Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia membutuhkan energi dalam menunjang kegiatan dan aktivitas fisik sehari-hari.  Untuk
memenuhi kebutuhan energi, selain nutrisi nonesensial, diperlukan juga nutrisi atau zat gizi
esensial yang dapat diperoleh dari luar tubuh.  Zat gizi tersebut nantinya akan diolah di dalam
tubuh menjadi komponen-komponen sederhana sehingga dapat dicerna dan dialirkan melalui
darah.  Dalam prosesnya, zat gizi yang diperoleh tersebut akan diubah di dalam tubuh menjadi
bentuk energi.  Nutrisi diperoleh dalam bentuk makronutrisi dan mikronutrisi.  Dalam Kamus
Merriam-Webster, makronutrisi dan mikronutrisi merupakan substansi esensial yang diperlukan
tubuh untuk mendukung pertumbuhan dan kelangsungan hidup.  Perbedaan kedua kelompok
nutrisi tersebut terletak pada jumlah yang diperlukan, makronutrisi diperlukan dalam jumlah
yang relatif banyak, sedangkan mikronutrisi diperlukan dalam jumlah relatif sedikit. 
Makronutrisi mencakup protein, karbohidrat, serat, dan lemak, sementara vitamin, mineral, dan
trace element termasuk dalam golongan mikronutrisi. (Turner, 2013).  Namun, perlu dilakukan
penyesuaian nutrisi yang diperoleh terhadap kebutuhan masing-masing individu.  Kelebihan
ataupun kurangan nutrisi dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit.  Ketidakseimbangan
terhadap perolehan nutrisi dapat menimbulkan kondisi malnutrisi.  Contohnya, kekurangan
vitamin C dapat berakibat pada Sindrom Barlow pada anak dan penyakit kudis pada orang
dewasa.  Sementara itu, kelebihan konsumsi vitamin C dalam jangka panjang dapat
mengakibatkan penyakit diare, absorbsi zat besi berlebih, dan batu ginjal karena efek dari
toksisitas mikronutrisi tersebut.  Meskipun kalsium berfungsi sebagai komponen utama dalam
pembentukkan tulang, konsumsi kalsium dalam dosis tinggi dapat mengakibatkan kondisi
hiperkalsemia.  Akan tetapi, kekurangan kalsium dapat menjadi faktor penyebab penyakit
hipokalsemia dan osteoporosis. (Heimburger, 2013)  
Status gizi di Indonesia dapat dikatakan belum memenuhi kebutuhan standard Angka
Kecukupan Gizi yang dianjurkan oleh Kementrian Kesehatan.  Berdasarkan data Riskesdas
Nasional Tahun 2018, prevalensi kurang gizi pada anak usia 6-59 bulan menurut Provinsi,
ditunjukkan bahwa angka gizi kurang tertinggi terjadi di Povinsi Sulawesi Barat, Nusa Tenggara
Timur, dan Nusa Tenggara Barat berturut-turut sebesar 10,3%, 9,6%, dan 8,8%.  Dalam data
yang sama, prevalensi gizi buruk pada anak umur 0-23 bulan menurut Provinsi menunjukkan
bahwa kondisi gizi buruk dengan angka tertinggi di Indonesia terjadi di Provinsi Maluku dengan
persentase kejadian 10,3%.  Dalam rangka mengatasi kesenjangan terhadap anjuran kecukupan
gizi di masing-masing daerah, Pemerintah Indonesia telah melaksanakan beberapa program,
seperti pemberian TTD (Tabel Tambah Darah) yang berguna sebagai suplemen gizi penambah
darah untuk remaja putri usia 10-19 tahun, program PMT (Pemberian Makanan Tambahan)
untuk mengatasi gizi kurang pada ibu hamil, dan pemberian TTD (Tabel Tambah Darah) untuk
mencegah dan mengatasi penyakit anemia pada ibu hamil.  Namun, program-program tersebut
dirasa belum efektif.  Misalnya pada program PMT Biskuit Program, berdasarkan data yang
dihimpun dalam Riskesdas Nasional 2018, beberapa alasan, seperti rasa biskuit yang tidak enak,
rasa yang kurang bervariasi, biskuit terlalu manis, lupa, dan lain-lain membuat program PMT
Biskuit Program tidak berjalan dengan semestinya. 
Asupan nutrisi dikatakan cukup apabaila nutrisi yang didapat memenuhi kebutuhan gizi
per hari seseorang.  Kebutuhan zat gizi seseorang yang didapatkan dari makanan dan minuman
yang dikonsumsi dapat dihitung berdasarkan berat badan, tinggi badan, aktivitas fisik, dan
beberapa faktor lainnya.  Oleh sebab itu, anjuran AKG (Angka Kecukupan Gizi) yang
dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dapat digunakan dengan tujuan
untuk membantu dan mengarahkan Masyarakat Indonesia dalam menentukan besaran kecukupan
gizi per hari yang dibutuhkan.  Berdasarkan Peratuan Menteri Kesehatan No. 28 Tahun 2019
tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Masyarakat Indonesia, dapat dilihat
mengenai rincian kebutuhan gizi tiap individu berdasarkan himpunan ukuran yang dihitung
menurut kelompok dan karakteristik tertentu.  Kebutuhan akan konsumsi pangan, air, dan
mikronutrisi, serta total energi yang dibutuhkan masing-masing orang tertera dalam tabel Angka
Kecukupan Gizi.  Selain berguna sebagai panduan dalam menilai kecukupan gizi yang
diperlukan, AKG juga berguna untuk mengembangkan indikator mutu pangan, mengembangkan
produk pangan olahan, menentukan patokan pendidikan gizi, menentukan patokan label
informasi nilai gizi,  dan menyusun perencanaan makanan sehari-hari, baik secara regional
maupun nasional.  Maka dari itu, Praktikum Angka Kecukupan Gizi yang kami lakukan
diharapkan dapat berguna untuk mengetahui kesesuaian terhadap kebutuhan nutrisi probandus
dan sebagai pelajaran dalam menyusun, serta menentukan nutrisi yang sesuai bagi masing-
masing individu pada masa mendatang.

Anda mungkin juga menyukai