Anda di halaman 1dari 12

Nama : Hardian Nopriadie

Nim : EAA 115 191

Pengertian Penologi
Penologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu poena dan logos Poena memiliki arti pain
(kesakitan) atau suffering (penderitaan) atau hukuman. Istilah penologi dapat ditelusuri dari kata
dasar “Penal” dan “Logos/Logi”. Penal berasal dari bahasa Perancis yang artinya pidana, atau
Poena (bahasa latin) berarti hukuman/denda atau Poenal/Poenalis (menjatuhkan hukuman).
Sedangkan “Logos”/Logi berarti ilmu pengetahuan, Penologi merupakan ilmu terapan atau
pengembangan serta pelaksanaan pemidanaan. Secara harfiah penologi berarti suatu ilmu (logos)
yang mempelajari tentang penal (pidana). Sebagai logi/logos (ilmu pengetahuan) maka yang
menjadi pertanyaan apa yang berlaku dahulu, kini dan yang akan datang? dengan demikian
terlihat bahwa ruang lingkup penologi tidak hanya meliputi suatu Negara pada kurun waktu
tertentu, terlihat bahwa lingkup penologi tidak hanya meliputi suatu negara pada kurun waktu
tertentu. Oleh karena itu penologi disebut juga sebagai politik criminal (Criminele Politiek,
Control of Crime) yang tidak hanya mempelajari ketentuan yang ada dalam perundangundangan
saja dan suatu tempat/Negara tertentu, melainkan juga mempelajari masalah penal tampa batas
wilayah dan tampa batas waktu. Penologi tidak hanya mempelajari hal-hal yang berkaitan
dengan pidana, tetapi juga yang di luar pidana. Selain itu penologi merupakan anak kandung dari
“Kriminologi” yang mempelajari kejahatan (kausa, akibat dan penanggulangannya.) secara
ilmiah.
Hubungan Penologi dengan Kriminologi.
Bahwa yang termasuk ke dalam pengertian Kriminologi adalah proses pembuatan Hukum
(procceses of making laws), pembentukan hukum (procceses of breaking laws), dan reaksi
terhadap pelanggar hukum (reacting toward the breaking laws). Maka dengan demikian
kriminologi tidak hanya mempelajari kejahatan saja, tetapi juga mempelajari bagaimana hukum
itu berjalan.
Obyek kriminologi
- Kejahatan sebagai gejala masyarakat.
- Kejahatan secara konkret terjadi dalam masyarakat
- Orang yang melakukan kejahatan.
Obyek Penologi
- Pelanggar hukum
- Terpidana/narapidana
- Residevis.
Teori Pemidanaan
George B Volt
Menurut beliau teori adalah bagian dari suatu penjelasan yang muncul manakala
seseorang dihadapkan pada suatu gejala yang tidak dimengerti. Artinya tori bukan saja sesuatu
yang penting tetapi lebih dari itu karena sangat dibutuhkan dalam rangka mencari jawaban
akademis. Teori tujuan pemidanaan dalam litaratur disebutkan berbeda-beda namun secara
subtansi sama.
Prof .Muladi
Dalam bukunya “Lembaga Pidana Bersyarat” memberikan nama yang berbeda, yaitu :
1) Teori Retributif
2) Teori Teleologis
3) Retributive-teleologis
Ad.1. Teori Retributif
- Teori ini dianggap teori tertua didalam teori tujan pemidanaan
- Memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan.
Jadi teori ini berorientasi pad perbuatan dan terjadinya perbuatan itu sendiri;
- Mencari dasar pemidanaan dengan memandang masa lampau (melihat apa yang telah dilakukan
oleh pelaku)
- Menurut teori pemidanaan diberikan karena dianggap si pelaku pantas menerimanya demi
kesalahannya sehingga pemidanaan menjadi retribusi yang adil dari keugian yang telah
diakibatkan.
- Oleh karena itu teori ini dibenarkan secara moral.
Karl O Cristiansen mengidentifikasi lima (5) ciri pokok dari teori retributif, yaitu:
1) Tujuan pemidanaan hanyalah sebagai pembalasan ;
2) Pembalasan adalah tujuan utama dan didalamnya tidak mengandung sarana-sara untuk
tujuan lain seperti kesejahteraan masyarakat;
3) Kesalahaan moral sebagai satu-satunya syarat untuk memidanaan;
4) Pidana harus sesuai dengan kesalahan dengan pelaku;
5) Pidana melihat kebelakang, ia sebagai pencelaan yang murni dan bertujuan tidak untuk
memperbaiki, mendidik dan meresosialisasi pelaku.

Tujuan Preventif
Pemidanaan adalah untuk melindungi mayarakat dengan menempatkan pelaku kejahatan terpisah
dari suatu masyarakat.
Sistem Pelaksanaan Hukuman Penjara
Ada lima sistem pelaksanaan hukuman penjara yang dikenal dalam hukum pidana yaitu:
1. Sistem Pensylvania. Yaitu dalam sistem ini orang yang dijatuhi hukuman penjara,
menjalani hukuman secara terasing dalam sel. Terhukum tidak boleh berkontak dengan
orang lain kecuali dengan penjaga sel.
2. Sistem Auburn yaitu dalam sistem ini terhukum hanya waktu malam saja ditutup
sendirian dalam sel, sedangkan pada siang hari boleh bekerja dengan bersama-sama tetapi
dilarang bicara, oleh karena itu dikenal juga dengan silent system .
3. Sistem Irlandia yaitu sistem ini termasuk sistem yang progresif, mula-mula dijalankan
secara keras setelah terhukum berlaku baik hukumannya berangsurangsur dikurangi.
Tingkatan pelaksanaan hukuman tersebut yaitu:
 Tingkat Probation. dalam Ditingkat ini terhukum diasingkan sel siang dan malam
hari selama waktu tergantung pada kelakuan terhukum.
 Tingkat Publik work preson. Ditingkat ini terhukum dipindahkan ketempat lain
dan diwajibkan bekerja bersama-sama dengan yang lain. Dibagi dalam 4 kelas
mulai kelas terendah berangsur-angsur naik setelah mendapatkan sertifikat.
 Tingkat Ticket of live (tiket meninggalkan penjara) Terhukum dibebaskan dengan
perjanjian, dan diberi tiket. Yaitu suatu tiket yang menerangkan bahw ia boleh
meninggalkan penjara dengan perjanjian.
4. Sistem Elmira. Didirikan bagi terhukum yang berumur dibawah 30 tahun diberi nama
Reformatuwri, maksudnya sebagai tempat memperbaiki terhukum menjadi anggota
masyarakat yang berguna.Dalam sistem ini hukuman dilalui beberapa tingkatan. Titik
beratnya pada usaha perbaikan terhukum. Kepada terhukum diberikan pendidikan dan
pekerjaan yang bermanfaat sedangkan lamanya hukuman tidak ditetapkan hakim, jadi
ditentukan tergantung kelakuan terhukum dalam penjara.
5. Sistem Orborne Disebut Osborne karena ditemukan oleh Thomas Moot asborne. Sistem
ini memakai dasar self government artinya atas, bagi dan dari para terhukum dalam
penjara.
Untuk mengetahui lebih dalam tentang pidana Perampasan Kemerdekaan perlu dilakukan
penelusuran tentang perjalanan sejarah sanksi pidana perampasan kemerdekaan khususnya
pidana penjara. pidana penjara pertama kali dikenal dilaksanakan dalam sel-sel tahanan ysng
diperlaskukan di Pensylvania (AS), terhukum menjalankan hukuman di kamar yang sempit
seorang diri, tujuannya agar antara sesame terhukum tidak terkontaminasi, sistem ini dikenal
dengan sistem Pensylvania.
LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM PERSPEKTIF SISTEM PERADILAN
PIDANA
Di Indonesia sistem peradilan pidana dimana setelah berlakunya undangundang nomor 8
tahun1981 yaitu tentang hukum acara pidana mempunyai empat komponen atau sub sistem yaitu:
1. Sub sistem kepolisian;
2. Sub sistem kejaksaan;
3. Sub sistem pengadilan;
4. Dan sub sistem pemasyarakatan.
Tujuan sistem peradilan pidana menurut Prof Muladi dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Tujuan jangka pendek, apabila yang hendak dicapai resosialisasi dan rehabilitasi pelaku
tindak pidana;
2. dikategorikan sebagai tujuan jangka menengah, apabila yang hendak dituju lebih luas
yakni pengendalian dan pencegahan kejahatan dalam konteks politik criminal (Criminal
policy)
3. Tujuan jangka panjang , apabila yang hendak dicapai adalah kesejahteraan (Social
Welfare) masyarakat.
Karateristik Crime Control Model dan Due Process Model
Karateristik dari Crime Control Model adalah efisiensi yang mana proses criminal itu
bekerja yaitu cepat tangkap dan cepat adili (Asas Presumtion of Quilt) sedangkan Due Process
Model memiliki karateristik perlindungan hak-hak tersangka, untuk menentukan kesalahan harus
melalui suatu persidangan (Asas Presumtion of Inocene). Dalam kenyataannya dua model ini
sangat mempengaruhi hukum acara pidana Indonesia, yaitu karateristik Due Process Model
menonjol pada KUHAP Indonesia dengan dilindunginya hak-hak tersangka dan terdakwa,
namun dalam bekerjanya KUHAP, maka menggunakan Crime Control Model yang ditonjolkan
dalam praktek.

Crime Control Model dalam KUHAP


1. Fakta dipenyidikan banyak tersangka yang masih memperoleh tekanan maupun
kekerasan dari penyidik untuk memberikan pengakuan kepada penyidik karena dalam
KUHAP sekarang, tata cara memperoleh alat bukti tidak diatur secara tegas, misalnya
alat bukti dapat diperoleh melalui intimidasi, tekanan, dan penyiksaan. Sehingga secara
umum pengadilan belum memandang sepenuhya due procces of law menjadi bagian
terpenting dalam sistem peradilan pidana.
2. Berdasarkan pasal 21 KUHAP penahanan dapat dilakukan demi kepentingan penyidikan,
penuntutan maupun pemeriksaan hakim. Penahanan dapat diartikan sebagai
Pengekangan, dapat dilanjutkan lagi dalam konteks HAM yaitu perampasa kemerdekaan.
3. Fakta dilapangan untuk melaksanakan asas sistem peradilan cepat, sederhana, dan biaya
ringan sesuai dengan asas hukum pidana yang dianut, maka akan melaksanakan bentuk
Crime Control Model dalam sistem peradilan pidana di indonesia.
GAGASAN SISTEM PEMASYARAKATAN
Tujuan Lebih luas sistem Kepenjaraan: tujuannya adalah untuk “Melindungi masyarakat
dari segala bentuk kejahatan.” Sebagaimana telah diuraikan diawal bahwa seseorang yang telah
dijatuhi pidana penjara, kemudian dengan sistem perlakuan yang diharapkan terhukum dapat
tobat dan jera dan jika ia kembali ke masyarakat maka tidak akan kembali melakukan kejahatan
lagi. Inilah yang dimaksud dengan melindungi masyarakat dari segala bentuk kejahatan yang
merupakan politik criminal pemerintah terhadap usaha pengurangan kejahatan. Oleh sebab itu
didalam sistem kepenjaraan perlakuan terhadap anak didik dilaksanakan dengan sangat tidak
manusiawi dan tidak kenal perikemanusiaan, namun hal ini dapat dimaklumi, karena di dalam
sistem kepenjaraan mengandung prinsip bahwa para nara pidana merupakan obyek semata-mata.
Kembali kepada tujuan semula dari pidana penjara yang maksudnya adalah untuk melindungi
masyarakat dari segala bentuk kejahatan. Tetapi pertanyaannya” Apakah memang demikian
kenyataannya? Apakah masyarakat sudah terlindungi dari kejahatan? dan apakah mantan nara
pidana yang sudah kembali kemasyarakat tidak akan melakukan kejahatan lagi ? Singkatnya
apakah mereka dapat dijamin untuk tidak menjadi residivist.
Sistem perlakuan konseptual sistem narapidana adalah menghendaki agar para
narapidana menyadari bahwa perbuatan yang pernah dilakukan itu adalah salah dan bertentangan
dengan hukum yang berlaku serta dilarang dengan sistem agama yang dianutnya. Stigma balas
dendam kepada Nara Pidana merupakan lingkaran setan terhadap narapidana sehingga para
mantan narapidana melakukan kejahatan kembali (residivis). Itulah sebabnya mengapa dikatakan
secara konsepsional sistem kepenjaraan bertentangan dengan tujuan yang dianutnya, disatu pihak
sistem kepenjaraan bertujuan untuk membuat jera para nara pidana, namun dilain pihak tujuan
pidana penjara tidak akan tercapai dengan cara memperlakukan mereka dengan cara tidak
manusiawi. Dengan istilah lain dapat dikatakan bahwa “jera” bukan merupakan jalan untuk
membuat para narapidana menjadi tobat.
Gagasan (Konsepsi) Pemasyarakatan
Sejak tahun 1945 atau tepatnya setelah perang dunia kedua, perlakuan terhadap nara
pidana mendapat perhatian khusus dari kalangan dunia internasioanal, karenadalam perlakuan
tersebut berdasarkan pada perikemanusiaan, sehingga tercipta “standart minimum Rules for
thetreatment of prisoner,” dan berkembanglah teori-teori daru dalam sistem pembinaan
narapidana. Teori-teori lama seperti retributive punishment memang lebih mudah untuk
direseptir bahkan secara langsung dapat meresap pada rasa dan rasio masyarakat, karena pada
umumnya jika ada pelanggaran hukum secara spontan hanya ditanggapi dari seginegatifnya saja,
sedangkan teori rehabilitasi dan resosialisasi dinegara manapun tentu lebih sukar untuk langsung
bisa diterima.
Karena biasa orang baru berpikir mencari jalan untuk merehabilitasi sesudah merasa puas
bahwa sipelanggar hukum itu sudah betul-betul menunjukkan tobat dan memang oleh yang
berwenang telah dianggap cukup hukumannya yang sifatnya retributif. Di Indonesia hal yang
telah diuraikan diatas tadi, oleh warga masyarakatnya memang sangat dirasakan, karena sebagai
Negara yang sudah merdeka, dan juga sebagai Negara hukum, maka dalam hal pelanggaran
hukum khususnya sipelanggar hukum (nara pidana) harus juga mendapat perlindungan hukum
dari Negara dalam rangka mengembalikan mereka ke dalam masyarakat sebagai warga
masyarakat yang baik. Dengan dasar membela dan mempertahankan “hak asasi manusia” pada
suatu Negara hukum (sipelanggar hukum harus juga mendapat perlindungan hukum), maka oleh
SAHARDJOS H. (Menteri kehakiman pada saat itu) padatanggal 5 juli 1963 telah dikemukakan
suatu gagasan “SISTEM PEMASYARAKATAN” sebagai tujuan dari pidana penjara, yang
diucapkan pada pidatonya yang berjudul “Pohon Beringan Pengayoman” pada penganugerahan
gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang ilmu Hukum Universitas Indonesia .

Hukuman/Pidana Menurut Hukum Positif Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)


Menetapkan jenis-jenis pidana sebagaimana yang disebutkan dalampasal 10 KUHP yang
mana didalam pasal tersebut diatur dua jenis pidana yaitu: Pidana Pokok dan Pidana tambahan.
Pidana pokok terdiri dari empat jenis pidana sedangkan pidana tambahanterdiri dari tiga jenis
pidana.
Pidana Pokok meliputi:
1. Pidana Mati;
2. Pidana Penjara;
3. Pidana Kurungan;
4. Pidana Denda.
Pidana Tambahan meliputi:
1. Pencabutan beberapa hak- hak tertentu;
2. perampasan barang- barang tertentu;
3. putusan hakim
Namun KUHP yang sekarang masihberlaku sebenarnya sudah sering sekaliakan
dilakukan revisi, namun sampaisekarang ternyata hasil revisi tersebutmasih terjadi kontroversi
sehinggabelum dapat di sahkan menjadi KUHPbaru yang berjiwa asli Indonesia. Sebagai
perbandingan jenishukuman antara KUHP sekarangdengan beberapa RUU KUHP makaakan
disampaikan jenis-jenis pidanamenurut RUU KUHP.Jenis-jenis Pidana menurut pasal 304
Rancangan KUHP timpengkajian tahun 1982/1983 yaitu sebagai berikut: Jenis-jenis Pidana
menurut pasal 304 Rancangan KUHP tim pengkajian tahun 1982/1983 yaitu sebagai berikut:
Ayat (1). Pidana Pokok adalah: Ke-1. Pidana Pemasyarakatan; Ke-2. Pidana Tutupan; Ke-3.
Pidana Pengawasan; Ke-4. Pidana Denda. Ayat (2) Urutan pidana pokok diatas menentukan
berat ringannya pidana. Ayat (3) Pidana tambahan adalah: Ke-1.Pencabutan hak-hak tertentu;
Ke-2.
Dalam RUU KUHP baru hasil penyempurnaan tim intern departemen Kehakiman
disebutkan sebagai berikut: Pasal 68Pidana pokok terdiri dari: Pidana Penjara; Pidana tertutup;
Pidana Pengawasan; Pidana Denda; Pidana kerja sosial.Urutan pidana sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) menentukan berat ringannya pidana. Pasal 69 Pidana mati merupakan pidana
pokok yang bersifat khusus. Pasal 70 Pidana tambahan Pemenuhan kewajibanterdiri atas:
Pencabutan hak tertentu; Perampasan barang-barang tertentu dan atau tagihan; Pengumuman
putusan hakim Pembayaran ganti kerugian; Pidana Mati Yang menarik untuk dipahami adalah
pidana mati yang dalam RUU disebut sebagai pidana pokok yang bersifat khusus. Penerapan
pidana mati dalam praktek sering menimbulkan kontroversi diantara yang setuju dengan yang
tidak.
Perbedaan Pidana Kurungan dengan Pidana Penjara
Hukuman kurungan memiliki perbedaan dengan hukuman penjara yaitu:
1. Hukuman penjara dapat dijalankan dalam penjara dimana saja, sedangkan hukuman
kurungan hanya boleh dilaksanakan di dalam penjara dimana dia diputuskan oleh hakim;
2. orang yang dihukum penjara bekerja lebih berat dibanding dengan orang yang menjalani
hukuman kurungan;
3. orang yang dihukum kurungan memiliki hak pistole yaitu hak untuk memperbaiki
keadaanya dengan biaya sendiri sedangkan kalau penjara tidak.
Pidana Tutupan Pidana tutupan ada beberapa bentuk dalam undang-undang diluar KUHP,
misalnya penutupan seluruh atau sebagian perusahaan milik terpidana, pidana tata tertib yang
bisa meliputi penempatan perusahaan siterhukum, kewajiban pembayaran uang jaminan dan lain
–lain, hal ini seperti diatur dalam UUTPE (undang-undang tindak pidana Ekonomi) .
Pengawasan dapat dilakukan oleh pejabat Pembina dari departemen kehakiman yang dapat
dimintakan bantuan kepada pemerintah daerah, lembaga sosial atau orang lain. Pejabat Pembina
dapat mengusulkan kepada hakim pengawas untuk memperpanjang pengawasan apabila
terpidana melanggar hukum. Namun jika terpidana berkelakuan baik maka dapat diperpendek
masa pengawasannya. Pidana Tambahan, yang diatur dalam KUHP sekarang masih sangat
sempit sehingga dalam RUU pidana tambahan ini menjadi luas sekali. Namun yang menarik
untuk disimak diantaranya adalah: Pidana Perampasan barang-barang tertentudan atau tagihan
Pidana tambahan ini dapat dijatuhkan tanpa dijatuhkannya pidana pokok , artinya dapat berdiri
sendiri, dalam hal ancaman pidana penjara tidak lebih dari tujuh tahun atau karena terpidana
hanya dikenakan hukuman tindakan. Pidana Pengumuman putusan hakim. Jenis pidana
tambahan ini yang mana diperintahkan supaya putusan hakim dapat diumumkan maka ditetapkan
cara-cara melaksanakan perintah tersebut dalam jumlah biaya pengumuan yang ditanggung oleh
terpidana. Pemenuhan Kewajiban Adat. Beberapa hal dapat dikemukakan berkaitan dengan
pidana tambahan ini, dalam putusan dapat ditetapkan pemenuhan adat setempat, utamanya jika
tindak pidana yang dilakukan menurut adat setempat seseorang patut dipidana walaupun
perbuatan tersebut tidak diatur dalam undang-undang.

Gabungan Hukuman Menurut Hukum Positif


Menurut teori hukum pidana terdapat tiga teori mengenai gabungan hukuman yaitu:Teori
Berganda,Teori Penyerapan,dan Teori Campuran.
1. Teori Berganda
Menurut teori ini pelaku mendapat semua hukuman yang ditetapkan untuk tiapiap tindak pidana
yang dilakukan. Kelemahan teori ini terletak pada banyaknya hukuman yang dijatuhkan.
Hukuman penjara misalnya adalah hukuman sementara, tetapi apabila digabung-gabungkan
maka akan menjadi hukuman seumur hidup.
2. Teori Penyerapan
Menurut teori ini hukuman yang lebih berat dapat menyerap (menghapuskan) hukuman yang
lebih ringan. Contohnya: Hukuman penjara 10 tahun dan Hukuman penjara 3 tahun maka yang
dipakai adalah hukuman yang berat sehingga hukuman tiga tahun diserap dengan hukuman yang
lebih berat. Kelemahan teori ini adalah kurangnya keseimbangan antara hukuman yang
dijatuhkan dengan banyaknya tindak kejahatan yang dilakukan, sehingga hukuman terkesan
demikian ringan.
 Teori Campuran
Teori ini merupakan campuran dari teori berganda dengan penyerapan. Teori ini dimaksudkan
untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam kedua teori tersebut. Menurut
teori campuran hukuman-hukuman bisa digabungkan, asal hasil gabungan itu tidak melebihi
batas tertentu, sehingga dengan demikian akan hilanglah kesan berlebihan dalam penjatuhan
hukuman.
Pengertian Pembinaan Narapidana
Pemasyarakatan adalah suatu proses normal, tujuannya adalah :
a. Berusaha agar narapidana atau anak didik tidak melanggar hukum lagi dimasyarakat
nantinya.
b. Menjadikan narapidana atau anak didik sebagai peserta yang aktif dan kreatif dalam
pembangunan.
c. Mambantu narapidana atau anak didik kelak berbahagia di dunia dan akhirat.
Menurut kutipan diatas bahwa pemasyakan adalah sebagai upaya untuk mempebaiki diri
sesorang yang telah dianggap melanggar hukum yang ada, sehingga dengan adanya
pemasyarakatan narapidana atau anak didik dapat bermanfaat dan diterima kembali oleh
masyarakat pada umumnya, merujuk dari Pearaturan Pemerintah Republik Indonesia No. 31
Tahun 1999 Tentang Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam Pasal 1 ayat (1)
menyebutkan, pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani
Narapidana dan anak didik Pemasyarakatan, yaitu mengembalikan para narapidana menjadi
masyarakat yang berguna kembali dan diharapkan tidak mengulangi kejahatan yang pernah dia
lakukan, sedangkan pembimbingan pada Pasal 1 ayat (2) adalah pemberian tuntunan untuk
meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku,
profesional, kesehatan jasmani dan rohani klien Pemasyarakatan.
Model Pembinaan Narapidana
Sistem pemasyarakatan pada hakikatnya sesuai dengan falsafah pemidanaan modern
yaitu “treatment” yang lebih menguntungkan bagi penyembuhan pelaku tindak pidana, sehingga
tujuan dari sanksi bukanlah menghukum, melainkan memperlakukan atau membina pelaku
kejahatan. Dari kutipan diatas adalah pembinaan dewasa kini lebih baik dari pada yang
sebelumnya dikarenakan tujuan dari pembinaan narapidana untuk menjadikan narapidana
menjadi baik kembali. Perlakuan tersebut dimaksudkan untuk menempatkan narapidana sebagai
subjek di dalam pembinaan, dengan sasaran menjadikan narapidana pada akhirnya berguna bagi
masyarakat. Ini merupakan salah satu tujuan dari ide individualisasi pemidanaan yang lahir
dalam mashab modern.
Pembinaan Narapidana Menurut Undang-Undang Pemasyarakatan
Dalam hal penyelenggaraan pembinaan dan pembimbingan narapidana merupakan
kewenangan menteri, melalui petugas pemasyarakatan sebagai pelaksana. Hal tersebut sesuai
dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Pasal 7 ayat (1) yaitu pembinaan dan
pembimbingan warga binaan pemasyarakatan diselenggarakan oleh menteri dan dilaksanakan
oleh petugas Lapas. Selanjutnya dalam Pasal 8 ditentukan bahwa petugas Lapas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) merupakan pejabat fungsional penegak hukum yang
melaksanakan tugas di bidang pembinaan, pengawasan dan pembimbingan warga binaan
pemasyarakatan. Situasi dalam membina narapidana harus mempunyai iklim dan identik dengan
iklim keluarga dimana ditemukan kedamaian dan keamanan.
Pengertian Narapidana
Adanya pemidanaan tidak dapat dihindarkan di dalam masyarakat, walaupun harus diakui
bahwa pemidanaan adalah hal terakhir dari penerapan hukum. Pemidanaan merupakan upaya
yang lebih keras dan bersifat menekan. Suatu pidana sebagai sanksi dapat menjadi keras sekali
dirasakan, hal ini terkadang sampai menghilangkan kemerdekaan pelaku tindak pidana untuk
beberapa saat. Pada saat ini di masyarakat, berkembang istilah untuk menyebut tahanan tindak
pidana, yaitu narapidana. Dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan,
narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lapas. Sedangakan
pengertian terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan keputusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukuman tetap. Menurut kamus hukum, Narapidana adalah
seseorang yang sedang menjalani masa hukuman atau pidana dalam Lembaga Pemasyarakatan.
Narapidana sedikit berbeda dengan Narapidana Politik, tetapi tidak boleh ada
pembedaan/diskriminasi yang didasarkan pada ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama,
pendirian politik atau lainnya, asal kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status
lainnya.
Hak-Hak Narapidana
Sewaktu menjalani pemidanaan di Lemabaga Pemasyarakatan, pelaku tindak kejahatan
yang kemudian disebut dengan narapidana akan dikurangi hakhak tertentu mereka. Namun
dalam menjalani masa pemidanan tersebut, ada beberapa hak yang wajib didapatkan oleh
narapidana, yang dalam pasal 12 ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun 1995, bahwa
narapidana berhak :
1. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;
2. Mendapat perawatan, baik perawatan jasmani maupun rohani;
3. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
4. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;
5. Menyampaikan keluhan;
6. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak
dilarang;
7. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;
8. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya;
9. Mendapatkan pengurangan masa tahanan (remisi)
10. Mendapatkan kesempatan berasimilasi, termasuk cuti mengunjungi kelaurga;
11. Mendapatkan pembebasan bersyarat;
12. Mendapatkan cuti menjelang bebas;
13. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Anda mungkin juga menyukai