Anda di halaman 1dari 11

ARTIKEL 1

Memperkuat Perlindungan Hukum bagi Anak Korban Kekerasan Seksual

Opini: Fransisca Puspitaning Ari

Pranata Humas Ahli Pertama Balitbang Hukum dan HAM

Kamis, 19 Agustus 2021 | 18:57 WIB

Meski sudah diterbitkan UU No. 35 Tahun 2014 dan UU No. 17 Tahun 2016
tentang perlindungan anak, ternyata tidak memberikan efek jera kepada para
pelaku. Faktanya, pada era pandemi saat ini pemberitaan tentang kekerasan
seksual terhadap anak tetap marak. Salah satu penyebabnya diduga karena
penanganan kasus kekerasan seksual pada anak masih menggunakan pasal-pasal
dalam KUHP. KUHP belum secara jelas mengatur jaminan dan perlindungan hak-
hak anak sebagai korban. Sanksi bagi pelaku juga lebih ringan jika dibandingkan
dengan ancaman pidana yang terdapat dalam Undang-Undang Perlindungan
anak.

Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA), I Gusti Ayu Bintang
Darmawati, kasus kekerasan seksual di Indonesia sejak Januari – 17 Juni 2020
tercatat 3.928 kasus, terdiri dari kekerasan seksual, kekerasan fisik, maupun
kekerasan emosional. Lebih dari 55% kekerasan yang terjadi merupakan
kekerasan secara seksual. Contoh kasus yang paling terkenal adalah kasus
perdagangan anak di kota Pare-pare di Sulawesi Selatan, dan kasus seorang pria
bernama Wawan Gunawan (41) yang membawa lari gadis berinisial F (14) di
Nusa Tenggara Timur.

Dalam konteks perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban yang


dilakukan oleh pelaku tindak pidana kekerasan seksual, pasal-pasalnya telah
diatur dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 sebagai perubahan atas UU Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Kedua undang-undang ini menegaskan
perlunya pemberatan sanksi pidana dan denda bagi pelaku tindak pidana
kekerasan seksual terhadap anak agar menimbulkan efek jera.

Namun kenyataannya, masih terdapat perbedaan persepsi antara penyidik, jaksa


dan hakim menyangkut kasus tindak kekerasan seksual terhadap anak, terutama
yang dilakukan oleh para pedofilia. Seringkali para jaksa lebih memilih memakai
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang jelas-jelas sanksi hukuman
jauh lebih ringan daripada UU Perlindungan Anak.

Diana Yusyanti, dalam penelitiannya yang berjudul Perlindungan Hukum


Terhadap Anak Korban Dari Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Seksual,
menuturkan bahwa masih ada kekosongan hukum karena belum ada ketentuan
yang mengatur secara tegas terhadap pedofilia. Walau penegak hukum bisa
mencari ketentuan-ketentuan berdasar pada pasal 287, pasal 290, pasal 292,
pasal 293, dan pasal 294, namun pasal-pasal tersebut belum dapat memberikan
perlindungan penuh terhadap anak. Hal itu dikarenakan pola perumusannya
yang kurang tegas, sehingga sanksi yang diberikan juga masih ringan.

Diana menyarankan pentingnya koordinasi intensif antara lembaga terkait


seperti Kepolisian, Kejaksaan, Kemenkumham, KPAI, Komnas HAM terutama
dalam hal perlindungan hukum terhadap anak yang mengalami kekerasan
seksual. Selain itu perlu adanya kebijakan yang lebih limitatif dalam bentuk
amandemen terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan cara
menambahkan pasal baru yang mengatur secara khusus tentang pedofilia dan
jenis sanksi pidana bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak yang dapat
menimbulkan efek jera.

https://www.beritasatu.com/opini/7897/memperkuat-perlindungan-hukum-bagi-
anak-korban-kekerasan-seksual

Komentar : perlindungan bagi korban kekerasan seksual sangatlah perlu karena apabila
tidak ditangani lebih lanjut maka akan berdampak pada kesehatan mental korban.
ARTIKEL 2
PN Denpasar mengadili WN Rusia kasus pemerasan Rp171 juta

Selasa, 23 November 2021 20:17 WIB

Ketika bertemu korban, terdakwa mengaku adalah informan dari Interpol.

Denpasar (ANTARA) - Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Bali mengadili warga


negara Rusia bernama Evgenii Bagriantsev (56) yang terlibat dalam kasus
pemerasan dengan kerugian senilai Rp171 juta.

"Dalam perkara ini, Evgenii Bagriantsev didakwa melakukan, yang menyuruh


melakukan atau turut melakukan dengan maksud menguntungkan diri sendiri
dengan melawan hak atau hukum memaksa orang dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan supaya memberikan barang yang sebagian atau seluruhnya
milik orang itu sendiri atau orang lain supaya orang itu membuat utang dan
menghapuskan piutang," kata jaksa penuntut umum I Made Dipa Umbara saat
dikonfirmasi, di Denpasar, Selasa.

Dalam persidangan secara virtual, jaksa Dipa mengatakan bahwa terdakwa


melakukan pemerasan terhadap korban pengusaha rental asal Uzbekistan
bernama Nikolay Romanov, bersama dengan tiga orang yang masih berstatus
daftar pencarian orang (DPO), yaitu Olga Bagriantsev, Maxim Zhiltsov, dan Agung.

Evgenii Bagriantsev didakwa dengan Pasal 368 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1)
KUHP.

Barang bukti disita dari terdakwa berupa satu unit mobil milik pelaku, uang hasil
pemerasan sebanyak Rp20 juta, dan beberapa bukti transfer antara korban dan
pelaku.

Kasus pemerasan ini diketahui terjadi pada 17 Februari 2021, terdakwa Evgenii
Bagriantsev dan Maxim Zhilitisov (DPO) mendatangi tempat kerja korban Nikolay
Romanov, di Jalan Batu Bolong Br Canggu No.10 Kuta Utara, Badung.
Saat itu terdakwa mengatakan bahwa tempat usaha tersebut sedang dicari pihak
kepolisian.

Ketika bertemu korban, terdakwa mengaku adalah informan dari Interpol dan
apabila tidak mau bekerja sama dengan dirinya, maka korban akan mendapat
masalah karena bersekongkol dengan seseorang bernama Dimitri Babaev.

Selain itu, terdakwa meminta korban menyusun daftar jumlah sepeda motor
sebanyak 21 unit dan diserahkan kepada tersangka dan temannya.

Selanjutnya, secara bertahap sepeda motor tersebut diambil oleh terdakwa


sampai 26 Maret 2021. Lalu, pada 22 Mei 2021 terdakwa kembali mengancam
korban dengan mengatakan bahwa tempat usahanya bermasalah dan bisa
dipidana penjara sampai dengan 4 tahun dan denda sebesar Rp400 juta.

Selama bertemu dengan korban, terdakwa meminta uang sebesar Rp230 juta
kepada korban, namun korban mengatakan tidak mempunyai uang. Setelah
diancam terdakwa terus-menerus, lalu korban mengirim uang secara bertahap
dengan total Rp121 juta serta menyerahkan satu sepeda motor seharga Rp50
juta. Total kerugian yang dialami korban Nikolay Romanov sebesar Rp171 juta.

https://www.antaranews.com/berita/2542189/pn-denpasar-mengadili-wn-rusia-
kasus-pemerasan-rp171-juta

Komentar: Kasus seperti ini banyak terjadi diera global, banyak yang menyamar dan
memaksa untuk menipu dan mendapatkan banyak uang dari korban, jadi kita harus
berfikir kritis dalam bertidak.
ARTIKEL 3
Pleidoi Nurdin Abdullah: Hakim Mohon Bebaskan Saya

CNN Indonesia

Selasa, 23 Nov 2021 17:08 WIB

Nurdin Abdullah menyampaikan kerinduannya kepada masyarakat Sulsel. Dia


berharap bisa kembali memimpin Sulsel dan menepati janjinya kepada
masyarakat. Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah.
(ANTARA/RENO ESNIR)

Jakarta, CNN Indonesia -- Sidang lanjutan perkara dugaan suap dan gratifikasi
dengan terdakwa Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif, Nurdin Abdullah,
memasuki agenda pembacaan pembelaan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Makassar, Selasa (23/11).

Dalam sidang, Nurdin Abdullah meminta keadilan hakim untuk membebaskan


dirinya segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK).

"Saya memohon kepada yang mulia majelis hakim sebagai pintu terakhir penjaga
keadilan, mohon bebaskan saya dari segala dakwaan dan tuntutan Jaksa
Penuntut Umum," kata Nurdin Abdullah di Rutan KPK Jakarta, Selasa (23/11).

Apa yang dilakukan oleh bawahannya yakni mantan Kabiro PBJ Sulsel, Sari
Pudjiastuti dan terdakwa, Edy Rahmat yang juga mantan Sekdis PUTR Sulsel
sangat disayangkan Nurdin Abdullah. Dia mengaku kecewa dirinya ikut terseret
dalam perkara.

Ratusan Dus Mi Instan Bantuan Bencana Makassar Ditemukan Kedaluwarsa

"Saya tidak menyangka bahwa kepercayaan saya bertahun-tahun disalahgunakan


oleh mereka. Namun melalui pengadilan ini semua kesaksian para saksi
membuka mata saya bahwa sistem di Pemprov Sulsel masih membutuhkan
perbaikan," ungkapnya.

Nurdin menyampaikan kerinduannya kepada masyarakat Sulsel. Dirinya pun


berharap bisa kembali memimpin Sulsel dan menepati janjinya kepada
masyarakat Sulsel.

"Izinkan saya, kembali mengemban amanah masyarakat untuk melanjutkan


pembangunan di Sulsel," tegas Nurdin Abdullah.
Salah satu cita-cita dan impian Nurdin Abdullah adalah menuntaskan kembali
pembangunan Stadion Mattoanging yang telah dia inisiasi untuk membangun
stadion yang berstandar FIFA.

"Salah satu mimpi saya, yaitu kembali mendengar riuhan teriakan dan tepuk
tangan para pecinta sepak bola, ditemani dengan kilauan lampu dibangunan
megah stadion kita bersama, Stadion Mattoangin," kata Nurdin.

Mantan Bupati Bantaeng dua periode ini mengatakan bahwa masih banyak
daerah terisolasi yang membutuhkan akses jalan. Nurdin Abdullah ingin dapat
menolong lebih banyak lagi masyarakat yang membutuhkan dirinya.

KPK dan TNI Digugat ke PN Jakarta Selatan

"Masyarakat kita di pulau banyak yang belum tersentuh dengan air bersih dan
listrik. Izinkan saya untuk menyelesaikan janji-janji saya ke masyarakat, agar
saya tidak perlu risau dengan pertanggung jawaban saya nanti di akhirat. Dan
kita bisa mewariskan pembangunan yang lebih baik untuk generasi mendatang,"
jelasnya.

Sebelum mengakhiri pembacaan pembelaannya, Nurdin mengucapkan terima


kasih atas doa dan dukungan masyarakat Sulsel yang terus mengalir kepadanya
dan keluarganya.

"Begitu besar perhatian masyarakat kepada kami, mulai dari dukungan melalui
media sosial hingga menggelar dzikir bersama yang sungguh sangat menguatkan
kami menjalani cobaan ini. Semoga tidak berlebihan apabila saya meminta doa
sekali lagi, agar kita dapat kembali berjalan bergandengan bersama membangun
Sulsel yang lebih baik," tutup Nurdin Abdullah. (mir/ain)

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211123165809-12-725058/pleidoi-
nurdin-abdullah-hakim-mohon-bebaskan-saya#thecomment2

Komentar: Melalui pengertian tindak pidana korupsi dari pasal 2 ayat 1 UU Tipikor ini,
terlihat bahwa terdapat 3 unsur yaitu melawan hukum, untuk memperkaya dirinya
sendiri, dan kerugian Negara. Jadi tindak pidana korupsi harus diberikan
sanksi/hukuman yang tegas.
ARTIKEL 4
Risma Minta Bareskrim Tangani Kasus Kekerasan Siswi Anak Panti Asuhan di
Malang

Puteranegara

Selasa, 23 November 2021 - 20:00 WIB

Risma Minta Bareskrim Tangani Kasus Kekerasan Siswi Anak Panti Asuhan di
Malang

Menteri Sosial meminta Bareskrim Polri memberikan perhatian khusus kasus


persekusi terhadap siswi anak panti asuhan di Malang. Foto/SINDOnews

JAKARTA - Kementerian Sosial (Kemensos) menyambangi Bareskrim Polri terkait


dengan pengusutan kasus dugaan persekusi terhadap bocah 13 tahun di Kota
Malang, Jawa Timur.

"Sampai tadi pagi belum ada penanganan, makanya kami diminta Ibu Menteri
(Tri Rismaharini) untuk datang ke sini menyiapkan surat laporan kepada
Kabareskrim (Komjen Pol Agus Andrianto)," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala
Biro Hukum Kemensos, Evy Flamboyan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa
(2311/2021).

Evy mengungkapkan, setelah koordinasi penanganan ternyata telah dilakukan


sekitar pukul 12.00 WIB. Bentuk penanganannya, kata dia, melakukan
pemeriksaan saksi-saksi di Polres Malang. "Teman-teman di Polres Malang
sendiri saat ini sudah melakukan upaya penegakkan hukum, sudah ada 10 saksi
yang dipanggil," ujar Evy.

Evy mengatakan Mensos Tri Rismaharini ingin Polri memberikan perhatian


khusus atas kasus persekusi anak yang merupakan penghuni panti asuhan
tersebut. Kemudian, Mensos berupaya bersinergi dan berkoordinasi dengan Polri
dalam penanganan anak berhadapan dengan hukum.
"Ketika penanganan anak berhadapan dengan hukum pasti akan melihat aspek-
aspek khusus untuk anak ya. Ini bisa dilihat ketika katakanlah, penanganannya
pada saat penyidikan, maka dia harus didampingi oleh pekerja sosial," ucap Evy.

Kemensos, kata dia, perlu memastikan hak-hak anak berhadapan dengan hukum
terpenuhi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Kemudian, Kemensos juga menawarkan kepada Polri
perlindungan terhadap korban. "Kemensos mempunyai balai anak yang akan
memberikan katakanlah rehabilitasi sosial terhadap trauma yang dialami anak
korban," tuturnya.

Diketahui sebelumnya, polisi telah menangkap 10 orang terduga pelaku kasus


pencabulan dan persekusi terhadap bocah 13 tahun itu. Ke-10 terduga pelaku
merupakan anak di bawah umur.

Para tersangka kekerasan terhadap anak nantinya bakal diancam dengan Pasal
80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 170
ayat 2 KUHP dan atau pasal 33 ayat 2 KUHP. Ancaman hukumannya 5-9 tahun
penjara.

Sedangkan, tersangka pencabulan terhadap anak bakal diancam dengan Pasal 81


Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya
maksimal 15 tahun penjara.

Sebelumnya, sebuah video yang memperlihatkan adegan penganiayaan terhadap


seorang bocah perempuan viral di media sosial. Adegan dalam video berdurasi 2
menit 29 detik tersebut diketahui terjadi di Kota Malang, Jawa Timur.

Dalam video tersebut tampak seorang bocah perempuan mengenakan seragam


sekolah tengah dianiaya oleh teman-temannya. Sosok korban penganiayaan
rupanya baru 13 tahun dan duduk di kelas 6 sekolah dasar. Peristiwa itu disebut
terjadi Jumat, 19 November 2021. Korban merupakan anak panti asuhan di
wilayah tersebut.

https://nasional.sindonews.com/read/608027/13/risma-minta-bareskrim-
tangani-kasus-kekerasan-siswi-anak-panti-asuhan-di-malang-1637669474/10

Komentar: Bullying banyak terjadi dikalangan anak-anak dan remja, seharusnya orang
tua lebih memberikan pengertia tentang dampak negativenya. Seharusnya pembullyan
atau kekerasan anak dibawah umur dengan teman sebayanya harus benar benar
ditindak lanjuti atau diberikan sanksi yang tegas bagi pelaku.
ARTIKEL 5
Bawaslu sebut jual beli data penduduk jadi potensi kecurangan pemilu

Kamis, 11 November 2021 14:56 WIB

Koordinator Divisi Hukum, Humas, Data, dan Informasi Badan Pengawas


Pemilihan Umum (Bawaslu) Fritz Edward Siregar memberi keterangan pers pada
acara Sidak Bawaslu Kota Cilegon, Banten, Kamis (11/11/2021). (ANTARA/Putu
Indah Savitri)

Banten (ANTARA) - Koordinator Divisi Hukum, Humas, Data, dan Informasi Badan
Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Fritz Edward Siregar mengatakan bahwa
terdapat potensi kecurangan pemilu akibat maraknya jual beli data pribadi milik
warga negara Indonesia.

“Sebagaimana yang kalian ketahui, sekarang kita agak heboh dengan data warga
negara yang diperjualbelikan. Itu menjadi concern (perhatian) Bawaslu,” kata
Fritz pada acara Sidak Bawaslu Kota Cilegon, Banten, Kamis.

Fritz memaparkan bahwa kecurangan yang dapat diakibatkan oleh penjualan


data tersebut adalah potensi kecurangan pada saat pendaftaran partai politik
untuk mengikuti pemilihan umum, serta pendaftaran calon independen untuk
pemilihan kepala daerah.

“Kan pendaftaran partai politik ada seperseribu dari jumlah penduduk untuk
memasukkan jumlah anggota partai politiknya, itu kan bisa saja data-data (warga
negara yang diperjualbelikan) tersebut dipakai,” tuturnya.

Oleh karena itu, Fritz mengatakan bahwa harus ada proses verifikasi melalui
sensus untuk memastikan kebenaran data yang digunakan oleh partai politik
atau calon independen pada saat mendaftarkan diri sebagai peserta pemilihan.
“Harus ada proses verifikasi yang lebih detail oleh KPU (Komisi Pemilihan
Umum) dan Bawaslu diberikan kesempatan untuk melihat hasil dari verifikasi
tersebut,” ucapnya.

Menggunakan data warga negara yang diperjualbelikan oleh pihak peretas atau
pihak ketiga merupakan salah satu tindakan ilegal. Menggunakan data tersebut,
ia melanjutkan, dapat mengakibatkan pihak-pihak yang terlibat terkena sanksi
akibat pelanggaran hukum pidana.

“Mereka akan dikenakan pelanggaran hukum pidana, baik karena melanggar


Undang-Undang Pemilu maupun pelanggaran Undang-Undang Pidana, misalnya
memalsukan tanda tangan. Kami sebagai Bawaslu memperingatkan pihak-pihak
agar tidak menggunakan data tersebut dalam proses Pemilu maupun Pilkada
2024,” tutur dia.

Saat ini, Fritz mengatakan bahwa Bawaslu sedang melakukan perbaikan, baik
perbaikan pada sistem informasi serta sistem pelanggaran-pelanggaran untuk
memaksimalkan penyelenggaraan pemilu serentak 2024.

https://www.antaranews.com/berita/2516909/bawaslu-sebut-jual-beli-data-
penduduk-jadi-potensi-kecurangan-pemilu

Komentar: Mereka yang memperjual belikan data penduduk akan dikenakan hukum
pidana karena melanggar undang undang pemilu maupun pelanggaran undang undang
pidana.
PERLINDUNGAN DAN PENEGAKAN HUKUM
DI INDONESIA

DI SUSUN OLEH:

NAMA: RATU AIRIN ZAKIYYA HUSNA

KELAS: XII IPS 3

NO. ABSEN: 29

MAPEL: PPKN

TAHUN AJARAN 2021/2022


SMAN 1 MEJOBO KUDUS

Anda mungkin juga menyukai