Anda di halaman 1dari 5

Nama : Riyadus Solikhin

NPM : 110110190040
Matkul : Sistem Peradilan Pidana
Kelas :A

ANALISIS KASUS PEMBUNUHAN IBU DAN ANAK DIJALAN CAGAK SUBANG


DIKAITKAN DENGAN TUJUAN DAN MODEL PENDEKATAN SISTEM
PERADILAN PIDANA

KASUS POSISI

Kasus posisi sendiri bermula saat Tuti dan anaknya yang bernama Amelia Mustika
Ratu ditemuka tak bernyawa dibagasi mobil Alphard miliknya yang terpakir dihalaman
rumah korban dikawasan Jalan Cagak, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Pada
Tanggal 18 Agustus 2021. Jenazah kedua korban tersebut ditemukan oleh Yosef yang
merupakan suami dari korban tuti. Sehari sebelum kejadian, saudara Yosef sendiri
berada di kediaman M yang merupakan istri mudanya, dimana kemudian pulang
kerumah korban di Ciseuti pada rabu pagi yang hendak mengambil stik golf. Hal
tersebut didukung dengan bukti percakapan pesan antara Yoseft dengan caddy golf
sekitar pukul 06.30 WIB. Ketika pulang kerumah korban, Yosef merasa curiga lantaran
tak menemukan anak dan istrinya, sementara kondisi dari rumah korban berantakan.
Yosef kemudian menemukan ceceran darah mulai dari kamar korban hingga ke arah
mobil Toyota Alphard. Yosef lantas menelusuri ceceran darah itu ke mobil dan
terkaget menemukan anak dan istrinya yang sudah tidak bernyawa. Mendapati hal
yang demikian, Yosef kemudian melaporkannya kepada kepolisan setempat.1

PEMBAHASAN

Kasus Pembunuhan Ibu dan Anak di Jalan Cagak Subang Dikaitkan Dengan
Tujuan Sistem Peradilan Pidana.

Untuk menganalisis Tujuan SPP dikaitkan dengan kasus pembunuhan ibu dan anak
di jalan cagak subang, akan dipakai pendapat dari Mardjono Reksodipoetro mengenai
tujuan dari sistem peradilan pidana. Menurut Mardjono Reksodipoetro, tujuan dari

1
Kompas.com, “Merangkai Misteri Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang”,
https://regional.kompas.com/read/2021/08/31/063201078/merangkai-misteri-pembunuhan-ibu-dan-
anak-di-subang?page=2, diakses pada tanggal 10 Maret 2022.
sistem peradilan pidana antarala lain mencegah masyarakat menjadi korban
kejahatan, menyelesaikan kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa
keadilan telah ditegakan dan yang bersalah dipidana, dan Ketiga berusaha agar
mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi perbuatannya. 2 Jika
dikaitkan dengan kasus posisi dan dihubungkan Republican Theori of Criminal Justice
bahwa kejahatan dalam hal ini dipandang tidak hanya mengancam individu yang
otoritas personalnya dilanggar, tetapi juga mengancam masyarakat secara
keseluruhan. Dengan kata lain tindak pidana pembunuhan yang terjadi dalam kasus
posisi dapat terjadi lagi dikemudian hari dan mengancam individu lainnya yang ada
didalam masyarakat. Untuk itu tujuan pertama dari sistem peradilan pidana adalah
mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan yaitu dengan cara menangkap
pelaku pembunuhan tersebut dan mengadilinya seadil-adilnya. Hal ini dilakukan agar
pelaku dalam hal ini tidak leluasa bebas begitu saja setelah melakukan pembunuhan
ibu dan anak tersebut. Selain itu, dengan ditangkapnya pelaku pembunuhan, secara
tidak langsung akan memberi edukasi kepada masyarakat bahwa pelaku tindak
pidana pasti akan mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Kemudian tujuan yang kedua adalah menyelesaikan kejahatan yang terjadi sehingga
masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakan dan yang bersalah dipidana. Untuk
itu pihak kepolisian sedang melakukan penyidikan guna menemukan bukti permulaan
yang cukup minimal dua alat bukti. Hal ini dilakukan guna menemukan tersangka,
karena berdasarkan pasal 17 KUHAP memberi syarat bahwa perintah penangkapan
terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana harus berdasarkan
bukti permulaan yang cukup (minimal dua alat bukti). Pihak kepolisian sampai saat ini
pihak kepolisian masih terus bekerja maksimal untuk mengumpulkan informasi,
keterangan serta bukti-bukti untuk memecahkan kasus subang. Misalnya saja pihak
kepolisan terus melakukan pemanggilan kepada saksi-saksi guna mendapatkan
keterangan. Terakhir kali dilakukan pemanggilan terhadap yosef dan yoris yang
merupakan saksi kunci.

Selanjutnya tujuan ketiga dari SPP adalah berusaha agar mereka yang pernah
melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi perbuatannya. Jika dikaitkan dengan
kasus posisi bahwa pelaku pembunuhan ibu dan anak di jalan cagak tersebut nantinya

2
R. Sugiharto, Sistem Peradilan Pidana Indonesia dan Sekilas Sistem Peradilan Pidana di Beberapa
Negara, Semarang: Unissula Press, 2012, hlm. 7.
jika terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana
pembunuhan berdasarkan hasil pemeriksaan di persidangan, maka akan dijatuhi
pidana. Tujuan dari penjatuhan pidana tersebut merupakan salah satu sarana untuk
mencegah kejahatan serta memperbaiki narapidana. Memperbaiki tersebut dalam
konteks bahwa pidana penjara merupakan sarana untuk memperbaiki narapidana
agar menjadi manusia yang lebih berguna dan sudah barang tentu tidak akan
mengulangi perbuatannya lagi dimasa yang akan datang.

Kasus Pembunuhan Ibu dan Anak di Jalan Cagak Subang Dikaitkan dengan
Model-Model Sistem Peradilan Pidana

Herbert L Parcker, dalam bukunya yang berjudul “The limits of the criminal sauction”
yang dikutip Rusli Muhammad mengemukakan bahwasannya ada dua model SPP
yakni Crime Control Model (CCM) dan Due Process Model (DPM. Kedua model ini
menurut Herbert Parcker akan memungkinkan kita memahami suatu anatomi yang
normatif hukum pidana. Model ini tidak menyebutkan mengenai apa kenyataannya
dan apa yang seharusnya. Kedua model ini bukanlah suatu polarisasi yang absolute.3
Kemudian muncul Family Model yang merupakan kritik terhadap kedua model diatas.
Model ini diperkenalkan oleh John Grifitthst seorang guru besar dari Yale University
di California.4

Lalu bagaimana model sistem peradilan pidana Indonesia?. Jika kita melihat
ketentuan dalam Pasal 8 UU No. 14 Tahun 1970 dan UU No. 4 Tahun 2004 dan UU
No. 8 Tahun 1981 KUHAP, bahwa ketentuan tersebut mencerminkan adanya asas
praduga tak bersalah (Presumtion of Innocent) sebagai ciri model Due Process of
Law. Dengan adanya asas ini, dituntut untuk adanya suatu proses penyelidikan
terhadap suatu kasus secara formal dengan menemukan fakta secara objektif, dimana
kasus seorang tersangka atau terdakwa didengar secara terbuka dimuka
perisidangan dan peniliaan atas tuduhan penuntut umum baru akan dilaksanakan
setelah terdakwa memperoleh kesempatan sepenuhnya untuk mengajukan fakta
yang membantah atau menolak tuduhan kepadanya. Jadi yang paling penting ialah
proses pembuktian dalam pengadilan.5

3
Michael Barama, “Model Sistem Peradilan Pidana dalam Perkembangan”, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 3,
No. 8, 2016, hlm. 10
4
Ibid., hlm. 14.
5
Ibid., hlm. 11.
Untuk itu analisis dari kasus posisi akan dikaitkan dengan Model Due Process of Law.
Due Process Model sendiri pada hakekatnya menekankan pada hak-hak individu dari
individu (pelaku) dengan berusaha melakukan pembatasan-pembatasan terhadap
wewenang penguasa. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa proses pidana harus
dapat diawasi atau dikendalikan oleh HAM dan tidak hanya ditekankan pada maksimal
efisiensi belaka, melainkan pada prosedur penyelesaian perkara.6 Dengan demikian,
penyelesaian kasus pembunuhan ibu dan anak di Subang tersebut harus dilakukan
dengan memperhatikan hak-hak tersangka, saat tersangka dalam kasus tersebut
sudah ditetapkan dan ditangkap berdasarkan bukti permulaan yang cukup (minimal
dua alat bukti). Untuk itu sampai saat ini pihak kepolisian masih terus mencari alat
bukti untuk mencari tersangka, salah satunya adalah dengan melakukan pemanggilan
dan pemeriksaan terhadap saksi-saksi. Kepolisian melakukan pemanggilan terhadap
saudara yosef dan yoris yang merupakan saksi kunci dari kasus tersebut. Perlu
diketahui bahwasannya keterangan saksi merupakan salah satu dari alat bukti yang
diatur dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP.

Menurut model ini bahwa dalam setiap kasus, tersangka dapat diajukan ke muka
pengadilan setelah dia memperoleh hak penuh untuk mengajukan pembelaan.
Misalnya saja hal ini diatur juga dalam Pasal 54 KUHAP bahwa guna kepentingan
pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang
atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat
pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.7 Dari
uraian pasal tersebut dapat dipahami bahwa tersangka atau terdakwa dalam kasus
pembunuhan ibu dan anak di Subang tersebut nantinya tetap berhak untuk mendapat
bantuan hukum.

Konsep pemikiran dari model ini adalah menganggap seseorang bersalah hanya
apabila penetapannya dilakukan secara prosedural oleh pihak yang berwenang.
Dengan kata lain, dalam model ini terdapat asas Praduga Tak Bersalah (Presumtion
of Innocent) yaitu bahwa tersangka atau terdakwa yang dituduh melakukan suatu
tindak pidana, tetap tidak boleh diperlakukan sebagai seseorang yang bersalah
hingga pengadilan menyatakan bahwa ia bersalah dan putusan tersebut memperoleh

6
Ibid.
7
Pasal 54 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
kekuatan tetap.8 Tersangka dalam kasus pembunuhan ibu dan anak di Subang
tersebut tidak boleh dianggap sebagai orang yang bersalah sampai ada putusan
hakim yang memperoleh kekuatan hukum yang tetap yang menyatakan bahwa
tersangka atau terdakwa tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan
tindak pidana yang dituduhkan kepadanya. Untuk itu seperti yang telah disebutkan
sebelumya, meskipun nantinya telah ditetapkan tersangka atas kasus pembunuhan
ibu dan anak tersebut, hak-hak dari tersangka harus tetap diperhatikan seperti yang
telah diatur dalam KUHAP. Penetapan kesalahan dari terdakwa kasus pembunuhan
ibu dan anak tersebut nantinya harus dilakukan secara adil, sesuai dengan fakta-fakta
hukum yang ada dan juga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
pidana yang berlaku, sehingga pengadilan dalam hal ini hakim tidak boleh bersikap
memihak pihak manapun. Hal ini juga berkaitan dengan gagasan persamaan didepan
hukum atau adanya asas Equality Before The Law yaitu asas dimana terdapatnya
suatu kesetaraan dalam hukum pada setiap individu tanpa ada suatu pengecualian.9

DAFTAR PUSTAKA
Buku:
R. Sugiharto, Sistem Peradilan Pidana Indonesia dan Sekilas Sistem Peradilan
Pidana di Beberapa Negara, Semarang: Unissula Press, 2012.

Jurnal;
Julita Melissa Walukow, “Perwujudan Prinsip Equality Before The Law bagi
Narapidana dalam Lembaga Permasyarakatan di Indonesia”, Lex Et Societatis,
Vol. 1, No. 1, 2013.
Michael Barama, “Model Sistem Peradilan Pidana dalam Perkembangan”, Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 3, No. 8, 2016.
Nurhasan, “Keberadaan Asas Praduga Tak Bersalah Pada Proses Peradilan Pidana:
Kajian”, Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, Vol. 17, No. 3, 2017.

Sumber Hukum:
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana.

Sumber Lain:
Kompas.com, “Merangkai Misteri Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang”,
https://regional.kompas.com/read/2021/08/31/063201078/merangkai-misteri-
pembunuhan-ibu-dan-anak-di-subang?page=2, diakses pada tanggal 10 Maret
2022.

8
Nurhasan, “Keberadaan Asas Praduga Tak Bersalah Pada Proses Peradilan Pidana: Kajian”, Jurnal
Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, Vol. 17, No. 3, 2017, Hlm. 209.
9
Julita Melissa Walukow, “Perwujudan Prinsip Equality Before The Law bagi Narapidana dalam
Lembaga Permasyarakatan di Indonesia”, Lex Et Societatis, Vol. 1, No. 1, 2013, hlm. 164.

Anda mungkin juga menyukai