Anda di halaman 1dari 2

ARTIKEL TENTANG MEGA KORUPSI E-KTP

SETYA NOVANTO TAHUN 2017


OLEH: Jheryo Sanda Lembang

1.Latar Belakang
e-KTP atau Kartu Tanda Penduduk Elektronik dapat dikatakan merupakan salah satu
program pemerintah sebagai salah satu kemudahan warga negara dalam mempermudah dalam
memuat dokumen. Pada saat itu, warga negara indonesia dipermudah dengan kehadiran e-KTP
sehingga hal ini yang menjanjikan keamanan dan menjamin dokumen kependudukan tersebut.
Dengan diberlakukan e-ktp ini, pemerintah sudah mau memastikan mengambil kebijakan yang
membuat indonesia tertinggal oleh perkembangan zaman dan menjadi negara yang unggul.

Semua hak asasi warga negara indonesia harusnya dapat memperoleh secara adil dalam
dipermudahkannya Kartu Tanda Penduduk mereka, Sayangnya, proses pengembangan KTP
Elektronik ini dapat kita lihat bahwa masih saja terdapat kejadian dimana beberapa orang yang
ingin mengurus pembuatan Kartu Tanda Penduduk terhambat karena proses administrasinya yang
terkadang dijadikan alasan oleh mereka yang suka terbelit-belit. Dapat ditemui juga berbagai
permasalahan yang dimulai dari hal teknis dan sampai yang non-teknis juga, seperti teknologi yang
digunakan seringkali bermasalah, data kependudukan yang tidak mutakhir, dan sebagainya.
Permasalahan-permasalahn tersebut dapat kita katakan penyebab adalah pada tindakan korupsi di
mega proyek e-KTP.

Korupsi yang terjadi melalui mega proyek e-KTP ini memang merugikan negara dalam
skala yang sangat cukup besar. “Korupsi ibarat penyakit menular yang menjalar pelan namun
mematikan, korupsi merusak demokrasi dan hukum indonesia, seharusnya semua yang melakukan
tindak pidana korupsi ini di hukum mati dan dampaknya sendiri mendorong pelanggaran terhadap
hak asasi manusia, menurunkan kualitas kehidupan dan memungkinkan kriminal, terorisme, dan
berbagai ancaman terhadap keamanan untuk berkembang” (kofi A.Annan; UN, 2004).
Permasalahan korupsi dari mega proyek e-KTP ini menciptakan apa saja yang akan timbul di
sebuah negara.

Kasus ini dapat dikatakan sebagai salah satu korupsi terbesar yang pernah terjadi di
indoensia. Berawal dari dimenangkannya tender pengadaan e-KTP oleh konsorsium PT
Percetakan Negara Republik Indonesia. Konsorsium ini terdiri dari perum PNRI, PT Sucofindo,
PT Sandhipala Arthapura, PT len industri, dan PT quadra solution. Anggaran yang dibawa oleh
konsorsium tersebut untuk menjalankan proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik itu mencapai
Rp5,9 triliun. Menurut ICW (Indonesian Corruption Watch), terdapat kejanggalan yaitu adalah
post bidding, penandatangan kontrak pengadaan e-KTP pada sangah banding, dan persaingan usah
yang tidak sehat (Muhamad Nur Rochmi, 2016).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemudian menyelidiki kasus dugaan korupsi


proyek e-KTP. Penyelidikan yang dilakukan oleh kpk ini sudah berlangsung hampir 3 tahun dan
kpk telah memerikasa 280 orang dalam kasus ini, KPK baru dapat menetapkan dua tersangka yaitu
mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil kementian Dalam negri, Irman, dan
mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal
Kependudukan dan Catatan Sipil Kementrian Dalam Negri, yaitu Sugiharto. Kedua orang tersebut
diduga melakukan penyalahgunaan kewenangan dalam proyek e-KTP. Irman yang waktu
ditetapkan tersangka menjabat Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Aparatur dan Pelayanan
Publik, merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) proyek e-KTP, sedangkan, Sugiharto adalah
Pejabat Pembuat Komitmen proyek tersebut. Kedua orang tersebut disangkakan dengan Pasal 2
ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto
Pasal 55 ayat 1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Dikatakan oleh KPK bahwa penyelidikan masih
terus berlangsung karena ternyata banyak sekali pihak terkait yang menerima aliran uang dari dana
proyek pengadaan e-KTP tersebut. Masih terdapat sejumlah politikus dan anggota dewan yang
menerima uang haram tersebut dan masih belum tertangkap oleh KPK.

2.kesimpulan
Pada akhirnya semua kita dapat menyimpulkan bahwa tindak pidanan korupsi ini adalah
korupsi paling besar dan merugikan negara kita. Dapat kita lihat dari kasus tersebut bahwa banyak
orang diluar sana, apalgi pejabar negara kita yang masih saja haus akan uang. Banyak dari mereka
yang diduga terlibar dalam korupsi ini, masih tidak mau mengakui keterlibatannya. Jika melihat
kembali undang-undang mengenai tipikor pada UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, yang pada Pasal 12 disebutkan bahwa denda maksimal untuk pelaku
korupsi sebesar Rp1 miliar, penulis tidak yakin bahwa kerugian negara sebesar Rp2,3 triliun itu
dapat ditutup dengan menetapkan denda tersebut. Pada akhirnya, kita (masyarakat) lagi yang
berusaha bekerja dengan jujur untuk menutupi kerugian negara.

Terhambatnya orang-orang untuk menerima e-KTP ini akan merugikan dalam berbagai
hal, seperti tidak bisa bepergian keluar kota dengan transportasi umum yang memerlukan e-KTP,
tidak bisa membuka dan mengurus rekening tabungan, dan segala kegiatan admnistrasi lainnya
yang membutuhkan e-KTP bahkan dengan tidak adanya e-KTP pada masyarakat akan
menghambat hak elektoral mereka. Maka itu, kita sebagai masyarakat hanya dapat berharap
supaya KPK berhasil menangkap pejabat-pejabat dan politikus-politikus yang terlibat dengan
masalah korupsi e-KTP ini.

Anda mungkin juga menyukai