab keduanya berpuasa, maka
boleh baginya untuk tidak berpuasa, dan hal ini tidak ada perselisihan di
antara para ulama. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

َ ‫صالَ ِة َش ْط َر ْالم َُساف ِِر َع ِن َو‬


َّ‫ض َع َو َج َّل َع َّز هَّللا َ إِن‬ ِّ ‫الص َّْو َم أَ ِو ال‬
َّ ‫ص َيا َم َو ْالمُرْ ضِ ِع َو ْال َحام ِِل ْال ُم َساف ِ…ِر َو َع ِن ال‬

10
“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla meringankan setengah shalat untuk
musafir dan meringankan puasa bagi musafir, wanita hamil dan
menyusui.” (HR. An Nasai no. 2275, Ibnu Majah no. 1667, dan Ahmad
4/347).

Namun apa kewajiban wanita hamil dan menyusui jika tidak


berpuasa, apakah ada qodho’ ataukah mesti menunaikan fidyah?

Menurut Madzhab Hanafi alau kedua duanya tidak berpuasa


maka wajib mengqadha saja (tanpa fidyah). Dan menurut Madzhab
Syafi’i dan Hambali keduanya harus membayar fidyah juga jika
khawatir atas nama anaknya. Adapula menurut Madzhab Maliki, wanita
yang menyusui harus pula membayar fidyah, sedangkan wanita hamil
tidak harus.

 Usia Lanjut
Para ulama sepakat bahwa orang tua yang tidak mampu berpuasa,
boleh baginya untuk tidak berpuasa dan tidak ada qodho baginya.
Menurut mayoritas ulama, cukup bagi mereka untuk memberi fidyah
yaitu memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang
ditinggalkan. Pendapat mayoritas ulama inilah yang lebih kuat. Hal ini
berdasarkan firman Allah Ta’ala,

…ٍ ‫ِين يُطِ يقُو َن ُ…ه ف ِْد َي ٌ…ة َط َعا ُم… مِسْ ك‬


‫ِين‬ َ ‫َو َعلَى الَّذ‬

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka


tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang
miskin.” (QS. Al Baqarah: 184)

 Rasa Lapar dan Haus yang Tidak Bisa Ditahan Lagi


Apabila tidak dapat menahan lagi rasa lapar, haus dan khawatir
dia akan mati atau salah satu organnya terganggu maka diprebolehkan
untuk tidak berpuasa namun harus mengqadha dihari lain.
“... dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) kedalam kebinasaan...” (Al-
Baqarah; 195)
 Pemaksaan

11
Diperbolehkan tidak berpuasa bagi orang yang dipaksa oleh orang lain,
dan harus mengqadha menurut para jumhur. Dalam Madzab Syafi’i
orang yang puasanya dipaksa tidak batal. Dan bagi wanita yang apabila
disetubuhi secara paksa dalam keadaan tidur, dia harus mengqadhanya
dilan hari.
5. Puasa dalam Bidang Kesehatan
 Puasa Ramadhan Bagi Ibu Hamil
Disaat bulan ramadhan adalah sebuah kewajiban bagi umat
muslim dalam melaksanakan ibadah puasa.Kecuali bagi yang tengah
berhangan secara syar’i misalkan Ibu hamil . Dikawatirkan berpuasa
disaat hamil dapat mengganggu berat badan janin.Tidak semua ibu hamil
khawatir akan hal tersebut dan saat berpuasa tidak menyebabkan
tubuhnya menjadi lemah.
` Terdapat penelitian yang menjelaskan beberapa manfaat puasa
Ramadhan bagi kesehatan ibu hamil di antaranya studi kohort retrospektif
yang bertujuan untuk mengamati faktor resiko dan efek puasa Ramadhan
terhadap kesehatan ibu hamil dan janin menjelaskan bahwa, ibu hamil
yang berumur 25 - 35 tahun dengan index masa tubuh normal (18.5 -
24.9) serta tidak memiliki penyakit kronik, tidak terpengaruh oleh puasa
Ramadhan dalam tiga variabel janin yaitu berat badan, tinggi dan lingkar
kepala.
Dari hasil penelitian di atas dapat dikatakan bahwa melaksanakan
ibadah puasa Ramadhan untuk ibu hamil adalah sebuah pilihan. Jika
memang mengkuatirkan kondisi janin setelah melalui konsultasi dengan
dokter yang dalam bidangnya, maka disarankan untuk tidak berpuasa.
Tetapi jika setelah melalui pemeriksaan medis dan tidak ada kekuatiran
akan timbul masalah kesehatan baik pada ibu atau janin, maka tidak
menjadi masalah untuk tetap menjalankan ibadah puasa di bulan
Ramadhan.
 Puasa Bagi Pasien dengan Penyakit Ginjal (Kususnya Puasa
Ramadhan)
Beberapa penelitian yang menjelaskan bahwa pasien dengan batu
ginjal diperbolehkan berpuasa dengan catatan harus berkonsultasi
dengan dokter urologi untuk pengkajian lanjut kondisi fisik sehingga dapat
diputuskan apakah akan menjalankan puasa atau tidak. Begitu juga bagi

12
pasien yang telah mendapatkan terapi transplantasi (cangkok) ginjal,
mereka dapat menjalankan puasa Ramadhan dengan aman karena
puasa tidak mempengaruhi secara signifikan pada berat badan, tekanan
darah, fungsi ginjal dan profil lemak. meskipun banyak penelitian yang
menjelaskan tentang amannya puasa Ramadhan bagi orang dengan
penyakit ginjal.
Maka dari itu, sebelum menjalankan puasa khususnya di puasa
Ramadhan, disarankan untuk konsultasi dengan dokter sehingga dapat
meminimalkan resiko atau keluhan selama puasa.
 Puasa Bagi kecerdasan
Berpuasa juga dapat membantu menjernihkan fikiran,
menciptakan ide-ide yang cemerlang. Luqman pernah berkata pada
putranya ,”Anakku, apabila lambung terisi penuh, pikiran menjadi tumpul,
hikmah menjadi bisu, dan organ organ tubuh menjadi malas untuk
beribadah”.

6. Puasa yang Berpahala

Selain dalam kesehatan puasa memiliki faedah yang banyak, dimana


puasa adalah bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Dalam berpuasa seorang
muslim mendapatkan pahala yang tiada batasnya dikarenakan berpuasa
adalah untuk Allah dan karunia Allah amatlah luas.

Dalam berpuasa Allah memberikan ridha kepadanya untuk berhak masuk


ke surga melalui pintu khusus yang disediakan bagi orang-orang yang
berpuasa (pintu ar-Rayyan). Puasa juga menumbuhkan sifat amanah
kepada seseorang dimana akan merasa sekaku diawasi oleh Allah SWT.
Selain itu puasa menjadikan sarana dalam menghapus dosa dari tahun-
ketahun. Allah SWT berfirman

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa


sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu betraqwa”.
(Al-Baqarah: 183)

7. I’tikaf
 Definisi I’tikaf
Menurut Madzab Maliki

13
Dalam madzab ini i’tikaf berarti berdiamnya seorang muslim yang
mimayiz di sebuah masjid yang boleh didatangi oelh semua orang,
disertai dengan puasa dan menjahui jimak selama seharo semalam atau
lebih dengan tujuan ibadah serta diiringi dengan niat. Tidak ada ukuran
batas maksimal dalam beri’tikaf.
Menurut Madzab Hanafi
Dimana yang dimaksud dengan I’ikaf adalah berdiam diri di masjid
disertai dengan puasa dan niat. Bagi laki-laki I’tikaf dilaksanakan di masjid
jamaah (terdapat imam), dan bagi perempuan I’tikaf dilakukan di masjid
(Mushalla) rumahnya.
 Hukum I’tikaf
Para ulama sepakat bahwa I’tikaf yang tidak di nadzarkan maka
tudak wajib baginya.
Menurut Madzab Maliki
I’tikaf adalah ibadah sunnah yang dianjurkan oleh syariat bagi
kaum pria maupun wanita, khususnya sepuluh malam terakhir di bulan
Ramadhan. Dan akan menjadi wajib jika di nadzarkan.
Menurut Hambali dan Syafi’i
Ibadah ini adalah sunnah di semua waktu, namun jika dinadzarkan
akan menjadi wajib.
 Syarat-syarat I’tikaf
I’tikaf dikatan sah apabila telah memenuhi syarat berikut ini :
1. Islam
2. Berakal, I’tikaf tidak sah apabila dilaksnakan oleh orang yang tidak
berakal (gila) dan anak kecil yang belum mumayiz.
3. Di Masjid, Di atas telah disampaikan bahwa beri’tikaf harus
dilaksanakan dimasjid. Kecuali Madzab Hanafi dimana membolehkan
bagi wanita yang beri’tikaf di masjid (mushalla) rumahnya, atau tempt
yang khusus digunakan untuk shalat dirumahnya.
4. Niat, I’tikaf tidak sah jika tidak disarakan dengan niat, karena ibadah
ini tergolong dalam ibadah mahdhah.
5. Puasa, Seperti yang telah dijelaskan menurud berbagai madzab
diatas, bahwa I’tikaf tetap sah tanpa puasa kecuali dinadzarkan
bersamaan dengannya.

14
6. Suci dari junub, haid dan nifas. Apabila dalam melaksanakan I’tikaf
mengalami mimpi basah, maka diwajibkan untuk mandi wajib.
7. Izin suami bagi istrinya, menurut madzab Hambali, Syafi’i, Hanafi.
Tidak sah beri’tikafnya seorang istri tanpa izin suaminya meski telah
dinadzarkan.

Kesimpulan
Melakukan ibadah puasa tidak hanya sekedar menahan lapar,minum
tetapi juga hawa nafsu lainnya. Ibadah ini juga berpahala bagi orang yang
melaksanakannya dengan niat Allah ta’ala. Selain itu berpuasa juga berdampak
baik bagi kesehatan. Dimana kita dianjurkan untuk menjaga pola makan, makan
makanan yang sehat dan tidak berlebihan.
Seperti halnya berpuasa, I’tikaf juga merupakan ibadah yang berpahala.
Dimana selain kita mendekatkan diri kepada Allah, kita juga mendapatkan
ketengan batin, fikira, perasaan. Beri’tikaf menjauhkan kita dari kegiatan-kegiatan
yang yang sifatnya tidak bermanfaat. Maka dari itu niatkanlah I’tikaf karena Allah
ta’ala, niscaya akan mendapatkan manfaat yang luarbiasa.

Daftar Pustaka

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillaatuhu. (Jilid ke-3)

Sumarno A.S dan Merses V.D, “Puasa Ramadhan Dalam Perspektif Kesehatan:
Literatur Review”, Khazanah:Jurnal Studi Islam dan Humaniora, Vol.15, No.01
(2017).[http://jurnal/uin-
antasari.ac.id/index.php/khazanah/artikel/view/1139/1461]

15

Anda mungkin juga menyukai