Anda di halaman 1dari 16

MODUL TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN

(IBP621)

MODUL 2
MUTU DAN KEAMANAN PANGAN

DISUSUN OLEH
FEBRIANA DWI WAHYUNI, M.SI

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2021

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 0 / 16
MUTU DAN KEAMANAN PANGAN

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :


1. Memahami karakteristik pangan yang bermutu dan berkualitas
2. Mampu menganalisis penyebab kerusakan pada pangan
3. Mampu menganalisis pencegahan kerusakan pada pangan

B. Uraian dan Contoh

1. Pengantar

Makanan yang sehat dan aman merupakan faktor penting untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat, oleh karena itu kualitas dan keamanan pangan baik
secara biologi, kimia maupun secara fisik harus selalu dipertahankan, agar
masyarakat sebagai pengguna produk pangan tersebut dapat terhindar dari penyakit
karena makanan atau penyakit bawaan makanan atau keracunan makanan. Mutu
pangan adalah salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam produksi pangan. Mutu
adalah gabungan dari sejumlah atribut yang dimiliki oleh bahan atau produk pangan
yang dapat dinilai secara organoleptik. Atribut tersebut meliputi parameter
kenampakan, warna, tekstur, rasa dan bau. Mutu juga dapat dianggap sebagai
kepuasan (akan kebutuhan dan harga) yang didapatkan konsumen dari integritas
produk yang dihasilkan produsen. Karakteristik mutu bahan pangan dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu : (1) karakteristik fisik atau karakteristik tampak, meliputi
penampilan yaitu warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik; kinestika yaitu tekstur,
kekentalan dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari kombinasi bau dan cicip, dan (2)
karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis.

1) Mutu Objektif
Metode pengujian mutu dengan menggunakan alat dikenal dengan metode
pengujian mutu secara objektif. Jenis pengujian mutu secara objektif meliputi
metode fisik, uji kimia, uji fisiko-kimia, uji mikrobologi, uji mikro analitik dan
histologis. Untuk memonitor umur simpan produk pangan diperlukan korelasi

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 1 / 16
antara hasil uji sensori dengan hasil pengukuran mutu dengan alat atau
instrumen. Metode pengukuran mutu dengan alat dapat digunakan untuk
mengungkapkan karakteristik atau sifat-sifat mutu pangan yang tersembunyi.
Umumnya, hasil pengukuran karakteristik mutu dengan uji sensori memiliki nilai
korelasi yang tinggi dengan hasil pengukuran karakteristik mutu dengan alat.
Metode pengukuran uji fisik digunakan untuk menguji warna, volume, tekstur,
viskositas atau kekentalan dan konsistensi, keempukan dan keliatan, serta
bobot jenis.
Metode pengukuran untuk uji kimia dibagi dua kelompok, yaitu:
a) Analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar
karbohidrat, dan kadar abu;
b) Analisis kualitatif/kuantitatif, yaitu komponen makro (protein, lemak,
karbohidrat) maupun unsur mikro (kadar asam lemak, kadar gula, kadar
asam amino).
Cara pengukuran untuk uji fisiko-kimia, antara lain :
a) Alat pH-meter untuk mengukur keasaman;
b) Refraktometer, untuk mengukur indeks refraksi (untuk mengukur kadar total
padatan : terlarut);
c) Kolorimeter, untuk mengukur warna dan untuk menentukan kadar nitrogen,
fosfor, sitrat, vanili gula dan sebagainya;
d) Spektrometer untuk analisis kualitatif.

Metode pengukuran uji mikrobiologis, digunakan untuk analisis kualitatif dan


kuantitatif mikroorganisme, seperti bakteri, kapang, ragi dan protozoa. Uji
mikrobiologis yang terkenal adalah uji total jumlah mikroba (total plate counts)
dan uji koliform untuk mikroorganisme yang terdapat dalam kotoran manusia
sebagai indikator apakah makanan tersebut tercemar atau tidak.
Uji mikroanalitik dan histologis digunakan untuk menganalisis unsur-unsur
mikro, vitamin dan mineral, baik dengan teknologi spektrometri, kromatografi,
maupun fotomikroskopi. Studi histologis dilaksanakan dengan kombinasi
mikroskopi, baik sinar tampak, polarisasi maupun elektron. Uji histologis
digunakan untuk mendapatkan gambaran (image) struktur jaringan maupun
pola kehidupan di dalam sel jaringan hewani, nabati maupun mikroorganisme,
maupun uji microstructure produk lainnya. Kalibrasi peralatan untuk pengukuran

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 2 / 16
mutu dengan alat sangat penting, sebab keakuratan dan kecermatan hasil
pengukuran menjadi dasar kesahihan dan menentukan dapat/tidaknya
dipercaya hasil yang diperoleh pada semua jenis analisis.

2) Mutu Subjektif : Mutu Sensori Atau Mutu Organoleptik


Uji sensori sangat penting dalam industri pangan karena hasilnya
merupakan pintu terakhir yang menentukan apakah produk tersebut dapat dijual
atau tidak. Karakteristik mutu yang diuji dengan uji sensori terutama adalah
warna, flavor (kombinasi rasa dan bau), aroma, tekstur, dan konsistensi atau
kekentalan produk. Mutu sensori bahan pangan adalah ciri karakteristik bahan
pangan yang dimunculkan oleh satu atau kombinasi dari dua atau lebih sifat-
sifat yang dapat dikenali dengan menggunakan pancaindra manusia.
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap pembentukan sensasi rasa adalah
persepsi terhadap faktor penampakan fisik (warna, ukuran, bentuk dan cacat
fisik), faktor kinestetika (tekstur, viskositas, konsistensi, dan perasaan di mulut
atau mouth feel) dan faktor flavor (kombinasi rasa atau taste dengan bau atau
odor). Ada 3 kelompok besar uji sensori, yaitu uji pembedaan (difference test),
uji penerimaan (acceptance test) dan uji deskriptif (descriptive test).

2. Faktor-faktor Penyebab Kerusakan Bahan Pangan

Bahan pangan yang mengalami perubahan tidak normal dan perubahan dari
biasanya berarti bahan pangan tersebut telah mengalami kerusakan. Hal itu
disebabkan bahan pangan yang semenjak diambil, dipetik, dipanen, dan dipotong
akan mengalami penurunan kualitas dan kesegaran. Berdasarkan cepat atau
lambatnya suatu bahan mengalami kerusakan dapat dibagi menjadi beberapa
kategori, yaitu perishable, semi-perishable, non perishable.
Perishable merupakan bahan pangan yang jika disimpan, dengan cepat akan
mengalami kerusakan dalam jangka waktu dekat. Semi-perishable bahan pangan
yang disimpan pada waktu tertentu akan mengalami kerusakan dengan sendirinya.
Sedangkan non-perishable karakteristik bahan pangan yang memiliki masa simpan
yang cukup panjang akan tetapi lambat laun akan mengalami kerusakan dan
penurunan kualitas. Banyak faktor yang memengaruhi terjadinya kerusakan bahan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 3 / 16
pangan, diantaranya aktivitas mikroba, enzim, serangga dan parasite, suhu, kadar air,
oksigen, cahaya, dan waktu penyimpanan.

1) Aktivitas Mikroba
Kerusakan bahan pangan akibat aktivitas mikroba sangat sering terjadi pada
bahan pangan. Hal itu dikarenakan hampir sebagian besar bahan memiliki
kandungan air bahan yang cukup banyak dan menyebabkan mudah tumbuhnya
mikroba perusak yang tumbuh dan berkembang seperti kapang, bakteri, dan
khamir. Bukan hanya itu saja, pada bahan pangan yang mengalami
kelembapani ideal bisa mengundang tumbuhnya mikroba untuk hidup karena
kondisi seperti itu menjadi salah satu tempat cocok bagi mikroba untuk
berkembang. Mikroba seperti kapang dapat menyerang bahan pangan yang
banyak mengandung pectin, pati, dan selulosa, sedangkan mikroba khamir
dapat hidup pada bahan pangan yang banyak mengandung gula atau glukosa.

Tabel Ketahanan waktu simpan berbagai jenis bahan pangan


Jenis Bahan Pangan Ketahanan Waktu Simpan (21°C) (Hari)
Daging kondisi segar 1-2
Ikan kondisi segar 1-2
Unggas 1-2
Daging dan ikan dikeringkan (Asin 360 atau lebih
atau diasap)
Buah-buahan kondisi segar 1-7
Buah-buahan kondisi kering 360 atau lebih
Macam-macam sayuran daun 1-2
Macam-macam umbi-umbian 7-20
Macam-macam biji-bijian kering 360 atau lebih

Kerusakan bahan pangan yang disebabkan oleh mikroba dapat ditandai


dengan ciri-ciri khusus dan tampak jelas dapat dirasakan oleh pancaindra
manusia. Jenis kerusakan secara biologis yang disebabkan mikroba pada
makanan ditandai dengan timbulnya kapang, kebusukan, lendir, terjadinya
perubahan warna pada bagian bahan pangan dan berjamur. Perusakannya
dengan cara menghidrolisis atau mendegradasi makromolekul yang menyusun

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 4 / 16
bahan pangan tersebut seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi fraksi-
fraksi yang lebih kecil. Kerusakan akibat mikroba tidak hanya terjadi pada
bahan pangan yang masih mentah, tetapi dapat pula menyerang bahan hasil
olahan seperti makanan, yang sudah ada dalam kemasan kaleng, plastik,
kertas, botol, dan lainnya. Perkembangan dan pertumbuhan aktivitas mikroba
akan jauh lebih cepat jika selama proses penanganan bahan olahan makanan
tidak ditunjang dengan prosedur pengolahan makanan yang steril dan higienis.

2) Enzim
Enzim adalah molekul berpolimer yang tersusun dari serangkaian asam
amino dalam komposisi dan susunan rantai yang tersusun teratur dan tetap.
Enzim memegang peranan penting dalam berbagai protein, enzim diproduksi
dan digunakan oleh sel hidup untuk mengatalis reaksi, antara lain konversi
energi dan metabolisme pertahanan sel (Richana, 2002). Enzim digunakan
untuk menghasilkan produk bioteknologi dalam industri pangan dan
biokatalisator organik pada bidang pertanian. Pada industri makanan hanya
sebagian kecil yang bisa dimanfaatkan untuk membantu pengolahan makanan.
Sebagian lainnya menyebabkan ketidaksesuaian kondisi reaksi enzim,
ketidakstabilan enzim selama pengolahan. Pada industri pangan, enzim
berperan sangat penting, baik produk pangan tradisional maupun desain produk
pangan yang baru. Sebelum dikenalnya teknologi modern, pemanfaatan enzim
sudah dilakukan dengan tidak sengaja. Misalnya pada proses pengolahan
minuman beralkohol dan keju. Beberapa keuntungan penggunaan enzim dalam
pengolahan pangan aman terhadap kesehatan karena berasal dari bahan alami,
mengkatalis reaksi yang sangat spesifik tanpa efek samping, aktif pada
konsentrasi yang rendah, dan dapat digunakan sebagai indikator kesesuaian
pengolahan.
Kebanyakan enzim yang ada dalam bahan pangan hasil pertanian
dihasilkan oleh sel hidup, baik hewani maupun nabati, sehingga enzim pula
dapat menimbulkan reaksi-reaksi fermentasi, ketengikan, serta pembusukan
pada bahan pangan jika rekasinya tidak dihentikan. Selain memberikan manfaat,
aktivitas enzim dapat pula merugikan terhadap kualitas bahan pangan jika
keberadaannya dibiarkan begitu saja karena prinsipnya tadi sebagai katalisator.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 5 / 16
Enzim merupakan katalisator protein yang mengatur kecepatan
berlangsungnya berabgai proses fisiologis. Kerusakan fisiologis meliputi
kerusakan yang disebabkan oleh reaksi-reaksi metabolism dalma bahan atau
oleh enzim-enzim yang terdapat di dalamnya secara alami, sehingga terjadi
proses autolysis yang menyebabkan terjadinya kerusakan dan pembusukan.
Enzim yang ada dalam bahan pangan perlu dinonaktifkan agar tidak
menurunkan kualitas sebuah bahan pangan, yaitu dengan cara pemberian suhu
tinggi/rendah, pemberian zat-zat kimia dan perlakuan pengolahan lainnya yang
mampu menghambat reaksi enzim untuk terus bekerja atau mengatalisator
senyawa-senyawa yang ada pada bahan pangan.
Tabel Jenis-jenis Enzim dalam Bahan Pangan
Jenis enzim Substrat Hasil akhir pH
Lipase Gliseride (lemak) Gliserol, asam lemak 5,0-8,6
Fosfatase Lechtin Kholine, H3, PO4, 3,0-10,0
(lechtinase) lemak
Invertase Sukrosa Glukosa, fruktosa 4,6-5,0
Maltase Maltosa Glukosa 4,5-7,2
Selobiase Selobiosa Glukosa -
Laktase Laktosa Glukosa, galaktosa -
Amilase Pati Dekstrin, maltosa 5,0-7,0
Selulase Sululosa Selobiosa, glukosa 3,5
Proteinase Protein Polipeptida, dipeptida 1,5-10,5
Peptidase Protein (peptida) Asam amino 6,0-7,4
Urease Urea CO2, NH3 7,0
Asparaginase Asparagin Asam aspartate, NH3 -
Deaminase Asam amino NH3, asam organik -

3) Serangga dan Parasit


Kerusakan bahan pangan yang ditimbulkan bukan saja akibat dari
mikroorganime pembusuk, tetapi kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh
serangga dan parasit yang menyerang bahan pangan. Salah satunya pada
komoditas buah-buahan, kerusakan yang bisa terjadi akibat serangga yaitu
gigitan dan tusukan yang membawa mikroba dari luar atau akibat gigitan dan
tusukan tersebut buah menjadi terkontaminasi, sehingga kualitas buah mulai

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 6 / 16
rusak. Pada bahan pangan serealia misalnya beras yang disimpan lama di
gudang menyebabkan beras mengalami kelembaban, mengundang kutu dan
serangga lainnya untuk menetap serta hidup di dalam beras. Di seluruh dunia,
kerusakan bahan pangan akibat serangga mencapai 10% dari hasil panen yang
diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan serangga menjadi faktor
kerusakan yang merugikan. Bukan hanya itu, keberadaan parasit dapat
menurunkan kualitas bahan pangan seperti akibat dihinggapi serangga di dalam
makanan sebelum dan setelah pengolahan, misalnya lalat membawa mikroba
pembusuk atau menyimpan telur-telurnya, hal ini dapat mengancam kesehatan
manusia.

4) Suhu
Suhu memiliki peranan penting dalam menjaga keutuhan dan daya simpan
bahan pangan, baik sebelum atau setelah dilakukan pengolahan karena
perlakuan suhu dapat mempengaruhi aktivitas enzimatik, bacterial, kimiawi, dan
biokimia pada bahan pangan. Pengaruh tersebut yang menyebabkan
perubahan pada rasa, tekstur, dan aroma bahan pangan. Pemberian suhu pada
bahan pangan digolongkan menjadi dua bagian, yaitu pemberian suhu tinggi
dan pemberian suhu rendah.
Pemberian suhu rendah dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu chilling
(pendinginan) adalah suatu penyimpanan bahan pangan pada suhu di atas titik
beku dengan suhu berkisar 2°C sampai 5°C. Cara ini hanya dapat menunda
kerusakan dan pembusukan makanan selama hitungan hari hingga minggu
tergantung pada jenis bahannya, misalnya sayuran daun, umbi-umbian,
sayuran batang, biji-bijian, ikan, dan lainnya. Chiling ditujukan untuk
penyimpanan jangka pendek saja. Freezing (pembekuan) adalah menyimpan
bahan pangan pada suhu di bawah titik beku (0°C). Selama pembekuan, air
yang ada pada bahan pangan akan berubah menjadi Kristal-kristal es, sehingga
menurunkan aktivitas air dan menaikkan konsentrasi padatan. Proses ini
mampu menahan kecepatan reaksi kimia dan enzimatis, serta pertumbuhan
dan metabolisme mikroba. Bahan pangan yang sering menggunakan proses
freezing, yaitu daging-dagingan dan ikan yang dapat disimpan pada kondisi
suhu -17°C sampai -40°C yang dapat bertahan selama dua bulan.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 7 / 16
5) Kadar Air
Kadar air dalam bahan pangan mempengaruhi umur simpan dan kualitas
bahan. Semakin tinggi kadar air yang terkandung di dalam bahan pangan,
semakin besar kemungkinan laju percepatan kerusakan pada bahan pangan.
Hal tersebut perlu diantisipasi biasanya dengan memberikan perlakuan seperti
pengurangan kadar air dengan cara pengeringan atau dengan pengawetan
agar kadar air bahan dapat dikurangi. Selain itu, bahan yang memiliki kadar air
yang tinggi cenderung lebih cepat mengalami pembusukan akibat aktivitas air
yang berlebihan dan merusak senyawa-senyawa pada bahan pangan.
Kandungan air bahan tinggi merupakan lingkungan yang optimal untuk
pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme yang bisa menurunkan
kualitas bahan. Hal itu disebabkan kadar air pada permukaan bahan
dipengaruhi oleh kelembaban nisbi (RH) udara di sekitarnya. Apabila kadar air
bahan rendah sedangkan RH di sekitarnya tinggi, maka akan terjadi
penyerapan uap air dari udara, sehingga kadar air bahan menjadi lebih tinggi.
Bahan pangan yang memiliki kadar air tinggi diantaranya dari jenis sayur-
sayuran, buah-buahan, daging, dan ikan.

6) Oksigen
Oksigen di bumi sangat melimpah dan merupakan sumber utama
keberlangsungan manusia, akan tetapi keberadaan oksigen di bumi
berpengaruh terhadap kualitas suatu bahan pangan. Oksigen dapat merusak
komponen senyawa di dalam bahan pangan seperti vitamin, perubahan warna
bahan pangan, flavor, dan kandungan lain. Melalui oksigen, mikroorganisme
seperti kapang dapat berkembang dengan baik. Jika seperti itu, maka akan
mengganggu kualitas suatu bahan pangan. Tidak heran jika di dalam
pengemasan bahan hasil pengolahan makanan selalu dilakukan perlakuan
vacuum untuk menghilangkan kadar udara yang ada dalam kemasan. Hal ini
dimaksudkan agar kondisi di dalam kemasan tidak menjadi lembab dan kapang
di dalam kemasan makanan olahan tidak berkembang atau tidak muncul,
sehingga bisa beresiko merusak makanan olahan tersebut.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 8 / 16
7) Cahaya
Cahaya adalah pancaran elektromagnetik atau merupakan radiasi
elektromagnetik yang kasat mata. Cahaya memancarkan sinar. Sinar dapat
merusakkan beberapa senyawa di dalam bahan pangan. Salah satunya vitamin
terutama riboflavin, vitamin A, dan vitamin C, juga dapat merusak warna pangan.
Selain itu, kerusakan senyawa kimia akibat cahaya terutama UV pada sinar
matahari bisa terjadi perubahan unsur kimia menjadi racun. Misalnya, pada
jenis tanaman umbi-umbian seperti wortel dan kentang. Umbi tanaman wortel
atau kentang akan tumbuh baik dan memiliki warna yang cerah jika umbinya
tertutupi oleh tanah, sebaliknya jika umbi wortel atau kentang pada saat
perkembangan tidak tertutupi tanah mengakibatkan kerusakan senyawa,
sehingga berubah hijau akibat perubahan komposisi kimia menjadi racun alami.

8) Waktu Penyimpanan
Prinsip penyimpanan bahan pangan yang telah diambil harus disesuaikan
dengan jenis dari bahan pangan itu sendiri. Penyimpanan bahan akan
berpengaruh pula pada waktu penyimpanan bahan pangan tersebut.
Penyimpanan bahan pangan bertujuan agar bahan pangan dapat digunakan
kembali pada saat dibutuhkan, tetapi ketika bahan pangan yang disimpan tidak
tahan lama, maka perlu penanganan yang khusus atau memberikan perlakuan
agar waktu simpan dapat lebih lama.
Penyimpanan dilakukan sesuai dengan karakteristik bahan seperti bahan
pangan yang berasal dari daging harus segera diolah kembali agar kualitas
daging tidak menurun dan komposisi gizi di dalamnya tidak rusak. Begitu pula
dengan susu yang memiliki waktu simpan yang cepat, sebab jika tidak ditangani
dengan segera akan mengalami kerusakan, baik secara fisik maupun kimiawi.
Berbeda dengan bahan pangan yang berasal dari buah-buah dan sayuran yang
memiliki waktu penyimpanan cukup panjang sekitar beberapa hari sampai
minggu hingga benar-benar komposisi senyawanya rusak. Efek kerusakan
bahan pangan disebabkan oleh pertumbuhan mikroba, keaktifan enzim,
kerusakan oleh serangga dan parasite, pengaruh suhu, kadar air, oksigen dan
cahaya, semuanya itu dipengaruhi oleh waktu.

3.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 9 / 16
4. Pencegahan Penurunan Mutu Pangan

Beberapa upaya dapat dilakukan untuk menghambat penurunan mutu. Upaya


tersebut dapat dilakukan sejak bahan pangan dipanen atau ditangkap, maupun
selama pengolahan.
1) Selama Penanganan
Upaya kegiatan untuk menghambat penurunan mutu bahan pangan antara lain :
a) Precooling, yaitu Proses penurunan temperatur bahan pangan dengan
tujuan untuk memperkecil perbedaan antara temperatur bahan pangan dan
ruang penyimpanan. Makin kecil perbedaan temperatur tersebut, akan
mengurangi beban panas yang akan diterima oleh ruang penyimpanan
dingin.
b) Penanganan steril, yaitu penanganan yang ditujukan untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya kontaminasi silang atau kontaminasi ulang
(recontamination). Penanganan steril dicirikan dengan penggunaan
peralatan, lingkungan, dan karyawan yang steril.
c) Pencucian bahan pangan yang ditujukan untuk mengurangi populasi
mikroba alami (flora alami) yang terdapat dalam bahan pangan, sehingga
populasinya tidak berpengaruh pada proses selanjutnya.
d) Penyiangan, yaitu proses membersihkan. Pada produk perikanan
penyiangan berarti pembersihan sisik, pembuangan kepala (headless),
pembuangan isi perut (gutting), atau pembuangan kulit (skinning atau
skinless). Pada produk buah-buah, penyiangan dilakukan dengan
pengupasan.
e) Blansing, yaitu penggunaan suhu tinggi dalam waktu singkat untuk tujuan
tertentu. Pada produk hewani, blansing dilakukan pada bagian yang
dipotong untuk menghambat aktivitas mikroba dan enzim proteolitik. Pada
produk buah-buahan, blansing dilakukan untuk menghilangkan lapisan
seperti lendir penyebab bau busuk, mempertahankan warna alami,
mengkerutkan atau melunakan tekstur sehingga mudah dikemas, atau
mengeluarkan udara yang terperangkap dalam jaringan.
f) Pemiletan (Filleting) yaitu pemotongan daging sedemikian rupa sehingga
tidak menyertakan bagian yang keras, seperti duri, tulang, atau kulit.
Pemiletan banyak dilakukan pada produk perikanan dan unggas.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 10 / 16
g) Pemisahan daging dari tulang atau kulit (meat bone separation) banyak
dilakukan untuk mempermudah proses penanganan atau pengolahan lebih
lanjut. Pemisahan ini dapat dilakukan dengan menggunakan tangan
(manual) atau menggunakan mesin pemisah tulang (meat bone separator).
Produk yang dihasilkan adalah berupa daging cincang atau surimi. Surimi
adalah ikan cincang yang telah ditambah zat antidenaturasi untuk
mempertahankan kekenyalannya.
h) Sortasi, yaitu Pemisahan komoditi selama dalam aliran komoditas, misalnya
sortasi di lokasi pemanenan yang didasarkan pada jenis, ukuran yang
diminta pasar.
i) Grading, yaitu proses pemisahan bahan pangan berdasarkan mutu, misalnya
ukuran, bobot, kualitas.

2) Selama Pengawetan
Upaya yang dapat dilakukan untuk menghambat penurunan mutu selama
penanganan bahan pangan adalah:
a) Penggunaan suhu rendah dalam bentuk pendinginan dan pembekuan.
Pendinginan adalah penggunaan temperatur di bawah temperatur kamar
tetapi belum mencapai temperatur beku, biasanya berkisar pada 0 – 15°C.
Pembekuan adalah penggunaan temperatur di bawah temperatur beku,
biasanya berkisar pada 0°C hingga -60°C.
b) Iradiasi misalnya sinar gamma, untuk menghambat atau membunuh mikroba
sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk pangan.
c) Penggunaan bakteri antagonis yang ditujukan untuk menghambat atau
membunuh bakteri pembusuk, sehingga masa simpan bahan pangan dapat
diperpanjang. Penggunaan Lactobacillus plantarum dan bakteri lainnya
sebagai bakteri antagonis telah terbukti dapat menghambat pertumbuhan
bakteri pembusuk sehingga dapat memperpanjang masa simpan bahan
pangan.

3) Selama Pengolahan
Upaya yang dapat dilakukan untuk menghambat proses penurunan mutu
selama pengolahan antara lain:

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 11 / 16
a) Suhu tinggi, yaitu penggunaan suhu tinggi untuk menghambat mikroba
pembusuk atau mendenaturasi enzim Penggunaan suhu tinggi dalam
pengolahan bahan pangan antara lain :
 High Temperature Short Time (THTS) telah digunakan untuk proses
sterilisasi pada produk yang tidak tahan panas (susu misalnya) untuk
membunuh mikroba pembusuk sehingga dapat memperpanjang masa
simpan;
 Perebusan adalah proses pemanasan hingga suhu ± 100oC pada
tekanan 1 atmosfir. Tujuan utama perebusan adalah untuk menurunkan
populasi mikroba, mendenaturasi protein, dan menurunkan kadar air
bahan pangan;
 Penguapan adalah penurunan kadar air dalam bahan pangan dengan
tujuan untuk mengurangi ketersediaan air di dalam bahan pangan
sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh mikroba pembusuk untuk
tumbuh dan beraktivitas. Prinsip dasar dari penguapan adalah
penurunan kelembaban udara lingkungan sedemikian rupa sehingga
akan menyebabkan cairan di dalam bahan pangan akan keluar dalam
bentuk uap air. Selain dengan peningkatan suhu lingkungan, proses
penguapan juga dapat dilakukan dengan menggerakkan udara (angin)
atau mengalirkan udara panas ke permukaan bahan pangan; dan
 Penggorengan adalah bentuk lain dari penggunaan suhu tinggi untuk
mengolah bahan pangan. Tujuan penggorengan tergantung dari bahan
pangan, misalnya untuk kemekaran (kerupuk), mengurangi kadar air
(bawang).
b) Penurunan kadar air sehingga mikroba pembusuk akan mengalami kesulitan
untuk tumbuh dan berkembang. Penurunan kadar air dapat dilakukan
dengan cara :
 Pengeringan : pengeringan adalah proses menurunkan kadar air dalam
bahan pangan berdasarkan perbedaan kelembaban, sehingga air yang
tersedia tidak dapat dimanfaatkan oleh mikroba merugikan untuk
tumbuh dan berkembang. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan
cara penguapan, pemanasan, penganginan pengeringan beku dan
 Tekanan : pengaturan tekanan dapat menurunkan kandungan air
dalam bahan pangan. Bila tekanan lingkungan diturunkan (hipobarik),

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 12 / 16
maka cairan yang ada di dalam bahan pangan akan tertarik ke
lingkungan. Bila tekanan lingkungan ditingkatkan hingga 2 atmosfir
atau lebih (hiperbarik) maka bahan pangan akan tertekan sehingga
cairannya akan keluar.
 Penambahan senyawa kimia yang ditujukan untuk menghambat
aktivitas mikroba pembusuk atau mendenaturasi enzim.
c) Penambahan senyawa kimia dapat dilakukan dengan cara penambahan
 Asam: Penambahan asam dimaksudkan untuk menurunkan pH
sehingga aktivitas mikroba pembusuk menurun. Asam yang digunakan
dapat berupa asam benzoat, sorbat, propionat, sulfite, asetat, laktat,
nitrat;
 Garam : Penambahan garam dimaksudkan untuk menciptakan
perbedaan tekanan osmotis antara di dalam bahan pangan dengan
lingkungannya. Peningkatan tekanan osmotis di luar bahan pangan
akan menyebabkan keluarnya cairan dari bahan pangan sehingga
cairan di dalam bahan pangan yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba
pembusuk menurun. Selain itu, terjadi proses masuknya komponen
garam ke dalam bahan pangan. Ion Na+ dan Cl- yang bersifat racun
akan membunuh mikroba pembusuk dan menyebabkan proses
denaturasi protein, termasuk enzim;
 Gula : Penambahan gula dimaksudkan untuk menciptakan perbedaan
tekanan osmotis antara bahan pangan dan lingkungannya. Perbedaan
tekanan osmotis akan menyebabkan pergerakan cairan di dalam bahan
pangan. Bila tekanan osmotis di luar lebih tinggi (hipertonis) maka
cairan dari dalam bahan pangan akan keluar (plasmolisis), bila lebih
rendah cairan akan masuk ke dalam sel mikroba sehingga sel akan
pecah (plasmoptisis);
 Antibakteri : Senyawa anti bakteri dapat menghambat atau membunuh
bakteri. Proses pengasapan akan meningkatkan senyawa fenol yang
bersifat anti bakteri. Selain meningkatkan senyawa anti bakteri, proses
pengasapan juga akan menurunkan kandungan air bahan pangan,
sehingga bakteri pembusuk terhambat pertumbuhannya; dan
 Gas : Penggunaan gasgas tertentu telah dilakukan untuk meningkatkan
penanganan dan pengelolaan bahan pangan. Fumigasi merupakan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 13 / 16
penggunaan gas untuk membunuh mikroba merugikan yang mungkin
ada di dalam bahan pangan. Penggunaan gas etilen telah lama
dipraktekan untuk mempercepat munculnya warna kuning pada buah
pisang.
Fermentasi adalah proses perombakan senyawa kompleks menjadi
senyawa lebih sederhana yang dilakukan oleh enzim dalam lingkungan
terkendali. Enzim yang berperan dalam proses fermentasi dapat
berasal dari bahan pangan itu sendiri, mikroba fermentasi, bahan
nabati, dan enzim murni. Penggunaan enzim murni untuk proses
fermentasi jarang dilakukan mengingat harganya yang mahal.
Penggunaan mikroba fermentasi sebagai penghasil enzim
membutuhkan pengendalian kondisi lingkungan sehingga hanya
mikroba fermentasi yang tumbuh, sedangkan mikroba laiinya terhambat
atau mati. Pengendalian kondisi lingkungan dapat dilakukan dengan
menggunakan senyawa asam, meningkatkan konsentrasi garam, atau
meningkatkan populasi bakteri fermentasi. Pemilihan cara
pengendalian lingkungan disesuaikan dengan bahan pangan yang
akan difermentasi. Beberapa bahan nabati telah digunakan dalam
proses fermentasi produk hewani. Bahan nabati tersebut diketahui
mengandung enzim proteolitik Bahan nabati tersebut misalnya papaya
yang mengandung enzim papain, dan nenas yang mengandung enzim
bromelain.

C. Latihan

1. Bagaimana cara mencegah Kerusakan pangan akibat kerusakan


mikrobiologi?
2. Jelaskan klasifikasi bahan pangan!

D. Kunci Jawaban

1. Kerusakan mikrobiologi dapat dicegah dengan cara berikut:


 Mencegah kontaminasi:
• Sortasi bagian yang mengalami kerusakan mikrobiologis

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 14 / 16
• Sanitasi (lingkungan, alat, pekerja)
• Pencucian produk
• Pengemasan
 Mencegah Pertumbuhan mikroba:
• Penurunan suhu (pendinginan)
• Penurunan pH (asam-asam organik)
• Penurunan kadar air (pengeringan)
• Penggunaan bahan kimia (bakteriostatik): klorin 50-125 ppm
 Membunuh mikroba:
• Suhu tinggi: pasteurisasi, sterilisasi
• Irradiasi (sinar gamma)
• Bahan kimia: fungisida: Gas SO2 0,25-1%, klor 100 ppm

2. Klasifikasi bahan pangan!


• Makanan tidak mudah rusak (non perishable foods): dapat disimpan
relatif lama pada suhu kamar (beras, kacang-kacangan)
• Makanan agak mudah rusak (semi perishable foods): dapat disimpan
waktu terbatas pada suhu ruang (bawang, umbi-umbian)
• Makanan mudah rusak (perishable foods): sangat mudah rusak tanpa
perlakuan (daging, ikan, susu, buah matang, sayuran)

E. Daftar Pustaka

1. Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton. 2013. Ilmu Pangan. UI Press
2. C. Hanny Wijaya. 2012. Bahan Tambahan Pangan Pengawet. IPB Press
3. Ratih Dewanti Haryadi. 2013. Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP). IPB Press
4. Sobari, E. 2017. Teknologi Pengolahan Pangan. Penerbit ANDI.
Yogyakarta.
5. Winiati P Rahayu. 2012. Mikrobiologi pangan. IPB Press
6. Dahrul S. 2012. Pengantar Teknologi Pangan. IPB Press.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 15 / 16

Anda mungkin juga menyukai