Anda di halaman 1dari 6

CONTOH LAPORAN HASIL PERSIDANGAN

TUGAS KEWARGANEGARAAN
Laporan Hasil Sidang di Pengadilan Negeri Padang
Dosen : Masni Fanshuri, Dt RMNP

Disusun :
Santika Mutia Arra
1310731021
Program Studi Sastra Inggris
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Andalas
2013

LAPORAN PERSIDANGAN
PENGGUGAT
Nama : Cici Eliza
Umur : 27 tahun
Pekerjaan : Pedangang
Agama : Islam

Nama : Yennis Mawarti


Umur : 52tahun
Pekerjaan : Pedangang
Agama : Islam
Nama : Siit
Umur : 26 tahun
Pekerjaan : Pedangang
Agama : Islam

TERGUGAT
Nama : Firdaus Ilyas (Kepala Dinas Perhubungan dan Kominfo Kota Padang)
Nama : Budi Erwanto, M.M. (Kepala BPBD dan Damkar Padang)
Dari persidangan yang saya ikuti pada tanggal 11 September 2013 mengenai kasus
penganiayaan yang dilakukan oleh dua orang pejabat daerah yang bernama Firdaus Ilyas
dan Budhi Erwanto (Kepala BPBD dan Damkar) kepada 3 orang pedagang di pasar raya
Padang, yaitu Cici Eliza (27), Yennis Mawarti (52) dan Siit (26) pada saat penertiban lapak-
lapak pedagang kaki lima di pasar raya Padang, sidang yang saya ikuti adalah sidang
lanjutan yang sudah sampai pada tahap putusan, namun karena kedua pihak ingin
melkukan banding terhadap putusan yang sudah diputuskan hakim, maka sidang akan
dilakukan 1 minggu berikutnya yakni pada tanggal 18 september 2013.

Alur Perkara
Tergugat adalah pejabat daerah yang ikut terlibat dalam penertiban pedagang kaki
lima di pasar raya Padang. Membandelnya pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di ruas
Jalan Pasar Raya sejak pagi, membuat tim gabungan terdiri dari Dinas Pasar, Dinas
Perhubungan dan Polisi Pamong Praja geram. Tim gabungan ini membongkar tenda dan
lapak PKL yang membandel tersebut. Aksi penggusuran itu berlangsung ricuh. Karena para
pedagang kaki lima tidak terima lapak mereka digusur. Padahal para pedagang kaki lima
tersebut sudah melanggar kesepakatan yang telah mereka sepakati. Pantauan RPG di
lokasi penertiban, pukul 07.30 WIB para PKL sudah banyak mendirikan tenda-tenda dan
lapak hingga memakan badan jalan di bundaran air mancur Pasar Raya hingga Jalan
Permindo. Padahal, berdasar kesepakatan PKL dan Pemko, waktu berjualan dibolehkan
mulai pukul 16.00 WIB hingga 23.00 WIB sesuai tempat yang disepakati. Setelah dilakukan
perundingan, lapak pun berhasil dibongkar secara damai. Namun, kondisi itu pun tidak
berlangsung lama. Sejumlah pedagang memprotes pembongkaran itu karena telah
membayar beo.
Kasus penganiayaan itu terjadi saat ratusan pedagang Pasar Raya terlibat bentrok
dengan Pol PP, petugas Dinas Perhubungan Kota Padang, dan anggota kepolisian saat Idul
Fitri 1432 H, 31 Agustus 2011. Bentrokan terjadi ketika aparat keamanan berusaha
memasang pagar dan menggusur pedagang dari Pasar Raya. Dalam bentrokan, tersebut
tiga orang pedagang diduga dipukuli kedua tersangka yang hadir waktu itu. Pedagang itu
adalah, Cici Eliza (27), Yennis Mawarti (52) dan Siit (26). Korban mengaku dianiaya oleh
kedua orang tergugat yang sudah menjadi tersangka dengan cara di pukul dan di tendang
secara bersamaan oleh kedua orang tersebut.
Dalam proses hukum kasus yang melibatkan kedua tersangka tersebut, penyidik
telah melakukan pemeriksaan terhadap sekitar 13 saksi, baik itu saksi korban sebagai
pelapor maupun saksi terlapor. Selain itu, penyidik juga telah mengumpulkan barang bukti,
berupa rekaman dugaan penganiayaan yang diduga dilakukan oleh keduanya. Berkas
perkara kasus ini, bahkan pernah lima kali bolak balik dari penyidik ke jaksa, karena belum
dinyatakan lengkap.
Dari hasil penyidikan, terungkap bahwa kehadiran kedua tersangka di Pasar Raya,
hanya sebatas diundang untuk hadir. Tidak ada surat perintah dari kepala daerah sebagai
atasan mereka, untuk melakukan tindakan. “Mereka hadir hanya sebatas undangan.
Namun, mereka berdua melakukan tindakan unprosedural,” tegasnya.
Menurut keterangan korban dan saksi , serta didukung dengan barang bukti yakni
sebuah video penganiayaan yang dilakukan oleh mereka berdua, maka majelis
mempertimbangkan bahwa terdakwa diputuskan bersalah karena telah melakukan
penganiayaan secara terang-terangan dan dilakukan dengan tenaga bersama yang
mengakibatkan luka. Tersangka mengaku menyesal atas perbuatannya, dan tidak ada
alasan untuk dibenarkan, dan harus dijatuhi hukuman pidana, dan dihukum setimpal
dengan apa yang sudah dilakukan. Karena pejabat daerah tidak seharusnya berprilaku
demikian, dan seharusnya mengayomi masyarakat. Tersangka mengaku perbuatan mereka
dipicu oleh tindakan korban yang menghalangi pelaksanaan tugas mereka. Kedua terdakwa
dituntut dengan 2 pasal, yaitu Pasal 170 jo pasal 351 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 KUHAP
pidana, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
Setiap pembelaan yang dilakukan tersangka tidak perlu dipertimbangkan.
Terdakwa sudah terbukti bersalah dan dikenai hukuman 6 bulan penjara dan dikenakan
biaya administrasi sebasar Rp.1000,00. Hukuman tidak perlu dijalankan apabila tersangka
mau melaksanakan masa percobaan selama 1 tahun. Apabila tersangka melakukan
tindakan pidana dalam masa percobaan, maka hukuma akan tetap dijalankan.
Keputusan ini belum disetujui secara utuh oleh penuntut umum. Penuntut umum
mengajukan banding. Sidang akan berlanjut 1 minggu kemudian yaitu tanggal 18
september 2013

ALUR PERSIDANGAN
Dalam persidangan terdapat :
 Hakim Ketua
 Hakim Anggota berjumlah 2 orang
 Penuntut umum berjumlah 2 orang
 Pengacara berjumlah 2 orang
 Terdakwa berjumlah 2 orang
 Penasehat Hukum ( tergugat maupun penggugat )
1. Penasehat Hukum Penggugat memberikan bukti – bukti kepada hakim Ketua
2. Hakim anggota I memeriksa kelengkapan barang bukti yang diberikan oleh Penasehat
Hukum penggugat (nota dan kuitansi pembayaran).
3. Pembacaan keputusan oleh hakim ketua
4. Sidang ditunda dan dilanjutkan pada tanggal 18 september 2013

Kesimpulan :
Dari persidangan yang saya ikuti di Pengadilan Negeri Padang tentang kasus
penganiayaan yang dilakukan oleh pejabat daerah kepada para pedagang kaki lima yang
sedang berjualan di pasar raya Padang pada tanggal 31 Agustus 2011. Persidangan ini
adalah sidang putusan untuk memutuskan tindak lanjut apa yang akan dilakukan kepada
para tersangka. Disini boleh dikatakan hasil keputusan hakim menyatakan para tersangka
dibebaskan dengan syarat menjalani masa percobaan selama 1 tahun. Para keluarga
korban tidak terima dengan putusan hakim. Keluarga korban pun mengamuk, mereka
mengeluarkan cacian dan kata – kata kotor yang ditujukan kepada para hakim juga kepada
para tersangka. Mereka berlari keluar ruang persidangan dan mengejar mobil para
tersangka. Kedua terdakwa sendiri, keluar dari ruangan persidangan mendapatkan
pengawalan yang super ketat.
Para petugas pun berusaha menertibkan para keluarga korban yang mengamuk
tersebut. Mereka tidak terima dengan putusan hakim yang memutuskan para tersangka itu
dibebaskan, saya sempat mendengar ucapan salah seorang keluarga korban yang
menginginkan para tersangka untuk dihukum, minimal 3 bulan saja sudah cukup, agar
mereka juga mendapat balasan atas perbuatan mereka. Kalau menunggu 1 tahun, kapan
lagi para tersangka itu akan melanggar. Mereka merasa tidak puas jika para tersangka itu
tidak dihukum sama sekali. Bahkan salah seorang masyarakat sempat mengancam, akan
membawa massa yang lebih banyak lagi pada persidangan selanjutnya.
Menurut saya hal ini wajar saja, karena dalam kasus ini melibatkan 2 pihak yang
berbeda tingkatan sosial, para pedagang kecil dan para pejabat, tentu kita berpikir dengan
sistem hukum kita saat ini, bahwa hukum selalu memenangkan orang-orang yang
mempunyai modal untuk menyogok para hakim. Dalam kasus ini kita blum mengetahui
apakah itu benar-benar terjadi atau tidak. Keeputusan yang diambil para hakim, tentu saja
tidak mempuat para korban puas, mereka sangat tidak terima dengan keputusan itu, dan
mereka menuntut para tersangka untuk dihukum. Para korban merasa keputusan hakim
tidak adil, karena kasus yang terjadi 2 tahun lalu inim sudah disidangkan beberapa kali,
dan para tersangka sudah beberapa kali mangkir dari persidangan. Betapa kecewanya para
korban mendapati keputusan hakim yang memutuskan vonis bebas bersyarat kepada para
tersangka.
Pada pasal 27 UUD 1945 secara jelas dinyatakan bahwa, “segala warga Negara
bersamaan kedudukannya di dalam hokum dan pemerintah, dan wajib menjunjung hukum
dan pemerintah itu dengan tidak ada kecualinya”.akan tetapi, bagaimana dengan yang
terjadi di lapangan atau di kehidupan sehari-hari.
Hukum seperti itu diibaratkan sebilah pisau bermata satu. Apabila kebawah di mana
pun akan mengiris karena tajam, sedangkan ke atas dia tidak bisa berbuat apa-apa karena
tumpul.perbedaan penerapan hokum antara orang besar dan orang kecil, kaya dan miskin
akan semakin mengurangi kepercayaan orang terhadap lembaga hokum di Indonesia yaitu
pengadilan, kejaksaan, atau Mahkamah Agung.
Dari kasus yang terjadi di Indonesia dapat disimpulkan bahwa di Indonesia terjadi
ketidakadilan hukum antara pihak yang lemah dengan pihak yang kuat. Hal ini terjadi
karena kurang tegasnya penegak hukum dalam menjalankan tugasnya, sehingga
menyebabkan semakin lama kejahatan semakin meningkat di indonesia dan pihak yang
lemah selalu di rugikan.
Ketidakadilan hukum Indonesia niscaya telah memperburuk citra diri bangsa yang
memang sudah rusak, sekaligus menjajah bangsa sendiri.
Jika ini terus berlanjut, tidak mengherankan bila dalam beberapa tahun ke depan
Indonesia akan semakin terpuruk. Hukum merupakan aspek terpenting dalam suatu
negara, apabila hukum negara saja bisa di permainkan dengan uang, bisa dibayangkan
bagaimana keadaan Indonesia di masa yang akan datang.
Ini menjadi tugas para generasi penerus bangsa untuk segera memperbaiki
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai