Anda di halaman 1dari 6

BEKASI

Merdeka.com - Seorang pejabat Pemkot Bekasi, TR ditetapkan sebagai tersangka


oleh Kejaksaan Negeri Bekasi. Pejabat eselon setingkat Kabag itu diduga telah
melakukan tindak pidana korupsi pengadaan alat kesehatan dan ruang intermediate
di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bekasi senilai Rp 9 Miliar.
"Diduga ada penyimpangan. Dia (TR) adalah pejabat pembuat komitmen (PPK),"
kata Kasie Pidsus Kejaksaan Negeri Bekasi, Semeru, Selasa (02/04)

Menurut dia, penyimpangan itu terlihat setelah penyelidikan dan pengkajian dari tim
gabungan di internal Kejaksaan sejak awal Nopember 2012 lalu. "Anggaran ruang
Intermediate senilai Rp 7 miliar, dan alat kesehatan Rp 2 miliar. Secara sekilas ada
nilai yang janggal," jelasnya.

TR diduga telah melakukan penyimpangan dalam penyusunan harga perkiraan


sendiri (HPS). Dalam HPS itu, kata Semeru, tidak sesuai dengan prosedur, sehingga
TR diduga melakukan mark-up anggaran.

"Melihat ada dugaan HPS menyimpang dari prosedur, berindikasi begitu (mark up),"
ungkapnya.

Meski demikian, dia belum bisa menyebutkan kerugian negara akibat penyimpangan
anggaran itu. Kejari masih akan mengembangkan dengan menghadirkan Lembaga
Kebijakan Barang Jasa Pemerintah (LKPP), sehingga dapat diketahui kerugian
dalam pengadaan alat kesehatan dan ruang intermediate tersebut.

"LKPP tahu teknisnya, jadi rencananya kami akan menghadirkan. Jika sudah anti
dilanjutkan ke BPK. Sehingga nanti dapat diketahui kerugian Negara," ujarnya.

Dalam kasus itu sendiri, pihak Kejaksaan mengaku sudah memeriksa tersangka
sebanyak dua kali. Sementara itu, saksi yang sudah diperiksa di antaranya panitia,
pengguna anggaran, penyedia barang, dan pendukung dari rekanan atau pihak ke
tiga (lelang). [tyo]
(https://www.merdeka.com/peristiwa/korupsi-pengadaan-barang-di-rsud-pejabat-bekasi-jadi-
tersangka.html)

WARTA KOTA, BEKASI Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes)Kabupaten


Bekasi, Muharmansyah Boestari (MSB) ditetapkan sebagai tersangka oleh
Kejaksaan Negeri Cikarang, Senin (29/2) pagi.
Pria yang menjadi pucuk di sana hampir 10 tahun itu, tersangkut kasus
pengadaan alat penghancur limbah medis (incinerator) di 17 Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) yang tersebar diKabupaten Bekasi.
Adapun pengadaan alat itu melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Kabupaten Bekasi dengan nilai Rp 2 miliar.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Cikarang, Rudy
Pandjaitan mengatakan, sebelumnya MSB ditetapkan sebagai saksi.
Namun karena bukti mengarah ke MSB, maka pihak yang bersangkutan
ditetapkan sebagai tersangka.
"Penetapannya (tersangka) berdasarkan gelar perkara yang dilakukan
penyidik Kejari Cikarang, bahwa yang bersangkutan sebagai pengguna
anggaran dan menyetujui kegiatan yang diduga bermasalah tersebut," kata
Rudy, Senin (29/2).
Menurut dia, penetapan tersangka sudah sesuai dengan ketentuan dan alat
bukti hukum.
Selain keterangan para saksi-saksi, penyidik juga memperoleh surat-surat,
keterangan pihak ahli terkait mesin tersebut.
"Berdasarkan penghitungan dari BPKP, negara mengalami kerugian
mencapai Rp 1,8 miliar," jelas Rudy.
Meski ditetapkan sebagai sebagai tersangka, namun penyidik tidak menahan
MSB, karena penyidik menilai tersangkakooperatif dalam menjalani
pemeriksaan.

"Setelah penetapan ini, kami akan kembali memeriksa sejumlah saksi seperti
Kepala Puskesmas, Dinkes dan pihak ketiga selaku pelaksana proyek," ujar
Rudy.
Sebelum MSB ditetapkan sebagai tersangka, kata dia, penyidik terlebih
dahulu Kepala Sub Bagian (Kasubbag) PerencanaanDinas
Kesehatan Kabupaten Bekasi berinisial AM pada Jumat 6 November 2015
lalu.
AM kini ditahan di Lapas Bulak Kapal, Bekasi Timur, Kota Bekasi.

AM ditahan karena berperan dalam pengadaan 17 unit mesin incinerator pada


tahun 2013 lalu itu sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Sayangnya, satu unit alat senilai Rp 150 juta ini, tidak berfungsi dengan baik
atau tidak optimal.
Sementara itu, ketika dikonfirmasi Kadinkes Kabupaten BekasiMuharmansyah
Boestari mengaku, belum mengetahui dirinya ditetapkan sebagai tersangka.
Namun, pihaknya sudah menyiapkan tim pengacara untuk melakukan
pembelaan terkait kasus dugaan korupsi incinerator tersebut.
"Saya patuh terhadap hukum dan akan menghadapinya," ujarnya.
Tersangka MSB disangka melanggar Pasal 2 ayat 1, Undang-Undang (UU) RI
Nomor 31 Tahun 2009, sebagaimana diubah dan ditambah UU RI Nomor 20
Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 2009 mengenai
tindak pidana korupsi (Tipikor), subsider pasal 3, Junto (Jo) pasal 16 dengan
ancaman maksimal 20 tahun penjara.

(http://wartakota.tribunnews.com/2016/02/29/kadinkes-kabupaten-bekasi-tersangka-pengadaan-
incinerator?page=2)

Posted on 15/01/2017 by admin

Bekasi, Bintang Media

Proyek pengadaan barang selama ini menjadi ajang empuk dan ladang korupsi.
Walaupun telah diatur dengan peraturan pemerintah yang beberapa kali mengalami
perubahan namun tidak mengurungkan niat berbagai pihak mengambil keuntungan
besar dalam proyek pengadaan barang pemerintah.
Mulai tahun 2012, semua PPK (pejabat pembuat komitmen) harus memiliki sertifikat
pengadaan barang dan jasa yang dikeluarkan oleh LKPP (lembaga kebijakan
pengadaan barang/jasa pemerintah). Hal ini mengisyaratkan bahwa setiap PPK
semestinya paham benar apa tugas dan fungsinya dalam pengadaan barang. Sehingga
tidak ada alasan untuk setiap PPK menghindar dari hak dan kewajibannya.

Dalam Peraturan Pemerintah (perpres) No. 54 tahun 2010, yang diperbarui dengan
Perpres No. 70 tahun 2012 dan Perpres No. 4 tahun 2015, dalam Pasal 1 ayat 7 jelas
disebutkan bahwa yang bertanggung jawab dalam pengadaan barang dan jasa adalah
PPK. Ayat ini menegaskan bahwa PPK tidak dapat menghindar bila dikemudian hari
diketahui bahwa paket pekerjaan yang ditanganinya bermasalah.

Seperti yang telah disajikan Bintang pada edisi sebelumnya yang bertajuk,
WowAkibat Gagal Paham, Disdik Kota Bekasi Hamburkan Anggaran Untuk
Barang-barang Tua, pihak-pihak yang berwenang dalam penyelidikan dan penyidikan
harus meminta pertanggung jawaban PPK kegiatan tersebut.

Untuk diketahui, Dinas Pendidikan (disdik) kota Bekasi pada tahun anggaran 2016 lalu
menganggarkan puluhan miliar dana yang bersumber dari APBD murni dalam
pengadaan barang yang seyogyanya diperuntukkan bagi peningkatan mutu. Di bidang
pendidikan dasar saja tercatat ada 11 kegiatan pengadaan barang yang total
anggarannya lebih dari 12 miliar rupiah. Belum lagi di bidang pendidikan menengah,
bina program, bagian umum dan belanja sekolah melalui e-katalog.

11 kegiatan di bidang dikdas menjadi sorotan banyak pihak karena PPK kegiatan
tersebut, M. Jarnuji, MMPd, diduga melakukan tindak pidana persekongkolan dan
menghambur-hamburkan anggaran untuk belanja barang-barang yang sudah tua dan
usang dengan pagu anggaran dan HPS yang sangat tinggi sehingga merugikan
keuangan negara (korupsired).

PPK itu sudah tersertifikasi, jadi dia harus bisa bikin HPS, karena itu adalah tugas
utamanya. Kalau PPK tidak bisa bikin HPS dan menyerahkan pembuatan HPS ke pihak
ketiga itu sudah gak benar, jelas Lamhot Capah, penggiat anti korupsi di kota Bekasi.

Apalagi bila ternyata diketahui bahwa ada barang-barang yang dikirim ke sekolah
adalah barang elektronik yang umurnya sudah lebih dari 2 tahun, PPK dalam hal ini, M.
Jarnuji, harus bertanggung jawab.
Saya merasa ini bukan karena gagal paham. Ini kesengajaan. Karena dalam RAB,
hanya bicara spek (spesifikasi barang) dan tidak menyertakan tahun produksi. Berdasar
alasan itulah, baik PPK dan pihak ketiga bermain. Tapi mereka lupa, dalam pasal 66
perpres 54/2010 jelas diatur bahwa PPK harus menyusun harga barang terkini, tambah
Lamhot.

Selain mengirimkan barang-barang elektronik yang sudah tua, Dinas Pendidikan juga
mengguyur sekolah dengan berbagai judul buku jenis ensiklopedia terbitan tahun 2007
dan 2009 dari satu penerbit tertentu.

Dinas pendidikan kota Bekasi telah melakukan pembodohan. Buku-buku ensiklopedia


itu tujuannya apa? Untuk pengayaan khan. Tapi yang diperkaya itu apa? Sekarang
sudah banyak informasi yang kita peroleh dari internet. Jutaan informasi dapat kita
peroleh hanya dengan membuka internet. Jadi pengadaan ensiklopedia itu hanya
membuang-buang anggaran dan memperkaya penerbit dan pihak ketiga. Apalagi
sekarang sudah ada perpustakaan dijital (digital library). Jadi kalau pengayaan
tujuannya, tinggal beli paten buku tersebut, lalu buka akses seluas-luasnya para siswa
untuk membaca buku tersebut. Simpel kan, tegas Lamhot Capah geram.

Dari keterangan-yang dipaparkan, patut diduga PPK, panitia lelang, pihak ketiga telah
melakukan persekongkolan, mark up anggaran dan monopoli. Tiga hal yang sangat
tidak diperkenankan bila mengacu pada peraturan tentang pengadaan barang.

Kami akan menindak lanjuti semua pengadaan di dinas pendidikan kota Bekasi tahun
anggaran 2016 ini. Karena kami memiliki banyak bukti kalau Disdik Kota Bekasi telah
melanggar Undang-undang No. 5 tahun 1999, Undang-undang No. 28 tahun 1999,
Undang-undang No. 20 tahun 2001. Selain itu, PPK juga patut diduga telah melakukan
tindak pidana korupsi secara sistematis. Untuk itu, kami mendorong pihak kepolisian
dan kejaksaan untuk mengusut tuntas indikasi korupsi di dinas pendidikan tahun
anggaran 2016 kemarin, seru Capah. (Red)

(http://www.bintangmedia.id/korupsi-pengadaan-barang-dan-jasa-di-dinas-pendidikan-kota-bekasi/

Yusril Ihza Mahendra harus menelan kekalahan saat membela terpidana korupsi
Serius Taurus Nababan. Pembelaan Yusril dalam kasus korupsi di Kabupaten
Bekasi itu kandas di tingkat Peninjauan Kembali (PK).
Kasus bermula saat Pemda Kabupaten Bekasi melakukan lelang pengadaan barang
gedung arsip pada 2005 silam. Dalam anggaran itu, Pemda mengajukan pagu
anggaran sebesar Rp 5 miliar dan peserta lelang diikuti 13 perusahaan.

Dalam lelang ini muncul lah nama Serius Taurus Nababan yang menghubungkan
peserta lelang dengan pihak Pemda. Sebagai imbal baliknya, Serius lalu tiba-tiba
ditunjuk menjadi kepala cabang pemenang lelang, yaitu PT Monteleo Perkasa.

Nah, dalam proses tersebut terjadilah pat gulipat sehingga negara merugi. Menurut
BPKP Perwakilan Jawa Barat, proyek tersebut merugikan negara Rp 194 juta.

Atas perbuatannya, Serius pun dimejahijaukan. Pada 29 Januari 2013, Pengadilan


Tipikor menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun penjara kepada Serius. Vonis
ini diperberat menjadi 3 tahun oleh Pengadilan Tinggi (PT) Bandung.

Tidak terima, Serius pun kasasi tapi kandas. Majelis kasasi yang terdiri dari Artidjo
Alkostar dengan hakim anggota MS Lumme dan Leopold Luhut Hutagalung
menguatkan vonis itu pada 19 September 2013.

Atas hukuman itu, Serius meminta bantuan mantan Menteri Sekretaris Negara
(Mensesneg) Yusril Ihza Mahendra untuk menolongnya lepas dari jeratan penjara.
Apa daya, usaha Yusril kandas.

"Menolak PK dari kuasa pemohon Prof Dr Yusril Ihza Mahendra SH MSc atas
termohon/terdakwa Serius Taurus Nababan ST," demikian lansir panitera MA dalam
websitenya, Senin (15/9/2014).

Perkara nomor 105 PK/Pid.Sus/2014 itu diketok pada 3 September 2014 lalu. Duduk
sebagai ketua majelis Zaharuddin Utama dengan anggota Syamsul Rakan Chaniago
dan Suhadi.

Sebelumnya, Yusril juga kalah membela terdakwa korupsi mantan Kepala Dinas
PU Deliserdang, Faisal. Saat di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Faisal dihukum 1,5
tahun penjara. Tapi oleh Pengadilan Tinggi (PT) Medan, hukuman Faisal dinaikan
menjadi 12 tahun penjara.

(http://news.detik.com/berita/2690488/bela-terpidana-korupsi-yusril-kalah-di-tingkat-
pk)

Anda mungkin juga menyukai