Anda di halaman 1dari 3

Muhammad Agung

202110110311052

Legal Opinion

Bahwa Pada tanggal 1 Januari 2024, Nanda Putra Bagus yang merupakan seorang santri
pesantren Al Ummat di Kabupaten Gresik, meninggal dunia sekitar pukul 06.30 WIB setelah
mengeluh sesak dan pusing.
Bahwa untuk selanjutnya Pihak pesantren mengabarkan kepada ayah Nanda (Ario Bagus)
tentang kejadian yang menimpah anaknya tersebut, setibah di pesantren Ario Bagus untuk
menjemput jenazah anknya, pihak pesantren yang diwakili Affan Sofyan selaku Kepala
Bidang Pembinaan meminta agar tidak membuka jenazah karena telah dimandikan dan
dikafani.
Bahwa, setelah tiba di rumah duka Ario Bagus memutuskan untuk membuka kain kafan
anaknya dan menemukan luka lebam serta pendarahan di tubuhnya.
Bahwa, Jenazah kemudian diperiksa oleh dokter kepolisian dan ditemukan bahwa Nanda
meninggal akibat gagal nafas dan mengalami luka-luka akibat trauma benda tumpul di
tubuhnya.
Bahwa, Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa Nanda menjadi korban penganiayaan oleh
tiga santri lain di pesantren, yang diduga dipicu oleh tuduhan pencurian uang.
Bahwa, dari uraian fakta hukum tersebut dapat disimpulkan bahwasanya dalam peristiwa
naas yang menimpa Nanda Bagus, terdapat unsur tindak pidana. Selain itu juga, terlihat pihak
pondok pesantren yang berusaha menutup nutupi peristiwa tersebut.

Issues
1. Apakah tindakan penganiayaan terhadap Nanda oleh tiga santri tersebut dapat
dikategorikan sebagai tindak pidana ?
Dari peristiwa hukum yang terjadi, yang dilandasi bukti kuat hasil visum dan telah dilakukan
pemeriksaan oleh pihak yang berwenang, maka apabila benar karena ini peristiwa yang
menimpah korban adalah tindak pidana.
2. Apakah pesantren memiliki tanggung jawab hukum atas kejadian tersebut?
Selayaknya lembaga pendidikan pada umumnya, maka pesantrenpun memiliki tanggung
jawab atas kesejahteraan dan keamanan santrinya, maka apabila benar karena ini, pesantren
memiliki tanggung jawab atas peristiwa yang terjadi. Apalagi dalam hal ini pesantren
terkesan seolah-olah berusaha menutupi peristiwa tersebut dari keluarga korban.
3. Apakah tindakan membuka kain kafan anak yang dilakukan oleh ayah korban dapat
mempengaruhi proses penyelidikan hukum?
Dalam hal ini, ayah korban sebagai pihak keluarga memiliki hak untuk membuka kain kafan
jenazah anaknya untuk tahu apakah yang terjadi pada anaknya. Dan oleh karena mendapati
ada hal yang tidak wajar pada jenazah anaknya, maka ayah orban pun melaporkan hal ini
kepada kepolisian untuk ditindak lanjuti, maka apabila salah karena ini, perbuatan ayah
korban sama sekali tidak mempengaruhi proses penyelidikan.
4. Bagaimana penanganan hukum terhadap para tersangka penganiayaan dan apakah ada
faktor-faktor mitigasi yang perlu dipertimbangkan?
Perbuatan yang dilakukan oleh para tersangka merupakan tindak pidana penganiayaan berat
yang mengakibatkan kematian, akan tetapi ada faktor yang perlu dipertimbangkan bahwa
para pelaku merupakan anak dibawah umur.

Rules
1. Penganiayaan yang mengakibatkan kematian dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan
Pasal 170 KUHP atau pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
2. Pesantren bertanggung jawab atas keamanan dan kesejahteraan santrinya selama berada di
lingkungan pesantren.
3. Dalam hal ini, ayah korban sebagai pihak keluarga memiliki hak untuk membuka kain
kafan jenazah anaknya untuk tahu apakah yang terjadi pada anaknya. Dan oleh karena
mendapati ada hal yang tidak wajar pada jenazah anaknya, maka ayah orban pun melaporkan
hal ini kepada kepolisian untuk ditindak lanjuti, maka apabila salah karena ini, perbuatan
ayah korban sama sekali tidak mempengaruhi proses penyelidikan.
4. Penanganan tindak pidana oleh pihak kepolisian harus dilakukan secara profesional dan
berdasarkan prosedur hukum yang berlaku.

Applications/Analisis/Penerapan Hukum:*
1. Para pelaku penganiayaan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 170 KUHP,
dengan mempertimbangkan keadaan dan motif dari tindakan mereka. Penganiayaan yang
mengakibatkan kematian dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 170 KUHP,
sebab perbuatan tersebut dilakukan bersama-sama (lebih dari 1 orang). Akan tetapi,
mengingat pelaku dan korban adalah anak dibawah umur, maka berdasarkan asas hukum
Lex Specialis derogat Legi Generali peristiwa pidana yang terjadi ini seyogyanya
diselesaikan berdasrakan Undang-undang perlindungan anak sebagaimana diatur dalam
pasal UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta hukum acaranya yang
diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan anak.

Pasal 80 ayat 3 UU Perlindungan anak menyebutkan bahwa “Dalam hal Anak


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah)”. Maka apabila dilihat dari unsur perbuatan yang diatur dalam UU yang
sama pada Pasal 76C “Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan,
menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak”, maka jelas
perbuatan para pelaku dalam perkara ini adalah kekerasan yang mengakibatkan kematian.

Akan tetapi mengingat para pelaku juga merupakan anak dibawah umur, maka untuk
pengenaan ancaman pidanya akan dipertimbangkan sesuai kaidah-kaidah dalam UU
Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan anak.

2. Untuk pesantren sendiri, dapat dikenai tanggung jawab hukum jika terbukti bahwa
kejadian tersebut terjadi akibat kelalaian atau kealpaan dalam pengelolaan dan pengawasan
terhadap santrinya. Pertanggung jawaban hukum yang dimaksud hanya sekedar
pengawasan serta pembantuan untuk menyelesaikan perkara ini. akan tetapi apabila
terbukti pesantren berusaha menutupi perkara ini, bisa saja dikenakan sanksi adminstrasi
yang lebih berat.

3. Pihak kepolisian perlu melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap motif dan
tanggung jawab para pelaku penganiayaan, serta memastikan bahwa proses hukum
berjalan dengan adil dan transparan.

Conclusions
Para pelaku penganiayaan dalam perkara ini adalah anak dibawah umur, serta korban juga.
Maka menurut ketentuan hukum yanag ada, para pelaku dapat dituntut secara pidana
sebagaimana diatur dalam , pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Namun mengingat mereka yang merupkan anak dibawa umur, maka pengadilan anak perlu
mendalami secara matang-matang untuk memutus perkara ini dengan menggunakan
mekanisme dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan anak. sementara
pesantren juga dapat dipertanggungjawabkan secara hukum atas kejadian tersebut apabila
terbukti pesanteren berusaha menutup nutupi perkara ini dari pihak keluarga. Maka, melihat
dari perkara ini yang cukup rumit, Pihak kepolisian perlu melakukan penyelidikan yang
menyeluruh dan mendalam untuk memastikan keadilan bagi korban dan menegakkan hukum
secara adil.

Anda mungkin juga menyukai