Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas adalah metrik keuangan yang digunakan oleh analis dan
investor untuk mengukur dan mengevaluasi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan (laba) relatif terhadap pendapatan, aset neraca, biaya operasi, dan ekuitas
pemegang saham selama periode waktu tertentu.
Rasio ini menunjukkan seberapa baik perusahaan menggunakan asetnya untuk
menghasilkan laba dan nilai bagi pemegang saham. Rasio atau nilai yang lebih tinggi
biasanya dicari oleh sebagian besar perusahaan, karena ini biasanya berarti bisnis
berkinerja baik dengan menghasilkan pendapatan, laba, dan arus kas.
Rasio ini paling berguna ketika dianalisis dibandingkan dengan perusahaan
sejenis atau dibandingkan dengan periode sebelumnya. Rasio profitabilitas yang paling
umum digunakan diperiksa di bawah ini.
Terlepas dari berbagai kekurangan dari rasio ini, pada dasarnya, perhitungan
laba perusahaan dengan menggunakan rasio tersebut masih digunakan oleh hampir
semua perusahaan dan bisa menghasilkan hitungan yang valid.
1.3 Jenis-Jenis Rasio Profitabilitas
Tahu
n Laba Kotor Penjualan GPM
2016 8,542,511 36,486,744 0.23
2017 8,375,542 57,933,571 0.14
2018 9,219,482 57,933,571 0.16
2019 8,076,647 54,584,657 0.15
Data diolah : 2021
Interpretasi dari tabel perhitungan Gross Profit Margin diatas dapat disimpulkan
bahwa adanya pergerakan ratio yang berfluktuasi. Berikut Analisa GPM dari
tahun 2016 sampai 2019:
Tahun 2016 PT Pertamina memperoleh nilai GPM sebesar 0,23 artinya
bahwa PT Pertamina mampu untuk menjalankan produksinya secara
efisien karena Harga Pokok Penjualan relatif lebih rendah. Dan Jika
dilihat nilai penjualan tahun 2016, terjadi penurunan penjualan sebagai
dampak dari penurunan harga migas namun kondisi tesebut justru menjadi
pendorong untuk melakukan efisiensi di semua lini operasi yang ditandai
dengan peningkatan margin laba kotor dan efisiensi biaya.
Tahun 2017 PT Pertamina memperoleh nilai GPM sebesar 0,14 artinya
bahwa PT Pertamina masih mampu untuk menjalankan produksinya
secara efisien. Namun nilai GPM tahun 2017 lebih rendah dibandingkan
tahun 2016, hal ini berkaitan dengan meningkatnya biaya untuk membeli
bahan baku dari 10.8 Miliyar USD menjadi 13.3 Miliyar USD. Serta
pembelian produk minyak lainnya yang mencapai dua kali lipat dari
tahun 2016. Tahun 2016 impor produk minyak lainnya hanya 3.6 juta
USD dan meningkat pada tahun 2017 menjadi 7.5juta USD. Hal ini yang
mendorong penurunan Gross Profit Margin pada tahun 2017.
- Tahun 2018 PT Pertamina memperoleh nilai GPM sebesar 0,16
meningkat dari tahun sebelumnya artinya bahwa PT Pertamina mampu untuk
menjalankan produksinya secara efisien karena Harga Pokok Penjualan relatif
lebih rendah yaitu sebesar 0,16 lebih tinggi dari tahun 2017.
- Tahun 2019 PT Pertamina memperoleh nilai GPM sebesar 0,15 artinya
bahwa PT Pertamina mampu untuk menjalankan produksinya secara efisien
karena Harga Pokok Penjualan relatif lebih rendah yaitu sebesar 0,15. Namun
nilai GPM tahun 2019 lebih kecil dibandingkan tahun 2018.
b. Net Profit Margin
Net Profit Margin (NPM) adalah rasio keuangan yang digunakan untuk
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih.
Semakin besar Net Profit Margin berarti semakin efisien perusahaan tersebut
dalam mengeluarkan biaya-biaya sehubungan dengan kegiatan operasinya.
Tujuan dari dilakukannya perhitung terhadap NPM yang dihasilakan oleh
suatu perusahaan perusahaan adalah untuk menentukan tingkat keberhasilan dari
keseluruhan bisinis yang dijalankan oleh suatu perusahaan.NPM yang nilainya
tinggi, maka dapat dikatakan bahwa perusahaan tersebut telah menetapkan harga
produknya dengan benar dan biaya yang digunakan terkontrol dengan
baik.Margin laba bersih akan sangat bermanfaat, apabila dilakukan dengan cara
membandingkan keuntungan yang dihasilkan dari pesaing bisnis di sektor yang
sama. Karena hal tersebut berarti suatu perusahaan memiliki lingkungan
komersial yang sama dan basis pelanggan yang sama bahkan memiliki struktur
biaya yang relatif sama.
Tahu
n Laba Bersih Penjualan Bersih NPM
2016 3,162,654 36,486,744 0.09
2017 2,700,404 57,933,571 0.05
2018 2,716,394 57,933,571 0.05
2019 2,618,386 54,584,657 0.05
Data Diolah : 2021
c. Return On Asset
Return on asset merupakan indikator tentang seberapa andal perusahaan
dalam pemanfaatan aset untuk menghasilkan keuntungan (profit). ROA biasanya
dihitung melalui pembagian laba bersih dengan aset perusahaan secara
keseluruhan.
Return on asset biasanya tampil dalam bentuk persentase yang dihitung
dengan rumus ROA. Semakin besar persentasenya, berarti semakin produktif
dan efisien suatu perusahaan. Begitu pun sebaliknya, semakin kecil persentase
ROA, maka tandanya perusahaan kurang produktif.
Tahu
n Penjualan Bersih Aset ROA
2016 36,486,744 53,976,094 0.68
2017 57,933,571 57,439,375 1.01
2018 57,933,571 64,718,452 0.90
2019 54,584,657 67,086,408 0.81
Data Diolah : 2021
d. Return On Equity
Return on equity (ROE) adalah rasio yang menyatakan persentase laba
bersih relatif terhadap ekuitas pemegang saham, atau tingkat pengembalian uang
yang dimasukkan oleh investor ekuitas ke dalam bisnis.
Rasio ROE adalah rasio yang sangat diperhatikan oleh analis saham dan
investor. Rasio ROE yang tinggi dan menguntungkan sering disebut sebagai
alasan untuk membeli saham perusahaan. Perusahaan dengan return on equity
yang tinggi biasanya lebih mampu menghasilkan uang tunai secara internal, dan
karenanya kurang bergantung pada pembiayaan utang.
Tahu
n Laba Bersih Ekuitas ROE
2016 3,162,654 25,244,758 0.13
2017 2,700,404 27,013,267 0.10
2018 2,716,394 29,610,040 0.09
2019 2,618,386 31,219,481 0.08
Data Diolah : 2021
2. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas merupakan perbandingan aset lancar dengan kewajiban lancar.
Rasio ini dapat menjadi alat atau informasi yang dapat membantu perusahaan untuk
meningkatkan manajemennya. Rasio liquiditas merupakan indikator performa perusahaan
dan situasi keuangannya. Contoh mudahnya, rasio likuiditas ditunjukkan oleh rasio kas
terhadap kewajiban lancarnya, misalnya pembayaran gaji karyawan, pembayaran tagihan
listrik, pelunasan biaya telepon, dan pembayaran iuran PDAM.
Rasio ini tidak hanya penting untuk membuat performa perusahaan terlihat bagus
di mata investor, namun juga dapat digunakan untuk menganalisis tren, membandingkan
dengan perusahaan kompetitor, dan mengukur kemajuan atau pencapaian target yang
telah ditetapkan. Dalam menilai likuiditas perusahaan ada beberapa rasio keuangan yang
digunakan oleh para investor. Rasio tersebut antara lain rasio cepat, rasio kas, margin
laba bersih, rasio laba kotor pada penjualan bersih dan rasio perputaran persediaan.Ini
juga merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui sehat atau tidaknya suatu
perusahaan. Jika Anda kesulitan menghitung rasio liquiditas secara manual, Anda bisa
menggunakan Accurate Online untuk perhitungan yang lebih cepat dan minim kesalahan.
Seperti yang sudah kita sebutkan di atas bahwa setiap perusahaan harus dapat
memenuhi kewajibannya yaitu untuk memenuhi kewajiban keuangannya atau
kemampuan perusahaan saat ada penagihan. Oleh karenanya, setiap perusahaan perlu
memahami rasio likuiditas yang terdiri dari beberapa jenis rasio yaitu rasio lancar, rasio
cepat, rasio kas dan rasio perputaran kas. Selengkapnya kita akan bahas di bawah ini
a. Current Ratio
Current ratio merupakan cara penghitungan rasio likuiditas yang paling
sederhana dibanding cara lainnya. Penghitungan ini dimaksudkan untuk
mengetahui tingkat kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya dengan aset perusahaan yang likuid pada saat ini atau aset lancar
(current asset). Jenis aset ini adalah aset yang dapat ditukarkan dengan kas
dalam jangka waktu satu tahun.
Tahu
n Aset Lancar Kewajiban Lancar Current Ratio
2016 18,434,114 8,893,238 2.07
2017 19,156,608 9,837,044 1.95
2018 23,154,204 13,972,882 1.66
2019 23,080,826 12,163,348 1.90
Data Diolah : 2021
b. Quick Ratio
Quick ratio merupakan penjelasan lebih lanjut dari current ratio.
Penghitungan quick ratio hanya menggunakan aset lancar yang paling likuid
untuk dibandingkan dengan kewajiban lancar. Inventaris tidak termasuk ke
dalam perhitungan quick ratio karena sulit untuk ditukar dengan kas, sehingga
quick ratio jauh lebih ketat dari current ratio.
Tahu
n Aset Lancar Persediaan Kewajiban Lancar Quick Ratio
2016 18,434,114 (4,795,022) 8,893,238 1.53
2017 19,156,608 (6,036,137) 9,837,044 1.33
2018 23,154,204 (6,323,165) 13,972,882 1.20
2019 23,080,826 (5,893,332) 12,163,348 1.41
Data Diolah : 2021
c. Cash Ratio
Cash ratio adalah cara penghitungan likuiditas yang melibatkan kas
perusahaan. Manfaatnya mirip dengan current ratio dan quick ratio yaitu untuk
mengetahui kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka
pendeknya dengan menjadikan kas sebagai acuan.
Jika nilai dari perhitungan menunjukan 100% atau 1 kali, artinya jumlah
aset sama dengan jumlah hutang. Dengan demikian perusahaan tidak
mempunyai kelebihan aset atas hutang yang dimilikinya.Perusahaan harus
mengusahakan supaya nilai dari DAR kurang dari 100% atau 1 kali, supaya
dapat dikatakan baik.
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa nilai debt to asset ratio dari tahun
2016 sampai dengan tahun 2019 masih dibawah 100% atau rata-rata setiap
tahunnya 53% hingga 54% artinya perusahaan masih mampu melakukan
operasional perusahannya dengan modal sendiri dan sebagian masih di danai
oleh hutang.
Dari tabel diatas bahwa nilai DER berada pada angka lebih dari 100% yang
artinya perusahaan masih membutuhkan bantuan pihak ke 3 dalam melakukan
operasionalnya dan tingkat risikonya yang ditanggung sangat tinggi. Dan jika
dilihat dari pihak kreditur pihak kreditur akan melakukan analisa lebih dalam
untuk prospek bisnis ke depannya.
Rumus perhitungan long term debt to equity ratio adalah sebagai berikut:
Long Term Debt To Equity Ratio = Kewajiban Jangka Panjang / Ekuitas
Tabel Long Term Debt To Equity Ratio PT. Pertamina (Persero) Tahun
2016-2019
Tahu
n Kewajiban Jk Panjang Ekuitas LTDER
2016 19,838,098 25,244,758 0.79
2017 20,589,064 27,013,267 0.76
2018 21,135,530 29,610,040 0.71
2019 23,703,579 31,219,481 0.76
Data Diolah : 2021