Analisi 5 kasus korupsi nasional dan 2 kasus korupsi dijambi
Dijambi :
1. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengembangkan penyidikan kasus
suap terkait pengesahan RAPBD Jambi tahun anggaran 2017."Saat ini benar sedang dilakukan penyidikan oleh KPK dalam perkara pengembangan dugaan suap pengesahan RAPBD Jambi tahun anggaran 2017," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Sabtu (31/10/2020).Kendati telah memulai penyidikan, Ali mengaku tidak bisa mengungkap nama-nama tersangka baru dalam kasus ini. Ia mengatakan, KPK belum bisa memberi informasi lebih spesifik karena masih melakukan serangkaian kegiatan penyidikan."Kebijakan pimpinan KPK saat ini adalah pengumuman penetapan tersangka akan dilakukan bersamaan dengan penangkapan atau penahanan para tersangka," kata Ali. Ali pun menjanjikan perkembangan penanganan perkara ini akan disampaikan kepada publik secara transparan dan akuntabel. KPK sebelumnya telah menetapkan enam tersangka terbaru dalam kasus ini yakni tiga eks pimpinan DPRD yaitu Cornelis Buston, AR Syahbandar, dan Chumaidi Zaidi. Kemudian, tiga mantan anggora DPRD Jambi yaitu Tadjudin Hasan, Cekman, dan Parlagutan Nasution. Proses penyidikan keenam tersangka pun sudah rampung dan kini sedang dalam proses penyusunan dakwaan. Penetapan keenam tersangka di atas merupakan hasil pengembangan kasus dugaan suap terhadap sejumlah anggota DPRD Jambi. Dalam kasus itu, KPK telah menjerat Zumi Zola dan beberapa pejabat terkait. Para unsur Pimpinan DPRD Jambi diduga meminta uang ketok palu, menagih kesiapan uang ketok palu, melakukan pertemuan untuk membicarakan hal tersebut, meminta jatah proyek dan/atau menerima uang dalam kisaran Rp 100 juta atau Rp 600 juta per orang. Sementara, para pimpinan fraksi dan komisi di DPRD Jambi diduga mengumpulkan anggota fraksi untuk menentukan sikap terkait dengan pengesahan RAPBD Jambi. Kemudian, membahas dan menagih uang 'ketok palu', menerima uang untuk jatah fraksi sekitar dalam kisaran Rp 400 juta hingga Rp 700 juta untuk setiap fraksi, dan/atau menerima uang untuk perorangan dalam kisaran Rp 100 juta, Rp 140 juta, atau Rp 200 juta. Analisa kasus : Rentang tahun 2020 Jenis korupsi : suap menyuap Tipe korupsi : suap menyuap Modus korupsi : mark up anggaran Upaya pemberantasan yang sudah dilakukan : KPK sebelumnya telah menetapkan enam tersangka terbaru dalam kasus ini yakni tiga eks pimpinan DPRD yaitu Cornelis Buston, AR Syahbandar, dan Chumaidi Zaidi. Kemudian, tiga mantan anggora DPRD Jambi yaitu Tadjudin Hasan, Cekman, dan Parlagutan Nasution. Proses penyidikan keenam tersangka pun sudah rampung dan kini sedang dalam proses penyusunan dakwaan.
2. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa total hingga 20 saksi untuk
dua kasus korupsi dari Provinsi Jambi hingga perkara di Lampung Tengah, Selasa (12/2). Rinciannya, 10 orang saksi untuk dugaan suap ketok palu pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun 2018 yang menyeret mantan Gubernur Jambi Zumi Zola. Sementara itu dalam kasus Lampung Tengah, KPK memeriksa 10 saksi para anggota DPRD Kabupaten Lampung Tengah terkait kasus dugaan suap ke DPRD. Pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa. Dalam perkara di Jambi, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan dari 10 orang saksi itu sembilan di antaranya merupakan unsur Pimpinan dan Anggota DPRD Jambi. "Pemeriksaan dilakukan untuk para tersangka yang sudah diproses sebelumnya," ujar Febri, Selasa (12/2). Adapun ke-10 saksi tersebut yakni Anggota DPRD Jambi Efendi Hatta, Anggota DPRD Jambi Periode 2014- 2019 Zainal Abidin, dan tiga pimpinan DPRD Jambi yakni Cornelis Buston, AR Syahbandar, dan Chumadi Zaidi. Selanjutnya, empat anggota DPRD Jambi lainnya yakni Sufardi Nurzain, Elhelwi, Gusrizal, dan Muhamadiyah. Selain itu ada saksi dari pihak swasta saksi Joe Fandy Yoesman alias Asiang."Kami harap para saksi datang dan menjelaskan dengan jujur apa yang diketahui," kata Febri. Sebelumnya, KPK menetapkan 12 anggota DPRD Jambi sebagai tersangka suap terkait pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Provinsi Jambi tahun anggaran 2017 dan 2018. KPK juga telah menetapkan seorang pihak swasta sebagai tersangka yakni Jeo Fandy Yoesman alias Asiang. Total terdapat 13 tersangka baru dalam kasus yang telah menjerat mantan Gubernur Jambi Zumi Zola. KPK menduga 12 wakil rakyat di Jambi itu meminta uang 'ketok palu', menagih uang 'ketok palu', dan menerima uang dalam kisaran Rp100 sampai Rp600 juta untuk pimpinan DPRD, Rp100 sampai Rp200 juta untuk pimpinan fraksi dan anggota. 10 Anggota DPRD Lampung Tengah Diperiksa Sementara itu, Febri juga merinci 10 anggota DPRD Kabupaten Lampung Tengah yang diperiksa untuk tersangka mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa. Pemeriksaan dilakukan di Polda Jambi. Ke-10 orang itu adalah, anggota Komisi I DPRD Kabupaten Lampung Tengah Syamsudin, Ketua Komisi II DPRD Lampung Tengah, Anang Hendra Setiawan, Wakil Ketua Komisi II DPRD Lampung Tengah Sopian Yusuf, Sekretaris Komisi II DPRD Lampung Tengah Hi Roni Ahwandi, dan anggota Komisi II DPRD Lampung Tengah Febriyantoni. Selanjutnya anggota Komisi II DPRD Lampung Tengah Sumarsono, anggota Komisi II DPRD Lampung Tengah, Wahyudi, anggota Komisi II DPRD Lampung Tengah Slamet Widodo, anggota Komisi II DPRD Lampung Tengah Sukarman, dan anggota Komisi II DPRD Lampung Tengah Muhlisin Ali. Sebelumnya, mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa, kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam dugaan suap DPRD. KPK menduga Mustafa menerima fee dari ijon proyek-proyek di lingkungan Dinas Bina Marga. Kisaran fee sebesar 10 persen-20 persen dari nilai proyek. Total dugaan suap dan gratifikasi yang diterima yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas Mustafa sebagai Bupati Lampung Tengah periode 2016-2021, yaitu sebesar Rp95 miliar. Mustafa diduga tidak melaporkan penerimaan tersebut pada Direktorat Gratifikasi KPK. Dari catatan penerimaan dan pengeluaran, lanjut dia, uang senilai sekitar Rp95 miliar tersebut diperoleh pada kurun Mei 2017 hingga Februari 2018 dan dipergunakan untuk kepentingan Mustafa. Analisa kasus : Rentang tahun 2019 Jenis korupsi : suap menyuap Tipe korupsi : korupsi terkait suap menyuap Pola korupsi : pola penyalahgunaan wewenang Modus korupsi : mark up anggaran Upaya pemberantasan yang sudah dilakukan : Pemeriksaan sudah dilakukan untuk para tersangka yang sudah diproses.
Nasional
1. Pada awal Februari 2019, KPK menetapkan Bupati Kotawaringin Timur
Supian Hadi sebagai tersangka terkait penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) kepada tiga perusahaan. Ketiganya adalah PT Fajar Mentaya Abadi, PT Billy Indonesia, dan PT Aries Iron Mining. Masing-masing perizinan itu diberikan dalam kurun 2010 hingga 2012. Izin pertambangan yang diberikan diduga tidak sesuai dengan persyaratan dan melanggar regulasi. Baca juga: Polres Kotawaringin Timur Amankan 40.000 Butir Obat Tanpa Izin Edar Akibat perbuatan Supian, kerugian negara ditaksir mencapai Rp 5,8 triliun dan 711.000 dollar Amerika Serikut. Dugaan kerugian itu dihitung dari produksi hasil pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan, dan kerugian kehutanan akibat produksi dan kegiatan pertambangan. Supian juga diduga melakukan kegiatan yang menguntungkan diri sendiri. Sebab, ia diduga menerima sebuah mobil Toyota Land Cruiser seharga Rp 710 juta, sebuah mobil Hummer H3 seharga Rp 1,3 miliar, dan uang senilai Rp 500 juta. Saat ini, proses penyidikan atas kasus ini masih terus dilangsungkan oleh KPK. analisa kasus : Rentang tahun 2019 Jenis korupsi : gratifikasi Tipe korupsi : korupsi terkait perizinan Pola korupsi : pola perusahaan rekanan Modus korupsi : mark down pendapatan/pemasukan Upaya pemberantasan yang sudah dilakukan : Saat ini, proses penyidikan masih terus dilangsungkan oleh KPK.
2. Setelah cukup lama tak terdengar perkembangannya, pada Agustus 2019
KPK mengumumkan empat tersangka baru untuk kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Keempatnya yaitu mantan anggota DPR, Miryam S Hariyani; Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya; Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik Husni Fahmi; dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tanos. Tujuh orang lainnya yaitu dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, pengusaha Made Oka Masagung dan mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo. Selanjutnya, pengusaha Andi Naragong dan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo. Terakhir, mantan anggota Komisi II DPR Markus Nari. Dalam kasus ini, negara dirugikan Rp 2,3 triliun. Jumlah itu diperoleh dari perhitungan pembayaran yang lebih mahal dibandingkan harga rill proyek. Total pembayaran kepada konsorsium yang dipimpin Perum Percetakan Negara RI (PNRI) itu sebesar Rp 4,92 triliun. Padahal, harga rill pelaksanaan proyek tahun anggaran 2011-2012 itu sekitar Rp 2,62 triliun. analisa kasus : Rentang tahun 2019 Jenis korupsi : merugikan keuangan negara Tipe korupsi : korupsi penyalanggunaan anggaran Pola korupsi : pola kuintansi fiktif Modus korupsi : pungutan diluar aturan UU Upaya pemberantasan yang sudah dilakukan : telah diganjar hukuman penjara.
3. Di tahun 2020 kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (persero) bahkan di
sebut sebagai kerugian besar bagi negara oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang mencapai hingga belasan triliun rupiah. Kasus ini menyeret eks Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya periode 2008- 2014, Syahmirwan dituntut selama 18 tahun penjara. Dikutip Pikiran- rakyat.com dari Antara, Syahmirwan dinilai terbukti melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara senilai Rp16.807 triliun. Selain itu, kasus ini juga menyeret Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya 2008-2018, Hendrisman Rahim, ia dituntut 20 tahun penjara. Hendrisman terbukti melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara senilai Rp16.807 triliun. Sementara mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya periode tahun 2013-2018, Hary Prasetyo dituntut penjara seumur hidup.
Analisa kasus :
Rentang tahun 2020
Jenis korupsi : gratifikasi / suap menyuap Tipe korupsi : korupsi terkait suap menyuap Pola korupsi : pola penyalahgunaan jabatan/wewenang Modus korupsi : markdown pendapatan/pemasukan Upaya pemberantasan yang sudah dilakukan : dituntut empat tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan
4. Jaksa Pinangki Sirna Malasari adalah tersangka dalam kasus penyuapan
uang 500.000 dolar AS, sekitar Rp7,3 miliar dari buronan Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Jaksa Pinangki yang berusaha memulangkan Djoko Tjandra tanpa harus dipidana menjalani sidang perdananya pada Rabu 23 September 2020 di Ruang Sidang Kusumahatmaja, Gedung Pengadilan Tipikor Jakarta. Di sana, terbongkar 'action plan' yang ditawarkan pada tersangka kasus Bank Bali itu.Pada periode Juli 2020, beredar foto pertemuan antara jaksa dengan Djoko Tjandra. Jaksa tersebut diduga adalah Pinangki yang pada saat itu diketahui menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan. Atas kasus ini, Jaksa Pinangki resmi dijatuhi sanksi disiplin dibebastugaskan dari jabatan struktural, karena terbukti melanggar disiplin dan kode etik perilaku jaksa.Pada tanggal 29 Juli 2020, Pinangki Sirna Malasari akhirnya dicopot dari jabatan sebagai Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan. Analisa kasus :
Rentang tahun 2020
Jenis korupsi : gratifikasi / suap menyuap Tipe korupsi : korupsi terkait perizinan Pola korupsi : pola perusahaan rekanan Modus korupsi : markdown pendapatan/pemasukan Upaya pemberantasan yang sudah dilakukan : disangkakan Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
5. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy
Prabowo ditangkap KPK. Dia ditangkap Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) bersama istri dan beberapa orang lainnya di Bandara Soekarno-Hatta sepulang dari Amerika Serikat. Kasus yang menjeratnya terkait ekspor benih lobster atau benur. KPK menetapkan Edhy Prabowo sebagai tersangka pada 26 November 2020. Selain Edhy, KPK juga menetapkan enam tersangka lainnya yang juga terseret dalam kasus ekspor benih lobster atau benur. Mereka yang ditetapkan tersangka penerima suap yakni Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP; Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP; Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK); Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP; dan Amiril Mukminin selaku swasta. Sementara diduga sebagai pihak pemberi, KPK menetapkan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP). KPK menduga, Edhy Prabowo menerima suap dengan total Rp10,2 miliar dan 100.000 dolar AS dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy selaku Menteri Kelautan dan Perikanan memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benih lobster atau benur. Analisa kasus :
Rentang tahun 2020
Jenis korupsi : kerugian keuangan negara
Tipe korupsi : korupsi terkait pengadaan barang dan jasa
Pola korupsi : pola komisi Modus korupsi : memotong bantuan Upaya pemberantasan yang sudah dilakukan : disangkakan Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.