Anda di halaman 1dari 21

PERTANGGUNGJAWABAN DAN UPAYA PENGEMBALIAN KERUGIAN

KEUANGAN NEGARA DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT


BERBAGAI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester


Tugas Hukum Keuangan Publik

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Sudarsono, S.H., M.S

Disusun Oleh:

Muhammad Nizar Zulmi 226010100111017


Nuri Vina Mawaddah 226010100111055

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
MALANG

2023
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis laporan tahunannya hasil pengamatan tren
penindakan perkara tindak pidana korupsi (tipikor) pada tahun 2022 yang ditangani oleh tiga
lembaga penegak hukum, yakni Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Kepolisian Republik
Indonesia, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ICW menyoroti kinerja masing-masing
lembaga penegak hukum dalam menindak kasus korupsi dengan total kerugian negara sebesar
Rp42,747 triliun. Dalam pengamatannya, ICW menjabarkan temuan umum mengenai
penindakan tipikor pada tahun 2022 yang mencapai 597 perkara dengan 1.396 tersangka
pelaku korupsi. Adapun rincian kasus korupsi mencakup kasus suap dengan besaran Rp693
miliar, pungutan liar Rp11,9 miliar, dan pencucian uang Rp955 miliar. Berdasarkan tiga lembaga
penegak hukum tersebut, Kejaksaan Agung menjadi institusi yang menangani kasus korupsi
dengan nilai kerugian terbesar, yaitu mencapai Rp39 triliun lebih dari total 405 perkara dengan
tersangka mencapai 909 orang. Sedangkan KPK menyelesaikan perkara sebanyak 36 kasus
dengan 150 tersangka dan kerugian negara sebesar Rp2,2 triliun. Lalu, Polri telah memeriksa
sebanyak 138 kasus korupsi dengan total 307 tersangka dan kerugian negara mencapai Rp 1,3
triliun.1
Lembaga Survei Indonesia merilis hasil survei pada bulan Januari hingga Februari 2023
tentang adanya tren peningkatan kepercayaan terhadap aparat penegak hukum. Diketahui,
Kejaksaan merupakan lembaga yang paling dipercaya dalam proses penegakan hukum dengan
total responden sebesar 72%. Adapun rincian angkanya sebesar 11% sangat yakin dan 61%
percaya. Tentu saja, adanya peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak
hukum harus terus dibarengi dengan peningkatan kinerja aparat penegak hukum agar
pemerintah dapat melakukan penegakan hukum dan menggerakkan perekonomian yang lebih
bersih.2
Berbicara mengenai korupsi, alangkah baiknya memahami dulu mengenai pengertian
korupsi. Korupsi dalam bahasa Latin disebut “ corruptio”, dan dalam bahasa Belanda disebut
corruptie, sedangkan istilah korupsi dalam bahasa Indonesia merujuk pada bahasa Belanda. 3

1 Nienda Farras Athifah, Data ICW 2022: Kerugian Negara Akibat Korupsi Capai Rp42,727 T ( online),
https://www.metrotvnews.com/play/NP6CZ1EX-data-icw-2022-kerugian-negara-akibat-korupsi-capai-rp42-727-t, 1
November 2023.
2 Ibid.
3 Andi Hamzah, Korupsi di Indonesia dan Pemecahannya, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1991, hlm. 7
1
Terjemahan Webster’s Student Dictionary, menyebut istilah korupsi sebagai “corruptus” yang
mempunyai konotasi tindakan negatif, tidak bermoral atau penyimpangan dari norma-norma
yang berlaku saat ini. Selanjutnya, pengertian korupsi menurut Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) yang merupakan kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak
bermoral, penyimpangan dari kesucian.4 Secara umum, tindakan korupsi merupakan
penyalahgunaan jabatan resmi yang bertujuan untuk keuntungan pribadi. Pada kenyataannya,
tingkat keparahan pelanggaran korupsi sangat bervariasi, mulai dari pelanggaran ringan seperti
penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima bantuan, hingga
pelanggaran korupsi yang lebih serius, dan lain-lain. Dengan melihat beberapa definisi korupsi
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan praktik jahat yang dapat merugikan
negara dan masyarakat secara luas.
Praktik korupsi masih terus terjadi di kalangan aparatur sipil negara sebagai organ
penyelenggara negara. Hal ini terbukti dengan tidak berkurangnya jumlah kasus korupsi yang
ditangani oleh pengadilan. Krisis kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan sebagai
lembaga yang bertanggung jawab dalam memberikan putusan perkara tindak pidana korupsi
juga masih belum terselesaikan karena masih terdapat disparitas putusan hakim dalam perkara
korupsi. Untuk mengadili suatu perkara tindak pidana korupsi, maka harus melalui beberapa
tahapan proses persidangan. Pembuktian merupakan salah satu tahapan penting dalam
persidangan.
Salah satu lembaga ahli yang bisa dihadirkan untuk membuktikan suatu perkara pidana
korupsi adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK bisa menentukan apakah ada kerugian
keuangan negara dalam suatu kasus tindak pidana korupsi. 5 Selain Badan Pemeriksa Keuangan,
dengan terbentuknya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Maka
keberadaan BPK saat ini tidak lagi menjadi lembaga satu-satunya dalam melaksanakan
pemeriksaan keuangan negara. Hal ini karena tanggung jawab pelayanan dan fungsi BPKP
serupa dengan BPK. Pembentukan BPKP mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60
Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang realisasinya terlihat saat
terbentuknya Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan

4 Zeni Zaenal Mutaqin (Ed.), Pengetahuan Dasar Antikorupsi dan Integritas, CV. Media Sains Indonesia,
Bandung, 2022, hlm. 22.
5 Kurnia Siwi Hastuti, Pembaharuan Hukum Pedoman Pemidanaan terhadap Disparitas Putusan
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Akibat Tindak Pidana Korupsi, Indonesian Journal of Criminal
Law and Criminology (IJCLC), Vol. 2, No. 2, Juli 2021, hlm. 93.
2
Keuangan dan Pembangunan. Sehingga menjadikan BPKP sebagai bagian dari Aparat
Pengawasan Intern Utama pemerintah (APIP) yang memiliki tugas yang serupa dengan BPK.
Adapun tugas tersebut adalah menghitung besarnya kerugian keuangan negara, namun hanya
dalam konteks lingkungan internal pemerintah saja. 6
Kemudian, selain BPK dan BPKP yang memiliki wewenang untuk mengaudit kerugian
keuangan negara, sebenarnya hakim juga dapat menentukan sendiri kerugian keuangan
negara. Dalam Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung (SE KMA) Nomor 4 Tahun 2016 tentang
Pelaksanaan Pembinaan Hasil Sidang Paripurna Lembaga Mahkamah Agung Tahun 2016
sebagai pedoman pelaksanaan bagi pengadilan ditegaskan bahwa dalam hal tertentu hakim
berdasarkan fakta pada saat persidangan dapat menilai adanya kerugian negara dan besaran
kerugian negara. Tahap persidangan diakhiri dengan pembacaan putusan. Hakim yang
memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana korupsi berhak mengambil keputusan
mengenai perbuatan terdakwa yang merugikan keuangan negara. Namun, putusan pengadilan
dalam kasus korupsi tidak bisa serta merta mengembalikan kerugian keuangan negara.
Penaksiran besaran kerugian merupakan hal yang penting dalam pembuktian perkara korupsi di
pengadilan. Pemulihan kerugian keuangan negara melalui pengembalian harta kekayaan atau
aset dapat dilakukan manakala putusan yang diambil berdasarkan jumlah uang yang
digelapkan.
Salah satu contoh praktik korupsi yang masih terjadi di kalangan aparatur sipil negara
yaitu tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Johnny Gerard Plate yang menjabat sebagai
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo). Jaksa menilai Johnny telah
menyelewengkan uang Rp17 miliar dari anggaran proyek menara ( Base Transceiver Station)
BTS 4G di BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Politikus Partai
Nasional Demokrat ini didakwa Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU PTPK) juncto Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP. Jaksa Penuntut Umum mengatakan Johnny bersama terdakwa lain
merugikan keuangan atau perekonomian negara sebesar Rp8 triliun. Nilai ini diperoleh dari
Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana
Korupsi Penyediaan Infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan Infrastruktur

6 I Made Fajar Pradnyana, I Wayan Parsa, Kewenangan BPK dan BPKP dalam Menentukan Kerugian
Keuangan Negara pada Perkara Korupsi, Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), Vol.
10, No. 2, Juli 2021, hlm. 345.
3
Pendukung Paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika periode
tahun 2020-2022. Audit terhadap proyek BAKTI ini dilakukan oleh Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada 6 April 2023. Kejaksaan Agung mulai mengusut
dugaan korupsi proyek menara BTS ini pada Juni 2022. Jaksa menduga nilai proyek yang
digarap tiga konsorsium itu digelembungkan lantaran proyek tidak merujuk perkiraan harga
barang di pasar. Pemerintah telah menggelontorkan anggaran Rp10,8 triliun untuk
pembangunan 4.200 menara sepanjang 2021-2023, namun baru ratusan menara BTS yang
beroperasi.7
Sebagai informasi, jumlah tersangka kasus korupsi BTS Kominfo saat ini diketahui sudah
13 orang. Berikut ini daftar tersangka kasus korupsi BTS 4G: 8 1). Anang Achmad Latif selaku
Direktur Utama Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2). Galumbang Menak selaku
Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, 3). Yohan Suryanto selaku Tenaga Ahli Human
Development Universitas Indonesia Tahun 2020, 4). Mukti Ali selaku Account Director of
Integrated Account Department PT Huawei Tech Investment, 5). Irwan Hermawan selaku
Komisaris PT Solitech Media Sinergy, 6). Johnny G Plate selaku Menkominfo, 7). Windi Purnama
selaku orang kepercayaan Tersangka Irwan Hermawan, 8). M Yusriski selaku Dirut PT Basis
Utama Prima, 9). Jemmy Sutjiawan alias JS selaku Dirut PT Sansaine, 10). Elvano Hatorangan
alias EH selaku pejabat PPK Bakti Kominfo, 11). Muhammad Feriandi Mirza alias MFM selaku
Kepala Divisi Lastmile dan Backhaul Bakti Kominfo, 12). Walbertus Natalius Wisang selaku
Tenaga Ahli Kominfo, 13). Edward Hutahaean selaku Komisaris Utama PT Laman Tekno Digital,
14). Sadikin Rusli selaku pihak swasta, 15). Muhammad Amar Khoerul selaku Kepala Human
Development UI, dan 16). Achasanul Qosasi sebagai tersangka pengadaan menara BTS 4G
Kominfo.
Menkominfo bersama 15 (lima belas) orang terdakwa lain telah merugikan keuangan
atau perekonomian negara dalam perkara tindak pidana korupsi proyek BTS 4G Kemenkominfo.
Merujuk pada buku karya Adrian Sutedi yang berjudul Hukum Keuangan Negara mendefinisikan
keuangan negara dalam arti luas yang meliputi APBN, APBD, keuangan negara pada
perusahaan jawatan, perusahaan umum, dan sebagainya. Sedangkan definisi keuangan negara

7 Linda Novi Trianita, Kronologi Pemberian Jatah Rp 500 Juta per Bulan untuk Johnny Plate,
https://nasional.tempo.co/read/1742232/kronologi-pemberian-jatah-rp-500-juta-per-bulan-untuk-johnny-plate, 1
November 2023.
8 Anonim, Daftar 16 Tersangka Perkara Korupsi Proyek BTS BAKTI Kominfo (online),
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20231103162739-12-1019733/daftar-16-tersangka-perkara-korupsi-proyek-
bts-bakti-kominfo/2, (4 November 2023).
4
dalam arti sempit, hanya meliputi setiap badan hukum yang berwenang mengelola dan
mempertanggungjawabkannya.9
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menguraikan
upaya pertanggungjawaban dan pengembalian kerugian keuangan negara terhadap menteri
yang melakukan tindak pidana korupsi. Tulisan ini akan dianalisis menurut perspektif teori
pertanggungjawaban, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis merumuskan dua rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pertanggungjawaban menteri yang melakukan tindak pidana korupsi
menurut perspektif Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara?
2. Bagaimana upaya pengembalian kerugian keuangan negara oleh menteri yang
melakukan tindak pidana korupsi menurut perspektif Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya pertanggungjawaban menteri yang
melakukan tindak pidana korupsi menurut perspektif Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara;
2. Untuk mengidentifikasi upaya pengembalian kerugian keuangan negara oleh menteri
yang melakukan tindak pidana korupsi menurut perspektif Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2. PEMBAHASAN

9 Adrian Sutedi, Hukum Keuangan Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 10.

5
1. Pertanggungjawaban Menteri yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi menurut
Perspektif Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

Indonesia berdasarkan UUD 1945 menganut paham negara hukum kesejahteraan. 10


Bagir Manan mengatakan bahwa konsep negara hukum kesejahteraan adalah “Negara atau
pemerintah tidak semata-mata sebagai penjaga keamanan atau ketertiban masyarakat, tetapi
pemikul utama tanggung jawab mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan umum, dan
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.11 Karena itu, pejabat tata usaha negara dalam
bertindak di samping berdasarkan ketentuan hukum (peraturan perundang-undangan),
juga harus bertindak berdasarkan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik. Apabila kedua
hal itu disimpangi, keputusan tata usaha negara itu batal dan/atau harus dibatalkan. Apalagi
tindakan pejabat yang menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan keuangan negara.
Dalam hal ini tindak pidana adalah rumusan tentang perbuatan yang dilarang dalam
peraturan perundang-undangan yang disertai ancaman suatu pidana terhadap subjek yang
melakukan perbuatan yang dilarang tersebut. 12 Apabila istilah tersebut digabungkan dengan
kata korupsi akan menjadi tindak pidana korupsi yang populer didefinisikan sebagai
penyalahgunaan kekuasaan (publik) untuk keuntungan pribadi atau golongan. 13 Dalam
perkembangannya terdapat penekanan bahwa korupsi adalah tindakan penyalahgunaan
kekuasaan (abuse of power) atau kedudukan publik untuk kepentingan pribadi. Berikutnya,
Huntington menyebutkan bahwa korupsi adalah perilaku menyimpang dari public official atau
pegawai negeri dari norma-norma yang diterima dan dianut oleh masyarakat dengan tujuan
untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi. 14
Tindakan korupsi yang dilakukan oleh menteri atau pejabat negara mengakibatkan
ketimpangan tingkat kesejahteraan antara pelaku tindak pidana korupsi dan masyarakat luas
karena uang yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan umum tersebut malah dikorupsi.
10 Marojahan JS Panjaitan, Penyelesaian Penyalahgunaan Wewenang yang Menimbulkan Kerugian
Keuangan Negara Menurut Hukum Administrasi Pemerintahan, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, No. 3, Vol. 2,
2017: 431-447.
11 Bagir Manan, Politik Peraturan Perundang-Undangan dalam Rangka Mengantisipasi Liberalisme
Perekonomian, FH UNILA, Bandar Lampung, 1996, hlm. 9.
12 Adami Chanawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang,
2014, hlm. 19.
13 Purwaning M. Yanuar, Pengembalian Aset Hasil Korupsi, P.T. Alumni, Bandung, 2007, hlm. 37
14 Chaerudin dkk, Strategi Pencegahan dan Penegakan Tindak Pidana Korupsi, PT Refika Adithama,
Bandung, 2009, hlm. 2-3.
6
Hal tersebut merugikan keuangan negara karena aset negara yang seharusnya digunakan
untuk pembangunan berkelanjutan guna kesejahteraan rakyat dikorupsi. Merugikan keuangan
negara merupakan salah satu unsur untuk dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan tindak
pidana korupsi sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perkembangan dalam penerapan pertanggungjawaban
atas tindak pidana korupsi yang dapat merugikan keuangan negara tidak lepas dari peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan keuangan negara. Pengertian keuangan negara
memang tersebar dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang ada. Selain ketentuan
dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001,
terdapat juga di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
A. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(selanjutnya disebut UU Keuangan Negara) menyatakan bahwa keuangan Negara adalah
semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik
berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara
disebutkan dalam Pasal 6 ayat (1) bahwa presiden selaku kepala pemerintahan memegang
kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan, dan
pasal 6 ayat (2) huruf b dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna
anggaran/pengguna barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Selanjutnya Pasal
7 ayat (1) menyebutkan bahwa kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk
mencapai tujuan bernegara. Bahwa dalam rangka menyelenggarakan fungsi pemerintahan
untuk mencapai tujuan negara ini, maka disusunlah APBN dan APBD setiap tahun.
Terkait objek keuangan negara merujuk pada ketentuan Pasal 2 huruf b yaitu kewajiban
negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar
tagihan pihak ketiga. Inti dari rumusan pasal ini pada menyelenggarakan tugas layanan umum
dan membayar pihak ketiga. Pada bahasan kali ini memfokuskan kepada kewajiban negara
dalam memberikan pelayanan umum atau pelayanan publik untuk mencapai tujuan
mensejahterakan masyarakat.

7
Pelayanan umum atau pelayanan publik dalam Undang-Undang 25 Nomor Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi Pelayanan publik adalah
kegiatan/rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan
pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Dalam rangka menyelenggarakan tugas layanan umum dan mendukung good
governance, pengelolaan keuangan negara harus diselenggarakan secara profesional, terbuka,
dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-
Undang Dasar. Sesuai dengan amanat Pasal 23C Undang-Undang Dasar 1945, yang kemudian
dijabarkan ke dalam asas-asas umum, asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai
pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan
negara, antara lain:15
a. akuntabilitas berorientasi pada hasil;
b. profesionalitas;
c. proporsionalitas;
d. keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara;
e. pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
Dalam menggunakan keuangan negara untuk menyelenggarakan layanan publik harus
sesuai asas-asas tersebut. Selaras dengan itu, disebutkan juga dalam Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Pasal 4 yang mengemukakan pelayanan publik harus
didasarkan pada asas kepentingan umum. Dengan demikian, pejabat publik harus profesional
dalam menjalankan tugasnya dalam melayani masyarakat serta segala tindakan yang dilakukan
harus ditujukan untuk kepentingan umum dan tidak diskriminatif serta bukan untuk
kepentingan pribadi maupun golongan.
Pasal 34 ayat (1) UU Keuangan Negara menyebutkan menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan yang
telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam
dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang. Selanjutnya Pasal
35 ayat (1) Setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar
hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung atau tidak langsung yang merugikan
keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian dimaksud.
15 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
8
Dalam hal ini eks Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) yang melakukan
tindak korupsi atas penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan
infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika
Tahun 2020 sampai dengan 2022 menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dapat
mempertanggungjawabkan tindakannya sesuai dengan ketentuan Pasal 34 ayat (1) yang
diancam pidana penjara dan denda sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Undang-
undang tersebut merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tindakan korupsi yang dilakukan oleh Menkominfo
bertolak belakang dengan tugasnya dalam memberikan pelayanan publik tidak profesional serta
tidak memikirkan kesejahteraan masyarakat. Pejabat publik selain mengemban kewajiban
negara juga memiliki kewajiban antar masyarakat Indonesia yakni kewajiban moral atau
perintah bagi masyarakat yang bergabung dalam tujuan-tujuan hidup yang umum sesuai
cerminan dari nilai Pancasila. Contohnya adalah bertindak demi kesejahteraan umum, tidak
hanya bagi kepentingan eksklusif pribadi maupun golongan serta adil dalam memberikan hak
tiap masyarakat.
B. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(selanjutnya disebut UU Perbendaharaan Negara) memberikan pengertian Perbendaharaan
Negara, yaitu pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan
kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Selanjutnya ruang lingkup
perbendaharaan negara merujuk pada Pasal 2 huruf c yakni tentang pelaksanaan penerimaan
dan pengeluaran negara.
Pasal 4 ayat (2) menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna
barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya, berwenang:
a. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
b. menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Barang;
c. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara;
d. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang;
e. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja;
f. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah pembayaran;

9
g. menggunakan barang milik negara;
h. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik negara;
i. mengawasi pelaksanaan anggaran;
j. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan; kementerian negara / lembaga
yang dipimpinnya.
Lalu, pada Pasal 59 ayat (1) mengatur bahwa setiap kerugian negara/daerah yang
disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya Pasal 64 ayat (1) dan
(2) menyatakan bahwa Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat lain yang
telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenai sanksi administratif
dan/atau sanksi pidana. Dan putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi.
Dalam hal penggunaan anggaran penyediaan infrastruktur BTS 4G, Johnny Gerard Plate
selaku Menkominfo berwenang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran
anggaran belanja serta memiliki kuasa dalam mengawasi pelaksanaan anggaran. Selain itu,
Menkominfo menetapkan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI)
kementerian Kominfo sebagai instansi Pemerintah yang menerapkan pola pengelolaan
keuangan badan layanan umum yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pengelolaan
pembiayaan Kewajiban Pelayanan Universal dan penyediaan infrastruktur dan layanan
telekomunikasi dan informatika.
Berikutnya pada penjelasan Umum dijabarkan untuk menghindari terjadinya kerugian
keuangan negara/daerah akibat tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang, dalam
Undang-Undang Perbendaharaan Negara ini diatur ketentuan mengenai penyelesaian kerugian
negara/daerah. Oleh karena itu, tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus
diganti oleh pihak yang bersalah. Pengenaan ganti kerugian negara ditetapkan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) dan pejabat yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian
negara/daerah dapat dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana apabila terbukti
melakukan pelanggaran administratif dan/atau pidana. 16 Peran BPK sebagai Pembina
Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah diseburkan dalam Peraturan

16 Ariance Boboy, Saryono Yohanes, dan Aksi Sinurat, Kewenangan Badan Pengawasan Keuangan Dan
Pembangunan Menentukan Unsur Kerugian Negara Terhadap Tindak Pidana Korupsi, Sibatik Journal,
Volume 1, Issue 1, 2021, hlm. 7.
10
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah, hal itu
sejalan dengan aturan konstitusi Pasal 23 E UUD NRI 1945. 17
Roeslan Shaleh dalam Prayitno mengartikan tindak pidana adalah perbuatan yang
bertentangan dengan tata atau ketertiban yang dikehendaki oleh hukum. 18 Korupsi yang oleh
Mahatma Ghandi disebut sebagai bentuk pelanggaran terburuk, karena aset negara yang
seharusnya digunakan untuk pembangunan guna kesejahteraan rakyat dikorupsi untuk
kepentingan pribadi para pelaku tindak pidana korupsi. 19 Johnny yang telah ditetapkan sebagai
tersangka korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G telah merugikan negara sebesar 8,32
Triliun. Negara wajib dan bertanggungjawab untuk melindungi masyarakat dari tindak pidana
korupsi. Perlindungan tersebut tidak hanya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi, tetapi juga meliputi pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi untuk digunakan
bagi seluruh masyarakat. Dengan penyelesaian kerugian tersebut negara dapat dipulihkan dari
kerugian yang telah terjadi. Oleh karenanya, menurut perspektif UU Perbendaharaan Negara
tindakan melanggar hukum yang dilakukan eks Menkominfo dapat dipertanggungjawabkan
sesuai Pasal 59 ayat (1) UU Perbendaharaan Negara, yang menimbulkan kerugian negara
akibat perbuatannya bersama-sama dengan beberapa pejabat dan non-pejabat lainnya, dan
diselesaikan dengan ketentuan KUHP dan UU PTPK.

2. Upaya Pengembalian Kerugian Keuangan Negara oleh Menteri yang Melakukan


Tindak Pidana Korupsi menurut Perspektif Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Korupsi pada hakikatnya adalah suatu tindakan melawan hukum. Korupsi mempunyai
banyak dimensi, seperti korupsi selalu dikaitkan dengan sesuatu yang berhubungan dengan
birokrasi, kekuasaan, atau pemerintahan dalam hal politik. Kemudian dari segi hukum, perilaku
korupsi mempunyai ciri khas tersendiri dalam penelitian hukum pidana, atau bahkan dalam
penelitian hukum ketatanegaraan dan administrasi seringkali memunculkan istilah korupsi. Dari
sudut pandang ekonomi, korupsi dapat dikaitkan dengan pembangunan sosial yang tidak

17 Indra Yudha Koeswara, Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Potensi Kerugian Keuangan Negara, Jurnal
Ilmiah Hukum, Volume 4 Nomor 1, 2019, hlm. 59-60
18 Prayitno Iman Santosa, Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korupsi, P.T. Alumni, Bandung, 2015, hlm. 99.
19 Purwaning M. Yanuar, Op.cit., hlm. 51-53
11
sejalan dengan perencanaan pembangunan daerah, perencanaan perlindungan sosial, atau
perencanaan pembangunan nasional.20
Korupsi merupakan bagian dari hukum pidana khusus. Pada dasarnya peraturan terkait
tindak pidana korupsi memuat rincian khusus mengenai subjek, objek, penyimpangan hukum
formil dan materil, ketentuan mengenai alat bukti, dan penerapan penggunaan sanksi. Selain
itu diatur juga mengenai keberadaan lembaga yang bertanggung jawab dalam penegakan
korupsi. Korupsi bukanlah kejahatan baru di Indonesia. Menurut Mochtar Lubis dan James
Scoot, korupsi akan selalu ada dalam budaya sosial yang tidak membedakan secara jelas
kepemilikan pribadi dan kepemilikan publik. Secara khusus, penegakan hukum terhadap tindak
pidana korupsi seringkali menimbulkan permasalahan hukum, tidak hanya dalam konteks
penafsiran hukum tetapi juga dalam perkembangan norma hukum pidana, termasuk dalam
bentuk dan substansinya.21
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 ayat (1) menyatakan
bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu
milyar rupiah). Inti dari rumusan pasal ini adalah mencakup tiga hal, yaitu:
a. melawan hukum;
b. memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;
c. dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Penjelasan frasa “melawan hukum” pada Pasal 2 ayat (1) adalah mencakup perbuatan
melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan
tersebut tidak diatur dalam peraturan perudang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut
dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial
dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Dalam ketentuan ini, kata "dapat"
berdasarkan Putusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016 menyatakan kata "dapat" dalam Pasal 2 ayat

20 Mohamad Nur Kholiq dan Evan Samuel Grigorius, Pengambilalihan Piutang Milik Terpidana untuk
Menggantikan Kerugian Keuangan Negara pada Tindak Pidana Korupsi, Jurnal Legislatif, Vol. 4, No. 2,
2021.
21 ibid.
12
(1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pasal 3 Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling
sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah). Pasal 4 Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian
negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 dan Pasal 3. Pada Pasal 3 ini, unsur “melawan hukum” bukan sebagai bagian inti
(bestanddeel) delik, hal ini beralasan bahwa “menyalahgunakan kewenangan” berarti melawan
hukum.
Unsur selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak memuat penjelasan mengenai arti “memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi”. Namun, menurut pengertian Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kata “memperkaya” yang berarti menjadikan lebih kaya. Dengan demikian,
untuk dapat disebut “memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi” dalam Pasal
2 UU PTPK mensyaratkan harus memenuhi perolehan atau penambahan kekayaan harus nyata
ada.22
Pasal 2 ayat (1) UU PTPK mengandung tiga unsur yang perlu dijabarkan, yaitu:
a. kerugian negara;
b. keuangan negara;
c. perekonomian negara.
Kerugian negara yang dimaksud adalah menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara Pasal 1 angka 22 bahwa kerugian negara/daerah adalah
kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat
perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. Hal ini memiliki konsekuensi yaitu pelaku
22 Amiruddin, Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hlm. 154-155.
13
yang melakukan tindakan melanggar hukum dikenakan hukuman guna mengembalikan ganti
kerugian serta berpotensi dapat dipidana. 23 Adapun unsur keuangan negara adalah merujuk
pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yakni
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang,
serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik
negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Lebih spesifiknya pada
kasus korupsi yang dilakukan oleh Menkominfo relevan dengan Pasal 2 huruf b Undang-Undang
Keuangan Negara yaitu kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum
pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga.
Menurut Dian Puji Simatupang, keuangan negara adalah suatu pertanggungjawaban
Keuangan Negara yang harus dilakukan oleh pemerintah tidak saja mengenai APBN, tetapi
meliput APBD, keuangan unit usaha Negara dan pada hakekatnya seluruh kekayaan Negara. 24
Berikutnya, dalam UU PTPK telah memberikan penjelasan terkait definisi keuangan negara yaitu
seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan,
termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang
timbul karena:
a. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga
Negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah;
b. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan bertanggungjawaban Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang
menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga
berdasarkan perjanjian dengan Negara. Sedangkan yang dimaksud dengan
Perekonomian Negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha
bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri
yang didasarkan pada kebijakan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh
kehidupan rakyat.
Berikutnya, pengertian perekonomian negara juga telah dipaparkan pada penjelasan
umum UU PTPK yang mendefinisikan perekonomian negara sebagai kehidupan perekonomian
yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha
masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan Pemerintah, baik di tingkat pusat
maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang

23 Ibid., hlm. 156.


24 Gerry M.T, Paradigma Baru Pelaksanaan Investasi Pemerintah Pusat Dalam Perspektif Hukum
Keuangan Negara, Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan, Vol. 5, No. 2, Maret 2021.
14
bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan
rakyat. Dapat disimpulkan berdasarkan uraian tersebut, maka yang dimaksud kerugian
keuangan negara atau daerah merupakan akibat dari perbuatan melawan hukum sehingga
menimbulkan berkurangnya keuangan negara/daerah secara nyata dan pasti. 25
Johnny Gerard Plate selaku Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) yang
melakukan korupsi berdasarkan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Johnny
telah memenuhi unsur-unsur yang termuat pada Pasal 3 UU PTPK antara lain: bertujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain, menyalahgunakan kewenangan, dan sarana yang
ada padanya karena jabatan sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika yang telah merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Pasal selanjutnya yang didakwakan Jaksa Penuntut
Umum kepada Johnny yakni Pasal 18 UU PTPK yang berbunyi:
(1) Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana, sebagai pidana tambahan adalah :
a. perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang
tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana
korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi
dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut;
b. pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebayak-banyaknya sama dengan
harta benda yag diperoleh dari tindak pidana korupsi;
c. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu)
tahun;
d. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau
sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah
kepada terpidana.
(2) Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah

25 Ibid., hlm. 159.


15
memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan
dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
(3) Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar
uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, maka dipidana dengan
pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya
sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan lamanya pidana tersebut sudah
ditentukan dalam putusan pengadilan.
Selain mendapatkan dakwaan Pasal 3 dan Pasal 18 UU PTPK dari Jaksa Penuntut
Umum, Johnny juga mendapatkan dakwaan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang berbunyi
dipidana sebagai pelaku tindak pidana: mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan
turut serta melakukan perbuatan; mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu
dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman, penyesatan,
atau dengan memberi kesempatan, sarana, keterangan, atau sengaja menganjurkan orang lain
agar melakukan perbuatan. Unsur Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP mengatur bahwa pelaku tindak
pidana adalah orang yang melakukan tindak pidana ( pleger), memerintahkan dilakukannya
tindak pidana (doenplegen), dan ikut serta dalam tindak pidana itu ( medepleger). Hal ini telah
sesuai dengan fakta di persidangan bahwa Johnny tidak melakukan tindak pidana korupsi ini
sendirian. Namun, dilakukan secara bersama-sama dengan melibatkan banyak pihak termasuk
menyuruh lakukan seseorang dan turut serta melakukan tindak pidana seperti para petinggi
perusahaan pemenang tender barang, tenaga ahli human development, Direktur Utama Bakti
Kemenkominfo, Pejabat Pembuat Komitmen Kemenkominfo, dan tenaga ahli Kemenkominfo.
Bahwa dasar untuk menjatuhi seseorang yang melakukan tindak pidana adalah asas
hukum yang tidak tertulis. Asas tersebut adalah tidak ada hukuman jika tidak ada kesalahan. 26
Asas ini merupakan dasar mengenai pertanggungjawaban seseorang jika telah melakukan suatu
kesalahan, maka layak untuk mendapatkan hukuman. Korupsi termasuk dalam kategori tindak
pidana khusus sehingga ancaman pidananya bersifat kombinasi alternatif-kumulatif sesuai
dengan rumusan Pasal 3 UU PTPK yaitu pidana penjara dan pidana denda. Menurut P.A.F
Lamintang pidana penjara merupakan suatu bentuk pidana berupa pembatasan kebebasan
beraktivitas dari seseorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang atau terpidana
tersebut dalam sebuah lembaga pemasyarakatan. 27 Sedangkan pidana denda adalah pidana

26 Suyanto, Pengantar Hukum Pidana, Deepublish, Yogyakarta, 2018, hlm. 27.


16
dengan pembayaran ganti kerugian.28 Dengan demikian dalam kasus korupsi proyek menara
BTS 4G Kemenkominfo ini, hakim layak untuk menjatuhkan pidana kombinasi alternatif-
kumulatif kepada Menkominfo dan terdakwa lainnya berupa penjara dan denda sesuai dengan
ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
3. PENUTUP
Dalam perspektif Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, mantan Menteri
Komunikasi dan Informatika dinyatakan telah menyalahgunakan kewenangan yang
diamanatkan dalam Pasal 7 ayat (1) UU Keuangan Negara juncto Pasal 4 ayat (2) UU
Perbendaharaan Negara yang menyatakan bahwa menteri memiliki kekuasaan atas pengelolaan
keuangan negara yang digunakan untuk mencapai tujuan bernegara. Selain itu, mantan
menkominfo dianggap lalai dalam menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan
negara serta merugikan keuangan negara. Maka dapat dituntut berdasarkan Pasal 34 ayat (1),
Pasal 35 ayat (1) UU Keuangan Negara juncto Pasal 59 ayat (1) UU Perbendaharaan Negara
bahwa telah menimbulkan kerugian negara akibat perbuatannya yang dilakukan bersama-sama
dengan beberapa pejabat dan non-pejabat lainnya, dan diselesaikan dengan ketentuan KUHP
dan UU PTPK.
Kemudian, menurut perspektif Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Johnny G. Plate bersama 15 (lima belas) terdakwa
lainnya telah memenuhi unsur-unsur Pasal 3 yang bertujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain, menyalahgunakan kewenangan, sarana yang ada padanya karena jabatan sebagai
Menteri Komunikasi dan Informatika merugikan keuangan negara. Selain dituntut berdasarkan
Pasal 3 UU PTPK, para terdakwa juga dituntut berdasarkan Pasal 18 yang mengatur tentang
pidana tambahan. Tuntutan Jaksa selanjutnya berdasarkan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP bahwa
tindak pidana korupsi ini dilakukan secara bersama-sama dengan melibatkan banyak pihak
termasuk menyuruh lakukan seseorang dan turut serta melakukan tindak pidana seperti para
petinggi perusahaan pemenang tender barang, tenaga ahli human development, Direktur
Utama Bakti Kemenkominfo, Pejabat Pembuat Komitmen Kemenkominfo, dan tenaga ahli

27 Fitri Wahyuni, Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia, PT. Nusantara Persada Utama, Tangerang Selatan,
hlm. 147.
28 Ibid., hlm. 150.
17
Kemenkominfo. Dengan demikian, hakim layak untuk menjatuhkan pidana penjara dan pidana
denda kepada Menteri Komunikasi dan Informatika yang telah melakukan tindak pidana korupsi
proyek menara BTS 4G.

18
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Adami Chanawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia
Publishing, Malang, 2014.
Amiruddin, Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa, Genta Publishing, Yogyakarta,
2010.
Andi Hamzah, Korupsi di Indonesia dan Pemecahannya, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka
Utama, 1991.
Bagir Manan, Politik Peraturan Perundang-Undangan dalam Rangka Mengantisipasi
Liberalisme Perekonomian, FH UNILA, Bandar Lampung, 1996
Chaerudin dkk, Strategi Pencegahan dan Penegakan Tindak Pidana Korupsi, PT. Refika
Adithama, Bandung, 2009.
Fitri Wahyuni, Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia, PT. Nusantara Persada Utama,
Tangerang Selatan.
Purwaning M. Yanuar, Pengembalian Aset Hasil Korupsi, PT. Alumni, Bandung, 2007.
Prayitno Iman Santosa, Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korupsi, PT. Alumni,
Bandung, 2015.
Suyanto, Pengantar Hukum Pidana, Deepublish, Yogyakarta, 2018
Zeni Zaenal Mutaqin (Ed.), Pengetahuan Dasar Antikorupsi dan Integritas, CV. Media
Sains Indonesia, Bandung, 2022.
Jurnal
Adolop Seleky, Salmon Eliazer Marthen Nirahua, Patrick Corputty, Kewenangan Penetapan
Kerugian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi, Pattimura Legal
Jurnal, Volume 1, Nomor 1, 2022.
Ariance Boboy, Saryono Yohanes, dan Aksi Sinurat, KEWENANGAN BADAN PENGAWASAN
KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN MENENTUKAN UNSUR KERUGIAN
NEGARA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI, SIBATIK JOURNAL,
VOLUME 1, ISSUE 1, 2021.
Gerry M.T, Paradigma Baru Pelaksanaan Investasi Pemerintah Pusat Dalam
Perspektif Hukum Keuangan Negara, Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan, Vol.
5, No. 2, Maret 2021.
Indra Yudha Koswara, KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PERHITUNGAN
POTENSI KERUGIAN KEUANGAN NEGARA, Jurnal Ilmiah Hukum De’Jure:
Kajian Ilmiah Hukum, Volume 4, Nomor 1, 2019.
Marojahan JS Panjaitan, Penyelesaian Penyalahgunaan Wewenang yang Menimbulkan
Kerugian Keuangan Negara Menurut Hukum Administrasi Pemerintahan,
Jurnal Hukum Ius Quia Iustum No. 3 Vol. 2:431-447, 2017.
Mohamad Nur Kholiq dan Evan Samuel Grigorius, PENGAMBILALIHAN PIUTANG MILIK
TERPIDANA UNTUK MENGGANTIKAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA
PADA TINDAK PIDANA KORUPSI, Jurnal Legislatif, Vol. 4, No. 2, 2021.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4150)

19
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4150
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4150
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Tahun 112, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5038
Internet
Anonim, Daftar 16 Tersangka Perkara Korupsi Proyek BTS BAKTI Kominfo ( online),
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20231103162739-12-1019733/daftar-16-
tersangka-perkara-korupsi-proyek-bts-bakti-kominfo/2, (4 November 2023).
Nienda Farras Athifah, Data ICW 2022: Kerugian Negara Akibat Korupsi Capai Rp42,727 T
(online), https://www.metrotvnews.com/play/NP6CZ1EX-data-icw-2022-kerugian-
negara-akibat-korupsi-capai-rp42-727-t, 1 November 2023.

20

Anda mungkin juga menyukai