Anda di halaman 1dari 3

Wabah Covid-19 dikaitkan dengan Ekologi

Nama : Wahyuni setiawati


Nim : 193030703081

Banyak spekulasi mengenai faktor-faktor penyebab penyakit coronavirus 2019 atau yang
bisa disingkat Covid-19. Salah satu faktor penyebab virus corona adalah respon alamiah yang
sangat wajar dan dapat dijelaskan berdasarkan fakta. Covid-19 yang menyebar ke seluruh dunia
merupakan tragedi ekologis, yang kemudian menjadi tragedi ekonomi bagi umat manusia. Alam
bereaksi negatif terhadap kesombongan dan keserakahan akibat eksploitasi berlebihan manusia.
Setiap detik, alam dieksploitasi atau bahkan dihancurkan sehingga menimbulkan
ketidakseimbangan. Akhirnya, alam mengirimkan informasi melalui berbagai virus dan penyakit
untuk membentuk keseimbangan baru.
"Ada banyak pendapat tentang penyebab Covid-19. Namun pendapat yang wajar dan
menurut keyakinan adalah kerusakan ekologis, "kata Uskup Ignatius Kardinal Suharyo
Hadhomodjo secara langsung pada Minggu Paskah di TVRI (12/4/2020) mengatakan, manusia
memiliki kewajiban untuk melindungi alam, karena tanpa dukungan dari alam, manusia tidak
dapat hidup dalam keamanan, kedamaian dan kesejahteraan; manusia dan alam adalah satu
kesatuan yang saling mendukung; beberapa ahli menjelaskan bahwa Covid-19 Berasal dari
mutasi liar, bolak-balik dari hewan ke manusia, dari manusia ke hewan, dari hewan. kepada
manusia, dan seterusnya, hingga mencapai level yang sulit untuk dimatikan.
Covid-19 adalah penyakit unik yang tidak dapat dideteksi oleh para ahli. Sejauh ini, belum
ada pengobatan atau vaksin untuk Covid-19. Beberapa dekade yang lalu, orang-orang terpelajar
menyerukan pentingnya menjaga lingkungan. Pembangunan harus memperhatikan
keseimbangan ekologis. Perusakan lingkungan harus dihentikan, dan eksploitasi alam yang tidak
bertanggung jawab harus dihentikan. Sejak sepuluh tahun lalu, para pecinta kehidupan telah
membuat himbauan ini di World Economic Forum (WEF).
Topik pembangunan berkelanjutan juga bergema di seluruh dunia. Bumi sedang memanas
(pemanasan global), dan perubahan iklim yang ekstrim (perubahan iklim) telah membawa
bencana bagi umat manusia. Suhu bumi semakin tinggi. Permukaan laut naik dan mulai
membanjiri sebagian daratan. Iklim yang tidak dapat diprediksi. Banjir, tanah longsor dan
tsunami terjadi dimana-mana. Manusia juga tidak puas dengan makanan yang dihasilkan hewan
peliharaan. Hewan liar diburu, ditangkap, dijual dan dibunuh sepanjang waktu. Pasar satwa liar
ada di mana-mana. Dari situ, berbagai virus ganas mulai menyebar. Pada 11 Maret 2020, Covid-
19 dinyatakan sebagai pandemi global oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setelah virus
mematikan itu melanda 113 negara.
Disebut pandemi karena penyebaran Covid-19 berlangsung sangat cepat dan serempak.
Ketika opini ini ditulis, Minggu (12/4/2020), pukul 20.50 WIB atau 13.47 GMT, Covid-19 sudah
menyebar di 210 negara. Warga bumi yang positif corona mencapai 1,8 juta, di antaranya
110.827 meninggal dunia dan 412.356 sembuh. Negara dengan warga positif Covid-19 terbesar
adalah AS, yakni mencapai 534.494. Jumlah pasien meninggal 20.637 dan 30.548 dinyatakan
sembuh. Peringkat dua hingga enam adalah negara Eropa, yakni Spanyol 166.019, Italia 152.271,
Perancis 129.654, Jerman 125.834, dan Inggris 84.279 warga positif Covid-19.
Sedang RRT yang awalnya sebagai episentrum berada di peringkat tujuh dengan 82.052
positif. Indonesia, yang baru menyadari dahsyatnya kasus Covid-19 saat WHO menyatakan
sebagai pandemi, terlihat kewalahan menangani penyebaran virus ini. Data resmi menunjukkan,
4.241 orang Indonesia di 34 provinsi positif Covid- 19 dengan 373 kasus kematian dan 359
kesembuhan. Dalam pada itu, kasus baru terus meningkat. Dengan kemampuan tes Covid-19
yang terbatas dan informasi yang kurang transparan, berbagai kalangan memperkirakan, jumlah
warga Indonesia yang positif corona sudah menembus satu juta dan 50% di antaranya adalah
warga Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jadebotabek).
Covid-19 adalah tragedi ekologis yang menimbulkan tragedi kemanusiaan dan ekonomi.
Jika mata rantai penularan corona tidak bisa diputus, jumlah korban meninggal akan lebih besar
lagi. Di Indonesia, bila rantai penyebaran corona gagal diputus, jumlah kasus bisa puluhan juta
dan yang meninggal akan lebih dari satu juta. Tragedi kemanusiaan begitu menyeramkan karena
kapasitas medis tak mampu menangani pasien Covid-19. Kehadiran rumah sakit darurat hanya
sedikit membantu karena tenaga medis, dokter dan perawat yang tidak mencukupi. Apalagi pada
saat yang sama, alat pelindung diri (APD) tidak memadai. 
Lebih dari 20 dokter yang menangani pasien Covid-19 meninggal dalam tugas. Tragedi
lain yang sangat serius adalah ambruknya kegiatan ekonomi. Bukan hanya sektor finansial yang
mengalami penurunan serius. Berbagai bidang kegiatan ekonomi di sektor riil juga ambruk.
Banyak perusahaan tutup dan PHK terus terjadi tanpa bisa dihentikan. Kewajiban untuk menjaga
jarak fisik, bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah di rumah yang mematikan
kegiatan ekonomi. Sejak ada pembatasan pergerakan manusia, bisnis penerbangan, transportasi,
perhotelan, dan pariwisata mati.
Berbagai jenis bisnis pun ambruk saat masyarakat tidak boleh berkumpul. Mal dan semua
bisnis ritel mati. Sektor industri juga ikut macet akibat terputusnya rantai pasokan. Ketika
industri komponen di RRT berhenti produksi, industri di berbagai negara yang mengandalkan
suku cadang dan berbagai barang modal dari Tiongkok kolaps. Hari ini, Kementerian Tenaga
Kerja mengumumkan, sedikitnya 1,5 juta pekerja formal sudah dirumahkan. Pekerja formal
lainnya menunggu giliran. Jika hingga Juni, masih juga ada pembatasan pergerakan manusia
untuk memutus rantai penyebaran Covid-19, PHK akan mencapai belasan hingga puluhan juta.
Pekerja sektor informal yang kehilangan mata pencarian sudah belahan juta.
Sejak pusat keramaian dan mal ditutup, sektor informal di Jadebotabek lumpuh. Mereka
inilah yang umumnya nekat pulang kampung karena tak bisa membayar sewa rumah dan
membiayai kebutuhan sehari-hari. Di pasar finansial, dampak Covid-19 sudah lebih dulu
dirasakan. Indeks harga saham gabungan (IHSG) sejak Januari 2020, year to date (ytd), sudah
terpangkas 26,20%. Rupiah menembus 16.000 per dolar AS. Harga saham di berbagai bursa
dunia terjungkal lebih dari 20%, ytd. Tragedi kemanusiaan dan tragedy ekonomi tak pelak lagi
disebabkan oleh tragedi ekologis. Pembangunan yang tidak memperhatikan keseimbangan
ekologis pada saatnya akan dihancurkan oleh tragedi ekologis.
Eksploitasi berlebihan terhadap alam akan dihukum oleh alam. Keserakahan dan
kecongkakan manusia dalam memperlakukan alam akan dilawan oleh alam dengan caranya
sendiri yang justru lebih mematikan. Oleh karena itu, kelestarian lingkungan dan keseimbangan
ekologis wajib dijaga. Manusia tidak boleh congkak dan mengeksploitasi alam tanpa tahu batas
kewajaran. Pembangunan berkelanjutan harus menjadi pedoman dalam kegiatan ekonomi
manusia di seluruh muka bumi.

Anda mungkin juga menyukai