Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

“HERPES ZOOSTER TANPA KOMPLIKASI”

Pembimbing :
dr. Fitriana Yusiyanti Dewi, Sp.KK

Disusun Oleh:
Amanda Elma Monica
2013020004

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RSUD DR SOESELO SLAWI
PERIODE 23 NOVEMBER 2020 – 12 DESEMBER 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020
LEMBAR PENGESAHAN

“HERPES ZOOSTER TANPA


KOMPLIKASI”

Disusun untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan


Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Program Profesi Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah
Purwokerto

Yang disusun oleh: Amanda Elma Monica

Telah
dipresentasikan dan
disetujui :

Senin , 23 November 2020


Disahkan oleh dokter pembimbing :

dr. Fitriana Yusiyanti D., Sp. KK

i
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh


Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya yang
begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat yang
berjudul “Herpes zooster tanpa komplikasi” pada kepaniteraan bidang Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUD DR. Soeselo, Slawi.
Penulis berharap laporan referat ini dapat menambah pengetahuan dan
memahami lebih lanjut mengenai “Herpes zooster tanpa komplikasi” serta salah
satunya untuk memenuhi tugas yang diberikan pada kepaniteraan bidang Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUD DR. Soeselo, Slawi.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan referat ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu, segala kritik dan saran dari semua pihak yang
membangun guna menyempurnakan makalah ini sangat penulis harapkan.
Demikian yang penulis dapat sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi berbagai pihak.
Sehubungan dengan pelaksanaan pembuatan sampai penyelesaian referat ini,
dengan rendah hati disampaikan terima kasih kepada pembimbing yang terhormat
dr. Fitriana Yusiyanti D. Sp.KK.
Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Slawi, 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................i
KATA PENGANTAR… ............................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN. ............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
A. Definisi ........................................................................................ 3
B. Epidemiologi ............................................................................... 3
C. Etiologi dan Faktor Resiko .......................................................... 4
D. Patogenesis .................................................................................. 5
E. Manifestasi Klinik ....................................................................... 6
F. Penegakkan Diagnosis. ............................................................... 8
G. Diagnosa Banding ..................................................................... 10
H. Tatalaksana ................................................................................ 11
I. Komplikasi ................................................................................14
J. Prognosis. .................................................................................. 14
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Herpes zoster atau shingles merupakan manifestasi klinis karena reaktivasi


virus varisela zoster (VZV). Virus varicella zoster dapat menyebabkan infeksi klinis
utama pada manusia yaitu varisela dan herpes zoster. Varisela merupakan infeksi
primer yang terjadi pertama kali pada individu yang berkontak dengan virus
varicella zoster. Varisela zoster mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi
rekuren yang dikenal dengan nama herpes zoster.1,2
Prevalensi herpes zoster tidak dipengaruhi oleh ras, jenis kelamin, atau
musim. Insiden penyakit ini meningkat sejalan dengan pertambahan usia dan jarang
ditemukan pada anak-anak.2,3 Herpes zoster dapat terjadi pada anak yang memiliki
riwayat infeksi primer intrauterin, kondisi imunokompromais, dan yang terinfeksi
varisela pada tahun pertama kehidupannya.2,4,5
Insidensi terjadinya herpes zoster meningkat sesuai dengan pertambahan
umur dan biasanya jarang terjadi pada anak-anak.4 Di Amerika Serikat lebih dari 1
juta kasus herpes zoster terjadi setiap tahun dan lebih dari 90 persen orang dewasa
memiliki bukti serologi infeksi virus varicella zoster dan beresiko mengalami
herpes zoster. Insidensi herpes zoster adalah sekitar 3-4 kasus per 1000 orang.
Orang yang berusia diatas 85 tahun dan tidak mendapatkan vaksinasi beresiko 50%
menderita herpes zoster dan 3% pasien memerlukan perawatan di rumah sakit.
Kejadian herpes zoster meningkat secara dramatis seiring dengan bertambahnya
usia, dan sekitar 30% populasi (1 dari 3 orang) akan mengalami herpes zoster
selama masa hidupnya.5
Herpes zoster biasanya diawali dengan adanya gejala prodormal, seperti
nyeri, gatal atau kesemutan di daerah lesi dalam beberapa hari atau minggu, alodinia
atau nyeri akibat sentuhan ringan, sebelum timbul ruam atau dapat juga ruam tidak
muncul yang dikenal dengan zoster sine herpete. Gejala lain, seperti nyeri kepala,
malaise, fotofobia dapat timbul. Selain pruritus pada lesi, keluhan utama sekitar
75% pasien adalah nyeri, rasa terbakar, berdenyut atau menusuk.7

1
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi herpes zoster tanpa komplikasi
2. Untuk mengetahui etiologi herpes zoster tanpa komplikasi
3. Untuk mengetahui epidemiologi herpes zoster tanpa komplikasi
4. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi herpes zoster tanpa
komplikasi
5. Untuk mengetahui patofisiologi herpes zoster tanpa komplikasi
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis herpes zoster tanpa komplikasi
7. Untuk mengetahui penegakan diagnosis herpes zoster tanpa komplikasi
8. Untuk mengetahui tatalaksana herpes zoster tanpa komplikasi
9. Untuk mengetahui diagnosa herpes zoster tanpa komplikasi
10. Untuk mengetahui komplikasi herpes zoster tanpa komplikasi
11. Untuk mengetahui prognosis herpes zoster tanpa komplikasi
12. Untuk mengetahui edukasi herpes zoster tanpa komplikasi

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Herpes zoster atau shingles merupakan manifestasi klinis karena reaktivasi
virus varisela zoster (VZV). Virus varicella zoster dapat menyebabkan infeksi klinis
utama pada manusia yaitu varisela dan herpes zoster. Varisela merupakan infeksi
primer yang terjadi pertama kali pada individu yang berkontak dengan virus
varicella zoster. Varisela zoster mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi
rekuren yang dikenal dengan nama herpes zoster.1,2

B. Epidemiologi
Prevalensi herpes zoster tidak dipengaruhi oleh ras, jenis kelamin, atau
musim. Insiden penyakit ini meningkat sejalan dengan pertambahan usia dan jarang
ditemukan pada anak-anak.2,3 Herpes zoster dapat terjadi pada anak yang memiliki
riwayat infeksi primer intrauterin, kondisi imunokompromais, dan yang terinfeksi
varisela pada tahun pertama kehidupannya.2,4,5
Insidensi terjadinya herpes zoster meningkat sesuai dengan pertambahan
umur dan biasanya jarang terjadi pada anak-anak.4 Di Amerika Serikat lebih dari 1
juta kasus herpes zoster terjadi setiap tahun dan lebih dari 90 persen orang dewasa
memiliki bukti serologi infeksi virus varicella zoster dan beresiko mengalami
herpes zoster. Insidensi herpes zoster adalah sekitar 3-4 kasus per 1000 orang.
Orang yang berusia diatas 85 tahun dan tidak mendapatkan vaksinasi beresiko 50%
menderita herpes zoster dan 3% pasien memerlukan perawatan di rumah sakit.

3
Kejadian herpes zoster meningkat secara dramatis seiring dengan bertambahnya
usia, dan sekitar 30% populasi (1 dari 3 orang) akan mengalami herpes zoster selama
masa hidupnya.5
C. Etiologi dan Faktor risiko
Etiologi : virus varicella zoster :
- Masa inkubasi 7-12 hari
- Masa aktif kurang lebih 1minggu
- Masa resolusi 1-2 minggu
Faktor risiko terjadinya Herpes zoster adalah usia tua dan disfungsi imunitas
seluler. Pasien dengan supresi imun memiliki risiko 20-100 kali lebih besar
dibanding pasien imunokompeten. Keadaan imunosupresi yang berhubungan
dengan risiko terjadinya Herpes zooster adalah infeksi HIV (Human
immunodeficiency virus), pasien yang menjalani transplantasi organ, leukemia,
limfoma, radioterapi, kemoterapi, dan penggunaan kortikosteroid jangka panjang.
Faktor lain yang dilaporkan sebagai salah satu faktor risiko terjadinya Herpes zoster
adalah jenis kelamin perempuan, adanya trauma fisik pada dermatom yang terkena
dan tindakan pembedahan.3
Episode kedua Herpes zooster jarang terjadi pada pasien imunokompeten,
episode ketiga lebih jarang. Pasien yang menderita Herpes zooster lebih dari satu
episode dapat dicurigai mengalami imunokompromais. Pasien dengan Herpes
zooster lebih tidak menular dibandingkan dengan varisela. Virus dapat diisolasi dari
vesikel dan pustul pada Herpes zooster tanpa komplikasi hingga 7 hari setelah
munculnya lesi, dan bisa lebih panjang pada pasien dengan imunokompromais.3
Postherpetic neuralgia (PHN) atau nyeri yang terjadi setelah lesi sembuh adalah
salah satu komplikasi yang potensial menimbulkan masalah jangka panjang. Nyeri
dapat bertahan beberapa bulan hingga beberapa tahun. Komplikasi tersebut terjadi
pada 10-50% pasien dengan HZ dan prevalensinya meningkat sebanding dengan
peningkatan usia pasien (terutama pada usia pasien lebih dari 50tahun).6

4
D. Patogenesis

Patofisiologi Herpes zoster


Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varicella zoster
(VZV). Virus DNA ini adalah virus yang menyebabkan penyakit cacar air (chicken
pox) yang merupakan infeksi awal sebelum sesorang mengalami herpes zoster. Jadi
herpes zoster hanya dapat muncul pada seseorang yang telah mengalami cacar air
sebelumnya. Setelah episode cacar air telah sembuh, varicella zoster akan bersifat
laten di dalam badan sel saraf kemudia varicella menyebar secara sentripetal ke
sensori fiber dan sensori ganglia. Virus tesebut dorman dan tanpa menimbulkan
gejala.8
Virus dapat menyebar dari satu atau lebih ganglion mengikuti dermatum
saraf (daerah pada kulit yang disarafi oleh satu spinal nerve) yang menimbulkan
tanda dan gejala pada kulit berupa cluster atau gerombolan benjolan yang kecil yang
kemudian menjadi blister. Blister-blister tersebut akan terisi cairan limfa dan
kemudian pecah lalu menjadi krusta dan menghilang Postherpatic neuralgia
terkadang terjadi dikarenakan kerusakan pada saraf.8
Sistem imun akan mengeliminasi sebagian besar virus sehingga seseorang
dapat dikatakan sembuh. Meskipun tanda dan gejala telah tidak ada, namun virus
akan tetap bersifat laten pada ganglion saraf (ganglion dorsal root maupun ganglion
gasseri) pada dasar tengkorak. Apabila sistem imun menurun virus akan mengalami
multiplikasi dan menyebar sepanjang ganglion menyebabkan nekrosis di neuron
yang ditandai oleh neulagia.8

5
E. Manisfestasi klinis
Gejala awal herpes zoster yang tidak spesifik meliputi sakit kepala, demam,
dan malaise. Gejala-gejala tersebut lalu diikuti oleh sensasi nyeri terbakar, gatal,
hyperesthesia atau paresthesia pada dermatum yang terkena. Gejala yang timbul ini
bisa berkembang menjadi ringan maupun berat. Gejala herpes zoster pada anakanak
lebih sering tidak menimbulkan rasa nyeri, sedangkan pada usia lanjut cenderung
lebih nyeri dan berkembang menjadi lebih parah. Sensasi yang sering dirasakan
pada dermatum dapat berupa rasa tersengat, tertusuk, nyeri, mati rasa, maupun rasa
seperti tertimpa beban berat.8
Pada kebanyakan kasus, setelah satu sampai dua hari tetapi pada beberapa
kasus bisa sampai bermingu-minggu setelah gejala tersebut muncul akan diikuti
oleh munculnya tanda berupa lesi pada kulit. Rasa nyeri dan lesi pada kulit biasanya
muncul pada ekstrimitas, tetapi dapat juga muncul pada wajah, mata, maupun
bagian tubuh lain. Lesi awal terlihat mirip dengan lesi yang tampak pada cacar air,
namun lesi pada herpes zoster terbatas bada dermatum, yang biasanya akan tampak
seperti ikat pinggang atau berupa garis yang terletak unilateral dan tidak melewati
garis tengah tubuh. Lesi yang muncul bilateral biasanya terjadi pada kasus
immunocompromised. Zoster sine herpete (zoster tanpa herpes) adalah pasien yang
memiliki semua gejala herpes zoster tanpa penampakan lesi, Gejala klinis herpes
zooster tanpa komplikasi :
1. Gejala prodromal : berupa nyeri dan parestesi di dermatom yang terkait biasanya
mendahului erupsi kulit dan bervariasi mulai dari rasa gatal, parestesi, panas, pedih,
nyeri tekan, hiperestesi, hingga rasa ditusuk-tusuk. Dapat pula disertai dengan
gejala konstitusi seperti malaise, sefalgia, dan flu like symptoms yang akan
menghilang setelah erupsi kulit muncul.Kelainan diawali dengan lesi
makulopapular eritematosa yang dalam 12-48 jam menjadi vesikel berkelompok
dengan dasar kulit eritematosa dan edema. Vesikel berisi cairan jernih, kemudian
menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan krusta dalam 7-10 hari. Krusta biasanya
bertahan hingga 2-3 minggu.
2. Gejala konstitusi : nyeri kepala, malaise, demam
3. Erupsi kulit

6
- Bila mengenai N. Fasialis & N. Auditorius menyebabkan sindrom ramsay hunt
yaitu erupsi kulit timbul di liang telinga luar atau membran timpani disertai
parasis fasialis, gangguang lakrimasi, gangguan pengecapan, 2/3 lidah bagian
depan : tinitus, vertigo & tuli

- Bila mengenai cabang pertama N. Trigeminus – herpes zooster oftalmi

7
- Zooster sine herpete : nyeri segmental tidak diikuti erupsi kulit
- Herpes zooster abortif : erupsi kulit hanya berupa eritema dengan atau tanpa
vesikel yang langsung mengalami resolusi (perjalanan penyakit singkat)
- Herpes zooster aberans : erupsi kulit melalui garis tengah.8
F. Penegakkan diagnosis
1. Anamnesis
Penegakan diagnosis herpes zoster umumnya didasari atas gambaran klinis
dengan penegakan diagnosis adalah dengan terdapatnya gejala prodromal berupa
nyeri, distribusi yang khas dermatomal, adanya vesikel berkelompok atau dalam
beberapa kasus ditemukan papul, beberapa kelompok lesi mengisi dermatom
terutama dimana terdapat nervus sensorik, tidak ada riwayat ruam serupa pada
distribusi yang sama (menyingkirkan herpes simpleks zosteriformis), dan nyeri
serta allodinia (nyeri yang timbul dengan stimulus yang secara normal tidak
menimbulkan nyeri) pada daerah ruam.9,10 ,11
Herpes zoster biasanya diawali dengan gejala-gejala prodromal selama 2-4
hari, yaitu sistemik (demam, pusing, malaise), dan lokal (nyeri otot-tulang, gatal,
pegal). Setelah itu akan timbul eritema yang berubah menjadi vesikel berkelompok
dengan dasar kulit yang edema dan eritematosa. Vesikel tersebut berisi cairan
jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan krusta. Jika mengandung
darah disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Jika disertai dengan ulkus dengan
sikatriks, menandakan infeksi sekunder.9,10,11
Herpes Zoster diinisiasi oleh virus Varisella Zoster dimana masa tunas dari
virus ini sekitar 7-12 hari, masa aktif berupa lesi baru yang tetap timbul,
berlangsung seminggu, dan masa resolusi berlangsung 1-2 minggu. Selain gejala
kulit, kelenjar getah bening regional juga dapat membesar. Penyakit ini
lokalisasinya unilateral dan dermatomal sesuai persarafan. Saraf yang paling sering
terkena adalah nervus trigeminal, fasialis, otikus, C3, T3, T5, L1, dan L2. Jika
terkena saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, sedangkan pada saraf pusat sering
dapat timbul gangguan motorik akibat struktur anatomisnya. Gejala khas lainnya
adalah hiperestesia pada daerah yang terkena.9,10,11

8
A. Herpes zoster. Vesiket-vesikel berketompok dengan daerah eritematosa.B. Vesikelvesikel
berkelompok dengan edema. C. Herpes zoster di genital.
2. Pemeriksaan fisik
Sekelompok vesikel dengan dasar eritema yang terletak unilateral sepanjang
distribusi saraf spinal/kranial.

2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan lab direkomendasikan bila lesi atipikal seperti lesi rekuren,
dermatom yang terlibat multipel, lesi tampak krusta kronis atau nodul verukosa dan
bila lesi pada area sakral sehingga diragukan patogennya virus varisela zoster atau
herpes simpleks. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah Tzanck
Test, PCR yang berguna pada lesi krusta, imunoflouresensi direk dari spesimen lesi
vesikular, dan kultur virus yang tidak efektif karena membutuhkan waktu 1-2
minggu.1
Pasien didiagnosis sebagai herpes zoster berdasarkan dari anamnesis gejala
subjektif dan riwayat penyakit serta pemeriksaan fisik dan dermatologis.
Penampakan lesi kulit pada herpes zoster cukup jelas sehingga diagnosis secara

9
klinis biasanya akurat sehingga pemeriksaan penunjang untuk herpes zoster, yaitu
Tzanck test, tidak dilakukan pada pasien ini karena diagnosis sudah dapat
ditegakkan dengan data-data klinis yang ada.1
Pemeriksaan Penunjang (Tzanck Test)

G. Diagnosa Banding
- Herpes zooster awal : dermatitis venenata.9,10

- Herpes zooster didaerah genital : herpes simpleks.9,10

10
- Herpes zooster diseminata : varisela.9,10

Varisela. A. Vesiket-vesikel di wajah. B. Bentuk vesikel yang khas, terdapat dele. C'
vesikel dikelilingi daerah eritematosa.

H. Tatalaksana
1. Non medikamentosa
Edukasi
1. Memulai pengobatan sesegera mungkin

2. Istirahat hingga stadium krustasi

3. Tidak menggaruk lesi

4. Tidak ada pantangan makanan

5. Tetap mandi

6. Mengurangi kecemasan dan ketidakpahaman pasien.7

2. Medikamentosa

Terdapat beberapa obat yang dipilih sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
1. Sistemik Antivirus diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi pada Usia >50
tahun
 Dengan risiko terjadinya NPH
 HZO/sindrom Ramsay Hunt/HZ servikal/HZ sakral
 Imunokompromais, diseminata/generalisata, dengan komplikasi

11
 Anak-anak, usia <50 tahun dan ibu hamil diberikan terapi anti-virus bila disertai
NPH, sindrom Ramsay Hunt (HZO), imunokompromais,
diseminata/generalisata, dengan komplikasi.14
Pilihan antivirus
- Asiklovir oral 5x800 mg/hari selama 7-10 hari.
- Dosis asiklovir anak <12 tahun 30 mg/kgBB/hari selama 7 hari, anak >12
tahun 60 mg/kgBB/hari selama 7 hari.
- Valasiklovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari
- Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7 hari15
Catatan khusus:
 Bila lesi luas atau ada keterlibatan organ dalam, atau pada imunokompromais
diberikan asiklovir intravena 10 mg/kgBB/hari 3 kali sehari selama 5-10 hari.
Asiklovir dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0.9% dan diberikan dalam waktu 1
jam.
 Obat pilihan untuk ibu hamil ialah asiklovir berdasarkan pertimbangan risiko
dan manfaat.
Simptomatik
 Nyeri ringan: parasetamol 3x500 mg/hari atau NSAID
 Nyeri sedang-berat: kombinasi dengan tramadol atau opioid ringan
 Pada pasien dengan kemungkinan terjadinya neuralgia pasca herpes zoster
selain diberi asiklovir pada fase akut, dapat diberikan:
o Antidepresan trisiklik (amitriptilin dosis awal 10 mg/hari ditingkatkan 20 mg
setiap 7 hari hingga 150 mg. Pemberian hingga 3 bulan, diberikan setiap malam
sebelum tidur.17
o Gabapentin 300 mg/hari 4-6 minggu
o Pregabalin 2x75 mg/hari 2-4 minggu
Herpes zoster oftalmikus
 Asiklovir/valasiklovir diberikan hingga 10 hari pada semua pasien.18
 Rujuk ke dokter spesialis mata.

12
Herpes zoster otikus dengan paresis nervus fasialis
 Asiklovir/valasiklovir oral 7-14 hari dan kortikosteroid 40-60 mg/hari selama
1 minggu pada semua pasien.20
 Rujuk ke dokter spesialis THT.
Herpes zoster pada pasien imunokompromais
Pada herpes zoster lokalisata, sebagian besar pasien dapat diberikan asiklovir atau
valasiklovir atau famsiklovir oral dengan follow up yang baik. Terapi asiklovir
intravena dicadangkan untuk pasien dengan infeksi diseminata, imunosupresi sangat
berat, didapatkan keterlibatan mata, dan ada kendala pemberian obat oral.19
Topikal
 Stadium vesikular: bedak salisil 2% untuk mencegah vesikel pecah atau bedak kocok
kalamin untuk mengurangi nyeri dan gatal.17
 Bila vesikel pecah dan basah dapat diberikan kompres terbuka dengan larutan
antiseptik dan krim antiseptik/antibiotik.17
 Jika timbul luka dengan tanda infeksi sekunder dapat diberikan krim/salep antibiotik.
17

Neuralgia pasca herpes


1. Terapi farmakologik:
 Terapi farmakologi lini pertama: masuk dalam kategori efektivitas sedangtinggi,
berbasis bukti yang kuat dan dengan efek samping rendah.
 Lini pertama:
o Antidepresan trisiklik 10 mg setiap malam (ditingkatkan 20 mg setiap 7 hari menjadi
50 mg, kemudian menjadi 100 mg dan 150 mg tiap malam),21
o Gabapentin 3x100 mg (100-300 mg ditingkatkan setiap 5 hari hingga dosis 1800-
3600 mg/hari)21
o Pregabalin 2x75 mg (ditingkatkan hingga 2x150 mg/hari dalam 1 minggu)3,16,22 o
Lidokain topikal (lidokain gel 5%, lidokain transdermal 5%)21
 Lini kedua:
o Tramadol 1x50 mg (tingkatkan 50 mg setiap 3-4 hari hingga dosis 100- 400 mg/hari
dalam dosis terbagi)21
I. Komplikasi
Neuralgia pasca herpes yaitu nyeri menetap pada dermatom yang terkena
setelah erupsi herpes zooster menghilang, batasan waktunya adalah nyeri yang

13
menetap hingga 3 bulan setelah erupsi kulit menyembuh.22
J. Prognosis

Lesi kulit biasanya menyembuh dalam 2-4 minggu tetapi penyembuhan sempurna
membutuhkan waktu >4 minggu. Pasien usia lanjut dan imunokompromais
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk resolusi. Dalam studi kohort retrospektif,
pasien herpes zoster yang dirawat di rumah sakit memiliki mortalitas 3% dengan
berbagai penyebab.22 Tingkat rekurensi herpes zoster dalam 8 tahun sebesar 6,2%.23

Prognosis tergantung usia.

1. Usia <50 tahun:


Ad vitam bonam
Ad functionam bonam
Ad sanactionam bonam
2. Usia >50 tahun dan imunokompromais:
Ad vitam bonam
Ad functionam dubia ad bonam
Ad sanactionam dubia ad bonam

14
K. Bagan alur

15
BAB V
PENUTUP

Herpes zoster (HZ) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh reaktivasi
virus Varicella zoster yang laten endogen di ganglion sensoris radiks dorsalis
setelah infeksi primer. Gejala prodromal berupa nyeri dan parestesi di dermatom
yang terkait biasanya mendahului erupsi kulit dan bervariasi mulai dari rasa gatal,
parestesi, panas, pedih, nyeri tekan,hiperestesi, hingga rasa ditusuk-tusuk. Dapat
pula disertai dengan gejala konstitusi seperti malaise, sefalgia, dan flu likesymptoms
yang akan menghilang setelah erupsi kulit muncul.Kelainan diawali dengan lesi
makulopapular eritematosa yang dalam12-48 jam menjadi vesikel berkelompok
dengan dasar kulit eritematosa dan edema. Vesikel berisi cairan jernih, kemudian
menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan krusta dalam 7-10 hari. Krusta biasanya
bertahan hingga 2-3 minggu.1-3 Lokasi unilateral dan bersifat dermatomal sesuai
tempat persarafan.Terapi untuk herpes zooster dapat diberikan terapi sistemik
antivirus dan edukasi.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Straus, SE. Oxman, MN. Schmader, KE. Chapter 194-Varicella and Herpes
Zoster. In: Wolff K. Goldsmith, LA. Katz, SI. Gilchrest, BA. Paller, AS. Leffell,
DJ. Editor. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine 7th Edition Vol. 1 & 2.
New York. McGraw-Hill. 2008:1885.
2. Mancini AJ, Wargon O. Viral infections. In: Schachner LA, Hansen RC.
Pediatric Dermatology (4th ed). Philadelphia: Elsevier; 2011:1425-69.
3. Oxman MN, Schmader KE. Varicella and herpes zoster. In: Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick's dermatology
in general medicine. 8th ed. New York: McGraw Hill Companies. 2012. p. 2383-
400.2.
4. Malik LM, Azfar NA, Khan AR, Hussain I, Jahangir M. Herpes zoster in
children. JPAD. 2013;23(3):2267-71.
5. SAGE. Herpes zoster vaccines. SAGE Working Group on Varicella and Herpes
Zoster Vaccines; 2014.
6. Solomon CG. Herpeszoster. N Engl J Med 2013; 369: 255-63.3.
7. Pusponegoro, Erdina HD. Nilasari, H. Luminatang, H. Buku Panduan Herpes
Zoster Di Indonesia 2014. Jakarta : FK UI; 2014.
8. Fitzpatrick, Freedeberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz
St. 2012. Dermatology in General Medicine. Edisi 6. New York. The Mc Graw-Hill
Companies Inc.
9. Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell
DJ, editor.Dalam: Fitzpatrick’s Dematology in general medicine. Edisi ke-7. New
York: Mc Graw-Hill,2012;2383.
10. Maibach HI & Grouhi F. Evidence Based Dermatology. Edisi ke-2. USA:
People’s Meical Publishing House; 2011.h.337-345.
11. Pusponegoro EHD, Nilasari H, Lumintang H, Niode NJ, Daili SF, et al. Buku
Panduan Herpes Zoster di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2014.
12. Wood MJ, Kay R, Dworkin RH, et al. Oral acyclovir therapy accelerates pain
resolution in patients with herpes zoster: a meta-analysis of placebo-controlled

17
trials. Clin Infect Dis.1996;22(2):341-347.
13. Shafran SD, Tyring SK, Ashton R, et al. Once, twice, or three times daily
famciclovir compared with aciclovir for the oral treatment of herpes zoster in
immunocompetent adults: a randomized, multicenter, double-blind clinical trial. J
Clin Virol. 2004;29:248-53.
14. Dworkin RH, Johnson RW, Breuer J, et al. Recommendations for the
management of herpes zoster. Clin Infect Dis. 2007;44(suppl 1):S1-S26.
15. Ono F, Yasumoto S, Furumura M, Hamada T, Ishii N, Gyotoku T, et al.
Comparisons between famciclovir and valacyclovir for acute pain in adult japanese
immunocompetent patients with herpes zoster. Journal of Dermatology.
2012;39:17.
16. Shafran SD, Tyring SK, Ashton R, et al. Once, twice, or three times daily
famciclovir compared with aciclovir for the oral treatment of herpes zoster in
immunocompetent adults: a randomized, multicenter, double-blind clinical trial. J
Clin Virol. 2004;29:248-53.
17. Handoko RP. Penyakit Virus. Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6.
Jakarta: Badan Penerbit PKUI. 2010.h110-111.
18. Colin J, Prisant O, Cochener B, Lescale O, Rolland B, Hoang-Xuan T.
Comparison of the Efficacy and Safety of Valaciclovir and Acyclovir for the
Treatman of Herpes Zoster Ophtalmicus. Ophtalmology. 2000:107(18):1507-11.
19. da Costa Monsanto R, Bittencourt AG, Neto NJB, Beilke SCA, Lorenzetti FTM,
Salomone R. Treatment and Prognosis of Facial Palsy on Ramsay Hunt Syndrome:
Results Based on a Review of the Literature. Int Arch Otolaryngol. 2016;20:394-
400.
20. Ahmed AM, Brantley S, Madkan V, Mendoza N, Tyring SK. Managing herpes
zoster in immunocompromised patients. Herpes. Sep 2007;14(2):32-6.
21. Plaghki L, Andriansen H, Morlion B, Lossignol D, Devulder J. Systematic
Overview of the Pharmacological Management of Postherpetic Neuralgia.
Dermatology. 2004;208:206-16
22. Schmidt SA, Kahlert J, Vestergaard M, Schonheyder HC, Sorensen HT.
Hospital-based herpes zoster diagnoses in Denmark: rate, patient characteristics,

18
and all-cause mortality. BMC Infect Dis. Mar 2016;16(99):1-9.
23. Yawn BP, Wollan PC, Kurland MJ, St Sauver JL, Saddier P. Herpes zoster
reccurrences more frequent than previously reported. Mayo Clin Proc. Dec
2011;86(2):88-93..

19

Anda mungkin juga menyukai