1906386963 / Paralel
Kapsel Pidana
Tugas Materi Hukum Perlindungan Anak
Dakwaan: alternatif
Talitha Agatha
1906386963 / Paralel
Kapsel Pidana
1) Pasal 81 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016
tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang); atau
2) Pasal 82 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang
Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
menjadi Undang-undang
Analisis:
Pelaku berumur 15 tahun. Dakwaan kesatu ditujukan jika pelaku melakukan
Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya
sedangkan Dakwaan kedua adalah sama dengan isi dakwaan kesatu, tetapi disertai dengan
tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau pembujukan terhadap korban anak. Hukuman
pidana penjara dan denda pada dua pasal tersebut sama yakni, penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 76D berbunyi: “Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman
Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.”
Pasal 76E berbunyi: “Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman
Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan,
atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.”
Perbedaan dari dua pasal tersebut terletak pada klausul melakukan tipu muslihat,
melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk yang mana berdasarkan
kronologis tindak pidana ini tidak ditemukan unsur bahwa Pelaku Anak melakukan tipu
muslihat maupun serangkaian kebohongan. Namun Pelaku melakukan pembujukan kepada
Korban anak yang terbukti dalam kronologis yang menyatakan bahwa Anak Pelaku
menyatakan tidak akan meninggalkan Anak Korban dan pun akan bersedia nantinya akan
menjadi suami dari Anak Korban dan akan bertangung jawab atas perbuatan yang akan
dilakukan. Sehingga pelaku memenuhi unsur pasal 76E UU Nomor 35 tahun 2014 yang
Talitha Agatha
1906386963 / Paralel
Kapsel Pidana
mana merupakan isi dari Pasal 82 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2016. Dengan demikian Pelaku memenuhi unsur dakwaan kedua.
Pasal 81 (1) berbunyi: “Setiap orang yang melangggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).“
Pasal 81 (2) berbunyi: “Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
pula bagi Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian
kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan
orang lain.”
Berdasarkan kronologis tindak pidana ini ditemukan unsur bahwa Pelaku Anak melakukan
tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk. Unsur membujuk terbukti
dalam kronologis yang menyatakan bahwa “Terdakwa memanggil saksi anak sebagai
korban sambil menawari uang”; dan “Terdakwa kemudian memberi imbalan uang
sebanyak Rp.5.000,- (lima ribu rupiah).” Pun, perbuatan terdakwa juga memenuhi unsur
tipu muslihat dan serangkaian kebohongan karena Saksi anak sebagai korban memang
merupakan saksi anak berkebutuhan khusus merasa takut sehingga tidak berani bercerita
kepada orang tua saksi anak sebagai korban yang mana dalam hal ini pelaku
memanfaatkan disabilitas yang dimilki korban untuk melakukan tindak pidana tersebut.
Sehingga pelaku memenuhi unsur pasal 76E UU Nomor 35 tahun 2014 yang mana
merupakan isi dari Pasal 81 ayat (2) UU RI No.35 Tahun 2014, yakni dakwaan kedua.
Dengan adanya dua putusan tersebut, dapat dilihat bahwa negara dapat dikatakan
turut andil dalam penegakkan Hak Asasi Manusia khususnya untuk anak yaitu tentang hak
atas perlindungan dari kekerasan seperti termaktub dalam Pasal 52 hingga Pasal 56
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Meskipun dalam
kenyataannya peran negara masih sangat kurang