Seorang pria berinisial HT (27) di Palangka Raya dilaporkan oleh istrinya karena
mencabuli anak tirinya. Perbuatan buruh bangunan tersebut dilakukan selama 2 tahun
belakangan ini. "Untuk kasus pencabulan anak di bawah umur yang dilakukan oleh
tersangka berinisial HT sejak dua tahun lalu. Dari tahun 2018 hingga 2020," ujar
dahulu mengajak korban bermain game dan atau menonton bersama lalu mencabuli
korban. "Perbuatan tidak senonoh tersebut dilakukan saat tidak ada ibu korban atau
rumah sedang sepi. Bahkan korban beberapa kali dipaksa untuk melayani nafsu bejat
tersangka," ujarnya.
mengeluh sakit pada kelamin dan duburnya. Saat itulah korban mengakui jika kesakitan
tersebut akibat ulah tirinya. "Karena kesal akhirnya Ibu korban melaporkan ke kita dan
“Saat ini pelaku bersama barang bukti diamankan di rutan Polresta Palangka
Raya untuk menjalani penyidikan dan pemeriksaan lebih lanjut sesuai dengan proses
hukum yang berlaku,” tambahnya. Akibat perbuatan kejinya itu, tersangka terancam
dikenakan Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan
kedua atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 yang berisikan
perlindungan terhadap anak. “Setiap orang dengan sengaja melakukan kekerasan maupun
ancaman, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk
anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dapat dikenakan
pidana penjara maksimal 15 tahun,” tegas Jaladri saat menerangkan pasal tersebut.
Dari kasus di atas, penulis menjadi tertari untuk melakukan studi kasus mengenai
penerapan sanksi pidana terhadap pelaku karena telah melakukan perbuatan pedofil
terhadap anak tiri laki lakinya (sesama jenis). Oleh karena itu penulis mengangkat
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap kasus pedofilia sesama jenis terhadap
anak tiri ?
2. Apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan sanksi terhadap kasus