Oleh:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ASAHAN
KISARAN
2017
ABSTRAK
Kekerasan dengan alasan sebuah kedisiplinan di sekolah yang mulai mewarnai
pendidikan, sebenarnya mencerminkan kurangnya kasih sayang dalam setiap proses
pembelajaran di dalam kelas.Media massa maupun media online sering sekali
mempublikasikan pelanggaran dan kejahatan yang terjadi di dunia pendidikan, seperti
yang diberitakan melalui video online dimana kekerasan di dunia pendidikan kembali
terjadi beberapa bulan yang lalu di sebuah Sekolah Dasar di Sawah Lama, Bandar
Lampung dimana dalam video tersebut terlihat seorang oknum guru mencubit dan
menampar muridnya. Kekerasan yang dilakukan oknum guru terhadap murid juga terjadi
di Siduarjo yang mengakibatkan korban mengalami luka serius di kepala dan telinga.
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dijelaskan bahwa anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan. Selanjutnya masih dalam undang-undang yang sama dijelaskan bahwa
kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman
untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum.
Pertanggungjawaban pidana dari seorang pendidik (guru) yang melakukan
kekerasan terhadap peserta didik (siswa/murid) adalah sesuai dengan yang diatur di
dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 atas Perubahan undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa bagi siapa
saja yang melakukan kekerasan terhadap anak, yang dalam hal ini termasuk peserta
didikyang usianya dibawah 18 (delapan belas) tahun maka dapat dikenakan pidana
penjara sampai paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Pertanggungjawaban pidana tersebut dapat
dimintakan selama keadaan batin si pendidik normal atau akalnya dapat membeda-
bedakan perbuatan yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dan negara.1Pendidikan dan kualitas hidup merupakan dua variabel dengan jalinan
interdependensi yang cukup kuat dalam pencapaian tujuan hidup manusia. Hubungan
keduanya tidak hanya dapat dimaknai sebagai hubungan sebab akibat belaka, namun
lebih tepat disebut sebagai hubungan yang saling menentukan. Artinya, untuk mencapai
tujuan hidup yang diinginkan, manusia harus memperbaiki dan meningkatkan kualitas
hidupnya. Kualitas hidup tersebut umumnya sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan
yang dimilikinya.
ini tidak lagi dianggap sebagai pelengkap kebutuhan manusia saja, namun telah
diposisikan sebagai instrumen pokok dengan tingkat urgensi yang hampir sama dengan
tiga kebutuhan pokok manusia, yaitu makanan, pakaian dan tempat tinggal.Dengan
dan bermartabat. Pribadi-pribadi yang berkualitas dan bermoral ini nantinya akan
membawa perubahan kearah kemajuan bangsa dan negara di berbagai sektor kehidupan.
masyarakat dan individu, maka tanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan yang
1
Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
berkualitas pada hakekatnya tidak hanya menjadi urusan negara saja, tetapi juga tanggung
jawab semua pihak sebagai komponen dari pembangunan. Tidak hanya pendidik dan
misi dan strategi pembangunan nasional Indonesia serta sasaran dan arah kebijakan
manusia yang modern, manusia yang berbudi pekerti/berakhlak yang luhur, manusia yang
menjunjung tinggi supremasi hukum serta manusia Indonesia yang selalu siap untuk
Tujuan untuk menghasilkan generasi bangsa yang dapat menjadi ujung tombak
pembangunan diperlukannya mental kuat serta kemauan tinggi oleh peserta didik,
disamping fasilitas modren dengan mengikuti perkembangan dan kemajuan zaman, demi
pendidik agar menambah kokohnya misi dari suatu bangsa dalam meningkatkan
pembangunan nasional.
menimbulkan keprihatinan bagi para pelaku pendidikan. Pelanggaran dan kejahatan yang
terjadi di dunia pendidikan sangat heterogen sifatnya dan dilakukan secara langsung
daerah di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 80% kekerasan yang terjadi pada siswa
dilakukan oleh guru. Belakangan ini masyarakat dikejutkan dengan berita mengenai
seorang guru yang menganiaya salah satu siswanya akibatnya siswa tersebut harus
dirawat di rumah sakit. Di televisi juga pernah marak diberitakan mengenai siswa yang
Dalam Negeri (IPDN). Hal ini, tentunya cukup mengejutkan mengingat sekolah
merupakan tempat siswa menimba ilmu pengetahuan dan seharusnya menjadi tempat
yang aman bagi siswa. Namun ternyata di beberapa sekolah terjadi kasus kekerasan pada
siswa yang dilakukan oleh sesama siswa, guru atau pihak lain di dalam lingkungan
sekolah.2
dan kejahatan yang terjadi di dunia pendidikan, seperti yang diberitakan melalui video
online dimana kekerasan di dunia pendidikan kembali terjadi beberapa bulan yang lalu di
sebuah Sekolah Dasar di Sawah Lama, Bandar Lampung dimana dalam video tersebut
terlihat seorang oknum guru mencubit dan menampar muridnya. 3Kekerasan yang
dilakukan oknum guru terhadap murid juga terjadi di Siduarjo yang mengakibatkan
2
https://spa2daily.wordpress.com/2008/06/02/kekerasan-pada-siswa-di-sekolah/ diakses pada
tanggal 30 Mei 2017, pukul 14.00 Wib.
3
https://video.search.yahoo.com/search/video;_ylt=A0SO8wWSrytZJHUA_RFXNyoA;_ylu=X3o
DMTEycWM5amxrBGNvbG8DZ3ExBHBvcwMxBHZ0aWQDQjI5NDRfMQRzZWMDc2M-
?p=kekerasan+guru+terhadap+murid&fr=tightropetb#id=2&vid=bf2affbab799be6a103c60ed10c4574a&act
ion=viewdiakses pada tanggal 30 Mei 2017, pukul 14.00 Wib.
korban mengalami luka serius di kepala dan telinga. 4
Nasional tidak mengatur secara khusus sanksi bagi pendidik yang melakukan kekerasan
terhadap peserta didiknya. Namun dapat dipahami bahwa sebuah kekerasan dilakukan
dalam ruang lingkup pendidikan adalah sebuah kejahatan yang dapat menimbulkan
sanksi hukum bagi pelaku kekerasan. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis
B. Perumusan Masalah
pidana dari seorang pendidik (guru) yang melakukan kekerasan terhadap peserta didik
(siswa/murid)?
C. Tujuan Penulisan
BAB II
4
https://video.search.yahoo.com/search/video;_ylt=A0SO8wWSrytZJHUA_RFXNyoA;_ylu=X3o
DMTEycWM5amxrBGNvbG8DZ3ExBHBvcwMxBHZ0aWQDQjI5NDRfMQRzZWMDc2M-
?p=kekerasan+guru+terhadap+murid&fr=tightropetb#id=11&vid=8c0e7ccb43172246a984eef5761b2ccd&
action=viewdiakses pada tanggal 30 Mei 2017, pukul 14.30 Wib.
PEMBAHASAN
Pendidik dan peserta didik dalam pendidikan merupakan satu dan kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan sebab pendidikan akan berfungsi baik jika terwujudnya pendidik
dan peserta didik yang aktif dalam kegiatan pembelajaran. Keberhasilan peserta didik
tidak akan terlepas dari perjuangan, bimbingan dan tuntunan dari para pendidik dan
begitu juga sebaliknya, para pendidik akan dikatakan berhasil jika mampu membimbing,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain
potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu.5
Dalam pengertian yang sederhana, guru atau pendidik adalah orang yang
memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Guru sebagai pelaku utama dalam
strategis dalam mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Guru dipandang sebagai
5
Pasal 1 butir 4 dan butir 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidkan
Nasional.
6
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), hlm. 65.
Istilah tindak pidana di bidang pendidikan memang belum begitu populer
dibandingkan istilah tindak pidana korupsi ataupun tindak pidana pencucian uang (money
dimunculkan baik di kalangan teoritis maupun praktisi. Pada dasarnya, istilah tindak
pidana di bidang pendidikan tidak berbeda dengan pengertian tindak pidana pada
umumnya. Sedangkan kekhususannya terletak pada bidang yang menjadi objek korban
yakni berkaitan dengan dunia pendidikan. Disamping itu, ciri, corak atau pola dan wujud
tindak pidana beserta efek dan pengaruh yang ditimbulkannya sedemikian khusus
keadaannya.7
Kekhasan dari tindak pidana pendidikan ini terletak pada bidang yang disimpangi/
tindak pidana yang terjadi dalam bidang pendidikan, yang tidak hanya menimbulkan
kerugian nyata pada pelaksaaan pendidikan itu sendiri melainkan juga pada pihak-pihak
yang terkait dalam bidang tersebut terutama peserta didik, sehingga dapat mengganggu
7
https://sapriantoo.wordpress.com/2012/11/15/tindak-pidana-di-bidang-pendidikan/diakses pada
tanggal 30 Mei 2017, pukul 14.45 Wib.
8
https://sapriantoo.wordpress.com/2012/11/15/tindak-pidana-di-bidang-pendidikan/diakses pada
tanggal 30 Mei 2017, pukul 14.45 Wib.
4) Tindak pidana yang dilakukan oleh anak atau murid.
5) Tindak pidana pendidikan yang universal, yakni tindak pidana dalam bidang
pendidikan yang pelakunya bisa siapa saja, baik ia itu pengajar (di lembaga
pendidikan formal ataupun nonformal) atau/dan orang tua murid, atau/dan
murid atau/dan karyawan lembaga pendidikan atau/dan pimpinan lembaga
pendidikan yang bersangkutan itu sendiri atau/dan tidak mustahil juga orang
luar, korbannya pun bisa siapa saja, sama halnya dengan masalah pelaku di
atas bisa siapa saja, sepanjang ada hubungan dan kaitannya dengan bidang
pendidikan.
b. Tindak pidana pendidikan dalam arti luas, yang secara garis besarnya terdiri
dari/meliputi:
1) Tindak pidana pendidikan dalam arti sempit, sebagaimana telah dijabarkan di
atas (dari angka 1 sampai dengan angka 5).
2) Feodalisme Ilmiah.
Istilah feodalisme ilmiah ini sebenarnya bukanlah suatu istilah yang baru lagi
karena sejak dahulu sudah banyak orang yang menyebut, menggunakan dan
mengenalnya. Tetapi bagaimanakah esensi dan eksistensi feodalisme ilmiah
itu dalam praktek pelaksanaan atau penyelenggaraan pendidikan dan
pengajaran sehari-hari, hal ini dapat dikatakan sangat jarang dibahas atau
dikupas orang. Sedemikian jarangnya hal ini diperhatikan sehingga seakan-
akan dapat dikatakan belum pernah dianalisa orang secara terperinci. Tetapi
mengingat bahwa feodalisme ilmiah ini pada dasarnya merupakan suatu
bentuk tindak pidana yang khusus namun juga cukup luas dan cukup banyak
kemungkinan untuk mewujudkan pola-polanya dalam pelaksanaannya. 9
Adapun beberapa contoh dan pembagian tindak pidana yang dapat terjadi dalam
1. Tindak Pidana Kekerasan dimana tidak jarang kekerasan dan penganiayaan terjadi
didalam ruang lingkup pendidikan, kekerasan ini tidak hanya dapat dilakukan
guru terhadap murid namun kekerasan dan penganiayaan bisa saja terjadi terhadap
2. Korupsi, dimana korupsi ini dapat terjadi di dalam sekolah karena adanya
9
Ridwan Halim,Tindak Pidana Pendidikan (Suatu Tinjauan Filosofis – Edukatif) (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1985), hlm 32-47.
C. Bentuk Kekerasan Dalam Bidang Pendidikan.
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-undang khusus lain yang memiliki
pengaturan sanksi pidana, artinya tidak menutup kemungkinan bahwa semua perbuatan
pidana yang menimbulkan akibat dari sannki pidana dapat terjadi di dalam ruang lingkup
pembelajaran di dalam kelas. Guru sebagai pendidik cenderung meletakkan peserta didik
dengan segala ciri kepribadian yang harus dihargai bukan diseragamkan lewat
kedisiplinan.Peserta didik pada jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar dan
pendidikan menengah dengan kisaran usia dibawah 18 (delapan belas) tahun rentan menjadi
Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dijelaskan bahwa anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih
10
Pasal 1 butir 1 dan butir 15a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Dalam Pasal 89 KUHP dinyatakan bahwa yang disamakan melakukan kekerasan
itu membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah). Selanjutnya dijelaskan
bahwa melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak
kecil secara yang tidak sah misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam
Kekerasan pada peserta didik (siswa) adalah suatu tindakan keras yang dilakukan
terhadap siswa di sekolah dengan dalih mendisiplinkan siswa. Ada beberapa bentuk
kekerasan yang umumnya dialami atau dilakukan terhadap siswa sebagai peserta didik,
yaitu:
a. Kekerasan fisik, merupakan suatu bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan luka
b. Kekerasan psikis yaitu kekerasan secara emosional dilakukan dengan cara menghina,
harga diri, menurunkan rasa percaya diri, membuat orang merasa hina, kecil, lemah,
harus menanggung segala akibat dari tindakan yang telah dilakukannya. Di dalam hukum
pidana juga ditentukan hal seperti itu, yang dinamakan pertanggungjawaban pidana yaitu
11
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politeia, 1993), hlm. 98.
12
https://spa2daily.wordpress.com/2008/06/02/kekerasan-pada-siswa-di-sekolah/ diakses tanggal
30 Mei 2017, pukul 14.45 Wib.
pertanggungjawaban orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Tegasnya, yang
pertanggungjawaban pidana karena telah ada tindak pidana yang dilakukan oleh
seseorang. 13
a. Keadaan jiwanya:
3. Tidak terganggu karena terkejut, hipnotis, amarah yang meluap, pengaruh bawah
b. Kemampuan jiwanya:
sehat dan mampunya akal seseorang dalam membeda-bedakan hal-hal yang baik dan
yang buruk atau dengan kata lain mampu untuk menginsyafi sifat melawan hukumnya
suatu perbuatan dan sesuai dengan keinsyafan itu mampu untuk menentukan
kehendaknya.15
Apabila dikaitkan dengan tindak pidana dalam bidang pendidikan dalam bentuk
kekerasan yang dilakukan oleh guru sebagai pendidik terhadap murid sebagai peserta
didik maka terhadap guru tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban selama keadaan
13
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), hlm. 156.
14
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indaonesia dan Penerapannya,
(Jakarta: Storia Grafika, 2002), hlm. 249.
15
Mahrus Ali, Op. Cit, hlm. 171.
batinnya normal atau akalnya dapat membeda-bedakan perbuatan yang boleh dilakukan
bahwa kasus kekerasan terhadap anak dari tahun ke tahun mengalami pergeseran. Data
KPAI Tahun 2015 mencatat kasus pendidikan menempati urutan ke-3 setelah kasus anak
berhadapan dengan hukum dan kasus pengasuhan. Sedangkan Tahun 2016, terjadi
pergeseran cukup berarti. Kasus pornografi dan cyber menempati urutan ke-3 sementara
pada jenjang pendidikan formal yang terdiri atas pendidikan dasar dan pendidikan menengah
dengan kisaran usia dibawah 18 (delapan belas) tahun yang notabene adalah anak, perlu
mendapat perhatian serius mengingat anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
penting bagi kemajuan suatu negara. Tanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan
undang yang mengatur khusus tentang tindak pidana di bidang pendidikan. Padahal di
dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa anak di
dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak
kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh
harus ada sanksi, tanpa adanya sanksi maka seperti ikan tanpa insang dimana ikan
16
http://www.kpai.go.id/berita/kpai-hardiknas-jadi-momentum-maksimalkan-perlindungan-anak/
diakses pada tanggal 30 Mei 2017, pukul 14.45 Wib.
tersebut tidak bisa bertahan lama di dalam air, hukum tanpa sanksi maka tidak akan
pada hukum.
Sanksi adalah suatu alat, dan alat kekuasaan untuk menguatkan berlakunya suatu
hukum pidana, yang tujuannya merupakan konsekuensi yuridis dari terpenuhinya unsur-
unsur tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana. Sebagai sanksi yang memiliki
lebih cermat, bijaksana dan manusiawi serta merupakan suatu kesetimpalan terhadap
sebuah kejahatan.
menghilangkan ekses negatif dari sanksi pidana, maka pengenaan pidana perlu diarahkan
pada tujuan/sasaran yang hendak dicapai dari pemidanaan itu sendiri. Sesuai dengan
target hukum pidana, maka tujuan pemidanaan harus diarahkan pada perlindungan
atas tindak pidana yang dilakukannya. Di satu sisi, pendidik dikenal sebagai profesi yang
mulia, dengan kesejahteraan yang belum sepadan dengan tugas dan fungsi yang
diembannya. Di lain sisi, pendidk (guru) tidak ada bedanya dengan individu lainnya,
mempunyai kewajiban yang sama untuk menaati hukum, dan sanksi pidana hanyalah
17
Arif Gosita.Masalah Perlindungan Anak,.(Depok: FHUI, 2004), hlm 78.
Dengan mengingat kemanfaatan dan kepentingan seorang guru, baik kepentingan
guru itu sendiri, maupun kepentingan masyarakat luas, maka penetapan sanksi pidana
bersifat ultimum remedium atau last resort, yang berarti bahwa sanksi pidana diterapkan
sebagai sarana terakhir apabila sarana-sarana (sanksi-sanksi) lainnya tidak mampu lagi
Bertolak pada ide individualisasi pidana, maka pidana yang dikenakan harus
sesuai dengan karakteristik dan kondisi pelaku. Artinya, harus memungkinkan adanya
sanksi pidana yang dimaksud adalah, dalam hal jenis-jenis sanksi dalam hukum pidana
mempertimbangkan:
1. Kesalahan pembuat;
2. Motif dan tujuan dilakukannya tindak pidana
3. Cara melakukan tindak pidana
4. Sikap bati si pembuat
5. Riwayat hidup dan keadaan social ekonomi pembuat
6. Sikap dan tindakan pebuat sesudah melakukan tindak pidana;
7. Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat;
8. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan;
9. Pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban;
10. Tindak pidana dilakukan dengan berencana atau tidak. 18
Jenis sanksi yang dapat dikenakan terhadap pendidik(guru), pada prinsipnya harus
merujuk pada jenis sanksi yang telah diatur secara umum dalam ketentuan hukum pidana
yang berlaku. Hanya saja, mengingat bahwa tindak pidana yang dilakukan pendidik
(guru) ini terkait erat dengan bidang pendidikan, maka jenis sanksi yang digunakan
18
Niniek Suparni. 2007. Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan.(Jakarta:
Sinar Grafika/ 2007), hlm 3.
seyogyanya lebih mengedepankan unsur pendidikan/perbaikan pelaku, yakni sanksi
23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 76C menyatakan bahwa terhadap
setiap orang, yang dalam hal initentunya termasuk pendidik (guru) dilarang
melakukan kekerasan terhadap anak. Berdasarkan bunyi pasal tersebut di atas maka
terhadap pendidik (guru) yang melakukan kekerasan sebagai salah satu bentuk tindak
pidana dalam bidang pendidikan dapat kenakan sanksi pidana sebagaimana yang diatur di
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau
denda peling banyak Rp. 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
(3) Dalam hal anak sebagaimana pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak
(4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2) dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.
KPAI, menyikapi kasus kekerasan yang dilakukan pendidik (guru) terhadap peserta didik
(murid/siswa) jalur pidana bukanlah cara bijak untuk menyelesaikan masalah sebab
kredibilitas seorang pendidik (guru) bisa hancur bahkan juga berpengaruh pada
keluarganya. Untuk itu, pendidik (guru) agar lebih memahami bahwa guru yang
mengayomi akan lebih disukai murid dari pada guru yang kerap memakai jalur
kekerasan.19
Untuk meminimalisasi perbuatan negatif dari pidana bagi guru dan juga
mengingat pidana ini hanyalah sarana terakhir (bukan satu-satunya sarana) yang
digunakan untuk melindungi kepentingan guru dalam arti luas, dan juga kepentingan
pendidikan, maka seharusnya hakim dituntut untuk lebih cermat dan bijaksana untuk
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
19
https://www.kaskus.co.id/thread/57405ee15a51637c608b4571/guru-di-tahan-karena-pukul-
murid-kpai-pidana-tidak-selesaikan-masalah diakses pada tanggal 30 Mei 2017, pukul 15.00 Wib.
Pertanggungjawaban pidana dari seorang pendidik (guru) yang melakukan
kekerasan terhadap peserta didik (siswa/murid) adalah sesuai dengan yang diatur di
dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 atas Perubahan undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa bagi siapa
saja yang melakukan kekerasan terhadap anak, yang dalam hal ini termasuk peserta
didikyang usianya dibawah 18 (delapan belas) tahun maka dapat dikenakan pidana
penjara sampai paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Pertanggungjawaban pidana tersebut dapat
dimintakan selama keadaan batin si pendidik normal atau akalnya dapat membeda-
bedakan perbuatan yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
B. Saran.
untuk mufakat dalam mewujudkan perdamaian sebab pidana bukanlah jalan satu-satunya
upaya terakhir.Untuk masa yang akan datang diharapkan agar pemerintah segera
A. Buku-buku.
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indaonesia dan
Niniek Suparni. 2007. Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan.
Ridwan Halim, Tindak Pidana Pendidikan (Suatu Tinjauan Filosofis – Edukatif) (Jakarta:
B. Peraturan Perundang-undangan.
C. Internet.
https://spa2daily.wordpress.com/2008/06/02/kekerasan-pada-siswa-di-sekolah/diakses
tanggal 30 Mei 2017.
https://video.search.yahoo.com/search/video;_ylt=A0SO8wWSrytZJHUA_RFXNyoA;_y
lu=X3oDMTEycWM5amxrBGNvbG8DZ3ExBHBvcwMxBHZ0aWQDQjI5NDR
fMQRzZWMDc2M-
?p=kekerasan+guru+terhadap+murid&fr=tightropetb#id=2&vid=bf2affbab799be6
a103c60ed10c4574a&action=viewdiakses tanggal 30 Mei 2017.
https://video.search.yahoo.com/search/video;_ylt=A0SO8wWSrytZJHUA_RFXNyoA;_y
lu=X3oDMTEycWM5amxrBGNvbG8DZ3ExBHBvcwMxBHZ0aWQDQjI5NDR
fMQRzZWMDc2M-
?p=kekerasan+guru+terhadap+murid&fr=tightropetb#id=11&vid=8c0e7ccb43172
246a984eef5761b2ccd&action=viewdiakses tanggal 30 Mei 2017.
https://sapriantoo.wordpress.com/2012/11/15/tindak-pidana-di-bidang-
pendidikan/diakses tanggal 30 Mei 2017.
http://www.kpai.go.id/berita/kpai-hardiknas-jadi-momentum-maksimalkan-perlindungan-
anak/diakses tanggal 30 Mei 2017.
https://www.kaskus.co.id/thread/57405ee15a51637c608b4571/guru-di-tahan-karena-
pukul-murid-kpai-pidana-tidak-selesaikan-masalahdiakses tanggal 30 Mei 2017.