Pengertian Penologi
Penologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu poena dan logos Poena memiliki arti pain
(kesakitan) atau suffering (penderitaan) atau hukuman. Istilah penologi dapat ditelusuri dari kata
dasar “Penal” dan “Logos/Logi”. Penal berasal dari bahasa Perancis yang artinya pidana, atau
Poena (bahasa latin) berarti hukuman/denda atau Poenal/Poenalis (menjatuhkan hukuman).
Sedangkan “Logos”/Logi berarti ilmu pengetahuan, Penologi merupakan ilmu terapan atau
pengembangan serta pelaksanaan pemidanaan. Secara harfiah penologi berarti suatu ilmu (logos)
yang mempelajari tentang penal (pidana). Sebagai logi/logos (ilmu pengetahuan) maka yang
menjadi pertanyaan apa yang berlaku dahulu, kini dan yang akan datang? dengan demikian
terlihat bahwa ruang lingkup penologi tidak hanya meliputi suatu Negara pada kurun waktu
tertentu, terlihat bahwa lingkup penologi tidak hanya meliputi suatu negara pada kurun waktu
tertentu. Oleh karena itu penologi disebut juga sebagai politik criminal (Criminele Politiek,
Control of Crime) yang tidak hanya mempelajari ketentuan yang ada dalam perundangundangan
saja dan suatu tempat/Negara tertentu, melainkan juga mempelajari masalah penal tampa batas
wilayah dan tampa batas waktu. Penologi tidak hanya mempelajari hal-hal yang berkaitan
dengan pidana, tetapi juga yang di luar pidana. Selain itu penologi merupakan anak kandung dari
“Kriminologi” yang mempelajari kejahatan (kausa, akibat dan penanggulangannya.) secara
ilmiah.
Hubungan Penologi dengan Kriminologi.
Bahwa yang termasuk ke dalam pengertian Kriminologi adalah proses pembuatan Hukum
(procceses of making laws), pembentukan hukum (procceses of breaking laws), dan reaksi
terhadap pelanggar hukum (reacting toward the breaking laws). Maka dengan demikian
kriminologi tidak hanya mempelajari kejahatan saja, tetapi juga mempelajari bagaimana hukum
itu berjalan.
Obyek kriminologi
- Kejahatan sebagai gejala masyarakat.
- Kejahatan secara konkret terjadi dalam masyarakat
- Orang yang melakukan kejahatan.
Obyek Penologi
- Pelanggar hukum
- Terpidana/narapidana
- Residevis.
Teori Pemidanaan
George B Volt
Menurut beliau teori adalah bagian dari suatu penjelasan yang muncul manakala
seseorang dihadapkan pada suatu gejala yang tidak dimengerti. Artinya tori bukan saja sesuatu
yang penting tetapi lebih dari itu karena sangat dibutuhkan dalam rangka mencari jawaban
akademis. Teori tujuan pemidanaan dalam litaratur disebutkan berbeda-beda namun secara
subtansi sama.
Prof .Muladi
Dalam bukunya “Lembaga Pidana Bersyarat” memberikan nama yang berbeda, yaitu :
1) Teori Retributif
2) Teori Teleologis
3) Retributive-teleologis
Ad.1. Teori Retributif
- Teori ini dianggap teori tertua didalam teori tujan pemidanaan
- Memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan.
Jadi teori ini berorientasi pad perbuatan dan terjadinya perbuatan itu sendiri;
- Mencari dasar pemidanaan dengan memandang masa lampau (melihat apa yang telah dilakukan
oleh pelaku)
- Menurut teori pemidanaan diberikan karena dianggap si pelaku pantas menerimanya demi
kesalahannya sehingga pemidanaan menjadi retribusi yang adil dari keugian yang telah
diakibatkan.
- Oleh karena itu teori ini dibenarkan secara moral.
Karl O Cristiansen mengidentifikasi lima (5) ciri pokok dari teori retributif, yaitu:
1) Tujuan pemidanaan hanyalah sebagai pembalasan ;
2) Pembalasan adalah tujuan utama dan didalamnya tidak mengandung sarana-sara untuk
tujuan lain seperti kesejahteraan masyarakat;
3) Kesalahaan moral sebagai satu-satunya syarat untuk memidanaan;
4) Pidana harus sesuai dengan kesalahan dengan pelaku;
5) Pidana melihat kebelakang, ia sebagai pencelaan yang murni dan bertujuan tidak untuk
memperbaiki, mendidik dan meresosialisasi pelaku.
Tujuan Preventif
Pemidanaan adalah untuk melindungi mayarakat dengan menempatkan pelaku kejahatan terpisah
dari suatu masyarakat.
Sistem Pelaksanaan Hukuman Penjara
Ada lima sistem pelaksanaan hukuman penjara yang dikenal dalam hukum pidana yaitu:
1. Sistem Pensylvania. Yaitu dalam sistem ini orang yang dijatuhi hukuman penjara,
menjalani hukuman secara terasing dalam sel. Terhukum tidak boleh berkontak dengan
orang lain kecuali dengan penjaga sel.
2. Sistem Auburn yaitu dalam sistem ini terhukum hanya waktu malam saja ditutup
sendirian dalam sel, sedangkan pada siang hari boleh bekerja dengan bersama-sama tetapi
dilarang bicara, oleh karena itu dikenal juga dengan silent system .
3. Sistem Irlandia yaitu sistem ini termasuk sistem yang progresif, mula-mula dijalankan
secara keras setelah terhukum berlaku baik hukumannya berangsurangsur dikurangi.
Tingkatan pelaksanaan hukuman tersebut yaitu:
Tingkat Probation. dalam Ditingkat ini terhukum diasingkan sel siang dan malam
hari selama waktu tergantung pada kelakuan terhukum.
Tingkat Publik work preson. Ditingkat ini terhukum dipindahkan ketempat lain
dan diwajibkan bekerja bersama-sama dengan yang lain. Dibagi dalam 4 kelas
mulai kelas terendah berangsur-angsur naik setelah mendapatkan sertifikat.
Tingkat Ticket of live (tiket meninggalkan penjara) Terhukum dibebaskan dengan
perjanjian, dan diberi tiket. Yaitu suatu tiket yang menerangkan bahw ia boleh
meninggalkan penjara dengan perjanjian.
4. Sistem Elmira. Didirikan bagi terhukum yang berumur dibawah 30 tahun diberi nama
Reformatuwri, maksudnya sebagai tempat memperbaiki terhukum menjadi anggota
masyarakat yang berguna.Dalam sistem ini hukuman dilalui beberapa tingkatan. Titik
beratnya pada usaha perbaikan terhukum. Kepada terhukum diberikan pendidikan dan
pekerjaan yang bermanfaat sedangkan lamanya hukuman tidak ditetapkan hakim, jadi
ditentukan tergantung kelakuan terhukum dalam penjara.
5. Sistem Orborne Disebut Osborne karena ditemukan oleh Thomas Moot asborne. Sistem
ini memakai dasar self government artinya atas, bagi dan dari para terhukum dalam
penjara.
Untuk mengetahui lebih dalam tentang pidana Perampasan Kemerdekaan perlu dilakukan
penelusuran tentang perjalanan sejarah sanksi pidana perampasan kemerdekaan khususnya
pidana penjara. pidana penjara pertama kali dikenal dilaksanakan dalam sel-sel tahanan ysng
diperlaskukan di Pensylvania (AS), terhukum menjalankan hukuman di kamar yang sempit
seorang diri, tujuannya agar antara sesame terhukum tidak terkontaminasi, sistem ini dikenal
dengan sistem Pensylvania.
LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM PERSPEKTIF SISTEM PERADILAN
PIDANA
Di Indonesia sistem peradilan pidana dimana setelah berlakunya undangundang nomor 8
tahun1981 yaitu tentang hukum acara pidana mempunyai empat komponen atau sub sistem yaitu:
1. Sub sistem kepolisian;
2. Sub sistem kejaksaan;
3. Sub sistem pengadilan;
4. Dan sub sistem pemasyarakatan.
Tujuan sistem peradilan pidana menurut Prof Muladi dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Tujuan jangka pendek, apabila yang hendak dicapai resosialisasi dan rehabilitasi pelaku
tindak pidana;
2. dikategorikan sebagai tujuan jangka menengah, apabila yang hendak dituju lebih luas
yakni pengendalian dan pencegahan kejahatan dalam konteks politik criminal (Criminal
policy)
3. Tujuan jangka panjang , apabila yang hendak dicapai adalah kesejahteraan (Social
Welfare) masyarakat.
Karateristik Crime Control Model dan Due Process Model
Karateristik dari Crime Control Model adalah efisiensi yang mana proses criminal itu
bekerja yaitu cepat tangkap dan cepat adili (Asas Presumtion of Quilt) sedangkan Due Process
Model memiliki karateristik perlindungan hak-hak tersangka, untuk menentukan kesalahan harus
melalui suatu persidangan (Asas Presumtion of Inocene). Dalam kenyataannya dua model ini
sangat mempengaruhi hukum acara pidana Indonesia, yaitu karateristik Due Process Model
menonjol pada KUHAP Indonesia dengan dilindunginya hak-hak tersangka dan terdakwa,
namun dalam bekerjanya KUHAP, maka menggunakan Crime Control Model yang ditonjolkan
dalam praktek.