Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN ARTIKEL

“PERAN LEMBAGA – LEMBAGA PENEGAK HUKUM”

Guru Pengajar : Drs. Suhariyono

Nama Kelompok :
1. Ahmad Wahyu Pamuji (02)
2. Atika Badriatul A. (05)
3. Hidayati Suprihatin (15)
4. Mita Putri Hariyati (21)
5. Novita Nurdiana (25)
6. Wijiana Nur Rahayu (33)

Pendidikan Kewarganegaraan
XII IPS 2
SMAN 1 SRENGAT
Artikel 1
KPK Ungkap Peran Hasan Aminuddin, Suami Bupati Probolinggo Terkait Suap Jual Beli
Jabatan

Penulis: Irfan Kamil | Editor: Bayu Galih


JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri
mengatakan bahwa semua keputusan yang diambil Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari,
termasuk proses seleksi jabatan harus mendapat persetujuan dari suaminya, Hasan Aminuddin.
Hasan merupakan Wakil Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Nasdem yang pernah dua periode
menjabat sebagai Bupati Probolinggo.Mereka kini menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi
di lingkungan Pemerintah Kabupaten Probolinggo tahun 2021.
"Semua keputusan yang akan diambil bupati harus dengan persetujuan suami bupati,
termasuk pengangkatan pejabat harus lewat suaminya dan suaminya membubuhkan paraf dulu,"
ujar Firli dalam keterangan tertulis, Selasa (7/9/2021).
Adapun dalam kasus ini, Puput dan Hasan diduga memasang tarif untuk jabatan penjabat
kepala desa di Kabupaten Probolinggo sebesar Rp 20 juta per orang ditambah dalam bentuk upeti
penyewaan tanah kas desa dengan tarif Rp 5 juta/hektar.
"Coba bisa bayangkan Pjs (Pejabat Sementara) kades saja dijualbelikan, tentu kita bertanya berapa
tarif jabatan camat, kepala sekolah, kepala dinas, sekda, dan jabatan publik lainnya di Pemkab
Probolinggo," ucap Firli.
Menurut dia, para pejabat yang diangkat bupati seharusnya orang-orang nantinya yang akan
membantu bupati dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah dan melayani masyarakat.
Akan tetapi, ujar Firli, belum bekerja mereka sudah harus menanggung beban akibat terjerat suap
jual beli jabatan tersebut. Ia pun prihatin atas kasus dugaan korupsi yang menjerat Puput dan Hasan,
apalagi, dua sosok tersebut merupakan penyelenggara negara.
"Tapi ini korupsi yang sangat kejam yang dilakukan penyelenggara negara yaitu Bupati dan
suaminya anggota DPR RI," ujar Firli. "Kalau ini terus terjadi, sulit rasanya masyarakat menerima
pelayanan yang mudah, murah dan berkualitas terbaik," tutur dia. Terkait perkara ini, KPK
melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 10 orang di Kabupaten Probolinggo pada Senin
(30/8/2021).
Dalam OTT tersebut, KPK menangkap Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan
Aminuddin bersama Camat Krejengan Doddy Kurniawan, Kepala Desa Karangren Sumarto, dan
Camat Kraksaan Ponirin. Kemudian, Camat Banyuayar Imam Syafi’i, Camat Paiton Muhamad
Ridwan, Camat Gading Hary Tjahjono, serta dua orang Ajudan bernama Pitra Jaya Kusuma dan
Faisal Rahman. Adapun barang bukti yang diamankan dalam OTT tersebut yakni berbagai
dokumen dan uang sejumlah Rp 362,5 juta.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan 22 orang tersangka. Puput Tantriana Sari, Hasan
Aminudin, Doddy Kurniawan, dan Muhamad Ridwan sebagai tersangka penerima suap.
Selanjutnya, terdapat 18 orang ASN sebagai tersangka pemberi suap, yakni Sumarto, Ali Wafa,
Mawardi, Mashudi, Maliha, Mohammad Bambang, Masruhen, Abdul Wafi, Kho’im dan Akhmad
Saifullah, Jaelani, Uhar, Nurul Hadi, Nuruh Huda, Hasan, Sahir, Sugito, dan Samsuddin. Para
tersangka pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf
b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Adapun tersangka yang diduga menerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau
Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
Artikel 2
Kata Menhub Soal Kapal Ilegal Iran dan Panama: Kami Komitmen Tegakkan Hukum
Oleh Athika Rahma pada 25 Feb 2021

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terus meningkatkan


penjagaan dan penegakkan hukum terhadap tindakan-tindakan ilegal yang terjadi di perairan
Indonesia. Hal tersebut disampaikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam kunjungan
kerjanya ke Pelabuhan Batu Ampar, Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Kamis (25/2/2021).
BUdi Karya menegaskan, Kemenhub dan Kemenkopolhukam hadir langsung di Batam untuk
melakukan tindak lanjut terhadap kejadian tindakan ilegal yang terjadi di perairan Indonesia,
khususnya yang sering terjadi di perairan Batam.
"Kami berkomitmen untuk menegakkan hukum (law enforcement) terhadap pelanggaran
yang terjadi di perairan Indonesia, dengan tetap mengikuti hukum internasional yang berlaku di
International Maritime Organization (IMO)," kata Budi Karya saat kunjungan ke Batam, Kamis
(25/2/2021).
Di Pelabuhan Batu Ampar, Menhub mengumpulkan jajaran Ditjen Perhubungan Laut dari
unsur Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP), Distrik Navigasi, dan Kantor Syahbandar dan
Otoritas Pelabuhan (KSOP) yang ada di sekitar Kepulauan Riau. Menhub menginstruksikan
jajarannya di lapangan agar dapat berkolaborasi dengan baik dengan para pemangku kepentingans
seperti TNI, Polri, Bea Cukai, Bakamla, Pemerintah Daerah, dan pihak terkait lainnya dalam
melakukan tugas pengawasan dan penjagaan. Sebagaimanan diketahui, pada 24 Januari 2021,
pemerintah telah mengamakan kapal berbendera Iran MT Hourse dan kapal berbendera Panama MT
Freya karena diduga melakukan kegiatan ship to ship secara ilegal di perairan Pontianak,
Kalimantan Barat.
Saat ini kedua kapal dan awak kapal berada di Batam untuk menjalani pemeriksaan. Tim
satgas penanganan yang dibentuk oleh Kemenkopolhukam untuk menangani kasus tersebut juga
telah melakukan langkah-langkah hukumnya.
"Saya perintahkan agar kejadian pelanggaran di perairan seperti ship to ship ilegal dan
maraknya pelanggaran batas kecepatan kapal untuk jenis high speed craft dapat ditangani dengan
baik. Saya minta rekan-rekan yang menangani kasus ini dapat melaksanakannya dengan serius dan
tetap menjaga integritas," tegas Budi Karya.
Langkah Hukum yang Tepat
Deputi Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenkopolhukam
Sugeng Purnomo menjelaskan, satgas penanganan kasus ship to ship secara ilegal oleh kapal MT
Horse dan MT Frea akan memberikan dukungan terhadap langkah-langkah hukum yang akan
dilakukan terhadap kasus tersebut. "Saat ini rekan-rekan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
Kemenhub telah melakukan langkah hukum yang tepat," jelas Deputi Kemenkopolhukam.
Sementara itu, Dirjen Perhubungan Laut Agus Purnomo mengungkapkan, Ditjen
Perhubungan Laut (Hubla) akan terus meningkatkan pengawasan dan penjagaan perairan di
Indonesia dengan merevisi sejumlah regulasi yang ada seperti Permenhub Nomor 61 Tahun tentang
tentang Kelaiklautan kapal Penumpang Kecepatan Tinggi berbendera Indonesia.
"Revisi kami lakukan agar penerapan di lapangan lebih tegas dan menggigit," ungkap Agus.
Ditjen Hubla melalui KPLP akan terus meningkatkan patroli bersama dengan sejumlah pemangku
kepentingan seperti TNI, Polri, Bakamla, dan pihak terkait lainnya untuk mencegah terjadinya
pelanggaran yang terjadi di perairan seperti pelanggaran batas kecepatan kapal untuk jenis high
speed craft, Unity off Effort, penegakan penerapan Automatic Identification System (AIS), kegiatan
ship to ship secara ilegal oleh kapal asing, dan pengawasan pelabuhan ilegal.
Artikel 3
Diduga Hendak Demo Tolak PPKM, Sejumlah Orang Diamankan Polisi
Rizki Nurmansyah | Yosea Arga Pramudita
Sabtu, 24 Juli 2021 | 11:35 WIB

Suara.com - Sejumlah orang diamankan polisi diduga hendak ikut aksi demo tolak PPKM
yang rencananya berlangsung di kawasan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, hari ini.
Hal tersebut dibenarkan oleh Kepala Biro Operasi Polda Metro Jaya Kombes Marsudianto.
"Iya (diamankan) beberapa orang," kata Marsudianto kepada wartawan, Sabtu (24/7/2021).
Hanya saja, Marsudianto tidak merinci jumlah orang yang diamankan pagi tadi.
Soal alasan diamankannya beberapa orang tersebut, dia mengatakan jika saat ini masih didalami
oleh pihak reserse guna diketahui peran-perannya.
"Masih didalami reserse itu perannya apa mereka. Tapi yang jelas ini kan masih PPKM Level 4,"
sambungnya. Marsudianto juga belum dapat memastikan apakah beberapa orang itu merupakan
provokator atau membawa senjata tajam. Dia menyebut, jika kedapatan membawa senjata tajam
bisa langsung ditetapkan tersangka."Kalau memang ada barang buktinya mungkin akan menjadi
tersangka," beber dia.
Siagakan Ribuan Personel
Sementara itu, kepolisian telah menyiapkan pengamanan guna mengantisipasi adanya kabar
soal aksi demonstrasi tolak PPKM di kawasan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Sabtu (24/7/2021).
Ribuan personel disiagakan guna mengantisipasi aksi unjuk rasa.
Marsudianto mengatakan, sebanyak 3.385 personel telah disiagakan. Jumlah tersebut
merupakan gabungan dari TNI, Polri, dan jajaran terkait.
"Ada 3.385 orang siap mengamankan demo," kata Marsudianto.Marsudianto mengatakan,
ribuan personel tersebut telah bersiaga sejak pukul 07.00 WIB tadi. Nantinya, mereka akan berjaga
di kawasan Monas, Jakarta Pusat. "Personel dikerahkan di sekitar Monas dan DPR," sambungnya.
Tak hanya itu, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya akan melakukan pengamanan di sejumlah
ruas jalan di kawasan Istana Merdeka. Total ada 350 personel lalu lintas yang akan disiagakan.
Nantinya, mereka akan berjaga sejak pagi dan akan ditempatkan di jalan-jalan yang ditutup guna
mengantisipasi penerobosan dari peserta aksi unjuk rasa.
"Ada 350 personel (anggota Ditlantas)," kata Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya
Kombes Sambodo Purnomo Yogo kepada wartawan. Kemarin, kepolisian mulai memasang
barikade kawat berduri di sekitar Istana Negara. Sambodo belum dapat memastikan mengenai jam
buka tutup di jalan tersebut dan akan bertindak sesuai situasi di lapangan.
"Penutupan situasional, melihat perkembangan eskalasi di lapangan," sambungnya.
Lebih lanjut, Sambodo menyebut tidak ada pengalihan arus imbas unjuk rasa itu. Pasalnya, hingga
kini di Ibu Kota masih berlangsung aturan PPKM.
"Tidak ada pengalihan arus lainnya. Saat ini penyekatan PPKM level 4 masih berlangsung di
Sudirman-Thamrin (Jakarta Pusat)," imbuh Sambodo.
"Tidak ada pengalihan arus lainnya. Saat ini penyekatan PPKM level 4 masih berlangsung di
Sudirman-Thamrin (Jakarta Pusat)," imbuh Sambodo.
Pantauan Suara.com pukul 10.00 WIB, suasana di kawasan Patung Kuda masih terpantau sepi.
Namun, aparat kepolisian telah bersiaga sejak pagi.
Terlihat pula sejumlah kendaraan taktis milik kepolisian telah disiagakan. Arus lalu lintas saat ini
juga terpantau masih lengang.
Jokowi End Game
Ajakan aksi unjuk rasa di seluruh wilayah untuk menolak PPKM sebelumnya beredar di
media sosial. Salah satunya aksi bertajuk 'Seruan Aksi Nasional Jokowi End Game' yang
dijadwalkan berlangsung di Istana Negara, Jakarta Pusat, pada Sabtu (25/7/2021) hari ini.
Sejumlah massa dari komunitas ojek online alias ojol, mahasiswa, pedagang kaki lima, dan aliansi
masyarakat lainnya berencana melakukan long march dari Glodok, Jakarta Barat. Polri telah
mengimbau masyarakat tak terhasut dengan adanya ajakan aksi tersebut. Sebab, kekinian masih
dalam situasi pandemi. Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan pihaknya
akan menindak tegas pihak-pihak yang tetap melaksanakan aksi unjuk rasa. Khususnya jika aksi
tersebut telah dianggap menganggu ketertiban umum.
"Kalau memang dilakukan, mengganggu ketertiban umum ya kami amankan," kata Argo
kepada wartawan, Jumat (23/7/2021). Sementara itu, Argo meminta para peserta aksi baiknya
menyampaikan pendapat dan aspirasinya secara daring. Misalnya, melalui forum group discussion
(FGD). "Bisa dilakukan dengan audiensi atau dilakukan dalam bentuk FGD online," katanya.
Artikel 4
Kasus Djoko Tjandra, Pengawasan Polisi, Jaksa, Advokat Kini Disorot
Kamis, 6 Agustus 2020 | 11:46 WIB
Penulis: Devina Halim | Editor: Bayu Galih

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak


Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menyoroti lemahnya aspek pengawasan sejumlah
institusi yang terlibat dalam kasus pelarian Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Ia menilai kinerja pengawasan di internal kepolisian dan kejaksaan hampir tak terlihat sehingga
oknum dapat beraksi.
"Kita bisa katakan dengan sangat amat gamblang bahwa pengawasan melekat dari internal
instansi aparat penegak hukum, dari kepolisian dan kejaksaan, itu bisa dirasakan nyaris mati, nyaris
terkubur hidup-hidup," ujar Julius dalam diskusi daring, Rabu (5/8/2020).
"Sehingga perkara seperti ini, apalagi didukung dengan hal-hal yang sifatnya administratif,
hardcopy, dan bisa dilihat dengan mata itu, bisa dengan mudah disiasati," kata dia. Diketahui,
beberapa waktu lalu, Djoko Tjandra berhasil keluar-masuk Indonesia meski kala itu masih berstatus
sebagai buronan. Ia sempat mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2020, serta membuat e-KTP dan paspor. Aksinya diduga tak lepas
dari "bantuan" oknum penegak hukum. Misalnya surat jalan untuk Djoko Tjandra yang diterbitkan
oleh Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo. Selain itu, Julius juga menyoroti lemahnya pengawasan
eksternal oleh lembaga atau komisi negara. Hal berikutnya terkait pengawasan di organisasi
advokat yang dinilainya lemah. Ia mengatakan, tidak ada organisasi advokat yang mengakui
pengacara Djoko Tjandra saat mengajukan PK, Anita Kolopaking, sebagai anggota. Padahal, kata
Julius, untuk menjadi advokat dibutuhkan penyumpahan dari organisasi. Ia menuturkan, tanpa
penyumpahan dari organisasi, seorang advokat tak bisa dilantik di pengadilan tinggi.
Menurut Julius, pengawasan yang lemah tersebut diikuti dengan tidak adanya pemeriksaan
lebih lanjut.
"Jadi yang kami dengar hanya statement biasa, menyatakan bukan anggota (organisasi advokat),
tetapi apakah kemudian ada pemeriksaan lebih detail, ada investigasi dengan yang lain, termasuk
berkoordinasi dengan lembaga-lembaga negara?" ucap dia. Ia berpandangan, pengawasan yang
lemah di sejumlah institusi dapat memunculkan peluang adanya penyelewengan oleh advokat.
"Pengawasan dari aparat penegak hukum yang lemah diperkuat dengan pengawasan dari organisasi
advokat yang lemah, maka ini menjadi satu kerja sama yang kombo, yang saling mendukung untuk
membuka peluang berbagai macam penyelewengan oleh advokat," ucap dia.
Kini, kasus pelarian Djoko Tjandra sedang ditangani oleh Bareskrim Polri.
Sejauh ini, polisi telah menetapkan dua orang tersangka karena diduga membantu Djoko untuk
keluar-masuk Indonesia. Pertama, Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo yang telah menerbitkan surat jalan
dan diduga terlibat dalam penerbitan surat kesehatan untuk Djoko Tjandra. Prasetijo telah dicopot
dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri untuk
keperluan pemeriksaan.
Dia disangkakan Pasal 263 Ayat 1 dan 2 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1e KUHP, Pasal 426
KUHP, dan/atau Pasal 221 Ayat 1 dan 2 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun
penjara. Pasal 263 KUHP meyebut ketentuan soal pemalsuan surat atau dokumen. Prasetijo diduga
telah membuat dan menggunakan surat palsu yang berupa surat jalan tersebut. Kemudian, Pasal 426
KUHP terkait pejabat yang dengan sengaja membiarkan atau melepaskan atau memberi pertolongan
orang yang melakukan kejahatan. Selanjutnya, Pasal 221 KUHP terkait menyembunyikan orang
yang melakukan kejahatan dan menghalang-halangi penyidikan. Selain Prasetijo, penyidik juga
telah menetapkan Anita Kolopaking sebagai tersangka. Anita merupakan pengacara atau kuasa
hukum Djoko, narapidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, saat mengajukan permohonan
peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2020 silam. Dia dijerat
dengan pasal berlapis. Ia disangkakan Pasal 263 ayat (2) KUHP terkait penggunaan surat palsu dan
Pasal 223 KUHP tentang upaya membantu kaburnya tahanan.
Dalam kasus ini, dua jenderal Polri lainnya telah dimutasi karena diduga melanggar kode
etik perihal polemik red notice untuk Djoko Tjandra. Keduanya yaitu, Kepala Divisi Hubungan
International Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen (Pol)
Nugroho Slamet Wibowo. Sementara itu, di kejaksaan, Jaksa Pinangki Sirna Malasari diduga
pernah bertemu dengan Djoko Tjandra ketika masih berstatus buronan. Pertemuan diduga terjadi di
luar negeri.
Kejaksaan agung kemudian menjatuhi hukuman disiplin dengan tidak diberi jabatan
struktural atau non-job karena Pinangki pergi ke luar negeri tanpa izin pimpinan selama sembilan
kali di tahun 2019. Pinangki pun dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Sub-Bagian Pemantauan
dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan. Saat ini, Kejaksaan agung
sedang menelusuri dugaan tindak pidana yang diduga dilakukan Pinangki.
Artikel 5
Penegakan Hukum Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan Dinilai Belum Membaik
Penulis: Devina Halim | Editor: Krisiandi

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia


untuk Keadilan (LBH APIK) Jakarta menilai perlindungan hukum bagi perempuan dan anak korban
kekerasan masih minim.
"Berdasarkan catatan refleksi penanganan kasus dan advokasi perubahan hukum yang dilakukan
LBH APIK Jakarta sepanjang 2019, dapat disimpulkan bahwa kondisi penegakan hukum belum
membaik seperti yang diharapkan," ungkap Direktur LBH APIK Jakarta Siti Mazumah melalui
keterangan tertulis, Selasa (10/12/2019)
Sepanjang 2019, LBH APIK Jakarta menerima 794 laporan kekerasan terhadap perempuan
dan anak. Laporan terbanyak adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebanyak 249
kasus. Dari jumlah itu, hanya 15 kasus yang dilaporkan ke polisi. Kemudian, ia menyebutkan
bahwa sebagian besar korban kekerasan psikis tidak melaporkan kasusnya. Alasannya, korban tidak
sanggup membayar salah satu prasyarat yaitu visum et psikiatricum. Ada pula penyidik yang justru
memarahi korban kekerasan seksual saat pemeriksaan. Kasus kekerasan itu, kata Siti, terjadi di
sebuah pesantren di Bogor.
Salah satu penyebabnya, menurut Siti, adalah Rancangan Undang-Undang (RUU)
Penghapusan Kekerasan Seksual yang belum disahkan.
"RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masih belum disahkan di penghujung masa kerja anggota
DPR Periode 2014-2019. Padahal UU ini diperlukan untuk menjamin perlindungan korban
kekerasan seksual," katanya
Padahal, aturan yang ada sekarang pun dinilai belum cukup. Misalnya, Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) dan UU
Perlindungan Anak.
"Sementara kebijakan lainnya kurang memadai untuk memberikan jaminan perlindungan dan
bahkan diskriminatif seperti KUHP/RKUHP serta UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974.
Khususnya terkait UU Bantuan Hukum," ucap dia.
ANALISIS ARTIKEL
Artikel (1)
Judul : KPK Ungkap Peran Hasan Aminuddin, Suami Bupati Probolinggo Terkait Suap Jual
Beli Jabatan
Penulis: Irfan Kamil | Editor: Bayu Galih

Analisis menurut kelompok kami :


Kasus korupsi pada artikel 1 tersebut membahas tentang korupsi jual beli jabatan yang
dilakukan oleh Hasan Aminudin yang merupakan Wakil Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi Partai
Nasdem yang pernah dua periode menjabat sebagai Bupati Probolinggo.
Dalam proses seleksi jabatan atau pengangkatan jabatan harus melalui Hasan sehingga harus
mendapat persetujuannya melalui parafnya. Dengan demikian korupsi jual beli jabatan yang
dilakukan oleh Hasan Aminuddin diduga memasang tarif untuk jabatan penjabat kepala desa di
Kabupaten Probolinggo sebesar Rp 20 juta per orang ditambah dalam bentuk upeti penyewaan
tanah kas desa dengan tarif Rp 5 juta/hektar.
Dengan demikian pejabat yang seharusnya memikirkan penyelenggaraan pemerintahan
kedepannya demi melayani masyarakat agar sejahtera justru merasa terbebani akibat terjerat jual
beli tersebut. Maka dari itu korupsi yang dilakukan Hasan Aminudin ini membuat prihatin para
penyelenggara pemerintahan. Akibatnya para penyelenggara pemerintahan yang tidak terima
melaporkan kasus korupsi tersebut ke KPK.
KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 10 orang
 di Kabupaten Probolinggo pada Senin,30 Agustus 2021
KPK menangkap :
 Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin bersama Camat Krejengan Doddy
Kurniawan, Kepala Desa Karangren Sumarto, dan Camat Kraksaan Ponirin, Camat Banyuayar
Imam Syafi’i, Camat Paiton Muhamad Ridwan, Camat Gading Hary Tjahjono, serta dua orang
Ajudan bernama Pitra Jaya Kusuma dan Faisal Rahman.

KPK telah menetapkan 22 orang tersangka :


 Puput Tantriana Sari, Hasan Aminudin, Doddy Kurniawan, dan Muhamad Ridwan sebagai
tersangka penerima suap. 18 orang ASN sebagai tersangka pemberi suap, yakni Sumarto, Ali
Wafa, Mawardi, Mashudi, Maliha, Mohammad Bambang, Masruhen, Abdul Wafi, Kho’im dan
Akhmad Saifullah, Jaelani, Uhar, Nurul Hadi, Nuruh Huda, Hasan, Sahir, Sugito, dan
Samsuddin.
Pada kasus korupsi jual beli jabatan yang dilakukan oleh Hasan Aminuddin melanggar :
 Pada tersangka pemberi suap melanggar :
Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1)
ke 1 KUHP.
 Pada tersangka yang diduga menerima suap disangkakan melanggar :
Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.

KESIMPULAN
Pada kasus yang dilakukan oleh Hasan Aminuddin sebenarnya sudah sering terjadi di
masyarakat mulai dari pejabat bawahan seperti kepala desa hingga pejabat tinggi lainnya. Maka
sudah seharusnya kasus korupsi seperti ini dilaporkan ke penegak hukum karena ini menyangkut
korupsi jual beli jabatan. Sehingga jika kasus seperti ini terus terjadi membuat pejabat
penyelenggara pemerintahan itu bukaan ditempati oleh orang-orang yang bertanggung jawab justru
ditempati oleh orang yang hanya mengandalkan orang dalam. Dengan demikian sudah dipastikan
pemimpin bangsa yang kurang berkualitas tidak membawa dampak baik bagi kemajuan bangsa dan
negara.
Artikel (4)
Judul : Kasus Djoko Tjandra, Pengawasan Polisi, Jaksa, Advokat Kini Disorot
Penulis: Devina Halim | Editor: Bayu Galih

Analisis menurut kelompok kami :


Pada artikel kasus Djoko Tjandra ini menunjukkan tentang peran negara hukum yakni polisi,
jaksa, dan advokat yang lemah pengawasan. Melihat status Djoko Tjandra yang sebagai buronan
tentunya tidak diperbolehkan untuk keluar-masuk Indonesia secara bebas. Tetapi hal ini tidak
berlaku terhadap Djoko Tjandra karena dia mengajukan permohonan peninjauan kembali ke
pengadilan negeri Jakarta tentunya hal ini dibantu oleh para penegak hukum yang yang menyiasati
bukti-bukti administrasi yang memudahkan dia keluar masuk Indonesia. Padahal menjadi advokat
itu membutuhkan penyumpahan dari organisasi atau dilantik oleh pengadilan tinggi, namun atas
pengawasan yang lemah tersebut tidak ada pemeriksaan lanjut. Dengan demikian penyelewengan
oleh advokat ini membuat Djoko Tjandra bisa mudah keluar masuk Indonesia padahal statusnya
sebagai buronan.
Peran penegak hukum dalam menangani kasus pelarian Djoko Tjandra, dalam kasus ini
ditangani oleh Bareskrim Polri.
Polisi menetapkan dua orang tersangka yang diduga membantu Djoko keluar-masuk indonesia :
1. Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo yang telah menerbitkan surat jalan dan diduga terlibat penerbitan
surat kesehatan Djoko Tjandra.
Penanganan tersangka :
 Prasetijo dicopot jabatan sebagai Kepala Biro Koordinasi dan pengawasan PPNS Bareskrim
Polri.
Prasetijo disangkakan melanggar :
1. Pasal 263 Ayat 1 dan 2 KUHP jo, menyebut ketentuan soal pemalsuan surat atau dokumen.
2. Pasal 55 Ayat 1 ke-1e KUHP.
3. Pasal 426 KUHP, terkait pejabat yang dengan sengaja membiarkan atau melepaskan atau
memberi pertolongan orang yang melakukan kejahatan.
4.Pasal 221 Ayat 1 dan 2 KUHP, terkait menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan dan
menghalang-halangi penyidikan.
 Dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara.
2. Anita Kolopaking sebagai pengacara atau kuasa hukum Djoko Tjandra ditetapkan sebagai
narapidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali saat pengajuan permohonan peninjauan
kembali ke pengadilan negeri Jakarta.
Anita dijerat pasal berlapis :
 disangkakan Pasal 263 ayat (2) KUHP terkait penggunaan surat palsu dan Pasal 223 KUHP
tentang upaya membantu kaburnya tahanan.

Dalam kasus ini terdapat dua jenderal Polri yaitu:


1. Kepala Divisi Hubungan International Polri Irjen Napoleon Bonaparte.
2. Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen (Pol) Nugroho Slamet Wibowo.
 Keduanya dimutasi karena diduga melanggar kode etik perihal polemik red notice untuk Djoko
Tjandra.

Di Kejaksaan :
 Jaksa Pinangki Sirna Malasari diduga pernah bertemu di luar negeri dengan Djoko Tjandra
ketika masih berstatus buronan.

Hukuman Jaksa Pinangki Sirna :


Kejaksaan Agung menjatuhi hukuman dengan tidak diberi jabatan struktural atau non-job
sehingga dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada
Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan.
Sebab :
Pinangki pergi ke luar negeri tanpa izin pimpinan selama sembilan kali di tahun 2019.

KESIMPULAN :
Dalam kasus Djoko Tjandra menunjukkan kurangnya pengawasan dan terjadi penyelewengan
penegak hukum. Sehingga buronan seperti Djoko bisa bebas keluar-masuk Indonesia dengan
penyiasatan administrasi dan lainnya. Semua tersangka yang terlibat pada akhirnya dijatuhi
hukuman yang membuat mereka kehilangan jabatan selama ini. Pada akhirnya polri bisa tegas
menangani kasus kurangnya pengawasan penegak hukum tersebut dan memberikan hukuman
yang adil. Maka bisa disimpulkan jika membela dan menutupi kesalahan tersangka (buronan)
suatu kejahatan yang menutupi kejahatan yang sudah seharusnya cepat diatasi agar tidak terus
menimbulkan kesalahpahaman dan meningkatkan kejahatan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai