Anda di halaman 1dari 8

Nama : Muhammad Dimas Rardiansyah

Tingkat : IIB D3 Keperawatan

NIM : PO71200190070

Analisi 5 kasus korupsi nasional dan 2 kasus korupsi dijambi

Dijambi :

1. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengembangkan penyidikan kasus


suap terkait pengesahan RAPBD Jambi tahun anggaran 2017."Saat ini benar
sedang dilakukan penyidikan oleh KPK dalam perkara pengembangan dugaan suap
pengesahan RAPBD Jambi tahun anggaran 2017," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri,
Sabtu (31/10/2020).Kendati telah memulai penyidikan, Ali mengaku tidak bisa
mengungkap nama-nama tersangka baru dalam kasus ini. Ia mengatakan, KPK
belum bisa memberi informasi lebih spesifik karena masih melakukan serangkaian
kegiatan penyidikan."Kebijakan pimpinan KPK saat ini adalah pengumuman
penetapan tersangka akan dilakukan bersamaan dengan penangkapan atau
penahanan para tersangka," kata Ali. Ali pun menjanjikan perkembangan
penanganan perkara ini akan disampaikan kepada publik secara transparan dan
akuntabel. KPK sebelumnya telah menetapkan enam tersangka terbaru dalam kasus
ini yakni tiga eks pimpinan DPRD yaitu Cornelis Buston, AR Syahbandar, dan
Chumaidi Zaidi. Kemudian, tiga mantan anggora DPRD Jambi yaitu Tadjudin Hasan,
Cekman, dan Parlagutan Nasution. Proses penyidikan keenam tersangka pun sudah
rampung dan kini sedang dalam proses penyusunan dakwaan. Penetapan keenam
tersangka di atas merupakan hasil pengembangan kasus dugaan suap terhadap
sejumlah anggota DPRD Jambi. Dalam kasus itu, KPK telah menjerat Zumi Zola dan
beberapa pejabat terkait. Para unsur Pimpinan DPRD Jambi diduga meminta uang
ketok palu, menagih kesiapan uang ketok palu, melakukan pertemuan untuk
membicarakan hal tersebut, meminta jatah proyek dan/atau menerima uang dalam
kisaran Rp 100 juta atau Rp 600 juta per orang. Sementara, para pimpinan fraksi dan
komisi di DPRD Jambi diduga mengumpulkan anggota fraksi untuk menentukan
sikap terkait dengan pengesahan RAPBD Jambi. Kemudian, membahas dan
menagih uang 'ketok palu', menerima uang untuk jatah fraksi sekitar dalam kisaran
Rp 400 juta hingga Rp 700 juta untuk setiap fraksi, dan/atau menerima uang untuk
perorangan dalam kisaran Rp 100 juta, Rp 140 juta, atau Rp 200 juta.
Analisa kasus :
Rentang tahun 2020
Jenis korupsi : suap menyuap
Tipe korupsi : suap menyuap
Modus korupsi : mark up anggaran
Upaya pemberantasan yang sudah dilakukan : KPK sebelumnya telah
menetapkan enam tersangka terbaru dalam kasus ini yakni tiga eks pimpinan
DPRD yaitu Cornelis Buston, AR Syahbandar, dan Chumaidi Zaidi.
Kemudian, tiga mantan anggora DPRD Jambi yaitu Tadjudin Hasan, Cekman,
dan Parlagutan Nasution. Proses penyidikan keenam tersangka pun sudah
rampung dan kini sedang dalam proses penyusunan dakwaan.

2. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa total hingga 20 saksi untuk


dua kasus korupsi dari Provinsi Jambi hingga perkara di Lampung Tengah,
Selasa (12/2). Rinciannya, 10 orang saksi untuk dugaan suap ketok palu
pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun 2018 yang menyeret mantan
Gubernur Jambi Zumi Zola. Sementara itu dalam kasus Lampung Tengah,
KPK memeriksa 10 saksi para anggota DPRD Kabupaten Lampung Tengah
terkait kasus dugaan suap ke DPRD. Pemeriksaan sebagai saksi untuk
tersangka mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa. Dalam perkara di Jambi,
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan dari 10 orang saksi itu sembilan
di antaranya merupakan unsur Pimpinan dan Anggota DPRD Jambi.
"Pemeriksaan dilakukan untuk para tersangka yang sudah diproses
sebelumnya," ujar Febri, Selasa (12/2). Adapun ke-10 saksi tersebut yakni
Anggota DPRD Jambi Efendi Hatta, Anggota DPRD Jambi Periode 2014-
2019 Zainal Abidin, dan tiga pimpinan DPRD Jambi yakni Cornelis Buston,
AR Syahbandar, dan Chumadi Zaidi.
Selanjutnya, empat anggota DPRD Jambi lainnya yakni Sufardi Nurzain,
Elhelwi, Gusrizal, dan Muhamadiyah. Selain itu ada saksi dari pihak swasta
saksi Joe Fandy Yoesman alias Asiang."Kami harap para saksi datang dan
menjelaskan dengan jujur apa yang diketahui," kata Febri. Sebelumnya, KPK
menetapkan 12 anggota DPRD Jambi sebagai tersangka suap terkait
pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(RAPBD) Provinsi Jambi tahun anggaran 2017 dan 2018. KPK juga telah
menetapkan seorang pihak swasta sebagai tersangka yakni Jeo Fandy
Yoesman alias Asiang. Total terdapat 13 tersangka baru dalam kasus yang
telah menjerat mantan Gubernur Jambi Zumi Zola. KPK menduga 12 wakil
rakyat di Jambi itu meminta uang 'ketok palu', menagih uang 'ketok palu', dan
menerima uang dalam kisaran Rp100 sampai Rp600 juta untuk pimpinan
DPRD, Rp100 sampai Rp200 juta untuk pimpinan fraksi dan anggota. 10
Anggota DPRD Lampung Tengah Diperiksa Sementara itu, Febri juga merinci
10 anggota DPRD Kabupaten Lampung Tengah yang diperiksa untuk
tersangka mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa. Pemeriksaan dilakukan
di Polda Jambi. Ke-10 orang itu adalah, anggota Komisi I DPRD Kabupaten
Lampung Tengah Syamsudin, Ketua Komisi II DPRD Lampung Tengah,
Anang Hendra Setiawan, Wakil Ketua Komisi II DPRD Lampung Tengah
Sopian Yusuf, Sekretaris Komisi II DPRD Lampung Tengah Hi Roni Ahwandi,
dan anggota Komisi II DPRD Lampung Tengah Febriyantoni. Selanjutnya
anggota Komisi II DPRD Lampung Tengah Sumarsono, anggota Komisi II
DPRD Lampung Tengah, Wahyudi, anggota Komisi II DPRD Lampung
Tengah Slamet Widodo, anggota Komisi II DPRD Lampung Tengah
Sukarman, dan anggota Komisi II DPRD Lampung Tengah Muhlisin Ali.
Sebelumnya, mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa, kembali ditetapkan
sebagai tersangka oleh KPK dalam dugaan suap DPRD. KPK menduga
Mustafa menerima fee dari ijon proyek-proyek di lingkungan Dinas Bina
Marga. Kisaran fee sebesar 10 persen-20 persen dari nilai proyek. Total
dugaan suap dan gratifikasi yang diterima yang berhubungan dengan jabatan
dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas Mustafa sebagai Bupati
Lampung Tengah periode 2016-2021, yaitu sebesar Rp95 miliar. Mustafa
diduga tidak melaporkan penerimaan tersebut pada Direktorat Gratifikasi
KPK. Dari catatan penerimaan dan pengeluaran, lanjut dia, uang senilai
sekitar Rp95 miliar tersebut diperoleh pada kurun Mei 2017 hingga Februari
2018 dan dipergunakan untuk kepentingan Mustafa.
Analisa kasus :
Rentang tahun 2019
Jenis korupsi : suap menyuap
Tipe korupsi : korupsi terkait suap menyuap
Pola korupsi : pola penyalahgunaan wewenang
Modus korupsi : mark up anggaran
Upaya pemberantasan yang sudah dilakukan : Pemeriksaan sudah dilakukan
untuk para tersangka yang sudah diproses.

Nasional

1. Pada awal Februari 2019, KPK menetapkan Bupati Kotawaringin Timur


Supian Hadi sebagai tersangka terkait penyalahgunaan wewenang dalam
penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) kepada tiga perusahaan.
Ketiganya adalah PT Fajar Mentaya Abadi, PT Billy Indonesia, dan PT Aries
Iron Mining. Masing-masing perizinan itu diberikan dalam kurun 2010 hingga
2012. Izin pertambangan yang diberikan diduga tidak sesuai dengan
persyaratan dan melanggar regulasi. Baca juga: Polres Kotawaringin Timur
Amankan 40.000 Butir Obat Tanpa Izin Edar Akibat perbuatan Supian,
kerugian negara ditaksir mencapai Rp 5,8 triliun dan 711.000 dollar Amerika
Serikut. Dugaan kerugian itu dihitung dari produksi hasil pertambangan
bauksit, kerusakan lingkungan, dan kerugian kehutanan akibat produksi dan
kegiatan pertambangan. Supian juga diduga melakukan kegiatan yang
menguntungkan diri sendiri. Sebab, ia diduga menerima sebuah mobil Toyota
Land Cruiser seharga Rp 710 juta, sebuah mobil Hummer H3 seharga Rp 1,3
miliar, dan uang senilai Rp 500 juta. Saat ini, proses penyidikan atas kasus ini
masih terus dilangsungkan oleh KPK.
analisa kasus :
Rentang tahun 2019
Jenis korupsi : gratifikasi
Tipe korupsi : korupsi terkait perizinan
Pola korupsi : pola perusahaan rekanan
Modus korupsi : mark down pendapatan/pemasukan
Upaya pemberantasan yang sudah dilakukan : Saat ini, proses penyidikan
masih terus dilangsungkan oleh KPK.

2. Setelah cukup lama tak terdengar perkembangannya, pada Agustus 2019


KPK mengumumkan empat tersangka baru untuk kasus korupsi proyek kartu
tanda penduduk elektronik (e-KTP). Keempatnya yaitu mantan anggota DPR,
Miryam S Hariyani; Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu
Edhi Wijaya; Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda
Penduduk Elektronik Husni Fahmi; dan Direktur Utama PT Sandipala
Arthaputra Paulus Tanos.
Tujuh orang lainnya yaitu dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri,
Irman dan Sugiharto, pengusaha Made Oka Masagung dan mantan Direktur
PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo. Selanjutnya,
pengusaha Andi Naragong dan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang
Sugiana Sudiharjo. Terakhir, mantan anggota Komisi II DPR Markus Nari.
Dalam kasus ini, negara dirugikan Rp 2,3 triliun. Jumlah itu diperoleh dari
perhitungan pembayaran yang lebih mahal dibandingkan harga rill proyek.
Total pembayaran kepada konsorsium yang dipimpin Perum Percetakan
Negara RI (PNRI) itu sebesar Rp 4,92 triliun. Padahal, harga rill pelaksanaan
proyek tahun anggaran 2011-2012 itu sekitar Rp 2,62 triliun.
analisa kasus :
Rentang tahun 2019
Jenis korupsi : merugikan keuangan negara
Tipe korupsi : korupsi penyalanggunaan anggaran
Pola korupsi : pola kuintansi fiktif
Modus korupsi : pungutan diluar aturan UU
Upaya pemberantasan yang sudah dilakukan : telah diganjar hukuman
penjara.

3. Di tahun 2020 kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (persero) bahkan di


sebut sebagai kerugian besar bagi negara oleh Badan Pemeriksaan
Keuangan (BPK) yang mencapai hingga belasan triliun rupiah. Kasus ini
menyeret eks Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya periode 2008-
2014, Syahmirwan dituntut selama 18 tahun penjara. Dikutip Pikiran-
rakyat.com dari Antara, Syahmirwan dinilai terbukti melakukan korupsi yang
merugikan keuangan negara senilai Rp16.807 triliun. Selain itu, kasus ini juga
menyeret Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya 2008-2018, Hendrisman
Rahim, ia dituntut 20 tahun penjara. Hendrisman terbukti
melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara senilai Rp16.807 triliun.
Sementara mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya periode tahun
2013-2018, Hary Prasetyo dituntut penjara seumur hidup.

Analisa kasus :

Rentang tahun 2020


Jenis korupsi : gratifikasi / suap menyuap
Tipe korupsi : korupsi terkait suap menyuap
Pola korupsi : pola penyalahgunaan jabatan/wewenang
Modus korupsi : markdown pendapatan/pemasukan
Upaya pemberantasan yang sudah dilakukan : dituntut empat tahun penjara
dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan

4. Jaksa Pinangki Sirna Malasari adalah tersangka dalam kasus penyuapan


uang 500.000 dolar AS, sekitar Rp7,3 miliar dari buronan Bank Bali Joko
Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Jaksa Pinangki yang berusaha
memulangkan Djoko Tjandra tanpa harus dipidana menjalani sidang
perdananya pada Rabu 23 September 2020 di Ruang Sidang
Kusumahatmaja, Gedung Pengadilan Tipikor Jakarta. Di sana, terbongkar
'action plan' yang ditawarkan pada tersangka kasus Bank Bali itu.Pada
periode Juli 2020, beredar foto pertemuan antara jaksa dengan Djoko
Tjandra. Jaksa tersebut diduga adalah Pinangki yang pada saat itu diketahui
menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro
Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan. Atas kasus ini, Jaksa
Pinangki resmi dijatuhi sanksi disiplin dibebastugaskan dari jabatan struktural,
karena terbukti melanggar disiplin dan kode etik perilaku jaksa.Pada tanggal
29 Juli 2020, Pinangki Sirna Malasari akhirnya dicopot dari jabatan sebagai
Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan
Jaksa Agung Muda Pembinaan.
Analisa kasus :

Rentang tahun 2020


Jenis korupsi : gratifikasi / suap menyuap
Tipe korupsi : korupsi terkait perizinan
Pola korupsi : pola perusahaan rekanan
Modus korupsi : markdown pendapatan/pemasukan
Upaya pemberantasan yang sudah dilakukan : disangkakan Pasal 12 ayat (1)
huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1
KUHP.

5. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy


Prabowo ditangkap KPK. Dia ditangkap Komisi Pemberantas Korupsi (KPK)
bersama istri dan beberapa orang lainnya di Bandara Soekarno-Hatta
sepulang dari Amerika Serikat. Kasus yang menjeratnya terkait ekspor benih
lobster atau benur. KPK menetapkan Edhy Prabowo sebagai tersangka pada
26 November 2020. Selain Edhy, KPK juga menetapkan enam tersangka
lainnya yang juga terseret dalam kasus ekspor benih lobster atau benur.
Mereka yang ditetapkan tersangka penerima suap yakni Safri (SAF) selaku
Stafsus Menteri KKP; Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri
KKP; Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK); Ainul
Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP; dan Amiril Mukminin selaku swasta.
Sementara diduga sebagai pihak pemberi, KPK menetapkan Suharjito (SJT)
selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP). KPK menduga, Edhy
Prabowo menerima suap dengan total Rp10,2 miliar dan 100.000 dolar AS
dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy selaku Menteri Kelautan
dan Perikanan memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama
untuk menerima izin sebagai eksportir benih lobster atau benur.
Analisa kasus :

Rentang tahun 2020

Jenis korupsi : kerugian keuangan negara

Tipe korupsi : korupsi terkait pengadaan barang dan jasa


Pola korupsi : pola komisi
Modus korupsi : memotong bantuan
Upaya pemberantasan yang sudah dilakukan : disangkakan Pasal 12 ayat (1)
huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1
KUHP.

Anda mungkin juga menyukai