Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Puji syukur mari kita panjatkan atas kehadiran Allah SWT karena telah memberikan
kita nikmat kesehatan, serta kesempatan sehingga saya bisa menyelesaikan tugas saya tepat
waktu. Taklupa juga shalawat serta salam kita hantarkan kepada baginda kita nabi
Muhammad SAW, nabi yang menjadi suri tauladan kita dan semoga kita mendapatkan
syafaatnya dihari kemudian kelak.

Makalah ini disusun dengan tujuan menyelesaikan tugas mata kuliah pendidikan anti
korupsi, dan juga menyusun hasil pengamatan saya mengenai kasus korupsi e-ktp 2014,
setelah melakukan penelitian secara kualitatif dengan berbagai sumber yang tersebar di
internet mulai dari awal kasus hingga hukuman yang diterima pelaku-pelaku yang terlibat.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Muhammad Nasir selaku dosen
pendidikan anti korupsi saya, juga mengucap terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat
dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, saya menerima
semua kritik dan saran guna memperbaiki makalah ini, dan juga semoga makalah ini dapat
memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenaik kasus korupsi e-KTP 2014, terima
kasih.

Makassar, 03, September, 2022.

Penulis

1
DAFTAR ISI

Sampul ……………………………………………………………………….…………….… i

Kata Pengantar …………………………………………………………………...……...…. 1

Daftar Isi ……………..………………………………………………...……………….……


2

BAB 1 Pendahuluan ……………..…………………………………………………………..


3

1.1 Latar Belakang……………………………………...……………………………..


3
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………
4
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………………………..
4
1.4 Manfaat Penulisan…………………………………………………………………
4

BAB 2 Telaah Pustaka……………………………………………………………………….


5

2.1 Apa itu korupsi………….………………………………………..……………..…


5
2.2 Ciri-Ciri Korupsi……………………………………….…………..…………….
10
2.3 Cara mengetahui korupsi disekitar kita………………………………………..…
18

BAB 3 PENUTUP…………………………………………………………………………...
23

3.1 Simpulan Dan Saran…………………………..……………….…………………


23

2
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………
24

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Korupsi bukan hal yang asing bagi warga negara indonesia, bahkan bisa disebut masih
menjadi mimpi buruk bagi rakyat indonesia sampai saat ini. Begitu banyak aturan yang
ditetapkan pemerintah untuk mengusut tuntas tentang korupsi ini, tetapi kenyataan
berbanding terbalik dengan apa yang kita hadapi saat ini, kebanyakan kasus korupsi berasal
dari kalangan penegak hukum itu sendiri, mereka yang berdiri dengan lantang menentang
korupsi justru menjilat ludahnya sendiri dengan memakan hak rakyat.

Kata kebal akan hukum bisa disematkan kepada mereka, bermain kotor tanpa memikirkan
bagaimana lidah mereka kemarin berteriak keras tentang rakyat, bagaimana kemarin mata
mereka sayu melihat keadaan rakyat yang sengsara, tetapi seakan urat malu mereka sudah
putus, seolah kemarin semua ucapan mereka hanya mimpi dan angin lalu, mereka menjadi
pelaku utama dibalik kesengsaraan rakyatnya, mereka hanya menunduk malu seolah mereka
tidak berbuat apa-apa, keji dan hina. Kedua kata yang pantas disematkan kepada pelaku
korupsi, dan juga pribahasa lempar batu sembunyi tangan adalah realisasi yang dilakukan
oleh mereka.

3
Kartu tanda penduduk salah satu kebutuhan untuk melengkapi seseorang yang menjadi
saksi bahwa ia adalah rakyat indonesia, kartu kecil biru itu justru dibuat sebagai ladang
rupiah oleh sekelompok orang tak bertanggung jawab. Rezim keji ini juga melibatkan ketua
DPR RI sebagai tokoh utama dibalik drama memakan uang rakyat kali ini, 5 tahun bahkan
lebih semua drama ia mainkan dengan indah setelah dengan keji menikmati aset negara yang
tidak seharusnya untuknya, julukan sebagai dewan perwakilan rakyat republik Indonesia
memalukan jika masih dengan bangga ia memperkenalkan dirinya dengan julukan itu.

Akibat korupsi berjamaah ini, negara mengalami kerugian mencapai Rp 2,3 triliun.
Terhiyung antek-antek sang DPR RI mencapai 8 orang yang menjadi tersangka, tombak
kejayaan negara kembali goyah, para pendiri tombak itu sendiri yang berusaha mencabut hal
itu, memalukan dan sangat miris bahkan jika di pikir mereka sudah tidak pantas disebut
manusia, kekejaman merenggut banyak nyawa rakyatnya sendiri demi kepuasan rupiah
pribadi.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan saya bahas pada makalah ini sebagai berikut :
1. Dari mana saja asal usul kasus korupsi e-KTP?
2. Siapa tersangka yang terlibat di dalam kasus korupsi e-KTP?
3. Bagaimana akhir kasus korupsi e-KTP?
4. Apa saja cara mengantispasi kasus korupsi di masa depan?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah yang saya akan bahas sebagai berikut :
1. Menjelaskan asal usul korupsi e-KTP.
2. Menjelaskan tersangka yang terlibagt di dalam kasus e-KTP.
3. Menjelaskan akhir kasus korupsi e-KTP.
4. Menjelaskan cara mengantisipasi kasus korupsi di masa depan.

1.4 Manfaat Penulisan


Penulisan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan lebih rinci mengenai kasus
korupsi e-KTP yang juga memiliki beberapa manfaat sebagai berikut:

4
1. Bagi pembaca, sebagai referensi dan penambah informasi mengenai kasus korupsi e-
KTP.
2. Bagi penulis, sebagai media mengeluarkan pendapat, buah pikir, serta saran mengenai
kasus korupsi e-KTP
3. Bagi pemerintah, sebagai media pertimbangan keputusan.

BAB 2

TELAAH PUSTAKA

2.1 Asal Usul Korupsi e-KTP

Kasus ini berawal saat Kemendagri di tahun 2009 merencanakan mengajukan


anggaran untuk penyelesaian Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAP), salah
satu komponennya adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK). Pemerintah pun menargetkan
pembuatan e-KTP bisa selesai di tahun 2013.

Proyek e-KTP sendiri merupakan program nasional dalam rangka memperbaiki


sistem data kependudukan di Indonesia. Lelang e-KTP dimulai sejak tahun 2011, dan banyak
bermasalah karena diindikasikan banyak terjadi penggelembungan dana. Berdasarkan catatan
Kompas.com, kasus korupsi proyek e-KTP terendus akibat kicauan mantan Bendahara
Umum Partai Demokrat (PD), Muhammad Narzaruddin.

KPK kemudian mengungkap adanya kongkalingkong secara sistemik yang dilakukan


oleh birokrat, wakil rakyat, pejabat BUMN, hingga pengusaha dalam proyek pengadaan e-
KTP pada 2011-2012. Akibat korupsi berjamaah ini, negara mengalami kerugian mencapai

5
Rp 2,3 triliun. DPR pun sempat dibuat heboh karena KPK selama menangani kasus ini,
melakukan pemanggilan kepada puluhan anggota dewan maupun mantan anggota DPR RI.
Nama-nama tokoh besar bahkan ikut dikaitkan. Dalam perkara pokok kasus korupsi e-KTP,
ada 8 orang yang sudah diproses dan divonis bersalah.

Dari beberapa kali pertemuan, disepakati anggaran proyek e-KTP sebesar Rp 5,9
triliun. Sebanyak 51 persen dari total anggaran yaitu Rp 2,662 triliun akan digunakan untuk
belanja modal atau belanja rill proyek, dan sisanya 49 persen yakni Rp 2,5 triliun akan
menjadi bancakan. Rincian uang korupsi tersebut dibagi kepada pejabat Kemendagri sebesar
7 persen (Rp 365,4 miliar), anggota Komisi II DPR 5 persen (Rp 261 miliar), Setya Novanto
dan Andi Narogong 11 persen (574,2 miliar), Anas dan Nazaruddin 11 persen (Rp 574,2
miliar), serta sisa 15 persen (783 miliar( akan diberikan sebagai keuntungan pelaksana
pekerjaan atau rekanan.

(gambar 2.1.2 “Skandal e-KTP”)

Menurut wikipedia sendiri, Kasus korupsi e-KTP bermula dari rencana Kementerian


Dalam Negeri RI dalam pembuatan e-KTP. Sejak 2006 Kemendagri telah menyiapkan dana
sekitar Rp 6 triliun yang digunakan untuk proyek e-KTP dan program Nomor Induk
Kependudukan (NIK) nasional dan dana senilai Rp 258 miliar untuk biaya pemutakhiran data
kependudukan untuk pembuatan e-KTP berbasis NIK pada 2010 untuk

6
seluruh kabupaten/kota se-Indonesia. Pada 2011 pengadaan e-KTP ditargetkan untuk 6,7 juta
penduduk sedangkan pada 2012 ditargetkan untuk sekitar 200 juta penduduk Indonesia.

Sebelum proses perekaman e-KTP dilaksanakan, Gamawan Fauzi yang saat itu


menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri sempat menemui pimpinan KPK di gedung
KPK pada 24 Januari 2011. Di sana ia meminta KPK untuk mengawasi proyek e-KTP
sembari menjelaskan tentang langkah-langkah pelaksanaan proyek e-KTP. Namun KPK
bukan satu-satunya institusi yang ia datangi. Sebelumnya ia juga telah meminta Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
untuk terlibat dalam pengawasan proyek ini. Dengan adanya keterlibatan institusi-institusi
tersebut ia berharap megaproyek e-KTP dapat bersih dan terhindar dari praktek korupsi. M
Jasin yang saat itu menjabat sebagai wakil ketua KPK juga menegaskan bahwa KPK
memantau proses proyek e-KTP.

Belum sampai perekaman dilakukan di berbagai kabupaten dan kota, pihak kepolisian
mengabarkan bahwa mereka mencurigai terjadinya korupsi pada proyek e-KTP. Kecurigaan
itu berangkat dari laporan konsorsium yang kalah tender yang menyatakan bahwa terjadinya
ketidaksesuaian prosedur yang dilakukan oleh panitia saat lelang tender berlangsung.

 Kecurigaan bahwa adanya praktek korupsi pada proyek e-KTP juga dirasakan oleh
Government Watch (GOWA) yang berbuntut pada laporan kepada KPK pada 23 Agustus
2011. Mereka berspekulasi bahwa telah terjadi upaya pemenangan terhadap satu konsorsium
perusahaan dalam proses lelang tender berdasarkan investigasi yang telah dilakukan sejak
Maret hingga Agustus 2011. Dari hasil investigasi tersebut mereka mendapatkan petunjuk
berupa dugaan terjadinya kolusi pada proses lelang oleh Direktorat Jenderal Kependudukan
dan Pencatatan Sipil dan menemukan fakta bahwa telah terjadi 11 penyimpangan,
pelanggaran dan kejanggalan kasatmata dalam pengadaan lelang.

KPK turut mencium kejanggalan dari proses proyek e-KTP. Pada awal September
2011 KPK menuding bahwa Kemendagri tidak menjalankan 6 rekomendasi dalam
pelaksanaan proyek e-KTP. Keenam rekomendasi tersebut adalah:

1) Penyempurnaan desain.
2) Menyempurnakan aplikasi SIAK dan mendorong penggunaan SIAK di seluruh
wilayah Indonesia dengan melakukan percepatan migrasi non SIAK ke SIAK

7
3) memastikan tersedianya jaringan pendukung komunikasi
data online/semi online antara Kabupaten/kota dengan MDC di pusat agar proses
konsolidasi dapat dilakukan secara efisien
4) Pembersihan data kependudukan dan penggunaan biometrik sebagai media
verifikasi untuk menghasilkan NIK yang tunggal
5) Pelaksanakan e-KTP setelah basis database kependudukan bersih/NIK tunggal,
tetapi sekarang belum tunggal sudah melaksanakan e-KTP
6) Pengadaan e-KTP harus dilakukan secara elektronik dan sebaiknya dikawal ketat
oleh LKPP.

(gambar 2.1.2 “keterangan kpk”)

Menanggapi tudingan KPK, Kemendagri kemudian memberikan


bantahan. Reydonnyzar Moenek, juru bicara Kemendagri menjelaskan bahwa Kemendagri
telah menjalankan 5 rekomendasi. Kemendagri tidak bisa melaksanakan satu rekomendasi
lainnya, yakni tentang permintaan NIK tunggal saat proses e-KTP dilaksanakan karena bisa
mengubah waktu dan pembiayaan e-KTP.

Tak lama setelah itu, Konsorsium Lintas Peruri Solusi melaporkan Pejabat Pembuat


Komitmen (PPK) dan Ketua Panitia lelang dalam proses pengadaan e-KTP, Sugiharto
dan Drajat Wisnu Setiawan ke Polda Metro Jaya dengan barang bukti berupa surat
kontrak pada 1 Juli 2011, surat jaminan penerimaan uang Rp 50 juta dan tiga orang saksi.
Konsorsium Lintas Peruri Solusi menduga bahwa telah terjadinya penyalahgunaan
wewenang sehingga dana untuk e-KTP membesar hingga Rp4 triliun lebih dalam proses
tender. Kenyataannya, penawaran yang diajukan oleh Konsorsium Lintas Peruri Solusi lebih
rendah, yakni sebesar Rp4,75 triliun namun yang memenangkan tender justru konsorsium
8
PNRI yang mengajukan penawaran lebih tinggi, yakni sebesar Rp5,84 triliun dari anggaran
senilai 5,9 triliun. Mereka juga menuding bahwa panitia lelang telah menerima uang sebesar
Rp50 juta pada 5 Juli 2011 dari konsorsium pemenang tender.

Seiring berjalannya waktu, indikasi korupsi pada proyek e-KTP semakin terbuka
lebar. Pada 2012 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menemukan indikasi
korupsi pada proyek e-KTP lebih awal ketimbang KPK berdasarkan temuan investigator.
[1] Indikasi tersebut tertuang pada keputusan KPPU berupa hukuman pada
Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) dan PT Astragraphia untuk
membayar denda Rp24 miliar ke negara karena melanggar pasal 22 UU No. 4/1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada November 2012.
Konsorsium PNRI didenda sebesar Rp20 miliar sedangkan PT Astragraphia didenda Rp4
miliar. Denda tersebut harus dibayar ke kas negara melalui bank pemerintah dengan kode
423755 dan 423788 (Pendapatan Pelanggaran di bidang persaingan usaha).

(gambar 2.1.3 “Peta ringkas kasus e-KTP”)

9
2.2 Tersangka yang terlibat pada kasus korupsi e-KTP.

KPK telah lebih dulu menetapkan 10 tersangka terkait kasus dugaan korupsi e-KTP.
Mereka adalah, Irman, Sugiharto, Anang Sugiana Sudihardjo, Setya Novanto, Irvanto
Hendra Pambudi Cahyo, Andi Narogong, Made Oka Masagung, Markus Nari.

Delapan orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara pokok korupsi e-
KTP. Mereka telah divonis bersalah atas perkara korupsi e-KTP dan dijatuhi hukuman yang
berbeda-beda oleh pengadilan.

Sedangkan dua orang yang juga ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus ini yaitu,
Fredrich Yunadi dan Bimanesh Sutarjo. Keduanya dijerat pasal merintangi atau
menghalang-halangi proses penyidikan e-KTP. Keduanya juga telah divonis bersalah.

Berikut penjelasan lengkap mengenai kronologi dan vonis yang diterima 10 tersangka
tersebut :

A. Irman dan Sugiharto.


Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memutuskan dua
terdakwa kasus e-KTP, Irman dan Sugiharto, dihukum pidana penjara masing-masing
7 tahun dan 5 tahun. Hakim menyatakan keduanya terbukti memperkaya diri sendiri,
orang lain, atau korporasi, sehingga menyebabkan negara rugi Rp 2,3 triliun.
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana korupsi secara bersama-sama," kata majelis hakim ketua Jhon Halasan
Butarbutar saat membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta,
Kamis, 20 Juli 2017.

10
Jhon mengatakan kedua terdakwa terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18
ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menurut hakim,
semua unsur dalam dakwaan jaksa penuntut umum telah terpenuhi. Termasuk unsur
menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Hakim mengatakan Irman terbukti menerima uang dari Andi Agustinus
sebesar USD 300 ribu dan USD 200 ribu dari Sugiharto. Sementara Sugiharto
mendapat uang USD 30 ribu dari Paulus Tannos dan USD 20 ribu dari Johannes
Marliem yang kemudian dibelikan mobil Honda Jazz senilai Rp 150 juta.
Selain itu, hakim mengatakan unsur bersama-sama juga telah terpenuhi. Irman
dan Sugiharto terbukti bersama dengan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam
Negeri Diah Anggraeni dan konsorsium melakukan beberapa pertemuan untuk
membahas proyek e-KTP.
Selain pidana penjara, hakim juga menetapkan denda kepada Irman sebesar
Rp 500 juta subsidiar 6 bulan kurungan. Sedang Sugiharto diwajibkan membayar
denda Rp 400 juta subsidiar 6 bulan kurungan.
Selanjutnya hakim juga mewajibkan Irman untuk membayar uang pengganti
sebesar USD 500 ribu dikurangi USD 300 ribu dan Rp 50 juta. Jika tidak mampu
mengembalikan dalam waktu satu bulan setelah inkraht, maka harta bendanya akan
disita. Jika masih tak cukup, akan diganti dengan pidana 2 tahun penjara.
Di bagian lain keputusan majelis sidang e-KTP ini, Sugiharto diwajibkan
membayar uang pengganti sebesar USD 50 ribu dikurangi USD 30 ribu dan mobil
Honda Jazz seharga Rp 150 juta. Sama seperti Irman, Sugiharto juga diberi waktu
hingga satu bulan setelah berkekuatan hukum tetap. Jika tidak membayar, maka harta
bendanya akan disita. Namun jika hartanya tak cukup, Sugiharto wajib memenuhi
pidana penjara selama satu tahun.

(gambar 2.2.1 “Foto Irman dan Sugiharto”)

11
B. Anang Sugiana Sudiharjo.
Anang adalah terdakwa kasus korupsi E-KTP. Dia adalah bekas bos PT
Quadra Solution. Anang divonis 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar di Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Seperti diketahui, Anang Sugiana telah terbukti melakukan korupsi dengan
memperkaya diri sendiri dan korporasi senilai Rp79 miliar dari proyek KTP-
elektronik. Keuntungan Rp79 miliar untuk PT Quadra Solution bersumber dari
pembayaran konsorsium yang seluruhnya berjumlah Rp1,950 triliun. Sedangkan
realisasi pekerjaan barang yang dilakukan perusahaan itu hanya Rp1,871 triliun.
Selain itu, Anang didakwa secara bersama-sama telah menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang telah
merugikan negara senilai Rp2,3 triliun.
Atas perbuatannya, Anang Sugiana didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) subsider
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo.
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(gambar 2.2.2 “Foto Anang Sugiana Sudiharjo”)

C. Setya Novanto.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis 15 tahun
penjara kepada Setya Novanto dalam kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik
(e-KTP). Majelis hakim menilai Setya terbukti melakukan korupsi proyek e-
KTP tahun anggaran 2011-2013.
"Menyatakan terdakwa Setya Novanto telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindakan korupsi yang dilakukan bersama-sama,"

12
ujar hakim Yanto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi, Jakarta, Selasa, 24 April 2018.
Selain dijatuhi hukuman 15 tahun penjara, Setya diharuskan membayar denda
Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Menurut hakim, hal yang memberatkan
hukuman adalah Setya melakukan tindakan yang bertentangan dengan program
pemerintah, yakni memberantas korupsi. Hakim mengatakan korupsi adalah tindak
kejahatan luar biasa.
Hal yang meringankan, menurut hakim, Setya berlaku sopan selama
persidangan. Selain itu, Setya belum pernah mendapat hukuman. Vonis hakim ini
lebih ringan daripada tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Jaksa
sebelumnya menuntut Setya dijatuhi hukuman 16 tahun penjara, ditambah denda Rp 1
miliar subsider 6 bulan kurungan.
Dalam pertimbangannya, hakim mengatakan Setya Novanto menerima
imbalan proyek e-KTP sebesar US$ 7,3 juta. Hakim juga menyebut Setya menerima
satu jam tangan merek Richard Mille seharga US$ 135 ribu.
Hakim mengatakan Setya Novanto melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

(gambar 2.2.3 “Foto Setya Novanto”)

D. Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.


Irvanto dan Made Oka didakwa turut serta dalam tindak pidana korupsi
sebagai pihak penyalur uang hasil korupsi untuk Setya Novanto. Melalui Made oka
Masagung, Setya Novanto menerima uang berjumlah USD 3.800.000 melalui
rekening OCBC Center Branch atas nama OEM Investment, PT, Ltd. Kemudian
kembali ditransfer sejumlah USD 1.800.000 melalui rekening Delta Energy, di Bank
DBS Singapura, dan sejumlah USD 2.000.000.

13
Sementara melalui Irvanto dalam rentang waktu 19 Januari-19 Februari 2012
seluruhnya berjumlah USD 3.500.000. Sehingga total uang yang diterima terdakwa
baik melalui Irvanto Hendra Pambudi Cahyo maupun melalui Made oka Masagung
seluruhnya berjumlah USD 7.300.000.

(gambar 2.2.4 “Irvanto Hendra Pambudi Cahyo”)


E. Andi Narogong.
Dalam pertimbangan, hakim menyatakan Andi Narogong bersama pihak lain
mengarahkan perusahaan tertentu, dalam hal ini Konsorsium PNRI, sebagai
pemenang lelang proyek e-KTP. Hakim mengatakan ada duit USD 2,5 juta dan Rp
1,186 miliar yang diterima Andi atas kontribusi mengatur dan memenangkan
Konsorsium PNRI.
Perbuatan tersebut, sambung hakim, merupakan tindakan tidak etis. Perbuatan
tersebut melawan hukum pekerjaan barang dan jasa dan persaingan tidak sehat.
Penyimpangan pengadaan e-KTP menurut hakim membuat mutu berkurang dan harga
di luar kewajaran. Menurut hakim, persekongkolan rekan dan penyedia barang
merupakan perbuatan melawan hukum.
Saat vonis pertama ini Andi mendapatkan status justice collaborator atau saksi
pelaku yang bekerja sama dengan KPK. Ketika itu, Andi merupakan terdakwa ketiga
yang telah divonis dalam kasus e-KTP.
Hukuman Andi kemudian diperberat di tingkat banding. Hakim memutuskan
Andi dihukum 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Selain itu, Andi diwajibkan
mengembalikan kerugian negara USD 2,5 juta dan Rp 1,1 miliar. Status justice
collaborator Andi juga dianulir di tingkat banding.
Terakhir, Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan oleh Andi.
Hukuman Andi juga bertambah menjadi 13 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Dia
juga dihukum membayar uang pengganti USD 2,5 juta dan Rp 1,186 miliar
diperhitungkan dengan pengembalian sebesar USD 350 ribu dengan kurs USD sesuai
waktu uang diperoleh.
14
(gambar 2.2.5 “Andi Narogong”)

F. Made Oka Masagung.


“Menyatakan terdakwa secara sah melakukan tindak pidana korupsi dengan
melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1)
ke 1 KUH Pidana," ucap Hakim Ketua, Yanto, saat membacakan vonis dalam sidang
yang digelar pada Rabu, 5 Desember 2018.
Made Oka dan Irvanto menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Tindak
Pidana Korupsi, Jakarta Pusat. Keduanya terlibat dalam kasus korupsi pengadaan
Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

(gambar 2.2.6 “Made Oka Masagung”)

G. Markus Nari.

15
Hukuman mantan anggota DPR Markus Nari diperberat dari 6 tahun penjara
menjadi 7 tahun penjara. Selain itu, Markus Nari diwajibkan mengembalikan uang
proyek e-KTP yang dikorupsinya sebesar USD 400 ribu atau setara Rp 5,6 miliar
(kurs Rp 14 ribu).
"Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Markus Nari dengan
pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp 300 juta dengan
ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana
kurungan selama 3 bulan," demikian bunyi putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta
yang dilansir websitenya, Kamis (27/2/2020).

(gambar 2.2.7 “Markus Nari”)


H. Fredrich Yunadi.
Sebelumnya berdasarkan putusan kasasi pada 23 Maret 2019, Mahkamah
Agung memperberat hukuman Fredrich Yunadi menjadi 7 tahun 6 bulan penjara
ditambah denda Rp500 juta subsider 8 bulan kurungan. Sementara dalam putusan
banding yang diambil majelis banding di Pengadilan Tinggi Jakarta pada 9 Oktober
2018, Fredrich Yunadi tetap divonis 7 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta
subsider 5 bulan.
Sebagai pengacara Setya Novanto, Fredrich terbukti memberikan saran agar
Setya Novanto tidak perlu datang memenuhi panggilan penyidik KPK dalam perkara
E-KTP. Alasannya ialah untuk proses pemanggilan terhadap anggota DPR harus ada
izin dari presiden serta agar Setya Novanto melakukan uji materi (judicial review) ke
Mahkamah Konstitusi.

16
(gambar 2.2.8 “Fredrich Yunadi”)

I. Bimanesh Sutarjo.
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis pidana
penjara terhadap terdakwa dokter Bimanesh Sutarjo. Hal tersebut tertuang dalam surat
putusan tingkat banding nomor: 26/Pid.Sus-TPK/2018/PT.DKI atas nama dokter
Bimanesh Sutarjo. Perkara atas nama Bimanesh tersebut ditangani majelis hakim
banding yang diketuai Ester Siregar dengan anggota I Nyoman Sutarna, James Butar
Butar, Anthon R Saragih, dan Jeldi Ramadhan. Putusan banding atas nama Bimanesh
dibacakan pada Kamis (25/10/2018).
Majelis hakim banding menilai, dokter Bimanesh Sutarjo selaku dokter
spesialis dokter spesialis Rumah Sakit Medika Permata Hijau (RSMPH) saat itu telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak
pidana korupsi (tipikor) dalam delik menghalangi penyidikan. Majelis meyakini
Bimanesh bersama terdakwa advokat sekaligus pendiri dan Managing Patners kantor
hukum Yunadi & Associates Fredrich Yunadi (divonis 7 tahun penjara) telah
menghalangi penyidikan kasus dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk
elektronik (e-KTP) saat itu atas nama Setya Novanto (Setnov) yang sedang ditangani
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

(gambar 2.2.9 “Bimanesh Sutarjo”)

17
2.3 Akhir Kasus Korupsi e-KTP.

Kasus e-KTP menjadi salah satu kasus korupsi terbesar dan juga kasus terpanjang yang
diselidiki KPK, lika liku yang dialami kasus ini sangat banyak, bahkan rakyat telah
menyematkan nama “drama” kepada kasus in, terlebih perihal drama yang dimainkan salah
satu tersangka yakni Mantan ketua DPR RI Setya Novanto. Ia menjadi salah satu tersangka
dan salah satu orang yang memperumit kasus ini.

Drama Setya Novanto di kasus korupsi e-KTP mulai menapaki babak akhir cerita. Lebih
dari satu tahun semenjak Setnov pertama kali dipanggil sebagai saksi tersangka Sugiarto pada
4 Januari 2017 lalu, kini (24/4) Setnov harus menerima putusan yang akan diberikan hakim
kepadanya.

Bagaimana jalan cerita drama Setnov di kasus korupsi e-KTP? Berikut menurut
kumparan.com :

4 Januari 2017.

Setya Novanto dipanggil sebagai saksi tersangka korupsi e-KTP Sugiharto. Namun,
Setnov tidak hadiri panggilan tersebut.

7 Juli 2017.

18
Setya Novanto kembali dipanggil sebagai saksi tersangka korupsi e-KTP Andi Narogong.
Kembali, Setnov tidak mengindahkan panggilan ini.

17 Juli 2017.

KPK menetapkan Setnov sebagai tersangka kasus e-KTP. Ia diduga merugikan negara
sebesar Rp 2,3 triliun.

4 September 2017.

Setnov mengajukan praperadilan terhadap KPK atas status tersangka yang dilekatkan
kepadanya.

11 September 2017.

Setnov dipanggil untuk pertama kalinya sebagai tersangka, namun urung hadir dengan
alasan sakit. Beberapa waktu berselang tersebar foto Setnov yang terbaring lemah di rumah
sakit.

29 September 2017.

Masih teringat jelas dalam ingatan, pada hari itu Setnov memenangkan praperadilan
sehingga status tersangka yang melekat kepadanya batal. Uniknya, setelah menang
praperadilan, beberapa hari berselang Setnov sembuh dan keluar dari rumah sakit.

10 November 2017.

Walau menang praperadilan, Setnov kembali ditetapkan sebagai tersangka. Beberapa


kali dipanggil oleh KPK untuk diperiksa, Setnov selalu mangkir. Akhirnya, KPK
memutuskan untuk menjemput paksa Setnov. Namun, penjemputan tak membuahkan hasil
karena Setnov tidak berhasil ditemukan di kediamannya.

15 November 2017.

Setnov kembali mengajukan permohonan praperadilan bersamaan saat KPK akan


menangkapnya.

16 November 2017.

Setnov menghilang, keberadaannya sempat menjadi misteri. Namun, secara tiba-tiba,


ia ditemukan mengalami kecelakaan. Setnov dilarikan ke RS Medika Permata Hijau. Banyak
spekulasi yang muncul, namun, Setnov tidak lama di RS Medika Permata Hijau karena tim

19
dokter KPK memindahkannya ke RSCM untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Setnov
ditahan KPK dengan status pembantaran.

23 November 2017.

Setnov dicecar 48 pertanyaan oleh penyidik KPK selama 6 jam. Menurut kuasa
hukum, seluruh pertanyaan terkait kedudukan Setnov di DPR dan terkait pelaksanaan proyek
e-KTP.

29 November 2017.

KPK blokir rekening Setnov, istri, dan kedua anaknya. Selain itu, penyidik juga
memblokir dua perusahaan yang diduga sahamnya dimiliki oleh keluarga Setnov.

30 November 2017.

MKD DPR periksa Setnov di KPK selama 2 jam. Pemeriksaan ini terkait kursi Ketua
DPR yang masih dijabat oleh Novanto.

7 Desember 2017.

Setnov menjalani sidang praperadilan. Seharusnya sidang dilaksanakan pada 30


November lalu, namun ditunda karena adanya permintaan dari KPK.

13 Desember 2017.

Setnov jalani sidang dakwaan. Ia didakwa telah memperkaya diri sendiri sebanyak 7,3
juta dollar AS atau sekitar Rp 71 miliar (kurs tahun 2010) dari proyek E-KTP. Selain itu,
Novanto diperkaya dengan mendapat jam tangan merek Richard Mille seri RM 011 seharga
135.000 dollar AS atau sekitar Rp 1,3 miliar (kurs 2010).

20 Desember 2017.

Setnov jalani sidang eksepsi kasus korupsi e-KTP. Menurut pengacaranya, fokus
eksepsi adalah ke politisi yang hilang dalam dakwaan.

28 Desember 2017.

KPK minta hakim tolak eksepsi Setnov dan meneruskan perkara berdasarkan surat
dakwaan penuntut umum.

4 Januari 2018.

20
Eksepsi Setnov ditolak hakim. Sidang kasus e-KTP dengan dakwaan penuntut umum
dilanjutkan.

30 Januari 2018.

Penyidik KPK kembali memeriksa terdakwa proyek pengadaan e-KTP Setnov.

22 Februari 2018.

Setnov mengaku telah melapor ke penyidik KPK mengenai sejumlah anggota DPR
yang diyakini menerima uang korupsi e-KTP.

22 Maret 2018.

Dalam sidang lanjutan kasus e-KTP Setnov mengaku telah mengembalikan uang Rp 5
miliar kepada KPK. Dalam persidangan ini pun Setnov mengaku menyesal dan meminta
maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia.

29 Maret 2018.

Jaksa penuntut umum menilai Setnov terima keuntungan sebesar USD 7,3 juta dari
proyek e-KTP. Permohonan status justice collaborator yang diajukan Setnov pun ditolak.
Selain itu, jaksa penuntut umum KPK menuntut agar hak politik Setnov dicabut.

13 April 2018.

Setnov jalani sidang pembacaan pleidoi. Dalam pembacaan pleidoinya itu, Setnov
meminta maaf ke majelis hakim dan jaksa penuntut umum dari KPK. Ia pun meminta untuk
divonis adil.

24 April 2018.

Setnov divonis 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta.

21
(gambar 2.3.1 “Ringkasan Drama Setya Novanto”)

2.4 Cara Mengantisipasi Kasus Korupsi Di Masa Depan.

Peran generasi penerus ialah untuk mengantisipasi terjadinya kasus seperti ini di masa
yang akan datang. Korupsi bukanlah penyakit tanpa sebab dan obat, korupsi juga bukan
budaya yang harus kita biasakan, korupsi merugikan semua kalangan dan mempersulit
bangsa ini. Oleh sebab itulah kita harus berfikir sedini mungkin bagaimana cara
pengantisipasian kasus ini di masa yang akan datang.

Adanya penyuluhan serta pembelajaran sejak bangku sekolah dasar mengenai korupsi
merupakan satu langkah yang tepat untuk mengurangi risiko korupsi di masa depan,
menanamkan pemikiran kepada anak sejak dini mengenai korupsi adalah hal haram,

22
pelarangan melakukan korupsi tingkat kecil yang ada disekitarnya merupakan pembelajaran
yang sangat berarti dan bisa menumbuhkan rasa ketakutan seseorang mengenai mengambil
hak orang lain.

Semua dimulai dari diri kita sendiri, kita tidak dapat mengubah seluruh pemikiran
berjuta-juta rakyat indonesia dengan instan, tetapi perubahan terkecil selalu dimulai dari diri
kita sendiri, kalau bukan kita siapa lagi?. Lingkungan akan mengikuti sekitarnya, hal positif
akan menyebar dengan cepat jika setelah kita memperbaik diri kita sendiri lalu kita memberi
tau sekitar kita mengenai korups, semua tindakan kecil yang selalu dilakukan akan menjadi
besar ketika kita mulai bertindak sekarang.

Korupsi bukan hal wajar, dan itu hal yang mencekik negara ini. Suatu hari jika semua
warga negara indonesia telah menetapkan pemikiran seperti itu, dan mau memperingatkan
satu sama lain tanpa adanya sogok menyogok saya yakin, negara ini perlahan akan bangun
dari mimpi buruknya tentang korupsi, mungkin akan memakan waktu yang cukup lama dan
panjang. Tetapi jika dimulai dari sekarangf, anak cucu kita kelak akan merasakan nikmatnya
juga, dan negara ini bisa semakin sejahtera.

(gambar 2.4.1 “Penangkapan oleh KPK”)

BAB 3

PENUTUP

3.1 Simpulan Dan Saran.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau


penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk
keuntungan pribadi atau orang lain.

23
Kartu tanda penduduk salah satu kebutuhan untuk melengkapi seseorang yang menjadi
saksi bahwa ia adalah rakyat indonesia, kartu kecil biru itu justru dibuat sebagai ladang
rupiah oleh sekelompok orang tak bertanggung jawab.

KPK menetapkan 8 tersangka yang terlibat didalam kasus ini, mereka ialah Irman,
Sugiharto, Anang Sugiana Sudihardjo, Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, Andi
Narogong, Made Oka Masagung, Markus Nari. Dan juga 2 tersangka lain yang ditahan
karena telah mempersulit penyeidikan kasus ini yakni, Fredrich Yunadi dan Bimanesh
Sutarjo.

“You can run but you can't hide”. Ungkapan jaksa KPK itu tercetus ketika membacakan
tuntutan untuk Setya Novanto. Kini ketokan palu majelis hakim yang memvonis Novanto
mengakhiri 'drama' panjang pengusutan kasus korupsi proyek e-KTP yang menjerat mantan
Ketua DPR itu. Hakim menilai 15 tahun mendekam di penjara menjadi hukuman setimpal
atas perbuatan Novanto yang dianggap menerima aliran duit USD 7,3 juta serta jam tangan
Richard Mille seharga USD 135 ribu itu.

Korupsi bukan hal wajar, dan itu hal yang mencekik negara ini. Suatu hari jika semua
warga negara indonesia telah menetapkan pemikiran seperti itu, dan mau memperingatkan
satu sama lain tanpa adanya sogok menyogok saya yakin, negara ini perlahan akan bangun
dari mimpi buruknya tentang korupsi

Saya berharap setelah membaca makalah ini, pembaca bisa lebih menjadi waspada dan
menjadi garda terdepan yang mengawal negeri ini sebagai negeri anti korupsi, saya
merekomendasikan jika ada hal yang kurang jelas pembaca bisa mencari info terkait kasus e-
KTP guna menambah wawasan.

DAFTAR PUSTAKA

Kompas.com. 2022. “Awal Mula Kasus Korupsi E-KTP yang Sempat Hebohkan DPR
hingga Seret Setya Novanto”. https://nasional.kompas.com/read/2022/02/04/12351421/awal-
mula-kasus-korupsi-e-ktp-yang-sempat-hebohkan-dpr-hingga-seret-setya. Diakses pada 03,
September, 2022 pukul 18.23.

24
Wikipedia. 2021 “Kasus Korupsi E-KTP”
https://id.wikipedia.org/wiki/Kasus_korupsi_e-KTP. Diakses pada 03, September, 2022
pukul 20.48.

Resenno Aji M, via tempo.co 2022. “KPK Tahan 2 tersangka korupsi E-KTP”
https://nasional.tempo.co/read/1557086/kpk-tahan-2-tersangka-korupsi-e-ktp. Diakses pada
03, September, 2022 pukul 22.12.

Irawan Dhani, via detik news 2018. “Akhir drama Novanto ; Vonis 15 tahun penjara”
https://news.detik.com/berita/d-3989119/akhir-drama-novanto-vonis-15-tahun-penjara.
Diakses pada 03, September, 2022 pukul 23.45.

Kumparan news 2018. “Akhir drama Setya Novanto di kasus e-KTP”


https://kumparan.com/kumparannews/akhir-drama-setya-novanto-di-kasus-korupsi-e-ktp.
Diakses pada 04, September 2022 pukul 00.43.

Kompas.com 2022. “10 Kasus Korupsi dengan Kerugian Negara Terbesar di


Indonesia” https://www.kompas.com/tren/read/2022/08/03/201200565/10-kasus-korupsi-
dengan kerugian-negara-terbesar-di-indonesia?page=all. Diakses pada 04, September, 2022
pukul 01.23.

Pusat Edukasi Anti Korupsi 2022. “Pengertian Korupsi” https://aclc.kpk.go.id/action-


information/lorem-ipsum/20220411-null. Diakses pada 04, September, 2022 pukul 02.11.

25

Anda mungkin juga menyukai