Anda di halaman 1dari 18

Tugas manajemen bencana ppt dan makalah

Pertemuan 15 :

- Aspek teknis pasca bencana penanganan korban meninggal dunia

Terhadap masyarakat terkena bencana yang meninggal dunia dilakukan upaya


identifikasi dan pemakaman.

Kerja awal perespon pertama (first responder) dalam menangani korban


meninggal melindungi martabat korban meninggal. Pemulihan jenazah secara
benar mencakup:

- pemberian kode unik pada setiap jenazah,


- mengambil foto dan mencatat data setiap jenazah sesegera mungkin,
- menempatkan setiap jenazah ke dalam kantong jenazah, dan
- penyimpanan jenazah sementara sementara secara teratur.

Langkah-langkah ini dalam penanganan jenazah pada tahap awal dapat


melindungi martabat mereka. Langkah-langkah tersebut membantu
memastikan bahwa jenazah dapat ditelusuri dengan demikian menghindari
kehilangan jenazah. Tapi masih banyak yang perlu dilakukan agar jenazah
dapat diidentifi kasi:

- daftar orang hilang harus dibuat, dan


- informasi tentang orang-orang yang ada pada daftar harus dikumpulkan.

Bila semua langkah ini dilakukan, maka fondasi sudah diletakkan bagi upaya
selanjutnya oleh ahli forensic untuk melakukan pengidentifi kasian formal atas
jenazah. Mengimplementasikan semua langkah ini sejak awal juga
meningkatkan jumlah jenazah yang teridentifi kasi bahkan jika respon
forensik tidak dimungkinkan. Manajemen jenazah yang tepat juga mencakup
pengakuan dan bantuan kepada keluarga, teman-teman dan masyarakat yang
berduka.

a. Identifikasi korban meninggal dunia pasca bencana


Untuk pengurusan jenazah, pemerintah daerah dan polisi akan segera
melaksanakan “identifikasi korban bencana”. Pemerintah daerah bekerja sama
dengan Depag, akan mengumpulkan informasi mengenai kremasi dan peti yang
ada di daerah sekitarnya, dan mengatur penyediaan peti dan pengantaran jenazah.
Jika dibutuhkan, pemerintah daerah akan mengatur proses penguburan/kremasi di
daerah sekitarnya dengan bekerja sama dengan pemerintah daerah lain yang
terdekat.

IDENTIFIKASI KORBAN MATI PADA BENCANA


Dilaksanakan oleh Tim Identifikasi Provinsi – Unit TKP. Penatalaksanaan
korban mati terbagi menjadi beberapa tahap.
Tahap I: Penanganan di TKP
Kegiatan dalam tahap I ini, antara lain:
1. Memberi tanda dan label di TKP.
a. Membuat sektor-sektor/zona pada TKP dengan ukuran 5 x 5 m
yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi geografis.
b. Memberikan tanda pada setiap sektor.
c. Memberikan label oranye pada jenazah dan potongan jenazah, lebel
diikatkan pada tubuh/ibu jari kaki kanan jenazah.
d. Menentukan label putih pada barang-barang pemilik yang tercecer.
e. Membuat sketsa dan foto setiap sektor.
2. Evakuasi dan transportasi jenazah dan barang.
a. Memasukkan jenazah dan potongan jenazah dalam karung plastik
dan diberi label sesuai label jenazah.
b. Memasukkan barang-barang yang terlepas dari tubuh korban dan
diberi label sesuai nama jenazah.
c. Diangkat ke tempat pemeriksaan dan penyimpanan jenazah dan
dibuat berita acara penyerahan kolektif.
Tahap IIA: Penanganan di Pusat Identifikasi oleh Unit Data Post
Mortem
Kegiatan dalam tahap IIA ini, antara lain:
- Menerima jenazah/potongan jenazah dan barang dari unit
TKP.
- Registrasi ulang dan mengelompokkan kiriman tersebut
Berdasarkan jenazah utuh, tidak utuh, potongan jenazah,
dan barang-barang.
- Membuat foto jenazah.
- Mencatat ciri-ciri korban sesuai formulir yang tersedia.
- Mengambil sidik jari korban dan golongan darah.
- Mencatat gigi-geligi korban.
- Membuat rontgen foto jika perlu.
- Melakukan otopsi.
- Mengambil data-data ke unit pembanding data.
Tahap IIB: Penanganan Unit Data Ante Mortem (Data Korban)
Kegiatan dalam tahap IIB ini, antara lain:
- Mengumpulkan data-data korban semasa hidup seperti foto
dan lain-lainnya dari instansi tempat korbanbekerja,
keluarga/kenalan, dokter gigi pribadi, dan polisi (sidik jari).
- Memasukkan data yang ada/masuk dalam formulir yang
tersedia.
- Mengelompokkan data-data Ante Mortem berdasarkan:
Jenis kelamin dan Usia
- Mengirimkan data yang telah diperoleh ke unit pembanding
data.

Tahap III: Penanganan Unit Pembanding Data

Kegiatan dalam tahap III ini, antara lain:

- Mengoordinasikan rapat-rapat penentuan identitas korban


antara unit TKP, unit data Post Mortem, dan unit data Ante
Mortem.
- Mengumpulkan data-data korban yang dikenal untuk
dikirim ke Tim identifikasi.
- Mengumpulkan data-data tambahan dari unit TKP Post
Mortem dan Ante Mortem untuk korban yang belum
dikenal.
Tahap IV: Penanganan Tim Identifikasi Provinsi

Kegiatan dalam tahap IV ini, antara lain:

- Cek dan cek ulang hasil unit pembanding data.


- Mengumpulkan hasil identifikasi korban.
- Membuat surat keterangan kematian untuk korban yang
dikenal dan surat-surat lain yang diperlukan.
- Menerima keluarga korban.
- Publikasi yang benar dan terarah oleh Tim identifikasi
sangat membantu masyarakat dalam mendapat informasi
yang terbaru dan akurat.

Pengumpulan Data Ante Mortem dan Post Mortem

2.1. Data Ante Mortem

Data Ante Mortem (data korban masih hidup) yang dikumpulkan


mencakup:

1. Data umum:

- Nama
- Berat badan – Tinggi badan (BB – TB)
- Jenis kelamin/usia/alamat
- Pakaian
- Perhiasan
- Sepatu
- Kepemilikan lainnya

2. Data medis:

- Warna kulit
- Warna dan jenis rambut
- Mata
- Cacat dan tatto atau tanda-tanda khusus lainnya
- Catatan medis/perawatan patah tulang/ operasi
- Golongan darah.
Data-data ini dapat dikumpulkan dari:

1. Keluarga

2. Dokter yang merawat

3. Kantor Catatan Sipil Kelurahan, dll.

Apabila di antara korban ada warga negara asing, maka data ante
mortem dapat diperoleh melalui perantara NCB Interpol Polri dan
perwakilan negara asing (kedutaan/konsulat).

Untuk korban WNI pengambilan data ante mortem mengikuti


prosedur yang berlaku pada kepolisian RI.

2.2. Data Ante Mortem Gigi-Geligi

Data Ante Mortem Gigi Geligi adalah keterangan tertulis, catatan,


atau gambaran dalam kartu perawatan gigi atau keterangan dari
keluarga atau orang yang terdekat. Keterangan data-data biasanya
berisi:

- Nama penderita
- Usia
- Jenis kelamin
- Pekerjaan
- Tanggal perawatan, penambalan, pencabutan, dan lainlain
- Pembuatan gigi tiruan, orthodonti, dan lain-lain
- Foto Rontgen.

Sumber data Ante Mortem tentang kesehatan dan gigi,diperoleh


dari:

- Klinik gigi rumah sakit pemerintah, TNI/Polri, dan swasta.


- Lembaga-lembaga pendidikan.
- Praktik pribadi dokter gigi.

2.3. Data Post Mortem


Data ini didapat dari tubuh jenazah Berdasarkan pemeriksaan dari
berbagai keahlian, antara lain: dokter forensik, dokter umum,
dokter gigi forensik,sidik jari,fotografi, dan DNA.

Urutan pemeriksaan pada jenazah, antara lain:

- Mayat diletakkan pada meja autopsi atau meja lain.


- Dicatat nomor jenazah.
- Foto awal sesuai apa adanya.
- Ambil sidik jari.
- Pakaian dilepaskan dan dikumpulkan serta diberi nomor
sesuai nomor jenazah.
- Perhiasan difoto, kemudian dikumpulkan dan diberi nomor
sesuai nomor jenazah.
- Periksa secara teliti mulai dari kepala sampai dengan kaki
yang meliputi:

a. Perlukaan

b. Ciri-ciri khusus (BB, TB, dan cacat badan)

c. Tatto, dll.

- Ambil sampel untuk pemeriksaan serologi, DNA, dan lain-


lain.
- Foto akhir sesuai kondisi korban.
- Serahkan bagian pemeriksaan gigi.

2.4. Data Post Mortem Gigi-Geligi

Urutan pemeriksaan gigi-geligi, antara lain:

- Pemeriksaan dilaksanakan oleh dokter gigi atau dokter gigi


forensik.
- Jenazah diletakkan pada meja atau brankar.
- Untuk memudahkan pemeriksaan jenazah, jenazah diberi
bantalan kayu pada punggung atas sehingga kepala jenazah
menengadah ke atas.
- Pemeriksaan dilakukan mulai dari bibir, pipi, dan
bagianbagian lain yang dianggap perlu.
- Apabila rahang kaku dapat diatasi secara buka paksa dan
bila dengan tangan tidak bisa maka dapat diergunakan T
chissel yang diisikan pada regio 4765, atau dilakukan
pemotongan muskulus massester dari dalam sepanjang tepi
mandibula sesudah itu condyl dilepaskan dari sendi.
- Apabila memungkinkan, rahang bawah dapat dilepaskan
dan jaringan kulit/otot pada rahang atas dikupas ke atas
agar gigi tampak jelas, kemudian dibersihkan.
- Catat kelainan-kelainan sesuai formulir yang ada.
- Lakukan rontgen gigi.
- Bila perlu foto rontgen kepala jenazah.
- Juga bula perlu dibuat cetakan gigi jenazah untuk analisis.

3. METODE DAN PROSES IDENTIFIKASI

Dikenal 2 metode pokok identifikasi, yaitu:

- Metode sederhana

a. Visual

b. Pemilikan (perhiasan dan pakaian)

c. Dokumentasi.

- Metode ilmiah

a. Sidik jari

b. Medik: serologi

c. Odontologi

d. Antropologi

e. Biologi.
Pada prinsipnya, pemeriksaan identitas seseorang memerlukan
berbagai metode mulai dari yang sederhana sampai yang rumit.

3.1. Metode Sederhana

Metode yang digunakan, antara lain:

- Cara visual dapat bermanfaat bila kondisi mayat masih


baik, cara ini mudah karena identitas dikenal melalui
penampakan luar baik berupa profil tubuh/muka. Cara ini
tidak dapat diterapkan terutama bila mayat telah busuk,
terbakar, mutilasi, dan cara pengenalan oleh keluarga harus
memperhatikan faktor psikologi (keluarga, sedang stres,
berduka, sedih, dan lain-lain). Melalui kepemilikan
identitas cukup dapat dipercaya terutama bila kepemilikan
tersebut (pakaian, perhiasan, surat jati diri) masih melekat
pada tubuh korban.

3.2. Metode Ilmiah

Cara-cara ini sekarang berkembang dengan pesat, berbagai disiplin


ilmu ternyata dapat dimanfaatkan untuk identifikasi korban tidak
dikenal. Dengan metode ilmiah ini didapat akurasi yang sangat
tinggi juga dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Metode ilmiah yang paling mutakhir saat ini adalah DNA Profiling
(sidik jari DNA). Cara ini banyak mempunyai keungulan tetapi
memerlukan pengetahuan dan sarana yang canggih dan mahal.
Dalam melakukan identifikasi selalu diusahakan cara-cara yang
mudah dan tidak rumit. Apabila dengan cara yang mudah tidak
bisa, baru meningkat ke cara yang rumit. Selanjutnya dalam
melakukanidentifikasi tidak hanya menggunakan satu cara saja,
segala cara yang mungkin dilakukan harus diperiksa, hal ini
penting karena semakin banyak kesamaan yang ditemukan
semakin akurat. Identifikasi tersebut minimal harus menggunakan
2 cara. Pada prinsipnya, proses identifikasi mudah yaitu hanya
membandingkan data-data tersangka korban dengan data dari
korban tak dikenal, semakin banyak kecocokan semakin tinggi
keakuratannya. Dalam melaksanakan identifikasi manusia melalui
gigi, kita dapatkan 2 kemungkinan.

- Memperoleh informasi melalui data gigi dan mulut untuk


membatasi atau menyempitkan identifikasi.

Informasi yang dapat diperoleh, antara lain:

1. Usia

2. Jenis kelamin

3. Ras

4. Golongan darah

5. Bentuk wajah

6. DNA.

Dengan adanya informasi mengenai perkiraan batasbatas usia


korban, misalnya, maka pencarian dapat dibatasi pada data-data
orang hilang yang berada di sekitar usia korban. Dengan demikian,
penyidikan akan menjadi lebih terarah.

- Mencari ciri-ciri yang merupakan tanda khusus pada


korban tersebut. Di sini dicatat ciri-ciri yang diharapkan
dapat menentukan identifikasi seseorang secara lebih akurat
daripada sekedar mencari informasi tentang usia/jenis
kelamin. Ciri-ciri demikian, antara lain: terdapat gigi yang
dibungkus logam, ada sejumlah gigi yang tanggal atau
patah, atau terdapat lubang pada bagian depan yang segera
dapat dikenali oleh kenalan/teman dekat/keluarga korban.
Di samping ciri-ciri demikian, juga dapat dilakukan
pencocokan antara tengkorak korban dengan foto korban
pada masa hidupnya. Metode yang digunakan dikenal
sebagai metode Superimposing untuk membanding-kan
tengkorak korban dengan foto semasa hidup.
- Identifikasi dengan teknik superimposisi. Superimposisi
adalah suatu sistem pemeriksaan untuk menentukan jati diri
seseorang dengan membandingkan korban semasa hidup
dengan kerangka (tengkorak) yang ditemukan.

Kesulitan dalam teknik superimposisi, antara lain:

1. Korban tidak pernah membuat foto semasam hidup.

2. Foto korban harus baik posisi maupun kualitasnya.

3. Tengkorak yang ditemukan sudah hancur dan tidakberbentuk


lagi.

4. Kesulitan proses kamar gelap (studio foto)membutuhkan banyak


biaya.

Penatalaksanaan Teknik Superimposisi, antara lain:

1. Foto korban semasa hidup diperbesar sesuai ukuran sebenarnya


(life size).

2. Tengkorak difoto dengan ukuran sebenarnya.

3. Garis luar dan muka foto digaris pada kertas transparan dengan
patokan titik-titik tertentu.

4. Transparan dengan garis dan titik-titik tersebut dibuat dengan


superimposisi (tumpang, tindih-kan) pada foto tengkorak ukuran
sebenarnya. Lebih baik menggunakan teknik-teknik kaca tembus
dan cermin3 dimensi.

Khusus pada korban bencana massal, metode identifikasi yang


dipakai telah ditentukan, yaitu:

1. Primer/Utama:

- Gigi
- Sidik jari

- DNA

2. Sekunder/Pendukung:

- Visual

- Properti

- Medik.

4. SETELAH KORBAN TERIDENTIFIKASI

Setelah korban teridentifikasi sedapat mungkin dilakukan


perawatan jenazah, antara lain:

- Perbaikan/rekonstruksi tubuh jenazah.


- Pengawetan jenazah (bila memungkinkan).
- Perawatan sesuai agama korban.
- Memasukkan dalam peti jenazah.

Jenazah diserahkan kepada keluarga oleh petugas khusus dari Tim


Identifikasi berikut surat-surat yang diperlukan. Pencatatan yang
penting pada proses serah terima jenazah,antara lain:

- Tanggal/jam.
- Nomor registrasi jenazah.
- Diserahkan kepada siapa, alamat lengkap, hubungan
keluarga dengan korban.
- Dibawa ke mana/akan dimakamkan di mana.
- Perawatan jenazah setelah teridentifikasi dilaksanakan
olehunsur Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinkes terkait
dibantu oleh keluarga korban.

b. Pemakaman korban meninggal dunia pasca bencana


Penguburan adalah pilihan yang lebih baik saat korban jiwa dalam jumlah besar
dan metode yang paling efektif karena mempertahankan bukti untuk kemungkinan
pengidentifi kasian di masa mendatang.

Persyaratan pemakaman:

- Suatu lokasi khusus harus diidentifikasi sebagai kawasan pemakaman,


dengan batas-batas yang ditetapkan dengan jelas dan dilindungi
- Pertimbangan cermat harus diberikan untuk lokasi, kebiasaan dan
keinginan masyarakat setempat, serta kepemilikan lahan.
- Penggunaan area tersebut harus diterima oleh mereka yang tinggal di
komunitas sekitarnya.
- Kawasan tersebut harus cukup dekat bagi anggota masyarakat yang
terkena dampak untuk berkunjung.
- Kawasan pemakaman harus ditandai dengan jelas dan dikelilingi oleh
zona penyangga yang setidaknya 10 m lebarnya guna memungkinkan
penanaman vegetasi berakar dan untuk memisahkan kawasan tersebut
dari kawasan hunian.
- Kondisi tanah dan level ketinggian air tanah harus dipertimbangkan.
Bila memungkinkan, kondisi tanah kering (pasir - tanah liat) dan alkali
dianjurkan untuk mencegah terkontaminasinya air dan degradasi DNA
- Hindari penggunaan kantong jenazah yang bersifat dapat teruraikan
(biodegradable), kapur atau produk kimia lainnya.
- Dalam keadaan luar biasa, penggunaan pemakaman memanjang
mungkin diperlukan dan dapat diterima jika diatur dengan baik.

Konstruksi pemakaman

- Untuk bencana yang ekstrim (yakni jumlah kematian yang sangat besar
dengan sumber daya dan/atau kapasitas terbatas untuk menggali kuburan
individual), pemakaman memanjang barangkali tidak dapat dihindari.
- Lokasi pemakaman harus berjarak minimal 30 m dari mata air atau
aliran air dan 200 m dari sumur atau sumber air minum.
- Praktik keagamaan yang berlaku dapat menjadi petunjuk preferensi arah
peletakan jenazah (misalnya kepala menghadap ke timur, atau ke
Kiblat).
- Pemakaman memanjang berbentuk parit harus berupa parit yang
mengakomodasi satu baris jenazah, masing-masing ditempatkan sejajar
dengan jarak 0,4 m satu dengan yang lain.
- Meskipun tidak ada rekomendasi standar untuk kedalaman kuburan,
disarankan agar:
- Kuburan harus memiliki kedalaman antara 1,5 m sampai 3 m.
- Kuburan untuk kurang dari lima orang harus memungkinkan
untuk setidaknya 1,2 m (1,5 m jika kuburan ada di pasir) antara
dasar kuburan dan ketinggian air tanah, atau level dimana
ketinggian air tanah akan naik.
- Untuk pemakaman massal, ketinggian air harus minimal 2,5 m
jaraknya dan bagian bawah kuburan setidaknya 0,7 m di atas
zona jenuh. Jarak ini dapat naik sesuai dengan kondisi tanah.

c. Penanganan korban meninggal dunia pasa bencana

Penanganan Jenazah Untuk menghindari timbulnya masalah seperti masalah


lingkungan dan masalah kesehatan akan dilakukan pemberian fogging dan
desinfektan ditempat penemuan jenazah korban. Melakukan penyemprotan
desinfektan ditempat penemuan jenazah untuk menghindari potensi KLB
penyakit. Kegiatan pemeliharaan kesehatan para korban akan diperhatikan dengan
baik, begitu pula kebersihan lokasi pengungsian. Jika ada kerusakan akibat
bencana besar dan banyak korban meninggal, maka pengurusan jenazah akan
segera dilakukan.

Organisasi yang bertanggung jawab: POLRI, Prop., Kab. & Kota


Organisasi terkait : DEPAG, Organisasi Masyarakat Setempat.

Penanganan Korban bencana yang terjangkit COVID 19


1. Tim Pemulasaran Jenazah G memakai APD lengkap (gaun lengan panjang
sekali pakai dan kedap air, sarung tangan nonsteril (satu lapis) dan sarung
tangan yang menutupi manset gaun, pelindung wajah atau kacamata/
goggle (untuk antisipasi adanya percikan cairan tubuh), masker bedah, dan
sepatu tertutup dengan shoes cover
2. Pemulasaran jenazah sesuai dengan agama dan kepercayaan yang
dianutnya.
3. Selain tim pemulasaran jenazah, tidak diperkenankan untuk memasuki
ruangan.
4. Tidak dilakukan suntik pengawet dan tidak dibalsem.
5. Lakukan disinfeksi pada jenazah menggunakan cairan desinfektan
6. Tutup semua lubang tubuh, dan bekas luka akibat tindakan medis atau
lainnya dengan plester kedap air.
7. Masukan jenazah ke dalam kantong jenazah yang tidak tembus air.
8. Pastikan tidak ada kebocoran cairan tubuh yang dapat mencemari bagian
luar kantong jenazah.
9. Pastikan kantong jenazah disegel dengan menggunakan lem silikon dan
tidak boleh dibuka lagi
10. Lakukan disimfeksi bagian luar kantong jenazah dan ruangan (permukaan
datar tempat pemulasaran jenazah) menggunakan cairan desinfektan.
11. Peti jenazah dibungkus dengan plastik lalu didisinfeksi. Jika tidak tersedia
peti jenazah, cukup hanya menggunakan kantong jenazah kemudian tutup
kembali menggunakan bahan plastik lalu didesinfeksi sebelum masuk
mobil jenazah.

d. Hubungan penanganan korban meninggal dunia dengan


kesehatan lingkungan maupun kesehatan masyarakat

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam petunjuk manajemen evakuasi jenazah


pascabencana menyatakan bahwa mayat korban bencana alam sebenarnya tidak
menyebabkan wabah penyakit. Karena mereka tewas akibat trauma, tenggelam,
atau tertindih reruntuhan sehingga tidak mengandung organisme penyebab
epidemi, kecuali kalau mereka meninggal akibat wabah penyakit menular,
misalnya virus Ebola di Afrika atau COVID 19

Namun manajemen perawatan jenazah perlu diperhatikan karena jika terlambat


ditangani atau lama baru ditemukan, vektor tertentu seperti lalat, kutu, binatang
pengerat, atau lainnya dapat menyebarkan mikro organisme di dalam mayat.
Jenazah korban bencana yang tidak ditangani baik atau lama baru ditemukan juga
dapat menulari sumber air minum. Terlepas dari alasan kesehatan, penanganan
jenazah pascabencana yang baik juga merupakan penghargaan atas harkat dan
martabat manusia.

Beberapa penyakit menular pascabencana, terutama setelah tsunami yang harus


diwaspadai antara lain kolera, diare, malaria, infeksi dada, demam berdarah
dengue, typhoid, Hepatitis A, infeksi vagina, dan penyakit anak-anak (kurang gizi
dll). Dalam kondisi darurat, penyakit yang paling gampang menimbulkan
Kejadian Luar Biasa adalah campak dan malaria. Virus campak gampang menular
pada kondisi pengungsian yang padat dan lingkungan jelek, serta malaria
merupakan ancaman karena pengungsi tidur di luar rumah tanpa perlindungan
terhadap gigitan nyamuk. Patut diperhitungkan juga ancaman tambahan, jika
musim hujan akan segera tiba.

Kasus penanganan korban meninggal dunia pasca bencana


https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45717770
https://lokadata.id/artikel/ancaman-kesehatan-dari-jenazah-yang-
membusuk

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/abbf7e649748d49cb
f426b1db1b8bc01.pdf
- Promosi kesehatan dan partisipasi masyarakat pasca bencana
Promosi kesehatan berkaitan dengan mencapai perbaikan kesehatan
melalui upaya bersama dari individu, keluarga dan masyarakat di satu sisi,
dan lembaga-lembaga eksternal, otoritas kesehatan, dll. syarat promosi
kebersihan dan pendidikan kebersihan seperti menghindari paparan semua
jenis bahaya, serta aspek yang lebih sempit didefinisikan sebagai yang
berkaitan dengan kebersihan, seperti pengendalian penyakit menular di
keadaan darurat. Tindakan social yang membantu untuk mengurangi
dampak negatif dan meningkatkan ketahanan penduduk juga penting.
Keselamatan dan kesehatan promosi, kesadaran lingkungan, dan
penguatan organisasi masyarakat merupakan elemen penting dalam
membantu orang untuk menjadi tidak rentan terhadap keadaan darurat dan
bencana.
Kegiatan promosi kesehatan dan partisipasi masyarakat di semua tahapan
siklus manajemen bencana, sebelum dan setelah peristiwa bencana adalah
sebagai berikut:
Pencegahan dan kesiapsiagaan darurat:
partisipasi masyarakat dalam menilai risiko dan kerentanan,
mempromosikan kesadaran bahaya lingkungan dan kesadaran
keselamatan, dan memperkuat ketahanan dan organisasi masyarakat.
Peningkatan dan pelatihan kesadaran merupakan aspek penting dari
mitigasi bencana dan kesiapsiagaan darurat.
Tanggap darurat dan pemulihan:
partisipasi masyarakat dalam fase respon dan dalam pesanpesan
komunikasi kesehatan yang spesifik segera setelah bencana, memastikan
perbaikan yang berkelanjutan dan bertahap dalam kesehatan lingkungan.
Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat berarti keterlibatan orang-orang dari tahap awal
proses pembangunan, untuk meminta pendapat mereka tentang rencana
program yang telah dikembangkan, atau atas kontribusi mereka terhadap
pelaksanaan program yang dilakukan. Keterlibatan masyarakat sangat
penting untuk mengurangi kerentanan terhadap bencana, untuk
memfasilitasi pemulihan setelah bencana yang telah menyerang, dan untuk
merangsang organisasi masyarakat yang merupakan dasar untuk
pembangunan berkelanjutan.
Prinsip partisipasi masyarakat
a. Masyarakat dapat dan harus menentukan prioritas masalah yang mereka
hadapi
b. Kedalaman besar dan luasnya pengalaman bersama dan pengetahuan
masyarakat dapat dibangun untuk membawa perubahan dan perbaikan
c. Ketika orang memahami masalah, mereka akan lebih mudah bertindak
untuk menyelesaikannya
d. Untuk memecahkan masalah mereka, jalan terbaik adalah dengan proses
partisipatif

Hygiene promotion saat bencana

Kebutuhan promosi kebersihan dalam keadaan darurat

Orang-orang yang terkena bencana akan berisiko tinggi untuk terserang


penyakit, terutama penyakit menular. Maka dari itu, sangat perlu
dikembangkan pengetahuan dan kesiagaan untuk bertindak di dalam
pengungsian. Misalnya, buang air besar dalam pengugsian yang penuh
sesak akan menimbulkan bahaya serius. Sumber air dapat terkontaminasi
sebagai akibat dari kepadatan penduduk, yang juga dapat menyebabkan
peningkatan transmisi dan kejadian penyakit menular.

Menyiapkan program promosi kesehatan dalam keadaan darurat

1. Membentuk tim untuk dapat memberikan informsi mengenai kesehatan


lingkungan

2. Segera menilai risiko kesehatan (Masalah kesehatan, Sumber fisik


dibutuhkan dan yang tersedia, Sumber Daya Manusia, Karakteristik
Komunitas, Komunikasi yang tersedia)

3. Membentuk hubungan dekat dengan masyarakat

Materi 3 tahun terakhir


Memberikan fakta real kejadian yang terjadi

Anda mungkin juga menyukai