Anda di halaman 1dari 6

KY Gandeng Polri dan KPK Usut Hakim Nakal

JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) menggandeng Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk
mengusut hakim nakal. Hal itu dilakukan untuk mengawasi kinerja para hakim sebagai penegak
hukum. Ketua KY Amzulian Rifai mengaku memiliki keterbatasan dalam melakukan pengawasan
terhadap pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Untuk itu, KY berencana
bekerja sama dengan Polri dan KPK guna memperkuat pengawasan hakim dan sebagai payung
hukum. "Waktu MoU Bapak Kapolri yang datang ke KY, bukan kami yang datang ke Polri. Insyaallah,
ini kami jadwalkan, karena kalau enggak ada MoU, bagaimana kami mau panggil paksa? Akan
kesulitan kami," ucap di Yogyakarta, Sabtu, (5/8/2023).

Menurutnya, MoU dengan Polri ini sangat penting dan dibutuhkan KY, selain sebagai payung hukum.
Polri memiliki infrastruktur dan SDM yang mumpuni. "Termasuk untuk riset, data, di dalam profiling,
asesmen hakim, dan seterusnya. Kami perlu, karena kepolisian punya resource di seluruh polda
bahkan sampai ke polsek. Sangat luar biasa kalau kami bisa kerja sama dengan Polri," kata Amzulian.
Amzulian mengaitkan dengan kasus Hakim PN Rangkas Bitung yang terjerat kasus sabu-sabu.
"Terakhir mungkin yang cukup heboh bagaimana KY secara kelembagaan tujuh orang sampai
kesimpulan hakim nyabu harus kita berhentikan. Berat ini, karena kita yakin sebelumnya beliau
berasal dari institusi yang baik, dari keluarga yang baik, dari didikan yang baik, tapi KY tidak bisa
menolerir," jelasnya.

Begitu pula dengan KPK, mengingat ada beberapa kasus korupsi yang menyeret hakim. "Saya
katakan, kalau ada MoU, jangan di KPK, KPK-nya yang datang ke KY. Saya komunikasikan dan
kemarin saya pastikan ke Pak Firli (Ketua KPK)," tuturnya. Menurutnya MoU ini perlu dilakukan
mengingat KY juga memiliki keterbatasan SDM. Dari 300-an SDM, KY harus mengawasi sekitar seribu
hakim di 964 sektor peradilan. (Irfan Maulana/MPI)

Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Sabtu, 05 Agustus 2023 - 13:23 WIB
oleh Irfan Maulana dengan judul "KY Gandeng Polri dan KPK Usut Hakim Nakal".

Website: https://nasional.sindonews.com/read/1168605/13/ky-gandeng-polri-dan-kpk-usut-hakim-
nakal-1691215687?
_gl=1*imdadr*_ga*eUpsLThJNlpMb1M5R3M1OVEyOHhIc0NZN1VYbU4wajZoSzJHMzNTVFNEaG9KO
ExfalQ3bFRuakRJdVRLd3Zxag..*_ga_2HRD8GFP7Y*MTY5OTc3MTEyNC4xLjEuMTY5OTc3MTEyNC4wLj
AuMA

Jokowi Sebut Banyak Oknum Aparat Penegak Hukum Terlibat Kasus Narkoba

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut banyak oknum aparat penegak hukum yang
terlibat kasus narkoba . Maka, dirinya berharap adanya penegakan hukum yang tegas untuk
memberikan efek jera. "Dan kedua, mulai penegakan hukum yang tegas, sehingga memberikan efek
jera. Karena kita tahu juga banyak oknum aparat penegak hukum kita yang terlibat di dalamnya. Ini
menjadi catatan dan tindakan tegas harus diberikan kepada mereka," kata Jokowi dalam arahann
saat Rapat Terbatas terkait Penanganan Narkoba, di Istana Merdeka, Senin (11/9/2023). Jokowi juga
mengungkapkan adanya usulan agar para pelaku penyalahgunaan narkoba direhabilitasi di rindam
setiap kota di Indonesia. "Mengenai rehabilitasi pada pelaku karena di lapas juga penuh, kemarin
ada usulan dari pangdam untuk bisa dilakukan di rindam, di setiap kodam. Kita punya kapasitas
kurang lebih 500 an yang bisa di ditempati. Tapi ini nanti kita bicarakan juga masalah anggarannya
seperti apa," kata Jokowi.

Jokowi pun meminta agar pencegahan terkait penyeludupan narkoba dapat diusut secara tuntas.
Pencegahan itu, kata Jokowi, difokuskan terlebih dahulu terhadap daerah dengan tingkat narkoba
paling tinggi. "Saya kira agar kita fokus saya ingin nanti juga memutuskan kita dikerjakan, nggak di
semua provinsi dulu lah, mungkin 5 besar, provinsi 5 besar yang narkobanya paling tinggi. Kita
fokuskan di situ. Atau 10 besar, tapi nanti kita putuskan setelah kita berbicara di sini," kata Jokowi.
Sebelumnya, Jokowi mengungkapkan bahwa berdasarkan data badan narkotika nasional (BNN),
tercatat 3,6 juta jiwa pengguna narkoba. "Rapat terbatas pada siang hari ini akan berbicara
mengenai pemberantasan dan penanganan kasus narkoba di negara kita. Di BNN mencatat
penyalahgunaan narkoba sekitar 1,95 persen atau 3,6 juta jiwa," kata Jokowi. Karena banyaknya
pengguna narkoba itu, kata Jokowi,lapas menjadi over kapasitas. Dirinya pun mengajak para
pemangku kepentingan untuk mencari terobosan. "Dan ini juga menyebabkan over kapasitas di
lapas kita. Oleh sebab itu pada siang hari ini, saya ingin mengajak kita semua untuk mencari sebuah
lompatan terobosan agar kejahatan luar biasa ini bisa kita kurangi, kita selesaikan dengan baik. Saya
kemarin berbicara dengan Pangdam, dengan Kapolda di Sumut," kata Jokowi.

Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Senin, 11 September 2023 - 16:22 WIB
oleh Raka Dwi Novianto dengan judul "Jokowi Sebut Banyak Oknum Aparat Penegak Hukum Terlibat
Kasus Narkoba".

Website: https://nasional.sindonews.com/read/1168605/13/ky-gandeng-polri-dan-kpk-usut-hakim-
nakal-1691215687?
_gl=1*imdadr*_ga*eUpsLThJNlpMb1M5R3M1OVEyOHhIc0NZN1VYbU4wajZoSzJHMzNTVFNEaG9KO
ExfalQ3bFRuakRJdVRLd3Zxag..*_ga_2HRD8GFP7Y*MTY5OTc3MTEyNC4xLjEuMTY5OTc3MTEyNC4wLj
AuMA

Komnas HAM: Temukan Fakta Ada Tindakan Kekerasan Terhadap Warga Desa Wadas

JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI menerjunkan tim ke Desa Wadas
guna menggali keterangan dan mencari fakta peristiwa yang terjadi pada Selasa 8 Februari 2022 lalu.
Komisioner Komnas HAM RI Beka Ulung Hapsara mengatakan, pihaknya menemukan beberapa fakta
di sana. Pertama, Komnas HAM menemukan fakta adanya kekerasan yang dilakukan aparat
kepolisian dalam pengamanan pengukuran lahan warga yang sudah setuju. "Mendapati informasi
beberapa warga belum pulang ke rumah masing-masing karena masih merasa ketakutan," tulis Beka
dalam keterangannya, Sabtu (12/2/2022).
Selain itu, lanjut Beka, banyak warga dewasa dan anak mengalami trauma hingga kerenggangan
hubungan sosial antar warga. "Mendapati fakta terjadi kerenggangan hubungan sosial
kemasyarakatan antarwarga yang setuju dan menolak penambangan batuan andesit," ungkapnya.

Untuk itu, guna memperdalam temuan tersebut, Tim Komnas HAM RI akan kembali menggali
keterangan warga dan pihak-pihak lainnya pada hari ini Minggu, 13 Feburari 2022. Sebagai
informasi, konflik lahan di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah
terjadi antara aparat dan warga. Kericuhan terjadi saat akan dilaksanakan pengukuran lahan oleh
pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang dikawal aparat kepolisian.

Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Minggu, 13 Februari 2022 - 06:37 WIB
oleh Dimas Choirul dengan judul "Komnas HAM: Temukan Fakta Ada Tindakan Kekerasan Terhadap
Warga Desa Wadas".

Website: https://nasional.sindonews.com/read/684515/13/komnas-ham-temukan-fakta-ada-
tindakan-kekerasan-terhadap-warga-desa-wadas-1644706955?
_gl=1*kzrugx*_ga*eUpsLThJNlpMb1M5R3M1OVEyOHhIc0NZN1VYbU4wajZoSzJHMzNTVFNEaG9KOE
xfalQ3bFRuakRJdVRLd3Zxag..*_ga_2HRD8GFP7Y*MTY5OTc3MjEwNi4xLjEuMTY5OTc3MjEwNy4wLjA
uMA

Menko Polhukam: Aparat yang Terlibat Kasus Joko Tjandra Terus Diusut

Menko Polhukam Moh. Mahfud MD mengatakan bahwa kasus buronan Joko Tjandra yang menjadi
perhatian besar masyarakat dalam dua bulan terakhir merupakan tamparan keras bagi penegak
hukum Indonesia. “Kasus buronan korupsi Joko Tjandra menjadi tamparan keras bagi para penegak
hukum karena seolah-olah selama ini dia memiliki kekuasaan dengan memanfaatkan uangnya untuk
membeli loyalitas oknum pejabat hukum,” ujar Mahfud MD saat melantik tiga pejabat Eselon I di
lingkungan Kemenko Polhukam, Senin (10/8/2020) di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat.

Terkait pelarian Joko Tjandra lanjut Mahfud, sudah selesai dengan menghadirkan dan mengeksekusi
terpidana di lembaga pemasyarakatan. Tugas pemerintah selanjutnya adalah memproses tindak
pidana lain yang diduga dilakukan oleh Joko Tjandra, oknum jaksa tipikor, maupun oleh oknum
kepolisian serta institusi lain, dan Kemenko Polhukam mengkoordinasikan, mengsinkronisasikan, dan
mengendalikan jalannya proses pidana tersebut.

“Supaya diingat bahwa posisi Kemenko Polhukam adalah koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian.
Kemenko Polhukam bukan lembaga penegak hukum. Lembaga penegak hukum adalah Kepolisian,
Kejaksaan, KPK dan pengadilan, ditambah satu lagi yaitu pengacara menurut undang-undang,” ujar
Menko Polhuakm.
Menko Mahfud di depan para pejabat eselon satu Kemenko Polhukam juga menegaskan bahwa
pemerintah, khususnya Kementerian yang dipimpinnya akan terus mendorong agar oknum penegak
hukum yang terlibat dalam kasus Joko Tjandra ditindak secara tegas sesuai hukum yang berlaku.

Kepada para pejabat baru khususnya Deputi bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia
Kemenko Polhukam agar dapat mengambil peran dalam mensinergikan instisusi penegak hukum
baik Kejaksaan, Kepolisian, maupun KPK. “Penangkapan Joko Tjandra merupakan momentum yang
baik untuk melakukan perbaikan integritas dan meningkatkan citra positif penegakan hukum. Mari
kita buktikan kepada masyarakat bahwa pemerintah menaruh perhatian serius terhadap evaluasi
kinerja penegak hukum,” pungkas Menko Mahfud.

Website: https://polkam.go.id/menko-polhukam-aparat-terlibat-kasus-joko-tjandra-terus/

PERAN PEREMPUAN SEBAGAI PENGAWAS TERHADAP LEMBAGA ATAU APARAT PENEGAK HUKUM
(APH).

Terbit: Kamis, 3 Mei 2018

Pada tanggal 30 April 2018 yang lalu Komisi Yudisial bekerjasama dengan Kaukus Perempuan
Parlemen RI (KPP-RI), Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) dan Maju Perempuan Indonesia
(MPI) menyelenggarakan Seminar dalam rangka memperingati Hari Kartini dengan tema
“Perempuan dan Pengawasan terhadap Lembaga atau Aparat Penegak Hukum: Peran Perempuan
dalam Penyelenggaraan Negara” dengan harapan dapat memberikan wawasan kepada masyarakat,
khususnya kaum perempuan, terkait isu keterwakilan perempuan sebagai pengawas terhadap
lembaga atau Aparat Penegak Hukum (APH).

Perempuan Indonesia memegang peran signifikan dalam setiap tahapan penyelenggaraan negara,
yaitu sejak tahapan pembentukan undang-undang (UU), implementasi UU, maupun pengawasan
terhadap pelaksanaan UU. Khusus di tahap pengawasan, reformasi 1998 melahirkan terbentuknya
beberapa lembaga pengawas eksternal, seperti Komisi Yudisial (KY), Komisi Kejaksaan Republik
Indonesia (KKRI), Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang melakukan pengawasan terhadap
lembaga penegak hukum. Pengawasan eksternal terhadap lembaga penegak hukum agar tidak
sewenang-wenang dalam menjalankan tugas. Selain itu, dibentuk pula Ombudsman RI (ORI)
mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik oleh lembaga penegak hukum maupun lembaga
pengawas.

Seminar tersebut menghadirkan para narasumber perempuan yang memiliki kontribusi secara
langsung dalam melakukan pengawasan terhadap lembaga penegak hukum di Indonesia. Keempat
narasumber, yaitu Sukma Violetta (KY), Erna Ratnaningsih (KKRI), Poengky Indarti (Kompolnas), Ninik
Rahayu (ORI) dan dimoderatori oleh Fessy Alwi yang dihadiri oleh perwakilan perempuan dari
kementerian/lembaga, Kaukus Perempuan Parlemen RI (KPP-RI), Kaukus Perempuan Politik
Indonesia (KPPI) dan Maju Perempuan Indonesia (MPI), LSM, akademisi, wartawan, dan lainnya.
Selain Seminar, pada kesempatan tersebut dilakukan pula pembacaan Deklarasi Perempuan
Indonesia oleh Erna Ratnaningsih (KKRI) yang berkomitmen:

1. Melakukan penguatan kapasitas dan kompetensi perempuan melalui peningkatan pengetahuan


dan wawasan antara lain di bidang hukum dan kebijakan publik yang dilakukan secara
berkesinambungan, terencana, terarah dan terukur

2. Mendorong perubahan kebijakan nasional, regional dan lokal untuk pembangunan nasional
berkelanjutan yang berbasiskan kepada hak warga Negara berkeadilan social,ekonomi dan
lingkungan serta berkeadilan gender

3. Membangun dan memperkuat kerjasama dengan jaringan atau gerakan perempuan di Indonesia
untuk mendorong partisipasi perempuan di segala bidang

4. Berperan aktif dan konsisten dalam mengimplementasikan hukum yang berkeadilan serta
menguatkan system pengawasan terhadap aparat atau lembaga penegak hukum

5. Mendorong sinergitas antar lembaga pengawas, lembaga aparat penegak hukum dalam rangka
menjamin terciptanya penegakan hukum yang adil dan objektif

6. Mendorong penyelesaian laporan masyarakat secara cepat, transparan dan berkualitas khususnya
kasus-kasus yang melibatkan perempuan

7. Mendorong pemberdayaan perempuan dalam segala aspek penyelenggaraan wewenang tugas


dan fungsi masing-masing lembaga atau institusi dari berbagai sumber.

Website: https://komisi-kejaksaan.go.id/peran-perempuan-sebagai-pengawas-terhadap-lembaga-
atau-aparat-penegak-hukum-aph/

Analisa:

Komnas HAM: Temukan Fakta Ada Tindakan Kekerasan Terhadap Warga Desa Wadas

komisioner komnas HAM sangat baik dalam melakukan tugas nya dengan terjun langsung setelah
mendapati kabar bahwa adanya tindakan kekerasan terhadap warga desa Wadas oleh aparat
kepolisian lalu menemukan fakta kekerasan seperti dalam atikel bahwa Komnas HAM "Mendapati
informasi beberapa warga belum pulang ke rumah masing-masing karena masih merasa ketakutan,"
tulis Beka dalam keterangannya, Sabtu (12/2/2022). dan banyak warga dewasa maupun anak-anak
mengalami trauma hingga kerenggangan hubungan sosial antar warga. Ini mencerminkan bahwa
aparat kepolisian salah dalam melakukan tugasnya karena Tugas pokok Kepolisian Negara Republik
Indonesia adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dan memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
PERAN PEREMPUAN SEBAGAI PENGAWAS TERHADAP LEMBAGA ATAU APARAT PENEGAK HUKUM
(APH).

Dalam artikel tersebut terlihat bahwa Perempuan Indonesia memegang peran signifikan dalam
setiap tahapan penyelenggaraan negara, yaitu sejak tahapan pembentukan undang-undang (UU),
implementasi UU, maupun pengawasan terhadap pelaksanaan UU.

Ini sebagai bentuk motivasi dan wawasan terhadap kaum perempuan di Indonesia bahwa
perempuan pun bisa berperan penting dalam lembaga atau aparat penegak hukum.

Website dari keterangan dibawah: https://ijrs.or.id/perempuan-dan-anak-masih-kesulitan-ketika-


berurusan-dengan-hukum-pedoman-baru-bagi-jaksa-bisa-membantu/

karena tidak jarang ada pernyataan sinis dari kalangan masyarakat yang menganggap bahwa
perempuan selalu ingin diistimewakan dan mendapatkan perlakuan khusus

Dalam berbagai kasus kekerasan seksual, sebagian besar korban tidak mendapatkan penyelesaian
kasus. Kasus justru diselesaikan dengan cara pelaku membayar sejumlah uang kepada korban,
pelaku menikah dengan korban, atau pelaku membuat kesepakatan damai dengan korban.

Korban perempuan dan anak yang melaporkan kasus ke aparat penegak hukum dan menjalani
proses hukum justru menghadapi berbagai permasalahan dalam hal substansi hukum, struktur
hukum, dan budaya hukum.

Maka dibentuklah lembaga-lembaga kaum perempuan seperti dalam artikel yaitu Kaukus
Perempuan Parlemen RI (KPP-RI), Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) dan Maju.

Anda mungkin juga menyukai