DISUSUN OLEH :
1931007
i
KATA PENGANTAR
Oleh kerena itu penulis memahami bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, sehingga penulis sangat berharap atas kritik dan saran
yang bersifat membangun motivasi demi terciptanya makalah
selanjutnya yang lebih baik lagi.
Penulis
ii
Daftar isi
Halaman Judul.................................................................................i
Kata pengantar................................................................................ii
Daftar isi.......................................................................................iii
BAB I............................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................1
B. Permasalahan........................................................................1
C. Motivasi.................................................................................2
BAB II...........................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................3
BAB III........................................................................................12
PENUTUP.....................................................................................12
A. Kesimpulan..........................................................................12
B. Saran...................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................13
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengadilan Agama (biasa disingkat: PA) merupakan sebuah lembaga peradilan
dilingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di Ibu Kota, Kabupaten atau
Kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Agama memiliki tugas
dan wewenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara
antara orang-orang yang beragama Islam. Pengadilan Agama dibentuk melalui
Undang-Undang, dengan daerah hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten.
Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan (Ketua PA dan Wakil Ketua
PA), Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita.
Pengadilan Agama adalah salah satu dari Peradilan Negara Indonesia yang sah
yang bersifat peradilan khusus, yang berwenang dalam jenis perkara Perdata Islam
tertentu, bagi orang-orang Islam di Indonesia. Perkara warisan merupakan salah
satu perkara perdata Islam yang menjadi wewenang Pengadilan Agama selain
masalah perkawinan, wasiat, hibah wakaf, zakat, infaq, sadaqah dan ekonomi
syariah. Maka umat Islam yang menyelesaikan perkara kewarisan di Pengadilan
Agama, di samping telah melaksanakan ibadah juga melaksanakan aturan Allah
SWT, dalam waktu yang sama telah patuh kepada aturan yang ditetapkan Negara.
1. Permasalahan
a. Pengertian dari Hukum Acara Peradilan Agama?
b. Perkara-Perkara Perdata Islam yang menjadi wewenang Pengadilan Agama?
c. Fungsi dari Hukum Acara Peradilan Agama?
1
2. Motivasi
a. Agar mampu memahami tentang Hukum Acara Peradilan Agama di
Indonesia.
b. Agar mampu memahami tentang Fungsi Hukum Acara Peradilan Agama di
Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Prof. Dr. Wiryono Prodjodikoro, SH., hukum acara perdata adalah
rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus
bertindak di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan harus bertindak
satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum
perdata.
3
Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku dalam lingkungan
Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-
undang ini. Oleh karena itu dapat tegaskan bahwa sumber hukum acara
Peradilan Agama antara lain :
4
12. Surat Edaran Mahkamah Agung sepanjang menyangkut Hukum
Acara Perdata.
5
8. Peradilan dilakukan bebas dari pengaruh dan campur tangan dari
luar (pasal 4 ayat (3) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004).
9. Peradilan dilakukan dalam persidangan Majelis dengan sekurang-
kurangnya tiga orang Hakim dan salah satunya sebagai Ketua,
sedang yang lain sebagai anggota, dibantu oleh Panitera Sidang
(pasal 17 ayat (1), (2) dan (3) Undang-undang Nomor 4 tahun
2004).
10. Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap Hakim yang
mengadili (pasal 29 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004).
11. Beracara dikenakan biaya (pasal 121 ayat (1) HIR, pasal 145 ayat
(4) RBg.).
12. Hakim bersifat menunggu (pasal 49 Undang-undang Nomor 3
tahun 2006).
13. Hakim pasif (pasal 118 ayat (1) HIR, pasal 142 ayat (1) RBg.)
14. Persidangan bersifat terbuka untuk umum (pasal 19 ayat (1)
Undang-undang Nomor 4 tahun 2004).
15. Hakim mendengar kedua belah pihak (pasal 121 HIR,pasal 145
RBg., pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004, pasal
58 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989).
16. Tidak harus diwakilkan (pasal 123 HIR, pasal 147 RBg.).
17. Hakim wajib mendamaikan para pihak (pasal 130 HIR, 154 RBg,
pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974).
18. Hakim membantu para pihak (pasal 5 ayat (2) Undang-undang
Nomor 4 tahun 2004, pasal 58 ayat (2) Undang-undang Nomor 7
Tahun 1989).
19. Hakim wajib menghadili setiap perkara yang diajukan kepadanya
(pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004).
6
20. Putusan harus disertai alasan (pasal 25 ayat (1) Undang-undang
Nomor 4 tahun 2004, pasal 62 ayat (1) Undang-undang Nomor 7
Tahun 1989, pasal 184 ayat (1)dan pasal 195 RBg.).
21. Tiap putusan dimulai dengan kalimat “Bismillahir rahmaanir
rahiim” diikuti dengan “Demi Keadilan Berdasarkan Ke Tuhanan
Yang Maha Esa” (pasal 57 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989).
22. Semua putusan Pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan
hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum (pasal
20 Undang-undang Nomor 4 tahun 2004).
23. Tiap-tiap pemeriksaan dan perbuatan hakim dalam penyelesaian
perkara harus dibuat berita acara (pasal 186 HIR, pasa 96 Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1989).
24. Terhadap setiap putusan diberikan jalan upaya hukum berupa
banding, kasasi dan peninjauan kembali (pasal 21, 22 dan 23
Undang-undang Nomor 4 tahun 2004).
Lebih lanjut yang dimaksud dengan “WARIS” adalah penentuan siapa yang
menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian
masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan
tersebut serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan
siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris; Yang
dimaksud dengan “WASIAT” adalah perbuatan seseorang yang memberikan
suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang
berlaku yang memberi wasiat tersebut meninggal dunia;
Yang dimaksud dengan “HIBAH” adalah pemberian suatu benda secara sukarela
dan tanpa imbalan dari seorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan
hukum untuk memiliki.
Yang diumaksud dengan “WAKAF“ adalah perbuatan seseorang atau kelompok
orang ( wakif ) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian hartabenda
milikinya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syari’ah.
Yang dimaksud dengan “ZAKAT“ adalah harta yang wajib disisihkan oleh
seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai
dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Yang dimaksud dengan “INFAQ“ adalah perbuatan seseorang memberikan
sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan,
minuman, mendermakan, memberikan rezeki ( karunia) atau menafkahkan sesuatu
kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas dan karena Allah SWT.
Yang dimaksud dengan “SHODAQOH“ adalah perbuatan seseorang memberikan
sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela
tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah
SWT dan pahala semata.
10
Adapun yang dimaksud dengan “EKONOMI SYARI’AH” adalah perbuatan atau
kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi :
a. Bank syari’ah;
b. Lembaga keuangan mikro syari’ah;
c. Asuransi syari’ah;
d. Reasureansi syari’ah;
e. Reksadana syari’ah;
f. Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah;
g. Sekuritas syari’ah;
h. Pembiayaan syari’ah;
i. Pegadaian syari’ah;
j. Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah, dan;
k. Bisnis syari’ah.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengadilan Agama sebagai pengadilan keluarga adalah dengan misi menjaga
keutuhan keluarga dalam penegakan sengketa hukum keluarga sebagai pelaksana
hukum Islam substansial. Hukum keluarga Islam kontemporer di negaranegara
Islam dan di negara-negara yang mayoritas penduduknya Islam mengalami
perkembangan.
Melihat yang demikian itu, peran pengadilan agama bukan merupakan badan yang
sepenuhnya otonom, melainkan senantiasa menjalankan pertukaran dengan
lingkungannya yang lebih besar. Pengadilan Agama merupakan institusi yang
dinamis, sebagai contoh bahwa hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib
menggali, mengikuti dan memahami nilai nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat, di sini ia dituntut untuk menginterpretasikan teks-teks undang-
undang dalam konteks kehidupan masyarakat serta perubahan-perubahannya.
Termasuk perkembangan studi hukum Islam di Indonesia adalah bidang ekonomi
sayariah yang telah dikompilasikan menjadi “Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari‟ah”. Kodifikasi hukum keluarga dalam masyarakat Islam dewasa ini, selain
dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian hukum, juga bertujuan untuk
mengangkat harkat dan martabat wanita sesuai ajaran Islam, maka masalah
perkawinan, kewarisan dan yang lain tidak lagi dianggap urusan pribadi, tetapi
dijadikan urusan umum yang dikelola oleh pemerintah melalui lembaga Peradilan
Agama.
B. Saran
Demikian makalah yang penulis susun, penulis menyadari bahwa masih abanyak
kekurangan, oleh sebab itu kritik dan saran yang dapat memberi motivasi dari para
pembaca sangat penulis harapkan. Semoha makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
12
Daftar Pustaka