Anda di halaman 1dari 9

Essai

SEORANG BOCAH LAKI-LAKI DI PALU DITEMUKAN DALAM


KEADAAN TIDAK BERNYAWA

Nama/Nim : Akmsrina/D10123388

Kelas : BT 11

Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Hukum

Dosen Pengampuh : Dr. Agus Lanini SH., M.HUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS TADULAKO

2023
A. Pendahuluan

Pembunuhan yakni suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang

dengan cara yang melanggar hukum maupun tidak melawan hukum. Tentu

saja dalam menghabisi nyawa seseorang atau membunuh harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya, hal ini berupa hukuman yang biasa

disebut “di pidanakan”. Jadi, seseorang yang dipidanakan berarti dirinya

menjalankan suatu hukuman untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang

dinilai kurang baik dan membahayakan kepentingan umum. Pembunuhan

anak usia 8 Tahun yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah, viral dimedia sosial

saat ini sehingga menimbulkan berbagai informasi dan spekulasi.

B. Permasalahan

Pembunuhan bocah laki-laki ini di duga dilakukan oleh pelaku berinisial

MFM, remaja yang berusia 16 Tahun yang bersekolah di salah satu SMA

Palu. Banyak yang menduga, jika MFM adalah seorang remaja yang memiliki

kelainan perilaku sehingga perbuatannya sampai menghilangkan nyawa orang

lain. Bahkan dari hasil visum ditemukan kerusakan organ dibeberapa bagian

tubuh korban. Salah satu informasi yang beredar saat ini diduga pelaku

pembunuhan tersebut merupakan anak dari sosok pensiunan perwira polisi

dengan inisial AKBP (Purn) UN.

Berdasarkan hasil visum sementara, ditemukan memar pada bagian leher

korban, kemudian gigi korbanc juga dilaporkan patah.

Tim penasehat hukum keluarga korban menduga adanya unsur

perencanaan dalam kasus pembunuhan siswa sekolah dasar (SD) berinisial AR


usia 8 Tahun di kota Palu. Hal itu didasari dengan fakta lapangan yang

disandingkan dengan proses rekonstruksi 20 reka adegan dan jarak rumah

korban saat dijemput pelaku menggunakan sepeda, yang dimana jarak rumah

korban ke TKP ini sangat jauh sehingga mereka mengambil kesimpulan,

bahwa pembunuhan ini ada unsur perencanaan. Pihak penasihat hukum

menginginkan aparat kepolisian menggunakan pasal 340 KUHP yang dimana

bunyi pasal tersebut adalah “Barangsiapa yang dengan sengaja dan dengan

rencana terlebih dahulu merampas jiwa orang lain, karena melakukan

pembunuhan berencana, diancam dengan pidana mati, pidana penjara seumur

hidup atau sementara maksimal 20 Tahun.

Penasehat hukum korban juga menduga adanya kekerasan seksual

terhadap korban karena korban ditemukan dalam keadaan tanpa busana, akan

tetapi kasat reskrim polresta Palu AKP Ferdinand Esan Numbery mengatakan

bahwa hasil visum luar dari rumah sakit Bhayangkari tidak ada unsur

kekerasan seksual baik ditubuh atau didubur korban. Ferdinand mengatakan

bahwa pelaku disangkakan pasal 80 ayat 3 junto pasal 76 c UU RI NO 35

Tahun 2014 tentang perlindungan anak junto UU NO 11 Tahun 2012 Tentang

sistem peradilan pidana anak.

C. Landasan Teori

Pembunuhan berencana sesuai pasal 340 KUHP adalah suatu pebunuhan

biasa seperti pasal 338 KUHP, akan tetapi dilakukan dengan direncanakan

terdahulu. Direncanakan lebih dahulu sama dengan antara timbul aksud untuk

membunuh dengan pelaksanannya itu masih ada tempo bagi si pembuat untuk
dengan tenang memikirkan misalnya dengan cara bagaimanakah pembunuhan

itu dilakukan. Pembunuhan berencana itu pelaksanannya ditangguhkan setelah

niat itu timbul, untuk mengatur rencana, cara bagaimana pembunuhan itu akan

dilaksanakan. Teori pembunuhan berencana ini bisa kita lihat dalam kasus

pembunuhan bocah laki-laki berusia 8 Tahun ini yang dimana hal itu didasari

fakta lapangan disandingkan dengan proses rekonstruksi 20 reka adegan dan

jarak rumah korban saat dijemput pelakuseperti halnya yang sudah dijelaskan

sebelumnya. Dilihat dari jarak rumah dengan jarak tempat kejadian yang

memiiki jarak tempuh yang jauh sehingga kuasa hukum korban

menyimpulkan bahwa pembunuhan ini terencana.

D. Pembahasan

Seorang pelajar sekolah dasar berinisial AR usia 8 Tahun ditemukan tak

bernyawa di area Jl. Asam II, Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat, Kota

Palu Sulawesi Tengah.

Penemuan mayat ini bermula adanya informasi dari orang tua korban

untuk memcari anaknya pada hari selasa 31 Oktober 2023 Pukul 20:45 wita.

Pelaku berinisial MFM Usia 16 Tahun adalah remaja sekolah disalah satu

SMA Palu. Bnayak yang menduga jika MFM adalah seorang remaja yang

memiliki kelainan perilku sehingga perbuatannya sampai menghilangkan

nyawa prang lain. Pembunuhan yang terjadi di duga karena pelaku memiliki

kelainan perilaku sehingga melakukan tindakan kekerasan terhadap anak

hingga menyebabkan mati. Sebagaimana diatur dalam landsan hukum yakni

UU Nomor 35 Tahun 2014 tentqang perubahan atas UU Nomor 23 Thun 2002


tentang perlindungan anak : Pasal 10 ayat (1) UU NO 2/PNPS/1964 ; Pasal 23

ayat (3) UU No 3 Tahun 1997 tentang penngadilan anak. Berdasarkan dugaan

atas kelainan perilaku, menurut pada teori yang dikembangkan oleh

Yochelson dan Samenow (1976), yang menjelaskan bahwa pelaku kriminal

mengebangkan pola pikir yang ditandai sebagai kesalahan berpikir kriiminal

pada pelaku kejahatan.

Namun berbeda halnya dengan dugaandari penasihat hukum korban yang

menduga kasus ini merupakan pembunuhan Yang terencana. Hal ini bisa

dilihat dari kronologi kejadian kasus pembunuhan tersebut, Bocah 8

Tahunditemukan tidak bernyawa pada hari selasa tanggal 31 Oktober 2023,

korban AR sebelumnya bermain bersama teman-temannya dikawasan jalan

Asam II, Palu barat. Lantas, AR diajak oleh pelaku MFM untuk pergi ke

sebuah lorong sepi dikoridor 5 jaan asam II. Karena tak juga pulang hingga

larut malam pihak keluarga AR melapor ke polsek Rutang karena kehilangan

anak. Setelah dilakukan investigasi dan pencarian didapati petunjuk bahwa

korban terakhir kali berada dilorong 5 bersama pelaku MFM. Tim beserta

keluarga pun segera menuju ke TKP, Akhirnya, AR ditemukan dilorong

tersebut dalam kondisi sudah tidak bernyawa dengan tergeletak tanpa busana.

Selanjutnya Korban langsung dibawa kerumah sakit bhayangkara untuk

dilakukan visum. Berdasarkan hasil visum sementara ditemukan memar pada

bagian leher korban kemudian gigi korban juga patah.

Tim penasehat hukum dan keluarga korban menduga adanya unsur

perencanaan dalam kasuss pembunuhan bocah AR di kota Palu hal ini


didaskan oleh kenyataan dan fakta yang terjadi dilapangan serta dengan

kejadian reka ulang adegan sebanyak 20 kali reka adegan dan juga dilihat dari

jarak rumah korban saat dijemput pelaku, jarak rumah tersebut sangat jauh

dengan TKP sehingga mereka mengambil keseimpulan bahwa ini ada unsur

perencanannya, mereka menganggap ini bukan pembunuhan biasa, penasehat

hukum juga menduga adanya kekerasan seksual terhadap korban. Tim

penasehat hukum menginginkan pelaku disangkakakn dengan pasal 340

KUHP jo Paal 55 ayat 1 ke 1 kuhp, yang unsurnya terdiri atas barang siapa,

dengan sengaja, direncanakan terlebih dahulu, menghilangkan nyawa orang

lain, sebagai orang yang melakukan atau turut melakukan.

Dalam kasus ini tim penasihat hukum melihat adanya unsur perencanaan

pembunuhan didalamnya seperti yang dijelaskan pada kronologi kejadian.

E. Kesimpulan

Yochelchon dan Samenow mengidentifikasi 10 unsur kesalahan cara

berpikir pada pelaku kejahatan/kriminal seperti halnya pada kasuss ini yang

dimana pelaku memiliki kelainan perilaku dalam melakukan tindakan kriminal

menghilangkan nyawa seseorang. 10 unsur itu diantaranya yaitu

kecenderungan berpikir sempit, menganggap diri sendiri selalu benar,

menganggap dirinya korban, memiliki daya juang rendah, ketakutan pada diri

sendiri dan masa depan, percaya pada hukum rimba, narsistik, anak-anak yang

memiliki kecenderungan criminal thinking menunjukkan kecenderungan rasa

bersalah dan penyesalan, pembenaran terhadap perilaku buruk, menghindari

tanggungjawab dan kesulitan merencanakan masa depan.


Menurut teori diatas dapat dilihat bahwa kasus pembunuhan bocah

berusuia 8 Tahun bisa disimpulkan karena adanya kelainan perilaku yang

dimana ada beberapa informasi bahwa korban ditemukan disemak-semak

disembunyikan dalam keadaan tidak bernyawa hal inimembuktikan bahwa

pelaku memiliki rasa takut akan kejahatannya akan terungkap, beberapa

informasi juga menyatakan bahwa pelaku sempat tersinggung dan sakit hati

dengan perkataan korban hal ini bisa kita simpulkan bahwa unsur kemrahan

pelaku tidak dapat menyampaikan emosi yang pelaku rasakan karena terlalu

menututp diri sehingga menyebabkan kemarahan yang terakumulasi menjadi

perbuatan tindak pidana.

Teori Criminal Thinking yaitu dengan mempertimbangkan kondisi mental

pelaku ditambah fakta bahwa pelaku juga masih dibawah umur, sehingga

aspek atau unsur pikiran kriminal dalam diri pelaku juga patut

dipertimbangkan agar dapat meminimalisir potensi anak menjadi seorang yang

melakukan tindak kejahatan.

Namun dilihat dari hasil reka adegan dilapangan diduga ada unsur

perencanaan sehingga dapat dikenakan dengan pasal 340 KUHP dengan

hukum pidana mati atau seumur hidup. Namun karena yang terduga pelaku

masih anak-anak maka hukuman mati atau seumur hidup tidak dapat

diberlakukan. Akan tetapi dalam proses hukum bagi anak yang terlibat dalam

kejahatan, KPPA menegaskan bahwa UU 11/20212 tentang sitem peradilan

pidana anak (SPPA) Harus diikuti, terutama pasal 81 ayat (2) UU SPPA

menetapkan bahwa hukuman penjara yang dapat diberikan kepada anak tidak
boleh melebihi setengah dari hukuman maksimum yang dapat dikenakan

kepada orang dewasa . Proes hukum harus berjalan dengan baik dan seadil-

adilnya tanpa pandang bulu siapa pelaku atau korbannya hukum harus berdiri

tegak dan pendampingan psikologis harus diberikan kepada keluarga korban

yang sedang berduka.


DAFTAR PUSTAKA

Arifin, R., & Fatasya, A. D. (2019). KAJIAN HUKUM ATAS

PEMBUNUHAN BERENCANA YANG DISERTAI PENGANIYAAN

DAN MUTILASI (STUDI ATAS KASUS-KASUS MUTILASI

KONTROVERSI DI INDONESIA). Jurnal Ilmu Hukum, 8(1), 118-144

Batas, E. M. (2016). Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Menurut Pasal

340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Lex crimen, 5(2)

Dekawati, G., & Marbun, W. (2022). Pendekatan Teori Criminal Thinking

Pada Kasus Pembunuhan Anak Oleh Anak. Krisna Law: Jurnal

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana, 4(1), 59-67.

Muthair, A. (2021). Penerapan Teori Deelneming Dalam Penjatuhan Pidana

Mati Terhadap Pelaku Pembunuhan Berencana. Jurnal Thengkyang,

6(1), 35-51

Anda mungkin juga menyukai