DOSEN PENGAMPU:
Irwan,S.IP., M.Sc.
Vinta Larasati, M.Pd.
OLEH:
Sumber berita ;
https://youtu.be/mOy8M8ecJvE
Ketua RT bersama lima orang warga menggerebek sebuah rumah kontrakan yang dihuni
M(korban) karena ada dugaan mesum. Pakaian M dan kekasihnya, R, dilucuti dan diarak keliling
Kampung Kadu, Kelurahan Sukamulya, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang, sejauh 400
meter.
Dalam kasus ini, Komarudin dituntut hukuman penjara 7 tahun karena melanggar Pasal 170
KUHP tentang Pengeroyokan, Pasal 335 KUHP tentang Pembiaran, dan Pasal 29 Undang-
Undang tentang Pornografi. Warga yang Arak dan Telanjangi Pasangan di Cikupa Bisa Kena
Pidana Tahun 2017.
Ditinjau dari sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”,kasus ini termasuk melanggar sila
pertama dimana bahwa negara Indonesia adalah rakyat yang beragama,menghakimi orang lain
tanpa berdasarkan bukti dan merpermalukan dengan menunjukkan aurat korban adalah hal yang
sangat tercela dalam Agama.
Manusia diciptakan Tuhan untuk saling menyayangi satu sama lain dan didalam setiap agamapun
tentunya mengajarkan nilai nilai kebaikan dan kita sebagai manusia harus menghargai setiap
ciptaan-Nya.
Ditinjau dari sila kedua “kemanusiaan yang adil dan beradab”,Kasus ini juga melanggar sila
kedua. Sebagai rakyat Indonesia yang berlandaskan Pancasila seharusnya memiliki sikap
tenggang rasa, saling mencintai sesama manusia, tidak semena-mena terhadap orang lain,
menjujung tinggi nilai kemanusiaan, dan memperlakukan manusia sewajarnya. Bukan sebaliknya
yang dilakukan oleh pelaku sungguh-sungguh perbuatan yang tidak mencerminkan Pancasila itu
sendiri dimana dengan tega nya pelaku mempermalukan korban didepan khalayak ramai dan
sangat tidak pantas untuk dilihat orang apalagi anak dibawah umur.
Dalam kasus diatas kita sebagai rakyat indonesia harus menjadi pedoman dalam kehidupan
bangsa indonesia, dan juga sebagai pembelajaran agar kita bangsa indonesia dapat mentaati
pancasila dan norma-norma lainnya.Dan juga sebagai umat yang beragama pula harus saling
menghargai umat beragama yang lain agar dapat menjadi pedoman dalam masyarakat dan juga
saling menolong masyarakat yang sedang dalam kesusahan.
Dalam Filsafat Pancasila “Sebagai bangsa dan negara Republik Indonesia mengandung makna
bahwa setiap aspek kehidupan kebangsaan, kenegaraan dan kemasyarakatan harus didasarkan
pada nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan yang terakhir keadilan”.
Dari kasus persekusi pasangan kekasih di Tangerang pelaku melanggar nilai-nilai Ketuhanan dan
Kemanusiaan.
Sejatinya ormas yang melakukan persekusi adalah korban kejahatan dan korban persekusi
adalah pelaku kejahatan, namun karena ulah provokator yang menyebarkan ujaran kebencian
maka situasi jadi terbalik. Korban yang “main hakim sendiri” akhirnya menjadi “pelaku
kejahatan persekusi” dan pelaku kejahatan (penghinaan) yang “dipersekusi malah jadi korban
kejahatan”.
Solusi yang tepat terhadap kasus persekusi seharusnya dahulukan menggunakan pola
somasi dan mediasi terlebih dahulu, hindari melakukan penculikan ke rumah/ke kantor orang
yang dianggap menghina lalu memaksa yang bersangkutan untuk meminta maaf.
Apabila mediasi tidak mengalami titik temu maka proses litigasi dilakukan yaitu dengan
melakukan pelaporan ke Polisi terhadap pelaku penghina atau pencemar nama baik ulama atau
pimpinan ormas dapat diterapkan Pasal 45 (3) UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas
UU No.23 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas UU No.11 Tahun 2008 tentang ITE dengan
ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Polisi menegaskan aksi persekusi merupakan tindakan melawan hukum, ada 4 proses
hukum untuk menjerat pelaku persekusi yaitu :
a. Apabilamemasuki rumah atau kantor tanpa seijin oleh pemilik rumah atau kantor
yang kemudian tidak diharapkan kehadirannya pelaku bisa dikenakan Pasal 167 ayat1
KUHP yang ancaman hukumannya satu tahun penjara.
b. Proses hukum kedua, pelaku persekusi yang melakukan tindakan pememaksaan dapat
dijerat Pasal 335 KUHP yang ancaman hukumannya 5 tahun penjara.
c. Apabila membawa satu orang, dua orang kemudian ke suatu tempat terpisah, yang
dalam hal ini yang bersangkutan tidak bisa berbuat apa-apa Dalam keadaan yang
terpaksa, ia (korban) tidak bisa berhubungan dengan dunia luar, maka ini bisa
dikategorikan sebagai sebuah penculikan.
d. Jika pelaku persekusi melakukan penganiayaan maka akan dijerat dengan Pasal 351
KUHP dengan hukuman 2 tahun penjara. Apabila penganiayaan itu dilakukan
bersama-sama maka jeratan pasal yang dikenakan yakni Pasal 170 KHUP tentang
pengeroyokan dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun
Dengan adanya kasus persekusi diatas seharusnya kita sebagai warga negara yang ber-
Pancasila harus mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam sila Pancasila. Dalam sila
pertama, mengajak agar menghormati Perbedaan Agama dengan Tidak Memberikan Komentar
Negatif/Sinis atau bernada kebencian terhadap Agama/Umat Agama Lain, Mengedepankan
pendekatan sosial/kolaboratif daripada pendekatan normatif dalam penanganan masalah agama,
dan Pemerintah memberikan perlakukan yang sama kepada semua pemeluk agama untuk
melaksanakan ibadah sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pengamalan sila kedua, dengan tindakan tidak melakukan praktik diskriminasi dan
kekerasan terhadap sesama manusia, serta memberikan peluang yang sama kepada semua warga
negara untuk maju dan berkembang.
Tindakan persekusi wajib segera dihentikan, apabila tindakan persekusi ini dibiarkan terus-
menerus terjadi maka menjadi ancaman serius terhadap Indonesia sebagai negara hukum. Dalam
konsep negara modern berlaku pameo bahwa penghormatan terhadap hukum adalah bentuk
keberadaban suatu bangsa. Semakin menguatnya persekusi/eigenrichting adalah cermin
kemunduran keadaban suatu bangsa dan menuju bangsa yang barbar tanpa hukum. Semoga
Bangsa Indonesia tetap menjadi bangsa yang beradab sebagaimana layaknya sebuah negara
modern.
Daftar Rujukan