Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH TEORI

KASUS KORUPSI KARTU TANDA PENDUDUK


ELEKTRONIK (E-KTP)
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Kewarganegaraan”

Dosen Pengampu :
Muhammad Ihsan, M.Pd

Disusun Oleh :
Anjra (02.01.21.199)
Fajri Maulana Triyadi (02.01.21.213)

JURUSAN PERTANIAN
PROGRAM STUDI PENYULUHAN PERTANIAN
BERKELANJUTAN
POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN
(POLBANGTAN) BOGOR
2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama ALLAH SWT yang Maha pengasih lagi Maha
Penyayang.Kami panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya.yang telah
melimpahkan rahmat,hidayah,dan inayah-Nya kepada kami,sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Pemberantasan korupsi E-ktp.

Makalah ini telah kami buat dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu
kami menyampaikan banyak terimakasih banyak kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu,kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada


kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agara
kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang pemberantasa korupsi


e-ktp dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
……………………………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI
………………………………………………………………………………………
……….. ii
BAB I : PENDAHULUAN
………………………………………………………………………………
BAB II : PEMBAHASAN
……………………………………………………………………………….
BAB III : PENUTUP
……………………………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA
…………………………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan Negara yang memiliki tingkat korupsi yang cukup
besar.Tak hanya merugikan Negara,korupsi juga merugikan rakyat biasa.karena
apa,dengan banyaknya penyimpanan-penyimpanan yang terjadi dan dilakukan
oleh petinggi-petinggi,membuat rakyat semakin sengsara.

Korupsi merupakan perbuatan yang menyimpang yang bertujuan untuk


memperkaya diri sendiri.Korupsi di Indonesia sudah sangat merajalela,banyak
kasus korupsi yang terkuak dan terbongkar.Korupsi seolah-olah sudah menjadi
perbuatan yang biasa terjadi karena terlalu sering.Tak hanya dilakukan oleh tokoh
public yang berada di pusat saja bahkan kasus korupsi telah sampai ke pemimpin
daerah sekalipun banyak melakukan kasus korupsi.

Dari sudut pandanga hukum,tindak pidana korupsi secara garis besar telah
memenuhi unsur seperti,perbuatan yang melanggar hukum,penyalahgunaan
kewenangan,kesempatan atau sarana memperkaya diri-sendiri,orang lain atau
bahkan koporasi, merugikan keuangan dan perekonomian negara.

Satu korupsi yang cukup besar akhir-akhit tahun ini yaitu kasus korupsi
mengenai E-KTP.Bahkan kasus ini telah menyerat banyak nama tokoh public
yang ikut serta dalam penyelewengan dan penyalahgunaan kewenangan dan hak
mengenai E-KTP ini untuk itu kami akan menganalisis mengenai kasus korupsi E-
KTP.

Tujuan dari pembuatan makalah tentang kasus korupsi sebagai berikut:

1. Mahasiswa mampu memahami kasus korupsi yang telah dibuat.


2. Mahasiswa mengetahui kasus korupsi yang telah merugikan negara.
3. Melalalui kelompok diskusi kasus korupsi, mahasiswa dapat berkomunikasi
dan menyatakan pendapatnya untuk penyelesaian makalah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Motif dan Cara Pelaku


Kasus korupsi e-KTP bermula dari rencana Kementerian Dalam Negeri RI
dalam pembuatan e-KTP. Sejak 2006 Kemendagri telah menyiapkan dana
sekitar Rp 6 triliun yang digunakan untuk proyek e-KTP dan program Nomor
Induk Kependudukan (NIK) nasional dan dana senilai Rp 258 milyar untuk
biaya pemutakhiran data kependudukan untuk pembuatan e-KTP berbasis NIK
pada 2010 untuk seluruh kabupaten/kota se-Indonesia. Pada 2011 pengadaan e-
KTP ditargetkan untuk 6,7 juta penduduk sedangkan pada 2012 ditargetkan
untuk sekitar 200 juta penduduk Indonesia.

Ada empat modus yang dikombinasikan dalam kasus E-KTP Sebagai berikut:

1. Modus pertama yang dipakai adalah concealment within business


structures. Dalam modus ini pelaku menyembunyikan uang hasil
kejahatannya di dalam rekening perusahaannya sendiri. Menurut Yunus,
dalam kasus E-KTP, perusahaan yang digunakan adalah PT Murakabi
Sejahtera. Irvanto adalah direktur perusahaan tersebut.
2. Modus kedua, kata Yunus, adalah misuse of legitimate business, yakni
menyalahgunakan perusahaan orang lain untuk menyembunyikan uang
hasil kejahatan. Perusahaan itu disalahgunakan tanpa sepengetahuan
pemiliknya
3. Selain itu, ada juga modus exploiting international jurisdiction issues.
Modusnya adalah pelaku memanfaatkan regulasi keuangan yang longgar di
negara lain. Dalam kasus E-KTP, pengusaha, Johannes Marliem mengirim
uang E-KTP melalui Mauritius yang dikenal sebagai negara surga pajak.
4. modus terakhir korupsi E-KTP, kata Yunus, adalah pembelian aset tanpa
nama atau use of anonymous asset types. Dalam kasus ini pelaku membeli
aset berupa uang dari money changer.
B. Pelaku dan Proses Pengungkapan Kasus Korupsi
Setelah melakukan berbagai penyelidikan sejak 2012, KPK akhirnya
menetapkan sejumlah orang sebagai tersangka korupsi, beberapa di antaranya
pejabat Kementerian Dalam Negeri dan petinggi Dewan Perwakilan DPR.
Mereka adalah Sugiharto, Irman, Andi Narogong, Markus Nari, Anang
Sugiana dan Setya Novanto. Miryam S. Haryani sebenarnya juga ditetapkan
sebagai tersangka oleh KPK.
Setelah menyelidiki kasus lebih lanjut, pada Selasa, 22 April 2014 KPK
akhirnya menetapkan Sugiharto, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Direktorat
Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil pada Kementerian Dalam Negeri
sebagai tersangka pertama dalam kasus korupsi eKTP. Sugiharto diduga
melakukan penyalahgunaan wewenang dan melakukan suap pada proyek e-
KTP di DPR untuk tahun anggaran 2011-2013, melanggar Pasal 2 Ayat 1
subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Ia juga diperkaya
dengan uang senilai 450.000 dollar AS dan Rp 460 juta.
KPK menetapkan mantan Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Irman
sebagai tersangka. Motifnya melakukan korupsi serupa dengan Sugiharto,
yakni demi memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan melakukan
penyalahgunaan wewenang. Berdasarkan surat tuntutan jaksa, Irman diperkaya
senilai 573.000 dollar AS, Rp 2,9 milyar dan 6.000 dollar Singapura.
Penyidik KPK lalu menangkap Andi Narogong untuk pemeriksaan lebih
lanjut melalui Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik). Berdasarkan
penyelidikan KPK, Andi berperan dalam meloloskan anggaran Rp 5,9 triliun.
Anas Urbaningrum terlibat dalam menikmati uang untuk proyek e-KTP, seperti
biaya pemenangan Anas dalam Kongres Pemilihan Ketua Umum Partai
Demokrat 2010. Nazar juga menjelaskan bahwa Anas telah menerima uang
sebesar Rp 20 miliar dari Andi Narogong. Masih menurut pengakuan Nazar,
Jafar Hafsah juga telah menerima uang sebesar 100.000 dollar AS dari Andi
Narogong dan Khatibul Umam Wiranu telah menerima uang sebesar 400.000
dollar AS.
Alasan penetapan Markus sebagai tersangka adalah karena ia berperan
dalam penambahan anggaran e-KTP di DPR dan diduga meminta uang
sebanyak Rp 5 milyar kepada Irman dalam pembahasan perpanjangan
anggaran e-KTP sebesar Rp 1,4 triliun. Di samping itu ia juga diduga telah
menerima uang sebesar Rp 4 milyar
pada 27 September 2017 KPK menetapkan Anang Sugiana Sudiharjo, direktur
utama PT Quadra Solutions sebagai tersangka keenam pada kasus megakorupsi
e-KTP. Penetapan tersebut dilakukan berdasarkan dua bukti yang ditemukan
oleh penyidik KPK beserta fakta-fakta yang dibeberkan oleh Irman, Sugiharto
dan Andi Narogong dalam persidangan. Anang terbukti terlibat dalam
penyerahan sejumlah uang kepada Setya Novanto dan anggota DPR lainnya
dari Andi Narogong
Pada Senin, 17 Juli 2017 KPK menetapkan Setya Novanto yang kala itu
menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR sebagai tersangka kasus
korupsi pengadaan e-KTP untuk 2011-2012. Penetapannya menjadikan ia
sebagai tersangka keempat yang ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka
setelah Irman, Sugiharto dan Andi Narogong. Setya Novanto diduga
melakukan penyalahgunaan wewenang dan tindakan menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau korporasi dengan ikut mengambil andil dalam
pengaturan anggaran proyek e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun sehingga merugikan
negara hingga Rp 2,3 triliun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irman dan
Sugiharto di Pengadilan Tipikor. Tindakan Setya Novanto disangkakan
berdasarkan Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.

C. Penyelesaian dan Kerugian Negara


Rencananya sidang praperadilan pertama akan dilaksanakan pada Selasa,
12 September 2017. Namun karena Novanto masih sakit dan atas permintaan
KPK, maka hakim kemudian memutuskan untuk menggeser jadwal sidang
pada 20 September 2017. KPK kemudian merespon bahwa KPK tidak akan
memenuhi permintaan Novanto dan tetap melakukan penyidikan kepadanya.
Hal itu sesuai dengan tiga dasar hukum yang dimiliki Indonesia, yakni Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana, UU Nomor 20 tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU Nomor 30 tahun 2002 tentang
KPK

Proses praperadilan Setya Novanto berlanjut pada 20 September 2017 saat


sidang perdana digelar. Dalam sidang tersebut Agus Trianto yang saat itu
berperan sebagai pengacara mengajukan keberatan karena ia menilai ada
keanehan atas penetapan status tersangka pada Novanto yang dilakukan oleh
KPK. Novanto ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Juli 2017 namun Surat
Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) baru diterima Novanto pada 18 Juli
2017. Ia menilai bahwa KPK telah melanggar KUHAP dan Undang-Undang
Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK dan seharusnya KPK menetapkan
tersangka setelah keluarnya SPDP. Ia juga beranggapan bahwa tuduhan
terhadap Novanto atas kasus e-KTP tidak berdasar karena nama Novanto tidak
disebutkan dalam putusan sidang Irman dan Sugiharto.

Sebulan setelah pembatalan status tersangka oleh Hakim Cepi, tepatnya


pada 31 Oktober 2017 KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik)
atas nama Setya Novanto. Setya Novanto disangkakan pada Pasal 2 ayat 1
subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31.

Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20


Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Keputusan ini dibuat oleh KPK setelah melakukan penyelidikan lebih dalam
dengan mengumpulkan berbagai bukti dan minta keterangan dari para saksi

Berdasarkan aturan yang mengacu pada Pasal 82 ayat 1 huruf c, putusan


praperadilan harus diselesaikan maksimal 7 hari setelah sidang diadakan. Itu
artinya, putusan maksimal dibacakan pada 14 Desember 2017 mengingat
sidang diselenggarakan pada 7 Desember 2017. Namun berhubung sidang
pokok perkara akan diselenggarakan pada 13 Desember 2017 di Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi, maka secara otomatis praperadilan Novanto pun
gugur. Hal itu dinyatakan oleh hakim tunggal praperadilan Setya.
Melalui bukti-bukti yang ditemukan dan keterangan para saksi, KPK
menemukan fakta bahwa negara harus menanggung keruigan sebesar Rp 2,314
triliun. Melibatkan Setya Novanto yang menjabat sebagai ketua DPR RI,
Sugiharto yang merupakan mantan Direktur Pengelolahan Informasi
Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman yang merupakan mantan Direktur Jenderal
Kependudukan dan Catatan Sipil Kementrian Dalam Negeri, Andi Narogong
yang merupakan pengusaha pelaksana proyek e-KTP dan Markus Nari yang
merupakan anggota DPR.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dengan adanya penuasan makalah kasus korupsi E-KTP, penulis dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Mahasiswa memahami bahwa tingginya kasus korupsi akan berdampak
bagi negara, contoh berdampak pada perekonomian, sosial dan
kemiskianan masyarakat.
2. Mahasiswa mengetahui pelaku kasus korupsi sebagaian besar pejabat
pejabat negara yang menyalahgunakan kekuasannya.
3. Mahasiswa berlatih untuk berinteraksi dengan cara berdiskusi,
manyatakan pendapat, dan mufakat.

B. SARAN
Sebagai negara hukum indonesia memiliki Undang-undang sebagai
landasan hukum. Pelaku korupsi sebaiknya diberikan hukuman yang sesuai
dengan perbuatannya, karena telah merugikan negara dan rakyat indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai