Anda di halaman 1dari 10

Korupsi Pejabat Negara

Kelompok 5 :
Adristi Tami Aprila Putri ( 22075122)
Hariska Fitriani (22075147)
Mariyah Putri Rahayu (22042247)
Mailysa Putri (22042246)
Nurul Miftahul Amna (22075038)
Syakira Nurfajriya (22032168)

Pendidikan Pancasila
Universitas Negeri Padang
2022
KATA PENGANTAR

Bismillah,

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena hanya berkat rahmat dan
karunia-Nya berupa nikmat iman dan kesehatan, kami dapat menyusun makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila yang diampu oleh Ibu Dr.
Fatmariza.M.Hum, sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.

Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW,
yang telah menuntun kita dari jalan yang penuh kegelapan ke jalan yang penuh dengan cahaya.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh orang dan elemen yang terkait
dan ikut serta dalam pembuatan makalah ini. Dalam pembuatan, tentu ada kurang dan salahnya
sehingga kami memiliki harapan besar kepada pembaca agar dapat memberikan kritik maupun
saran yang membangun. Kekurangan dan kesalahan hanyalah milik kami sebagai manusia dan
kebenaran hadirnya dari Tuhan Yang Maha Esa.

Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat memberi manfaat serta menunjang ilmu
pengetahuan bagi penullis khususnya dan bagi para generasi yang akan datang. Aamiin.

Padang, 21 November 2022


MASALAH & DATA

A. Masalah
Korupsi merupakan masalah utama bangsa yang berdampak pada masalah lain yaitu
ketidakadilan, ketimpangan sosial, kemiskinan, buruknya pelayanan publik, dan masalah
sosial lainnya. Untuk itu dengan mengenalkan dan segera menerapkan SNI ISO
37001:2016 diharapkan BSN dapat berperan dalam pencegahan korupsi terutama dari
sektor suap/gratifikasi.
Belum selesai persoalan korupsi di masa lalu, kasus-kasus baru terus bermunculan
seiring berjalannya waktu. Bahkan, banyak di antara para koruptor itu masih bebas
berkeliaran. Tak tanggung-tanggung, negara harus merugi triliunan rupiah akibat ulah para
koruptor tersebut. Terbaru, kasus yang menyeret nama Surya Darmadi dan Bupati Indragiri
Hulu (Inhu) periode 1999-2008, Raja Thamsir Rachman disebut menjadi yang terbesar di
Indonesia dengan kerugian negara mencapai Rp 78 triliun.
10 asus Korupsi dengan Kerugian Negara Terbesar di Indonesia :
1. Kasus penyerobotan lahan di Riau
Kejaksaan Agung berhasil mengungkap kasus korupsi yang menyeret PT Duta Palma
Group. Pemilik PT Duta Palma Group Surya Darmadi ditetapkan sebagai tersangka kasus
korupsi penyerobotan lahan bersama mantan Bupati Indragiri Hulu (Inhu) periode 1998-
2008. Surya Darmadi diduga melakukan korupsi dalam penyerobotan lahan seluas 37.095
hektar di wilayah Riau melalui PT Duta Palma Group.
Diketahui, Raja Thamsir Rachman pernah melawan hukum dengan menerbitkan izin
lokasi dan izin usaha perkebunan di kawasan Indragiri Hulu atas lahan seluas 37.095 hektar
kepada lima perusahaan milik PT Duta Palma Group. Surya Darmadi kemudian
mempergunakan izin usaha lokasi dan izin usaha perkebunan tanpa izin pelepasan kawasan
hutan dari Kementerian Kehutanan serta tanpa adanya hak guna usaha dari Badan
Pertanahan Nasional. Apabila terbukti di pengadilan, kasus korupsi yang melibatkan Surya
Darmadi akan menjadi yang terbesar di Indonesia dengan kerugian negara mencapai Rp 78
triliun.
2. Kasus PT TPPI
Kasus korupsi yang menyeret PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPP)
menempati peringkat kedua dengan kerugian negara mencapai Rp 2,7 miliar dollar
Amerika Serikat atau sekitar Rp 37,8 triliun. Dalam kasus ini, mantan Kepala BP Migas,
Raden Priyono dan mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas, Djoko
Harsono telah divonis 12 tahun penjara. Sayangnya, mantan Presiden Direktur PT TPPI,
Honggo Wendratno yang divonis 16 tahun penjara kini masih berstatus buron.
3. Kasus korupsi PT Asabri
Dalam kasus korupsi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Indonesia atau Asabri
(Persero), negara harus merugi Rp 22,7 triliun. Diketahui, jajaran manajemen PT Asabri
melakukan pengaturan transaksi berupa investasi saham dan reksa dana bersama dengan
pihak swasta. Sebanyak tujuh orang telah divonis bersalah dalam kasus ini. Mereka adalah
Adam Rachmat Damiri (Dirut Asabri 2011-2016), Sonny Widjaja (Dirut Asabri 2016-
2020), dan Bachtiar Effendi (Direktur Investasi dan Keuangan Asabri 2008-2014).
Kemudian Hari Setianto (Direktur Asabri 2013-2014 dan 2015-2019), Heru Hidayat
(Direktur PT Trada Alam Minera dan Direktur PT Maxima Integra), Lukman Purnomosidi
(Direktur Utama PT Prima Jaringan), serta Jimmy Sutopo (Direktur Jakarta Emiten
Investor Relation).
4. Kasus korupsi PT Jiwasraya
Kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) terungkap setelah mereka gagal
membayar polis kepada nasabah terkait investasi Saving Plan sebesar Rp 12,4 triliun.
Sebanyak enam orang telah divonis bersalah, yaitu Hary Prasetyo (Direktur Keuangan
Jiwasraya), Hendrisman Rahim (mantan Direktur Utama Jiwasraya), Syahmirwan (mantan
Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya), Joko Hartono Tirto (Direktur PT
Maxima Integra), Benny Tjokrosaputro (Direktur Utama PT Hanson International) dan
Heru Hidayat (Direktur PT Trada Alam Minera dan Direktur PT Maxima Integra). Akibat
kasus korupsi ini, negara mengalami kerugian sebesar Rp 16,8 triliun.
5. Kasus bank century
Kasus korupsi yang memiliki nilai fantastis berikutnya adalah kasus Bank Century.
Pasalnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp 7 triliun. Nilai tersebut berdasarkan
Laporan Hasil Perhitungan (LHP) kerugian negara atas kasus tersebut. Pemberian Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) ke Bank Century telah menyebabkan kerugian negara
Rp 689,394 miliar. Kemudian untuk penetapan sebagai bank berdampak sistematik telah
merugikan negara sebesar Rp 6,742 triliun.
6. Kasus korupsi Pelindo II
Pada 2020, BPK telah mengeluarkan laporan kerugian negara akibat kasus dugaan
korupsi di Pelindo II. Dalam laporan tersebut diketahui empat proyek di PT Pelindo II
menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 6 triliun. Empat proyek tersebut di luar proyek
pengadaan mobile crane dan quay crane container yang dugaan korupsinya ditangani oleh
Bareskrim Polri dan KPK. Kasus ini menyeret nama mantan Dirut PT Pelindo RJ Lino yang
telah ditetapkan tersangka sejak 2015 lalu. Ia diduga menyalahgunakan wewenangnya
dengan menunjuk langsung HDHM dari China dalam pengadaan tiga unit QCC.
7. Kasus korupsi bupati Kotawaringin Timur
Kasus korupsi yang nilainya cukup fantastis selanjutnya yakni kasus korupsi yang
menyeret Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi. Nilai kerugian negara akibat kasus
tersebut hingga Rp 5,8 triliun dan 711.000 dollar AS. Berstatus tersangka, Supian diduga
menyalahgunakan wewenang dalam penerbitan izin usaha pertambangan kepada tiga
perusahaan. Ketiganya adalah PT Fajar Mentaya Abadi, PT Billy Indonesia dan PT Aries
Iron Mining. Masing-masing perizinan itu diberikan pada 2010 hingga 2012.
8. Kasus SKL BLBI
Kasus surat keterangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) ini terjadi pada
2004 silam saat Syafruddin mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau yang disebut
SKL terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI, yang memiliki
kewajiban kepada BPPN. SKL itu dikeluarkan mengacu pada Inpres Nomor 8 Tahun 2002
yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri, yang saat itu
menjabat Presiden RI. Berdasarkan audit yang dilakukan BPK, nilai kerugian keuangan
negara mencapai 4,58 triliun.
9. Kasus korupsi e-KTP
Kasus korupsi KTP elektronik menjadi kasus yang menarik perhatian publik karena
nilainya yang fantastis dan penuh dengan drama. Berdasarkan perhitungan BPK, negara
mengalami kerugian sebesar Rp 2,3 triliun. Beberapa nama besar yang terseret dalam kasus
ini adalah mantan Ketua DPR RI Setya Novanto, Irman Gusman, dan Andi Narogong.
10. Kasus korupsi proyek Hambalang
Hasil audit BPK menyebutkan bahwa kasus korupsi proyek Hambalang ini
mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 706 miliar. Akibat korupsi tersebut,
megaproyek wisma atlet Hambalang mangkrak pada 2012. Beberapa nama yang ikut
terseret dalam kasus ini adalah mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum,
mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, mantan Kemenpora Andi
Mallarangeng, dan Angelina Sondakh.

B. Data
KPK Tangani 1.310 Kasus Tindak Pidana Korupsi Sejak 2004 hingga Oktober 2022

Jumlah Tindak Pidana Korupsi di Indonesia (2014-2022*)


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangani 1.310 kasus tindak
pidana korupsi sejak 2004 hingga 20 Oktober 2022.

Selama hampir 18 tahun terakhir, jumlah kasus korupsi yang ditangani lembaga tersebut
cenderung fluktuatif. KPK paling banyak melakukan tindak pinda korupsi pada 2018 mencapai
199 kasus, sedangkan yang terendah pada 2014 hanya 2 kasus.

Tercatat, jenis perkara tindak pidana korupsi yang paling banyak ditangani KPK adalah
penyuapan dengan 867 kasus. Kasus penyuapan yang berhasil ditindak KPK terbanyak pada
2018 mencapai 168 kasus. Diikuti tahun 2019 dan 2017 yang masing-masing sebanyak 119
kasus dan 93 kasus.

Pengadaan barang atau jasa merupakan tindak pidana korupsi yang tebanyak ditangani KPK
berikutnya mencapai 274 kasus. Lalu, sebanyak 57 kasus penyalahgunaan anggaran telah
ditangani KPK sejak 2004 hingga Oktober 2022.

Ada pula sebanyak 49 kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU), pungutan atau pemerasan
27 kasus, dan perizinan dan perintangan proses penyidikan masing-masing sebanyak 25 kasus
dan 11 kasus.

Laporan KPK mencatat bahwa tindak pidana korupsi mayoritas dilakukan di instansi
pemerintah kabupaten/kota yakni sebanyak 537 kasus sejak 2004 hingga 20 Oktober 2022.
Diikuti oleh instansi kementerian/lembaga dan pemerintah provinsi masing-masing sebanyak
406 kasus dan 160 kasus.
FAKTOR PENYEBAB
Penyebab korupsi adalah karena faktor individu dan struktural. Faktor struktural adalah faktor
pengawasan. Semakin efektif sistem pengawasan, semakin kecil peluang korupsi. Sebaliknya,
jika korupsi masih dipraktikkan secara luas, itu artinya ada yang salah dalam sistem
pemantauan, sedangkan yang dimaksud dengan faktor individu adalah rendahnya tingkat
moral danintegritas karyawan dan pemimpin.Faktor penyebab Korupsi antara lain:

1. Perilaku Individu
Seseorang termotivasi untuk melakukan korupsi antara lain karena sifat rakus manusia,gaya
hidup konsumtif,kurangnya agama,lemahnya moralitas dalam menghadapi godaan
korupsi,dan kurangnya etika sebagai pejabat.Menurut Undang-Undang NO.31 Tahun 1999
korupsi dilakukan karena dipaksakan karena tidak memiliki uang untuk mmenuhi kebutuhan
tersebut.Tetapi,sangat irasional jika pejabat Negara tidak memilki uang karena pada
kenyataannya pejabat pemerintah dibayar oleh Negara dengan nilai yang cukup tinggi sekitar
puluhan juta rupiah dan bahkan ratusan juta setiap bulan.Penyebab sebenarnya adalah
kepuasan dengan gaji,kepuasan gaji didasarkan pada gagasan bahwa seseorang akan puas
dengan gajinya ketika persepsi gaji dan apa yang mereka anggap tepat.
2. Faktor Keluarga
Masalah korupsi biasanya dari keluarga. Biasanya itu terjadi karena tuntutan isteri atau
memang keinginan pribadi yang berlebihan. Hal yang menjadikan posisi dia duduk sebagai
ladang untuk memuaskan kepentingan pribadi keluarganya. Keluarga harus menjadi benteng
tindakan korupsi, tetapi kadang-kadang penyebab korupsi sebenarnya berasal dari keluarga.
Jadi, keluarga sebenarnya bertanggung jawab atas tindakan korupsi yang dilakukan oleh
suami atau kepala rumah tangga. Karena itu, keluarga sebenarnya ada di dua sisi, yaitu sisi
negatif dan sisi positif. Jika keluarga adalah pendorong korupsi, keluarga berada di sisi
negatif, sedangkan jika keluarga menjadi benteng tindakan korupsi, keluarga Korupsi
Kolektif (Korupsi Berjamaah) di Indonesia berada di sisi positif dan ini merupakan faktor
yang sangat penting dalam mencegah korupsi.
3. Pendidikan
Korupsi adalah kejahatan yang dilakukan oleh para intelektual. Pejabat ratarata yang terjebak
dalam kasus korupsi adalah mereka yang berpendidikan tinggi, pendidikan tinggi seharusnya
membuat mereka tidak melakukan korupsi, seperti yang dikatakan Kats dan Hans bahwa
peran akademisi tampaknya masih paradoks. Memang pada kenyataannya para pelaku tindak
pidana korupsi adalah para intelektual yang sebelum melakukan tindakannya telah melakukan
persiapan dan perhitungan yang cermat sehingga mereka dapat memanipulasi hukum
sehingga kejahatan tersebut tidak terdeteksi. Meskipun dalam konteks universal, pendidikan
bertujuan untuk meningkatkan martabat manusia. Oleh karena itu, rendahnya tingkat
pemahaman tentang pendidikan sebagai langkah untuk memanusiakan manusia, pada
kenyataannya lebih jauh melahirkan para kerdil yang berpikiran kecil dan mereka sibuk
mencari keuntungan sendiri dan mengabaikan kepentingan bangsa. Karena alasan ini,
pendidikan moral sangat dibutuhkan sejak dini untuk meningkatkan moral generasi bangsa
ini.
4. Sikap kerja
Tindakan korupsi juga bisa datang dari sikap bekerja dengan pandangan bahwa segala
sesuatu yang dilakukan harus dapat melahirkan uang. Biasanya yang ada dalam pikiran
mereka sebelum melakukan pekerjaan adalah apakah mereka akan mendapat untung atau
tidak, untung atau rugi dan sebagainya. Dalam konteks birokrasi, pejabat yang menggunakan
perhitungan ekonomi semacam itu pasti tidak akan menyatukan manfaat. Sebenarnya yang
terjadi adalah bagaimana masingmasing pekerjaan bertujuan menghasilkan keuntungan
sendiri.
5. Hukum dan peraturan
Tindakan korupsi akan dengan mudah muncul karena undang-undang dan peraturan memiliki
kelemahan, yang meliputi sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi yang tidak konsisten
dan sembarangan, lemahnya bidang revisi dan evaluasi legislasi. Untuk mengatasi kelemahan
ini di bidang revisi dan evaluasi, pemerintah mendorong para pembuat undang-undang untuk
sebelumnya mengevaluasi efektivitas undang-undang sebelum undang-undang dibuat.
Sikap solidaritas dan kebiasaan memberi hadiah juga merupakan faktor penyebab korupsi.
Dalam birokrasi, pemberian hadiah bahkan telah dilembagakan, meskipun pada awalnya itu
tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi keputusan. Lembaga eksekutif seperti bupati/
walikota dan jajarannya dalam melakukan tindak korupsi tidak melakukannya sendiri, tetapi
ada persekongkolan dengan pengusaha atau kelompok kepentingan lain, seperti dalam
menentukan tender pengembangan wirausaha ini. Walikota, setelah terpilih kemudian mereka
bersama dengan DPRD, bupati/walikota membuat kebijakan yang hanya mengun-tungkan
kolega, keluarga atau kelompok mereka. Kelompok kepentingan atau pengusaha dengan
kemampuan melobi pejabat pemerintah dengan memberikan hadiah hibah, suap, atau
berbagai bentuk hadiah yang memiliki motif korup dengan maksud meluncurkan kegiatan
bisnis yang bertentangan dengan kehendak rakyat. Sehingga terjadinya kasus korupsi dalam
APBD dapat disimpulkan salah satu alasannya adalah lemahnya aspek legislasi.Sementara,
menurut teori Ramirez Torres, korupsi adalah kejahatan perhitungan, bukan hanya keinginan.
Seseorang akan melakukan tindakan korupsi jika hasil korupsi akan lebih tinggi dan lebih
besar dari hukuman yang didapat.Salah satu faktor lemah dari sanksi pidana dalam Undang-
Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah
diperbarui dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001.
Salah satu kelemahan mendasar adalah perumusan sanksi pidana yang minimal tidak khusus.
sebanding dengan sanksi pidana maksimal. Sangat tidak logis dan tidak sesuai dengan rasa
keadilan jika bentuk pidana maksimal penjara seumur hidup dan hukuman minimum adalah
penjara 1 tahun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Korupsi.Salah satu penyebab
kegagalan peradilan pidana dalam pemberantasan tindak pidana korupsi adalah cara hukum
yang legalistik-positivistik.
6. Faktor pengawasan
Pengawasan dibagi menjadi dua, yaitu pengawasan internal yang dilakukan langsung oleh
pimpinan dan pengawasan eksternal yang dilakukan oleh instansi terkait, publik dan media.
Pengawasan oleh lembaga terkait bisa kurang efektif karena ada beberapa faktor, termasuk
pengawas yang tidak profesional, pengawasan yang tumpang tindih di berbagai lembaga,
kurangnya koordinasi antara pengawas, pengawas yang tidak patuh pada etika hukum atau
etika pemerintah. Hal ini menyebabkan pengawas sering terlibat Korupsi Kolektif (Korupsi
Berjamaah) di Indonesiadalam praktik korupsi. Padahal pengawasan eksternal oleh
masyarakat dan media juga masih lemah. Untuk alasan ini, diperlukan reformasi hukum dan
peradilan serta dorongan dari masyarakat untuk memberantas korupsi dari pemerintah.
Semakin efektif sistem pengawasan, semakin kecil kemungkinan korupsi akan terjadi.
Sebaliknya, jika korupsi benar-benar meningkat, itu berarti ada sesuatu yang salah dengan
sistem pemantauan.
7. Faktor politik
Praktik korupsi di Indonesia dilakukan di semua bidang, tetapi yang paling umum adalah
korupsi di bidang politik dan pemerintahan. Menurut Daniel S. Lev, politik tidak berjalan
sesuai dengan aturan hukum, tetapi terjadi sesuai dengan pengaruh uang, keluarga, status
sosial, dan kekuatan militer. Pendapat ini menunjukkan korelasi antara faktor-faktor yang
tidak berfungsi dari aturan hukum, permainan politik, dan tekanan dari kelompok korupsi
yang dominan. Penyalahgunaan kekuasaan publik juga tidak selalu untuk keuntungan pribadi,
tetapi juga untuk kepentingan kelas, etnis, teman, dan sebagainya. Bahkan, di banyak negara
beberapa hasil korupsi digunakan untuk membiayai kegiatan partai politik.
Praktik politik kotor tentu menghasilkan banyak masalah baru bagi kegagalan memberantas
korupsi. Karena politik yang kotor ini adalah penyebab tindak korupsi baik yang rendah,
sedang maupun besar. Tentu saja, bagaimana hal itu akan melahirkan negara yang beradab,
sementara praktik politik yang kotor telah menyebar di mana-mana, baik di atas maupun di
bawah telah memberikan kontribusi buruk bagi bangsa-bangsa.
SOLUSI & PENYELESAIAN MENGGUNAKAN PERSPEKTIF
ETIKA PANCASILA

Korupsi adalah masalah besar bagi bangsa Indonesia. Korupsi ini dapat terjadi karena
semakin lemahnya implementasi kelima sila Pancasila. Seorang koruptor tidak memiliki
sikap persatuan antar sesame, karena mereka lebih mementingkan nafsu dan urusan
pribadinya, dan mereka tidak memikirkan bahwa korupsi dapat membuat dampak buruk
seperti dapat merusak perekonomian, melemahnya sikap positif, dan melunturkan sikap
kecintaan kepada bangsa dan negara. (Kaelan dan Zubaidi, 2007).
Umumnya, penegakan hukum berfokus pada pencegahan kejahatan dan penegakan
peradilan pidana. Penegakan hukum pidana lebih menitikberatkan pada pencegahan kejahatan
daripada mencegah terjadinya kejahatan. Pancasila memiliki lima sila, masing-masing sila
memiliki makna yang berbeda tetapi satu tujuan, yaitu melaksanakan dan mewujudkan cita-
cita negara Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan di atas, korupsi merupakan salah satu
kasus penipuan yang paling banyak terjadi di Indonesia. Tindakan itu tidak hanya melanggar
peraturan pemerintah, tetapi juga melanggar ideologi dan prinsip Pancasila.
Dengan menyimpang dari anti-Pancasila, cita-cita yang dirindukan negara dan rakyat
lama kelamaan akan hancur. Jadi ada satu hal penting dalam tindakan korupsi terhadap
Pancasila, yaitu dengan melakukan tindakan korupsi seperti kita menghancurkan Pancasila,
yang diperjuangkan mati-matian oleh para pendiri bangsa kita.
1. Sila pertama, yang mengatakan, "ketuhanan yang maha Esa" ketika kita melakukan
tindakan korupsi, berarti kita telah berdusta kepada Tuhan.
2. Sila kedua, yang mengatakan “kemanusiaan yang adil dan beradab”, perintah ini
adalah memperlakukan sesama manusia sebagaimana mestinya, dan bertindak benar,
bermartabat dan adil kepada orang lain, sebagaimana mestinya. Dengan melakukan
korupsi berarti anda telah melanggar perintah yang kedua ini karena anda telah
melakukan perbuatan yang menjadikan kekuasaan dan jabatan sebagai tempat untuk
mendapatkan apa yang anda inginkan untuk kebahagiaan anda sendiri dan juga
merugikan orang lain akibat dari tindakan korupsi tersebut.
3. Sila ketiga adalah "Persatuan Indonesia", yang berarti bahwa masyarakat/rakyat sama
di depan hukum tanpa diskriminasi dan diperlakukan sama di depan hukum. Jadi
korupsi berarti melanggar perintah ini. Korupsi adalah tindakan yang dapat
menghancurkan kepercayaan publik, membuat orang merasa terintimidasi dan tidak
peduli dengan tindakan pemerintah.
4. Sila keempat yang berbunyi “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan” melakukan tindakan korupsi berarti kita juga
telah melanggar perintah keempat ini karena perintah ini membutuhkan refleksi dalam
pelaksanaan dan penentuan segala sesuatu untuk mencapai keputusan bersama yang
akan datang. bagus Dampak bagi Indonesia. Namun korupsi yang dilakukan atas
inisiatif sendiri dan tidak baik karena harus berdasarkan keputusan bersama untuk
menentukan dan melakukan segala sesuatu, karena Indonesia menghargai penilaian.
Jika praktik korupsi sama dengan meremehkan kebijaksanaan, itu akan memecah
belah negara.
5. Sila kelima, yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” dengan
adanya korupsi, berarti tindakan tersebut menyimpang dari tatanan tersebut karena
tatanan tersebut harus adil terhadap sesama dan menghormati semua hak rakyat
Indonesia. Korupsi menunjukkan ketidakadilan antara negara dan masyarakat. Tidak
hanya itu, merupakan ketidakadilan bagi negara untuk menggunakan sesuatu yang
bukan haknya untuk dinikmati sendiri tanpa memikirkan tujuan awal pembuatannya.
Dari uraian tersebut dapat kita lihat bahwa perbuatan korupsi merupakan perbuatan
yang sangat mematikan bagi negara, terutama perbuatan korupsi yang melanggar dan
menyimpang dari nilai nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila. Melalui korupsi yang
sesat terhadap nilai-nilai luhur Pancasila, kondisi negara kita semakin parah dan banyak
terjadi kekacauan yang sangat serius. Oleh karena itu segala sesuatu harus kita lakukan sesuai
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila khususnya bagi pegawai negeri agar
tidak terjadi penyalahgunaan yang berdampak negatif terhadap negara.

Anda mungkin juga menyukai