Penyelesaiannya
Semarang - Direktur sebuah perusahaan jasa transportasi, CV. Bumi Raya dihukum 7 bulan penjara dan
denda Rp 11,74 miliar terkait tindak pidana perpajakan. Terdakwa bernama Soetijono (64) itu
menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) masa pajak pertambahan nilai (PPN) dengan isi yang tidak
sesuai kenyataan.
Hukuman tersebut diketok majelis hakim yang diketuai hakim Moh. Zaenal Arifin di Pengadilan Negeri
Semarang, Rabu (9/11/2016). Hakim menilai Soetijono terbukti menyampaikan SPT masa PPN masa
pajak Januari-Desember 2007 dengan tidak benar.Perbuatan curang ini dilakukan Soetijono dengan
membuat faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi ekonomi yang sebenarnya. Selain itu
berdasarkan keterangan saksi dari pihak-pihak perusahaan, tidak ada yang melakukan transaksi jual beli
dengan CV Bumi Raya dalam perkara itu.
* Soetijono terbukti melakukan tindak pidana melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c jo pasal 43
Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah
diubah dengan UU RI Nomor 16 tahun 2000.Perbuatannya merugikan negara sebesar Rp 5,8 miliar.
Komentar :
Dalam kasus tersebut prinsip etika profesi yang dilanggar adalah tanggung jawab profesi. Kasus tersebut
dijadikan pelajaran untuk dikemudian hari agar pemilik perusahaan dan pemegang saham untuk lebih
selektif dan menggunakan pertimbangan dalam memilih pemimpin perusahaan atau direktur yang
memiliki integritas yang tinggi serta memliki komitmen yang teguh terhadap tanggung jawabnya, serta
memahami betul kewajiban perusahaan untuk melaporkan dan membayar kewajiban pajak yang
terhutang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Selain itu, direktur harus memilih petugas
pajak yang ahli dalam bidang perpajakan agar tidak melakukan kecurangan dalam pembuatan faktur
pajak yang sesuai berdasarkan transaksi ekonomi yang sebenarnya sehingga tidak melanggar prinsip
etika profesi yaitu kepentingan public dan objektivitas.
Penyelesaiannya
Auditor Ditangkap KPK, BPK Buka Peluang Audit Ulang Kemendes
Jakarta- Auditor BPK Ali Sadli (ALS) yang jadi tersangka kasus dugaan penerimaan suap pemberian opini
wajar tanpa pengecualian (WTP) di laporan keuangan Kementerian Desa Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) tahun anggaran 2016 keluar dari gedung Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK),
Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Bahrullah Akbar menyatakan ada kemungkinan pihaknya
mengaudit ulang untuk mengeluarkan pernyataan resmi terkait pengelolaan keuangan di Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).Hal itu disampaikan
Bahrullah saat ditanyai awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.KPK menemukan dugaan
korupsi dalam bentuk suap terkait pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) oleh BPK RI
terhadap Kemendes PDTT. Atas kasus ini, KPK menetapkan Irjen Kemendes Sugito, pejabat Eselon III
Kemendes Jarot Budi Prabowo, sebagai pihak pemberi suap ke pejabat BPK.
Keduanya disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1
KUHP.Sementara pihak yang diduga penerima suap yakni pejabat Eselon I BPK Rachmadi Saptogiri dan
Auditor BPK Ali Sadli dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Komentar :
Dalam konteks kasus tersebut, dapat dinyatakan bahwa tindakan kedua belah pihak sama- sama tidak
etis. Tidak etis seorang auditor menerima sejumlah uang sebagaimana terjadi pada kasus tersebut ,
dengan tujuan untuk mendapatkan status penilaian Wajar Tanpa Syarat (WTS). Dari sudut pandang etika
profesi baik auditor dari BPK dan pihak dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi (Kemendes PDTT) tampak tidak bertanggung jawab. Auditor BPK tidak memiliki integritas
yang baik karena seseorang auditor seharusnya memiliki jiwa independensi yang teguh. Dari pihak
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) pun sudah
melakukan hal yang sangat memalukan telah melakukan penyuapan agar lolos mendapatkan status
penilaian WTS.
Dalam kasus ini kembali lagi kepada tanggung jawab moral seorang auditor diseluruh Indonesia harus
sadar mempunyai kemampuan teknis bahwa betapa berat memgang amanah dari rakyat untuk
meyakinkan bahwa uang rakyat yang dikelola berbagai pihak telah digunakan sebagaimana mestinya
secara benar, akuntabel, dan transparan, maka semakin lengkap usaha untuk memberantas korupsi di
negeri ini.
II.10 Kasus Pelanggaran Etikas Profesi di Bidang Auditor Serta
Penyelesaiannya
Pulang dari Rumah Sakit, Akuntan Publik ini Ditahan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur
Surabaya - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur kembali menahan tersangka dugaan korupsi proyek
pengadaan dan distribusi logistik Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 di
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jatim, Selasa (10/5/2016).Penahanan Ahmad Sumaryono selaku akuntan
publik adalah yang paling terakhir dari 5 tersangka yang lebih dulu ditahan penyidik Pidsus
Kejati.Tersangka Sumaryono memenuhi panggilan penyidik setelah dinyatakan sehat setelah dirawat di
sebuah rumah sakit di Yogyakarta.Ia datang sekitar pukul 09.00 WIB dan ditahan penyidik sekitar pukul
15.00 WIB di Rutan Kelas I Medaeng.
Teman Sumaryono yang ditahan lebih dulu adalah Achmad Suhari, Bendahara KPU Jatim; Anton Yuliono,
PNS KPU Jatim; Nanang Subandi, rekanan swasta; dan Fahrudi, pegawai BUMN yang berperan sebagai
perantara.
Kasus ini diungkap kejaksaan sejak Januari lalu. Ditengarai para tersangka melakukan kegiatan
pengadaan dan distribusi fiktif pada Pemilu 2014 lalu untuk mencairkan anggaran negara. Uang itu
diduga dipakai kepentingan pribadi. Diperkirakan, negara dirugikan Rp12 miliar karena perbuatan
tersangka.Modus yang dilakukan oknum KPU yakni melaporkan adanya kegiatan cetak untuk keperluan
pemilihan, seperti Formulir C dan D, sekaligus distribusinya.
Kegiatan itu untuk mencairkan anggaran. Ternyata kegiatan yang dilakukan itu tidak ada atau fiktif.
Oknum KPU Jatim lantas mentransfer uang ke lima perusahaan yang digandeng untuk mencetak DPT.
Namun uang tersebut dikembalikan lagi ke oknum KPU itu.Dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK), pengadaan fiktif logistik Pemilu ini telah merugikan negara sebesar Rp 7 miliar.Dari audit BPK
membuat oknum pejabat KPU Jatim kelabakan.
Mereka harus mengembalikan kerugian negara itu ke kas negara, ternyata yang
dikembalikan/disetorkan baru Rp 600 juta.Kejari Surabaya yang memeriksa saat itu langsung
menetapkan lima tersangka pejabat penandaTangan surat perintah membayar (PPSPM) di KPU Jatim.
Komentar :
Terjadinya kasus akuntan ini dikarenakan adanya kecurangan dari pihak akuntan publik dan lemahnya
pengendalian internal dari pihak Pemerintah.Terdeteksinya kecurangan tersebut dapat dilihat pada
laporan adanya kegiatan cetak untuk keperluan pemilihan, seperti Formulir C dan D, sekaligus
distribusinya.Kegiatan itu untuk mencairkan anggaran. Ternyata kegiatan yang dilakukan itu tidak ada
atau fiktif.Untuk jenis kasus seperti ini dapat dihindari dengan cara pengendalian internal yang lebih
ketat serta apabila kasus seperti inisudah terlanjur terjadi maka sebaiknya berikan sanksi yang membuat
jera atas penyalahgunaan tersebut. Menetapkan lima tersangka pejabat penandaTangan surat perintah
membayar (PPSPM) di KPU Jatim.
Kasus pelanggaran etika profesi akuntan yang dilakukan oleh seorang
akuntan
Lalu dari mana SNP Finance memperoleh dana untuk mencukupi modal kerja yang
dibutuhkan? SNP Finance menghimpun dana melalui pinjaman Bank. Kredit yang diberikan
bank kepada SNP Finance terdiri dari dua jalur, yang pertama melalui joint financing, dimana
beberapa bank bergabung dan memberikan pinjaman, dan yang kedua adalah secara langsung,
dari sebuah bank kepada SNP Finance. Bank Mandiri tercatat sebagai pemberi pijaman terbesar
kepada SNP Finance. Bank-bank yang memberikan pinjaman tersebut adalah kreditor, mereka
punya kepentingan untuk mengetahui bagaimana dana yang mereka pinjamakan ke SNP Finance.
Apakah dana tersebut dikelola dengan benar, karena tentunya bank juga mengharapkan
keuntungan berupa bunga/interest, dan pengembalian pokok pinjaman. Dalam hal ini bank
bergantung pada informasi keuangan yang tertuang dalam laporan keuangan yang dibuat oleh
manajemen SNP Finance. Untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang disusun tersebut
terbebas dari kesalahan atau manipulasi, maka laporan keuangan tersebut diaudit. SNP Finance
menggunakan jasa Kantor Akuntan Publik (KAP) Deloitte Indonesia yang merupakan salah satu
Kantor Akuntan Publik (KAP) asing elit (disebut the Big Four) untuk mengaudit laporan
keuangannya.
Apa yang menjadi dasar dari OJK untuk pemberian sanksi tersebut? Bahwa AP Marlinna, AP
Merliyana Syamsul dan Deloitte telah melakukan pelanggaran berat yaitu melanggar POJK
Nomor 13/POJK.03/2017 tentang Penggunaan Jasa Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik.
Pertimbangannya antara lain adalah sebagai berikut: