Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERADILAN AGAMA DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :

ABDUL RAHIM HUTABARAT

1931007

UNIVERSITAS MULIA BALIKPAPAN


FAKULTAS HUMANIORA DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI HUKUM
2019

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum. Wr. Wb.

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT,


Tuhan Yang Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa
kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada
waktunya. Makalah yang berjudul “Peradilan Agama di Indonesia”
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Acara
Peradilan Agama.

Akhir kata semoga barmanfaat bagi para mahasiswa, umum khususnya


bagi para rekan-rekan yang membaca makalah ini semoga bisa di
pergunakan dengan semestinya.

Oleh kerena itu penulis memahami bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, sehingga penulis sangat berharap atas kritik dan saran
yang bersifat membangun motivasi demi terciptanya makalah
selanjutnya yang lebih baik lagi.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga para pembaca dapat


memahami manfaat dari makalah ini, amin.

Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Balikpapan, 13 November 2020

Penulis

ii
Daftar isi

Halaman Judul.................................................................................i

Kata pengantar................................................................................ii

Daftar isi.......................................................................................iii

BAB I............................................................................................1

PENDAHULUAN...........................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................1

B. Permasalahan........................................................................1

C. Motivasi.................................................................................2

BAB II...........................................................................................3

PEMBAHASAN..............................................................................3

A. Pengertian Hukum Acara Peradilan Agama .............................3

B. Sumber Hukum Acara Peradilan Agama .................................3

C. Asas-asas Hukum Acara Perdata peradilan Agama ..................5

D. Fungsi Peradilan Agama.........................................................7

E. Kekuasaan dan Kewenangan Pengadilan Agama ......................8

BAB III........................................................................................12

PENUTUP.....................................................................................12

A. Kesimpulan..........................................................................12

B. Saran...................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................13

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengadilan Agama (biasa disingkat: PA) merupakan sebuah lembaga peradilan
dilingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di Ibu Kota, Kabupaten atau
Kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Agama memiliki tugas
dan wewenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara
antara orang-orang yang beragama Islam. Pengadilan Agama dibentuk melalui
Undang-Undang, dengan daerah hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten.
Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan (Ketua PA dan Wakil Ketua
PA), Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita.
Pengadilan Agama adalah salah satu dari Peradilan Negara Indonesia yang sah
yang bersifat peradilan khusus, yang berwenang dalam jenis perkara Perdata Islam
tertentu, bagi orang-orang Islam di Indonesia. Perkara warisan merupakan salah
satu perkara perdata Islam yang menjadi wewenang Pengadilan Agama selain
masalah perkawinan, wasiat, hibah wakaf, zakat, infaq, sadaqah dan ekonomi
syariah. Maka umat Islam yang menyelesaikan perkara kewarisan di Pengadilan
Agama, di samping telah melaksanakan ibadah juga melaksanakan aturan Allah
SWT, dalam waktu yang sama telah patuh kepada aturan yang ditetapkan Negara.

1. Permasalahan
a.       Pengertian dari Hukum Acara Peradilan Agama?
b.      Perkara-Perkara Perdata Islam yang menjadi wewenang Pengadilan Agama?
c.       Fungsi dari Hukum Acara Peradilan Agama?

1
2. Motivasi
a.      Agar mampu memahami tentang Hukum Acara Peradilan Agama di
Indonesia.
b.      Agar mampu memahami tentang Fungsi Hukum Acara Peradilan Agama di
Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Acara Peradilan Agama

Menurut Prof. Dr. Wiryono Prodjodikoro, SH., hukum acara perdata adalah
rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus
bertindak di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan harus bertindak
satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum
perdata.

R. Suparmono SH. memberikan definisi hukum acara perdata adalah


keseluruhan peraturan hukum yang mengatur tentang cara-cara bagaimana
mempertahankan, melaksanakan dan menegakkan hukum perdata materiil
melalui proses peradilan (peradilan negara).

Prof. Dr. Soedikno Mertokusumo, SH. menyatakan, hukum acara perdata


mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa
serta memutusnya dan pelaksanaan dari putusannya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Hukum Acara Peradilan Agama


adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang
harus bertindak di muka pengadilan yang terdiri dari cara mengajukan
tuntutan dan mempertahankan hak, cara bagaimana pengadilan harus
bertindak untuk memeriksa serta memutus perkara dan cara bagaimana
melaksanakan putusan tersebut di lingkungan Peradilan Agama. 

B. Sumber Hukum Acara Peradilan Agama.

Pasal 54 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-


undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyatakan,

3
Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku dalam lingkungan
Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-
undang ini. Oleh karena itu dapat tegaskan bahwa sumber hukum acara
Peradilan Agama antara lain :

1. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan


Kehakiman.
2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
3. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan
di Jawa dan Madura.
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
5. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974.
6. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
7. Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) untuk Jawa dan
Madura.
8. Rechtsreglement Buitengewesten (RBg.) untuk luar Jawa dan
Madura.
9. Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering (Rv).
10. Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 1991 tentang
penggunaan Kompilasi Hukum Islam sebagai pedoman dalam
penyelesaian masalah-masalah di bidang Perkawinan, Perwakafan
dan Kewarisan.
11. Yurisprudensi, yaitu kumpulan yang sistematis dari Putusan
Mahkamah Agung yang diikuti oleh Hakim lain dalam putusan
yang sama.

4
12. Surat Edaran Mahkamah Agung sepanjang menyangkut Hukum
Acara Perdata.

C. Asas-asas Hukum Acara Perdata Peradilan Agama.

Sebagai landasan Hukum Acara Peradilan Agama, perlu dipedomani Asas-


asas Hukum Acara Peradilan Agama sebagai berikut :

1. Peradilan Agama adalah Peradilan Negara (pasal 3 ayat (1)


Undang-undang No. 4 Tahun 2004, pasal 2 Undang-undang Nomor
7 Tahun 1989 jo Undang-undang Nomor 3 tahun 2006.
2. Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang
beragama Islam (pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun
1989).
3. Peradilan Agama menetapkan dan menmegakkan hukum
berdasarkan keadilan berdasarkan Pancasila (pasal 3 ayat (2)
Undang-undang Nomor 4 tahun 2004).
4. Peradilan Agama memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara
berdasarkan hukum Islam (pasal 2, 49 dan Penjelasan Umum
Undang-undang Nomor 3 tahun 2006).
5. Peradilan dilakukan demi keadilan berdasarkan Ke Tuhanan Yang
Maha Esa (pasal 4 Undang-undang Nomor 4 tahun 2004, pasal 57
ayat (1) Undang-undang Nomor 3 tahun 2006).
6. Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan
(pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004, pasal 57
ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989).
7. Peradilan dilakukan menurut hukum dan tidak membeda-bedakan
orang (pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004, pasal
58 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989).

5
8. Peradilan dilakukan bebas dari pengaruh dan campur tangan dari
luar (pasal 4 ayat (3) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004).
9. Peradilan dilakukan dalam persidangan Majelis dengan sekurang-
kurangnya tiga orang Hakim dan salah satunya sebagai Ketua,
sedang yang lain sebagai anggota, dibantu oleh Panitera Sidang
(pasal 17 ayat (1), (2) dan (3) Undang-undang Nomor 4 tahun
2004).
10. Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap Hakim yang
mengadili (pasal 29 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004).
11. Beracara dikenakan biaya (pasal 121 ayat (1) HIR, pasal 145 ayat
(4) RBg.).
12. Hakim bersifat menunggu (pasal 49 Undang-undang Nomor 3
tahun 2006).
13. Hakim pasif (pasal 118 ayat (1) HIR, pasal 142 ayat (1) RBg.)
14. Persidangan bersifat terbuka untuk umum (pasal 19 ayat (1)
Undang-undang Nomor 4 tahun 2004).
15. Hakim mendengar kedua belah pihak (pasal 121 HIR,pasal 145
RBg., pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004, pasal
58 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989).
16. Tidak harus diwakilkan (pasal 123 HIR, pasal 147 RBg.).
17. Hakim wajib mendamaikan para pihak (pasal 130 HIR, 154 RBg,
pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974).
18. Hakim membantu para pihak (pasal 5 ayat (2) Undang-undang
Nomor 4 tahun 2004, pasal 58 ayat (2) Undang-undang Nomor 7
Tahun 1989).
19. Hakim wajib menghadili setiap perkara yang diajukan kepadanya
(pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004).

6
20. Putusan harus disertai alasan (pasal 25 ayat (1) Undang-undang
Nomor 4 tahun 2004, pasal 62 ayat (1) Undang-undang Nomor 7
Tahun 1989, pasal 184 ayat (1)dan pasal 195 RBg.).
21. Tiap putusan dimulai dengan kalimat “Bismillahir rahmaanir
rahiim” diikuti dengan “Demi Keadilan Berdasarkan Ke Tuhanan
Yang Maha Esa” (pasal 57 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989).
22. Semua putusan Pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan
hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum (pasal
20 Undang-undang Nomor 4 tahun 2004).
23. Tiap-tiap pemeriksaan dan perbuatan hakim dalam penyelesaian
perkara harus dibuat berita acara (pasal 186 HIR, pasa 96 Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1989).
24. Terhadap setiap putusan diberikan jalan upaya hukum berupa
banding, kasasi dan peninjauan kembali (pasal 21, 22 dan 23
Undang-undang Nomor 4 tahun 2004).

Pelaksanaan putusan Pengadilan wajib menjaga terpeliharanya peri kemanusiaan


dan peri keadilan (pasal 36 ayat (4) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004).

D. Fungsi Peradilan Agama


Untuk melaksanakan tugas pokok peradilan Agama fungsi-fungsi tersebut adalah
sebagai berikut :

 Fungsi mengadili ( yudicial power ) menerima, memeriksa dan mengadili


serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan oleh orang-orang yang
beragama Islam;

 Fungsi Pengawasan yaitu mengawasi pelaksanaan penyelenggaraan


peradilan agar dapat terlaksana dengan seksama dan sewajarnya;
7

 Fungsi mengatur yaitu mengatur pelaksanaan tugas struktural, fungsional,


dan pegawai Pengadilan Agama agar terlaksana tugas pokok dengan sebaik-
baiknya efektif dan efisien serta produktif;

 Fungsi memberi nasehat, memberi keterangan, pertimbangan dan nasehat


tentang hukum Islam kepada pemerintah di daerah “apabila diminta” ( pasal
52 ayat 1 );

 Fungsi admistrasi yaitu penyelenggaraan administrasi, baik administrasi


peradilan, administrasi umum, administrasi keuangan, kepegawaian dan
perlengkapan, sarana dan prasarana peradilan.

E. KEKUASAAN DAN KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA

Undang-undang telah memberikan kewenangan kepada Pengadilan Agama seperti


tersebut dalam Pasal 49 Undang-undang nomor 3 tahun 2006 yang menyebutkan
bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama
Islam di bidang a. Perkawinan, b. Waris, c Wasiat, d Hibah e. Wakaf, f. Zakat, g.
Infaq, h. Sahdaqoh dan i. Ekonomi syari’ah. Dalam penjelasan pasal 49 Undang-
undang nomor : 3 tahun 2006 penyelesaian sengketa tidak hanya terbatas dibidang
perbankan syari’ah melainkan juga dibidang ekonomi syari’ah lainnya.Lebih
lanjut yang dimaksud dengan orang-orang yang beragama Islam adalah orang-
orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan
sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan
peradilan Agama sesuai dengan dengan ketentuan yang digariskan dalam pasal
tersenbut. Adapun kewenangan yang erat kaitannya dengan perkawinan dapat
disebutkan sebagai berikut :
1. Izin beristeri lebih dari seorang ( poligami ) ;
8
2. Izin Melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum bertusia 21
tahun dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada
pertbedaan pendapat;
3. Dispensasi kawin;
4. Pencegahan perkawinan;
5. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;
6. Pembatalan perkawinan;
7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan isteri;
8. Perceraian karena talak;
9. Gugatan perceraian;
10. Penyelesaian harta bersama;
11. Penguasaan anak-anak;
12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana
bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya;
13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada
bekas isteri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas isteri;
14. Putusan tentang sah tidaknya seorang anak;
15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
16. Pencabutan oleh kekuasaan wali;
17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh Pengadilan dalam hal
kekuasaan seorang wali dicabut;
18. Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang ditinggalkan
oleh orang tuanya;
19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada
dibawah kekuasaannya;
20. Penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak
berdasarkan hukum Islam;
21. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan
perkawinan campuran;
9
22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum
Undangundang nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan
dijalankan menurut peraturan yang lain;

Lebih lanjut yang dimaksud dengan “WARIS” adalah penentuan siapa yang
menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian
masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan
tersebut serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan
siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris; Yang
dimaksud dengan “WASIAT” adalah perbuatan seseorang yang memberikan
suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang
berlaku yang memberi wasiat tersebut meninggal dunia;
Yang dimaksud dengan “HIBAH” adalah pemberian suatu benda secara sukarela
dan tanpa imbalan dari seorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan
hukum untuk memiliki.
Yang diumaksud dengan “WAKAF“ adalah perbuatan seseorang atau kelompok
orang ( wakif ) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian hartabenda
milikinya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syari’ah.
Yang dimaksud dengan “ZAKAT“ adalah harta yang wajib disisihkan oleh
seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai
dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Yang dimaksud dengan “INFAQ“ adalah perbuatan seseorang memberikan
sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan,
minuman, mendermakan, memberikan rezeki ( karunia) atau menafkahkan sesuatu
kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas dan karena Allah SWT.
Yang dimaksud dengan “SHODAQOH“ adalah perbuatan seseorang memberikan
sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela
tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah
SWT dan pahala semata.
10
Adapun yang dimaksud dengan “EKONOMI SYARI’AH” adalah perbuatan atau
kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi :
a. Bank syari’ah;
b. Lembaga keuangan mikro syari’ah;
c. Asuransi syari’ah;
d. Reasureansi syari’ah;
e. Reksadana syari’ah;
f. Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah;
g. Sekuritas syari’ah;
h. Pembiayaan syari’ah;
i. Pegadaian syari’ah;
j. Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah, dan;
k. Bisnis syari’ah.
11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengadilan Agama sebagai pengadilan keluarga adalah dengan misi menjaga
keutuhan keluarga dalam penegakan sengketa hukum keluarga sebagai pelaksana
hukum Islam substansial. Hukum keluarga Islam kontemporer di negaranegara
Islam dan di negara-negara yang mayoritas penduduknya Islam mengalami
perkembangan.
Melihat yang demikian itu, peran pengadilan agama bukan merupakan badan yang
sepenuhnya otonom, melainkan senantiasa menjalankan pertukaran dengan
lingkungannya yang lebih besar. Pengadilan Agama merupakan institusi yang
dinamis, sebagai contoh bahwa hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib
menggali, mengikuti dan memahami nilai nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat, di sini ia dituntut untuk menginterpretasikan teks-teks undang-
undang dalam konteks kehidupan masyarakat serta perubahan-perubahannya.
Termasuk perkembangan studi hukum Islam di Indonesia adalah bidang ekonomi
sayariah yang telah dikompilasikan menjadi “Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari‟ah”. Kodifikasi hukum keluarga dalam masyarakat Islam dewasa ini, selain
dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian hukum, juga bertujuan untuk
mengangkat harkat dan martabat wanita sesuai ajaran Islam, maka masalah
perkawinan, kewarisan dan yang lain tidak lagi dianggap urusan pribadi, tetapi
dijadikan urusan umum yang dikelola oleh pemerintah melalui lembaga Peradilan
Agama.
B. Saran
Demikian makalah yang penulis susun, penulis menyadari bahwa masih abanyak
kekurangan, oleh sebab itu kritik dan saran yang dapat memberi motivasi dari para
pembaca sangat penulis harapkan. Semoha makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
12
Daftar Pustaka

Ali, Mohammad Daud, Hukum Islam Dan Peradilan Agama: Kumpulan Tulisan,


Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002. ______ 
Undang-Undang Peradilan Agama, Panji Masyarakat, No. 634, Jakarta, tanggal
1-10Januari 1990.
Halik, Ihsan,” Peradilan Agama”, www. hukum perdata.blogdetik.com/2011/03/
19/peradilan-agama.html, diakses pada tanggal 02 Oktober 2013
13

Anda mungkin juga menyukai