Anda di halaman 1dari 30

Makalah Pancasila

Kasus e-KTP

Disusun Oleh :
Radithya Ihza A D1011171085
Wibby Dwi Anggoro D1011171071
Rika Herliana D1011171115
Tiara Okti Riani D1011171117
Safira Milenia S D1011171023

Fakultas : Teknik
Jurusan : Sipil ( Kelas C )
Dosen : Piramitha Angelina, SH., MH.
Mata Kuliah : Pancasila

1
DAFTAR ISI…………………………………………………………….......... 2

Kata Pengantar ………………………………………………………………… 3

BAB 1 ( Pendahuluan )…………………………………………………………. 4

Latar Belakang…………………………………………………………… 4

Rumusan Masalah……………………………………………………….. 4

Tujuan …………………………………………………………………… 4

BAB 2 ( Pembahasan )………………………………………………………….. 5

Fungsi dan kegunaan e-KTP…………………………………………….. 6

Pengertian e-KTP………………………………………………………… 7

Kronologi Kasus korupsi pada e-KTP…………………………………… 7

Mengangkat kembali kasus e-KTP baru-baru ini………………………... 9

Berita-berita tentang kasus e-KTP……………………………………….. 12

Analisis Aspek Hukum…………………………………………………… 27

Analisis Aspek Ekonomi…………………………………………………. 28

BAB 3 ( Penutup )……………………………………………………………….. 29

Kesimpulan dan Saran……………………………………………………. 29

Daftar Pustaka…………………………………………………………………… 30

2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang mana telah memberikan
kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan makalah yang bertema “ Kasus e-KTP”
dapat selesai dalam waktu yang sesingkatnya.
Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari peran serta berbagai pihak yang
telah memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu
kami mengucapkan terima kasih dan semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang
membalas budi baik yang tulus dan ikhlas kepada semua pihak.
Tak ada gading yang tak retak, untuk itu penulispun menyadari bahwa makalah yang
telah kami susun dan kami kemas masih memiliki banyak kelemahan serta kekurangan-
kekurangan baik dari segi teknis maupun non-teknis. Untuk itu kami membuka pintu yang
selebar-lebarnya kepada semua pihak agar dapat memberikan saran dan kritik yang
membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan mendatang. Dan apabila di dalam
makalah ini terdapat hal-hal yang dianggap tidak berkenan di hati pembaca mohon
dimaafkan.

3
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Program e-KTP dilatarbelakangi oleh system pembuatan KTP konvensional/nasional di
Indonesia yang memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari satu KTP. Hal ini
disebabkan karena belum adanya basis data terpadu yang menghimpun data penduduk dari
seluruh Indonesia. Fakta tersebut memberi peluang penduduk yang ingin berbuat curang
dalam hal-hal tertentu dengan menggandakan KTP-nya. Misalnya dapat digunakan untuk:
1. Menghindari pajak
2. Memudahkan pembuatan paspor yang tidak dapat dibuat diseluruh kota
3. Mengamankan korupsi
4. Menyembunyikan identitas (seperti teroris)

Oleh karena itu, didorong oleh pelaksanaan pemerintah elektronik (e-Government) serta
untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Kementrian Dalam Negeri
Republik Indonesia menerapkan suatu sistem informasi kependudukan yang berbasiskan
teknologi yaitu Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP.

Rumusan Masalah
1. Siapa saja oknum yang menjadi tersangka dalam kasus e-KTP ?
2. Bagamaina perkembangan kasus e-KTP saat ini ?
3. Apa hukuman yang tercantum dalam UUD 1945 bagi para pelaku korupsi e-KTP?
4. Bagamaina pengaruhnya terhadap perekonomian Indonesia?

Tujuan
1. Untuk mengetahui perkembangan e-KTP saat ini
2. Untuk memahami hukum seperti apa yang akan diterima bagi para pelaku korupsi
3. Untuk mengetahui bagaimana dampak terhadap aspek ekonomi

4
BAB I I
PEMBAHASAN

e-KTP adalah Kartu Tanda Penduduk Elektronik yang mengidentitaskan Data diri
seseorang penduduk yang tinggal di beberapa wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mulai terbentuknya e-KTP sekitar awal tahun 2016 lalu, KTP yang lama masih menggunakan
masa berlaku sekitar 5 tahun sekali . e-KTP sekarang berlaku seumur hidup. Persyaratan
untuk membuat e-KTP antara lain adalah sudah berumur 17 tahun ke atas, Surat Pengantar
RT dan RW lalu ke kelurahan dan menyerahkan semua surat ke Kecamatan kota .

Penerapan KTP berbasis NIK (Nomor Induk Kependudukan) telah sesuai dengan pasal 6
Perpres No.26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan
Secara Nasional Jo Perpres No. 35 Tahun 2010 tentang perubahan atas Perpres No. 26 Tahun
2009 yang berbunyi :
1. KTP berbasis NIK memuat kode keamanan dan rekaman elektronik sebagai alat
verifikasi dan validasi data jati diri penduduk;
2. Rekaman elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi biodata, tanda tangan,
pas foto, dan sidik jari tangan penduduk yang bersangkutan;
3. Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk disimpan dalam database kependudukan;
4. Pengambilan seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaksan pada saat pengajuan permohonan KTP berbasis NIK, dengan ketentuan :
Untuk WNI, dilakukan di Kecamatan; dan Untuk orang asing yang memiliki izin
tinggal tetap dilakukan di Instansi Pelaksana;
5. Rekaman sidik jari tangan penduduk yang dimuat dalam KTP berbasis NIK
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berisi sidik jari telunjuk tangan kiri dan jari
telunjuk tangan kanan penduduk yang bersangkutan;
6. Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perekaman sidik jari diatur oleh Peraturan
Menteri.

5
Fungsi dan kegunaan e-KTP
Berikut adalah beberapa fungsi dan kegunaan e-KTP, diantaranya :
1. Sebagai identitas jati diri
2. Berlaku Nasional, sehingga tidak perlu lagi membuat KTP lokal untuk pengurusan
izin, pembukaan rekening Bank, dan sebagainya;
3. Mencegah KTP ganda dan pemalsuan KTP; Terciptanya keakuratan data penduduk
untuk mendukung program pembangunan.

Berdasarkan pernyataan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi di situs remi KTP-el,
Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) yang diterapkan di Indonesia memiliki
keunggulan dibandingkan dengan KTP-el yang diterapkan di RRC dan India. KTP-el di
Indonesia lebih komprehensif. Di RRC, Kartu identitas elektronik (e-IC) nya tidak dilengkapi
dengan biometrik atau rekaman sidik jari. Di sana, e-IC hanya dilengkapi dengan chip yang
berisi data perorangan yang terbatas. Sedang di India, sistem yang digunakan untuk
pengelolaan data kependudukan adalah sistem UID (Unique Identification Data), sedangkan
di Indonesia namanya NIK (Nomor Induk Kependudukan). UID diterbitkan melalui
pendaftaran pada 68 titik pelayanan, sedangkan program KTP-el di Indonesia dilaksanakan di
lebih dari 6.214 kecamatan. Dengan demikian, KTP-el yang diterapkan di Indonesia
merupakan gabungan e-ID RRC dan UID India, karena KTP-el dilengkapi dengan biometrik
dan chip.

KTP-el atau e-KTP juga mempunyai keunggulan dibandingkan dengan KTP biasa/KTP
nasional, keunggulan-keunggulan tersebut diantaranya:

1. Identitas jati diri tunggal


2. Tidak dapat dipalsukan
3. Tidak dapat digandakan
4. Dapat dipakai sebagai kartu suara dalam Pemilu atau Pilkada (E-voting)

Selain itu, sidik jari yang direkam dari setiap wajib KTP-el adalah seluruh jari
(berjumlah sepuluh), tetapi yang dimasukkan datanya dalam chip hanya dua jari, yaitu jempol
dan telunjuk kanan. Sidik jari dipilih sebagai autentikasi untuk KTP-el karena memiliki
kelebihan-kelebihan sebagai berikut:
1. Biaya paling murah, lebih ekonomis daripada biometrik yang lain

6
2. Bentuk dapat dijaga tidak berubah karena gurat-gurat sidik jari akan kembali ke
bentuk semula walaupun kulit tergores
3. Unik, tidak ada kemungkinan sama walaupun orang kembar

Pengertian e-KTP
e-KTP atau KTP Elektronik adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem
keamanan / pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan
berbasis pada database kependudukan nasional. Penduduk hanya diperbolehkan memiliki 1
(satu) KTP yang tercantum Nomor Induk Kependudukan (NIK). NIK merupakan identitas
tunggal setiap penduduk dan berlaku seumur hidup. Nomor NIK yang ada di e-KTP nantinya
akan dijadikan dasar dalam penerbitan Paspor, Surat Izin Mengemudi (SIM), Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP), Polis Asuransi, Sertifikat atas Hak Tanah dan penerbitan dokumen
identitas lainnya (Pasal 13 UU No. 23 Tahun 2006 tentang Adminduk).
Namun berdasarkan laporan yang diterima, dikatakan terdapat beberapa permasalahan.

Kronologi Kasus korupsi pada e-KTP


Kasus e-ktp ini semua berawal pada 30 Oktober 2009 dimana Kementerian Dalam
Negeri (Kemendagri) yang saat itu dipimpin Gamawan Fauzi berencana mengajukan
anggaran Rp 6,9 triliun untuk penyelesaian Sistem Informasi Administrasi Kependudukan
(SIAP), salah satu komponennya adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Tujuh bulan kemudian atau 18 Mei 2010, Mendagri Gamawan Fauziberjanji,
pembuatan e-KTP selesai pada 2013. Lelang e-KTP pun dimulai pada 2011. Terpidana
korupsi M Nazaruddin bahkan membeberkan, pengaturan lelang ini sudah berlangsung sejak
Juli 2010. Akhirnya, pada Juni 2011, Kementerian Dalam Negeri mengumumkan
Konsorsium PT. PNRI sebagai pemenang dengan harga Rp5,9 triliun. Konsorsium ini terdiri
dari Perum PNRI, PT. Sucofindo (Persero), PT. Sandhipala Arthapura, PT. Len Industri
(Persero), PT. Quadra Solution. Mereka menang setelah mengalahkan PT. Astra Graphia
yang menawarkan harga Rp6 triliun. Tapi banyak pihak menilai janggal munculnya
pemenang. Dalam proses lelang, menurut ICW (Indonesian Corruption Watch) ada
kejanggalan. Tiga hal yang janggal menurut ICW adalah post bidding, penandatanganan
kontrak pada masa sanggah banding dan persaingan usaha tidak sehat. Post bidding adalah

7
mengubah dokumen dokumen penawaran setelah batas akhir pemasukan penawaran Lima
bulan berselang, indikasi masalah tercium. Tender proyek diketahui bermasalah pada 10
Agustus 2011. Penyebab masalah diketahui, tiga Konsorsium Solusi dan Konsorsium PT
Telkom diduga menggelembungkan dana sebesar Rp 1 triliun rupiah. Tapi tak sampai
sepekan, Mendagri Gamawan Fauzi membantah. Menurut Gamawan Fauzi, lelang e-
KTP sudah sesuai aturan dan tidak ada penggelembungan harga. Awal September 2011,
Anggota Komisi II DPR RI menggertak akan membentuk panitia kerja untuk memastikan
proyek e-KTP berjalan sesuai rencana. Tiga tahun kemudian atau 22 April 2014, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai turun tangan. Dan kini terungkap, ada bancakan uang
haram di balik proyek e-KTP. Untuk mengusut kasus ini, tim penyidik KPK telah memeriksa
110 orang yang dianggap mengetahui proses proyek e-KTP. Banyak tokoh sudah diperiksa.
Di antaranya mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dan Gubernur Jawa Tengah
Ganjar Pranowo. Bahkan, Ketua DPR Setya Novanto juga bakal diperiksa.Wakil Ketua KPK
lainnya, Laode M Syarief menyatakan, kasus e-KTP merupakan salah satu kasus yang
menjadi fokus KPK saat ini.
Kini, urusan KTP yang begitu mendasar dan fundamental saja, tidak pernah selesai,
kendati sudah lebih 70 tahun menyatakan proklamasi kemerdekaan. Bahkan, aroma dan bau
busuk kasus korupsi e-KTP kian menyengat dan dipastikan tidak hanya telah terjadi tetapi,
diduga, melibatkan banyak pihak di level elite kekuasaan, di mana sebagiannya masih aktif,
dan juga konsorsium.

Akhir Januari 2017, Tjahjo Kumolo, curhat dan gusar, katanya, ada sekitar 110 juta e-
KTP sudah dicetak dan dimilki masyarakat, tapi ternyata, dicetaknya oleh perusahaan
Amerika. Cilakanya, belum dibayar biaya pencetakannya. Tjahjo juga menyatakan “…kita
masih utang dengan perusahan Amerika, yang tidak mungkin saya bayar sendiri, pakai APBN
juga tidak mungkin karena jumlahnya mencapai 90 juta dolar AS. Menang tender sudah kerja
tapi belum dibayar…”. Tidak jelas betul, apakah Tjahjo hanya menggertak sembari melempar
tuduhan pada kinerja Menteri Dalam Negeri sebelumnya?

Nyatanya, Zudan Arif Fakhhrullon, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan


Sipil Kementerian Dalam Negeri, bawahannya sendiri, menyatakan, tagihan sebesar 90 juta
dollar AS atau sekitar Rp 1,2 triliun terkait pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
elektronik yang belum dibayarkan dan ditagih oleh PT Biomorf telah diurus oleh konsorsium.
Lepas dari itu semua, pernyataan di atas dipastikan punya relasi dengan penyidikan kasus
korupsi yang tengah dilakukan KPK.

8
KPK baru mengumumkan total kerugian negara dalam kasus ini pada 2016, yakni
sebesar Rp 2,3 triliun. Dari angka tersebut, sebanyak Rp 250 miliar dikembalikan kepada
negara oleh 5 korporasi, 1 konsorsium, dan 14 orang.Total ada 280 saksi yang dipanggil KPK
sebagai saksi terkait dengan skandal e-KTP ini. KPK lalu menetapkan 1 orang lagi sebagai
tersangka, yakni eks Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman pada 30 September 2016.

Kasus ini dilimpahkan oleh KPK ke PN Tipikor pada 1 Maret 2017. Ada 24 ribu
lembar berkas kasus dan 122 halaman dakwaan dalam kasus ini.
KPK telah menerima penyerahan sekitar Rp 250 miliar terkait proyek pengadaan e-KTP.
Jumlah itu, menurut Juru Bicara (Jubir) KPK kepada media, sebanyak Rp 220 miliar
diserahkan oleh korporasi dan juga ada pengembalian dari 14 orang senilai Rp 30 miliar,
sebagian dari mereka adalah anggota DPR RI.

Itu artinya, ada fakta dana yang mengalir pada sejumlah anggota DPR yang berkaitan
dengan proyek e-KTP. Dana yang dapat dikualfikasi sebagai gratifikasi itu telah
dikembalikan sehingga dapat dikompensasi sebagai pengurangan hukuman.

Pada pertengahan Januari 2017, Jubir KPK dalam pernyataan lainnya menyatakan
“…selama 2016, telah dilakukan penyitaan setara dengan Rp 247 miliar…”. Penyitaan itu
terhimpun dalam bentuk uang tunai dan rekening. Rinciannya, Rp. 206,95 miliar, 1.132 dollar
Singapura dan 3.036.715,64 dollar Amerika Serikat. Bila rincian dana dari kedua in formasi
di atas dijumlahkan, sudah ada sekitar 450 miliar lebih kerugian negara dapat dikembalikan.

Mengangkat kembali kasus e-ktp baru-baru ini

Jakarta - Hingga kini KPK telah menetapkan 5 nama tersangka dalam korupsi pengadaan
proyek e-KTP tahun 2011-2013 senilai Rp 5,9 triliun. Dua di antaranya telah menjadi
terdakwa dan akan menghadapi putusan hari ini.

Penetapan tersangka e-KTP sudah dimulai sejak tiga tahun lalu. KPK pertama kali menyeret
nama Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Dirjen Dukcapil
Kemendagri Sugiharto sebagai tersangka pada Selasa, (22/4/2014). Seolah mandek, proses
penyidikan e-KTP mengalami dormansi, hingga akhirnya Sugiharto ditahan 2,5 tahun
kemudian pada Rabu (19/10/2016).

9
Selanjutnya KPK menyasar eks Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman. Ia ditetapkan sebagai
tersangka kedua kasus e-KTP pada Jumat (30/9/2016) dan dilakukan penahanan sejak Rabu
(21/12/16).

Seolah takut kebejatannya terbongkar telak, beberapa pihak beramai-ramai mengembalikan


duit haram proyek e-KTP. Per 10 Februari 2017 KPK menerima pengembalian uang senilai
Rp 250 miliar dari berbagai pihak, yaitu 5 korporasi, 1 konsorsium, dan 14 orang. Sebut saja
nama eks Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni, yang mengaku telah mengembalikan uang.

Dari penyidikan dua tersangka, KPK menaikkan keduanya sebagai terdakwa dan menggelar
sidang perdana e-KTP pada Kamis (9/3/2017). Dari beberapa persidangan terbongkar nama
pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong mendominasi dakwaan jaksa sebagai
pengendali bagi-bagi duit dalam kasus e-KTP yang merugikan keuangan negara hingga Rp
2,3 triliun. Sejak itu tampak akselerasi KPK menggenjot pengusutan kasus ini. Tinggal
tunggu waktu, penetapan Andi sebagai tersangka terealisasi pada Kamis (23/3) lalu. Nama
Andi juga saat dikaitkan kuat dengan Ketua DPR Setya Novanto yang juga muncul dalam
dakwaan.

"AA diduga memiliki peran aktif dalam proses penganggaran dan pelaksanaan pengadaan
barang dan jasa dalam proyek KTP elektronik. Peranannya, yaitu dalam proses penganggaran
yang bersangkutan melakukan pertemuan dengan para terdakwa (Irman dan Sugiharto) dan
sejumlah anggota DPR RI dan pejabat Kementerian Dalam Negeri terkait proses
penganggaran proyek e-KTP," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwatta.

Kebocoran dugaan transaksional di lingkungan Senayan mulai terbongkar dengan kesaksian


eks Anggota Komisi II Miryam S Haryani yang kini menjabat di Komisi V. Ia membeberkan
sejumlah nama rekannya yang menerima aliran duit haram. Namun dalam sidang e-KTP
Kamis (23/3).
Sambil menangis Miryam mencabut BAP yang salah satunya berisi nama 4 orang pimpinan
Komisi II saat proyek e-KTP berlangsung, yakni Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo,
Teguh Juwarno, dan Taufik Effendi yang menerima duit masing-masing USD 25 ribu.
Miryam mengaku menerima tekanan dari penyidik.

Usai dikonfrontir dengan penyidik, KPK menetapkan Miryam sebagai tersangka pemberi
keterangan tidak benar di persidangan per Rabu (5/4). Menyusul dugaan adanya tekanan yang

10
diberikan dari rekan sesama anggota DPR. Rupanya pengakuan Miryam berbuntut panjang
hingga terbawa ke rapat dengar pendapat (RDP) antara KPK dengan Komisi III di DPR.

Komisi III yang merasa namanya disebut di persidangan sebagai penekan, tidak terima dan
memaksa membuka rekaman penyidikan atas Miryam. Penolakan barang bukti rekaman oleh
KPK berbuah digulirkannya Hak Angket.

Setelah membuat publik berspekulasi soal penekan Miryam, Anggota Komisi II Markus Nari
ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat (2/6). Ia disangka melakukan perintangan
penyidikan dalam dua proses penanganan perkara, yakni terhadap terdakwa kasus dugaan
korupsi e-KTP, Irman dan Sugiharto, serta merintangi penyidikan perkara Miryam.

Namun, baik Miryam maupun Markus, saat itu bukanlah tersangka kasus inti e-KTP. KPK
mulai menunjukkan sinyal penetapan tersangka dari klaster penganggaran yaitu DPR, sejak
tiga pekan lalu, ketika mulai memanggil kembali 20 nama saksi anggota DPR aktif dan
nonaktif. Salah satunya Setya Novanto.

Penantian publik akhirnya terkabul ketika Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan tidak akan
mengecewakan publik dengan penetapan tersangka baru berikutnya. Senin (17/7), KPK
menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka keempat e-KTP, setelah namanya juga muncul
pada sidang tuntutan Irman dan Sugiharto Kamis (22/6) sebelumnya.

"KPK menetapkan Saudara SN, anggota DPR periode 2009-2014, sebagai tersangka terbaru
kasus e-KTP," kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers di kantor KPK, Jalan
Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (17/7).

Agus menerangkan Setya Novanto diduga memiliki peran dalam setiap proses pengadaan e-
KTP. Mulai perencanaan, pembahasan anggaran, hingga pengadaan barang dan jasa, melalui
tersangka lainnya yaitu Andi Narogong.
"Saudara SN (Setya Novanto) melalui AA (Andi Agustinus) diduga memiliki peran, baik
dalam proses perencanaan, pembahasan anggaran, hingga pengadaan barang dan jasa," jelas
Agus.

Selang dua hari, Rabu (19/7), KPK menetapkan tersangka e-KTP kelima, Markus Nari.
Otomatis, Markus kini menjalani dua proses peradilan sekaligus. Namun, tidak menutup
kemungkinan nantinya akan ada nama baru yang terseret kasus ini. Vonis 2 terdakwa yaitu

11
Irman dan Sugiharto serta Andi Narogong dan Setya Novanto dinilai akan lebih menguak
perkara itu.

"Iya itu tidak tertutup kemungkinan karena seperti yang Anda saksikan di dakwaan pertama
kan cukup banyak," kata Agus di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu
(19/7).

Sementara itu dua terdakwa pertama e-KTP yakni Irman dan Sugiharto akan menjalani
sidang putusannya hari ini.

Jejak Setya Novanto di Kasus Korupsi E-KTP

21 Jul 2017, 06:03 WIB

Ketua DPR Setya Novanto, usai menjalani pemeriksaan, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa
(13/12). Novanto dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan
Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). (Liputan6.com/Helmi Affandi)

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa kasus korupsi e-KTP Irman dan Sugiharto telah
divonis masing-masing, 7 dan 5 tahun penjara. Dua pejabat di Direktorat Jenderal
Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) itu juga
diwajibkan membayar denda.

12
Irman didenda Rp 500 juta dengan ketentuan jika tak dapat membayar diganti dengan
pidana kurungan enam bulan. Sementara Sugiharto wajib membayar Rp 400 juta dengan
ketentuan jika tak dibayar diganti pidana kurungan enam bulan.

Di balik vonis kedua terdakwa kasus korupsi e-KTP tersebut, hakim Pengadilan
Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) mengungkap fakta atau setidaknya jejak dugaan
korupsi yang dilakukan Setya Novanto. Kini, Ketua DPR itu telah berstatus tersangka kasus
dugaan korupsi e-KTP.

Fakta itu berupa uang bancakan yang diduga menjadi pangkal negara merugi hingga
Rp 2,3 triliun. Hakim Franky Tambuwun menyebut, pada 2012 terjadi pertemuan antara
kedua terdakwa.Pada pertemuan yang bertempat di ruang kerja Irman selaku Dirjen Dukcapil
Kemendagri itu, Sugiharto memperlihatkan sebuah catatan.

"Sugiharto memperlihatkan kepada Irman sebuah catatan, menurut Sugiharto catatan


tersebut berasal dari Andi Narogong," ujar Hakim Franky dalam sidang kasus e-KTP di
Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis, 20 Juli 2017.

Ia menjelaskan, catatan tersebut berisi rencana pembagian uang dari Andi Agustinus alias
Andi Narogong kepada beberapa pihak. Mereka adalah Setya Novanto, Anas Urbaningrum, Marzuki
Alie, Chairuman Harahap, dan anggota Komisi II DPR. Vonis majelis hakim ini sesuai dengan tuntutan
jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Disebut Ancam Miryam dalam Kasus E-KTP, Anggota DPR Protes ke KPK

Kompas.com - 19/04/2017, 06:30 WIB

13
Miryam S. Haryani.(KOMPAS/YUNIADHI AGUNG)

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah nama anggota Komisi III disebut mengancam Miryam
S. Haryani, mantan Anggota Komisi II DPR yang kini jadi tersangka Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi e-KTP.

Miryam diduga telah memberikan keterangan palsu dalam upaya pengungkapan kasus
dugaan e-KTP. Beberapa anggota Komisi III yang namanya disebut di pengadilan kemudian
komplain kepada KPK dan menanyakan bukti yang dimiliki terkait hal tersebut.

"Setiap kesaksian pasti direkam. Apakah pernyataan Miryam yang menyebut nama kami
terekam? Kalau ada kami minta. Karena ini juga jadi bahan kami untuk melakukan tindakan
hukum bagi yang menyebut nama kami," kata Ketua Komisi III Bambang Soesatyo dalam
rapat Komisi III dengan KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/4/2017)
malam.

Adapun nama Bambang sebelumnya disebut dalam persidangan e-KTP pada kesaksian
Penyidik KPK Novel Baswedan. Novel menyebut Bambang menekan Miryam agar tak
mengakui adanya pembagian uang dalam kasus korupsi itu.

"Tapi kalau tidak ada dalam rekaman, maka ini bisa dikatakan mengada-ada," lanjut
Bambang.

Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Komisi III Desmond Junaidi Mahesa. Nama Desmond
juga menjadi salah satu anggota yang disebut Novel saat itu.

Bukti rekaman KPK, kata dia, akan mempertegas bahwa pernyataan tersebut benar
diungkapkan Miryam. Jika rekaman tidak ada, maka tudigan tersebut bukan merupakan bukti
dan menjadi bagian dari pembusukan institusi DPR.

"Kalau tidak ada rekaman, apa yang dikatakan Miryam tentang saya dan kawan-kawan, maka
betul ini rekayasa. Bisa saja dia bohong tapi tidak diakui karena tidak direkam. Ini kecelakaan
bagi KPK," ucap Desmond.

Tiga pimpinan Komisi III pun menyatakan siap mundur jika keterlibatan nama-nama anggota
yang disebut dalam persidangan dapat dibuktikan, yakni Desmond, Bambang dan Benny K
Harman.

"Kami menuntut ada rekaman itu. Kalau betul saya ngomong sama Miryam, saya mundur.
Tapi sampai hari ini saya merasa tidak pernah ketemu. Komisi berbeda, partai beda. Dalam
konteks e-KTP enggak ada juga urusannya dengan saya jadi apa kepentingan saya menekan
dia?" sambung Desmond.

Sementara itu, Benny K Harman menegaskan KPK harus teliti dalam menyusun Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) dan dakwaan. Jangan sampai nama-nama yang tak berhubungan dengan
suatu kasus menjadi rusak hanya karena disebut padahal dugaan keterlibatannya tak terbukti.

"Begitu dipanggil, disebut saja, rusak itu. Lewat di depan saja, rusak kita. Apalagi disebut.
Tolong pertanggungjawabkan itu," kata Benny.

14
Ia pun menegaskan KPK harus membuka rekaman kesaksian Miryam kepada Komisi III
untuk mempertanggungjawabkan pernyataan di persidangan.

"Kalau betul, kami mundur dari Komisi III. Ini taruhan. Tapi kalau KPK yang tidak betul,
menurut saya pertimbangkan lembaga ini untuk dibubarkan. Menurut saya ini sebuah
kejahatan. Masa rekayasa begitu?" ucap Politisi Partai Demokrat itu.

Jawaban KPK

Terkait hak tersebut, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menyatakan pihaknya tak
bisa membuka rekaman kesaksian Miryam.

Namun setelah berkonsultasi dengan jaksa KPK, keterangan dalam dakwaan persidangan
disebut telah dibuktikan melalui pernyataan lebih dari satu saksi. Kebenaran hal itu
menurutnya dapat diuji di persidangan.

"Mohon maaf rekaman tidak bisa kami berikan," tutur Laode.

Sedangkan Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, klarifikasi akan diungkap pada
persidangan di mana Miryam duduk sebagai tersangkanya.

"Kebenaran data itu akan diuji di sidang Bu Miryam. Kalau nama bapak-bapak disebut,
klarifikasinya di sana," ucap Agus.

Sementara itu, Anggota Komisi III Dossy Iskandar Prasetyo mengaku pihaknya telah
mengkonfirmasi langsung kepada Miryam. Adapun Dossy merupakan rekan satu partai
Miryam, yakni Partai Hanura.

Saat ditanyakan, Miryam mengaku tak menyebut nama-nama tersebut di hadapan KPK dan
dirinya tak pernah duduk di Komisi III.

Dossy pun mengusulkan agar permasalahan ini dibawa ke pembahasan tingkat berikutnya,
yakni rapat paripurna. Sehingga DPR bisa meminta KPK mengungkap hal-hal yang
dinyatakan tak bisa dibuka sebelumnya

"Saya berharap jika KPK menyatakan tidak bisa (buka rekaman), ini harus ditarik ke
instrumen parlemen yang memungkinkan bisa. Hak menyatakan pendapat atau turun sedikit,
angket," kata Dossy.

Dihujani komplain, KPK lantas akan menanyakan kembali kepada Miryam terkait hal
tersebut dan mengecek ketersediaan rekaman yang diminta oleh Komisi III. Laode
menyampaikan, hal ini sekaligus dapat dijadikan bahan koreksi dan evaluasi bagi KPK ke
depan.

"Ini akan kami jadikan catatan dan kami akan cek. Katena Miryam juga sudah jadi tersangka,
akan kami tanya langsung yang bersangkutan tentang ini," ujar Laode.

"Kami akan berikan klarifikasi tersendiri, bisa di KPK, di sini, atau tertutup," sambungnya.

15
Ini yang Disesali Gamawan Fauzi dari Kasus E-KTP

09 Okt 2017, 19:23 WIB

Gamawan Fauzi menjadi saksi dalam sidang perkara dugaan korupsi proyek e-KTP di
Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/3). Pada sidang yang menghadirkan enam saksi itu,
Gamawan mengaku tidak menerima uang dari proyek E-KTP. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan


Fauzi mengaku tak pernah mendapat laporan dari Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) terkait adanya dugaan mark up dalam proyek e-KTP.

Gamawan mengaku, dirinya meminta secara langsung kepada auditor BPKP untuk mengecek
apakah ada penggelembungan harga atau tidak dalam proyek yang kini diduga merugikan
negara hingga Rp 2,3 triliun.

"Itulah yang saya sesalkan sekarang, kenapa dulu tidak ada laporan mark up? Padahal, dua
kali diaudit BPKP," ujar Gamawan kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat,
Senin (9/10/2017).

KPK Lakukan Penyelidikan Baru E-KTP Lewat Eks Sekjen Kemendagri

14 Okt 2017, 03:13 WIB

16
Humas KPK, Yuyuk Andriati mengabarkan bahwa KPK telah menetapkan mantan Dirjen
Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri, Irman sebagai tersangka baru
kasus tipikor e-KTP, Jakarta, Jum'at (30/9). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan


Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri Diah Anggraeni. Pemeriksaan ini terkait dengan
penyelidikan baru kasuskorupsi proyek e-KTP.

Saat meninggalkan markas lembaga antirasuah, Diah tak banyak berbicara. "Hanya
diklarifikasi saja. Sudah nanti tanya (penyidik) saja ya," ujar Diah di Gedung KPK, Kuningan
Persada, Jakarta Selatan, Jumat (13/10/2017).

Nama Diah tak ada dalam jadwal pemeriksaan yang diterbitkan penyidik KPK. Saat
dikonfirmasi kepada Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati,
pemeriksaan terhadap Diah berkaitan dengan penyelidikan baru yang diduga berkaitan
dengan kasus korupsi e-KTP.

"Diah Anggraeni untuk pemeriksaan penyelidikan," kata Yuyuk.

Namun Yuyuk tak mau membuka suara perihal penyelidikan baru yang tengah dilakukan tim
satgasKPK. Termasuk saat ditanya akankah KPK segera menetapkan tersangka baru dalam
kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.

"(Saya) Belum bisa konfirmasi lebih lanjut," kata Yuyuk.

KPK Kembali Usut Kasus E-KTP Lewat Nazaruddin


16 Okt 2017, 11:24 WIB

17
Terpidana korupsi yang juga mantan anggota DPR M Nazaruddin seusai menjalani
pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (29/9) Nazaruddin kembali dipanggil KPK
terkait kasus pengadaan e-KTP. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengejar


bukti keterlibatan beberapa pihak dalam bancakan proyek pengadaan e-KTP. Kali ini,
penyidik memanggil mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

Nazar akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT Quadra Solution Anang
Sugiana Sudihardjo (ASS).

"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ASS," ujar Juru
Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Senin (16/10/2017).

Nazaruddin sendiri merupakan terpidana dalam kasus suap di proyek pembangunan Wisma
Altet Sea Games, Palembang dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Dia lah yang mengungkap adanya bancakan proyek e-KTP oleh para legislator.

Selain Nazaruddin, penyidik memanggil mantan anggota DPR RI Mirwan Amir, Karyawan
Swasta Made Oka Masagung, dan dari swasta Iwan Baralah.

"Ketiganya juga akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ASS," kata Febri.

Politikus Demokrat Ini Akui Terima Duit Proyek E-KTP


16 Okt 2017, 16:45 WIB

18
Politikus Partai Demokrat Jafar Hafsah tersenyum saat tiba di gedung KPK, Jakarta, Jumat
(7/7). Kedua politikus Partai Demokrat ini diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan
korupsi proyek e-KTP. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Sidang kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Andi Agustinus alias
Andi Narogong kembali digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Mantan Ketua Fraksi
Demokrat M Jafar Hafsah dihadirkan sebagai saksi.

Duduk di sebelah saksi Ade Komarudin, Jafar mengaku menerima uang hampir Rp 1 miliar
atau sekitar Rp 970 juta dari M Nazarudin selaku eks Bendahara Umum Partai Demokrat.
Saat itu, Nazaruddin juga menjabat sebagai Bendahara Fraksi Demokrat di DPR.

"Ya saya terima dari bendahara Pak Nazaruddin tapi terima kapan, saya lupa, jumlahnya
sekitar itu. Saya terima ketika saya menjabat sebagai ketua fraksi," kata Jafar di hadapan
majelis di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2017).

Menurut Jafar, saat itu Nazaruddin memberikan uang tersebut sebagai dana operasional
dirinya selaku Ketua Fraksi Demokrat. Pemberian uang terjadi saat pembahasan proyek e-
KTP di DPR. Namun, dia mengaku tidak mengetahui asal uang tersebut. Apalagi jika uang
itu dikatakan berasal dari e-KTP.

Dia juga mengakui, sebagian uang dibelikan mobil Toyota Land Cruiser bernomor polisi B 1
MJH. Namun kembali, Jafar mengaku lupa angka atau jumlah nominal uang yang dipakai
untuk membeli mobil itu.

"Dia (Nazarudin) memberikan uang itu katanya sebagai kegiatan-kegiatan fraksi pak, uang
itu diberikan sebagai ketua fraksi melaksanakan tugas fraksi itu. Ya dipakai mengelola
berbagai acara fraksi," jelas Jafar.

Dalam dakwaan mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto, Jafar disebut terima uang
haram proyek e-KTP sebesar US$ 100 ribu. Dia disebutkan menjabat sebagai Ketua Fraksi
Demokrat di DPR menggantikan Anas Urbaningrum saat pembahasan proyek e-
KTP berjalan.

19
KPK Periksa Keponakan Setya Novanto dalam Kasus E-KTP
27 Okt 2017, 12:07 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut


keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus korupsi e-KTP. Kali ini, KPK mengagendakan
pemeriksaan terhadap Eks Sekjen Kemendagri Diah Anggraini dan keponakan Setya
Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo sebagai saksi kasus yang merugikan negara Rp 2,3
triliun tersebut.

"Benar, diagendakan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan sebagai saksi untuk tersangka
ASS (Anang Sugiana Sudihardjo)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi,
Jumat (27/10/2017).

Dalam sidang kasus e-KTP, nama Diah disebut sebagai pihak yang bersama-sama melakukan
kerugian negara hingga Rp 2,3 triliun. Diah disebut menerima uang bancakan senilai US$ 2,7
juta dan Rp 22,5 juta.

Diah mengakui ihwal penerimaan uang tersebut dalam sidang e-KTP. Diah mengaku terpaksa
menerima uang tersebut karena mendapat ancaman mati dari terdakwa Sugiharto.

Irvanto Hendra Pambudi merupakan mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera. PT Murakabi


Sejahtera merupakan salah satu konsorsium yang sengaja dibentuk oleh terdakwa Andi
Agustinus alias Andi Narogong. Konsorsium Murakabi dibentuk untuk mendampingi
Konsorsium PNRI dalam proses lelang.

Meski kalah dalam proses lelang, Murakabi tetap diberikan pekerjaan dalam menggarap
proyek e-KTP oleh Andi Agustinus. Konsorsium Murakabi terdiri atas beberapa perusahaan,
antara lain PT Murakabi Sejahtera, PT Java Trade, PT Aria Multi Graphia, dan PT Stacopa.

20
Sebelumnya, KPK menetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Quadra Solution Anang Sugiana
Sudihardjo (ASS) sebagai tersangka baru dalam kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP.

Penetapan tersangka terhadap Anang berdasarkan fakta persidangan dengan terdakwa Irman,
Sugiharto, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Anang diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, atas kasus yang
merugikan negara Rp 2,3 triliun.

Anang diduga melakukan korupsi e-KTP bersama-sama dengan Setya Novanto, Andi
Agustinus, Irman, Sugiharto dan lainnya.

Yorrys Raweyai Penuhi Panggilan KPK Terkait Kasus E-KTP

31 Okt 2017, 11:14 WIB

Mantan Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan DPP Partai Golkar, Yorrys
Raweyai. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan DPP
Partai Golkar Yorrys Raweyai memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Dia akan diperiksa terkait dugaan menghalangi penyidikan, persidangan, dan
keterangan palsu dalam sidang perkara korupsi e-KTP dengan tersangka Markus Nari.

Sebelum menjalani pemeriksaan, Yorrys mengaku kenal dengan Markus Nari yang juga
merupakan politikus Partai Golkar.

21
Dia mengaku terkejut saat mendapatkan surat panggilan pemeriksaan dari
penyidik KPK terkait kasus yang menjerat koleganya itu.

"Ini kaget saja ada surat panggilan, sebagai warga negara, ya, datang saja," ujar Yorrys di
Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (31/10/2017).

Dia mengatakan tak pernah bertemu dengan Markus untuk pembahasan e-KTP.

"Enggak pernah, enggak ada. Pertama dia anggota DPR sering ketemu. Sesama Fraksi
Golkar. Saya 10 tahun di Komisi I, Markus itu baru masuk di Komisi yang beda," kata
Yorrys.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah membenarkan soal pemeriksaan Yorrys. Namun, dia
enggan menjelaskan apa yang akan didalami penyidik terhadap Yorry dalam kasus ini.

"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MN (Markus Nari)," kata
Febri.

Chaeruman Harahap

Selain Yorrys, penyidik KPK berencana memeriksa mantan Ketua Komisi II DPR
Chaeruman Harahap. Chaeruman akan diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas
penyidikan Direktur PT Quadra Solution, Anang Sugiana Sudihardjo (ASS).

"Chaeruman Harahap akan dimintai keterangan untuk tersangka ASS," kata Febri.

Chaeruman sudah berkali-kali diperiksa oleh penyidik KPK. Bahkan, Chaeruman juga sudah
dihadirkan ke persidangan kasus yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun itu.

22
Dalam dakwaan dan tuntutan perkara tersebut dengan tersangka dua mantan pejabat
Kemendagri, Chaeruman Harahap disebut menerima uang bancakan e-KTP sejumlah US$
584 ribu dan Rp 26 miliar.

Yorrys Raweyai Dukung KPK Jemput Paksa Setya Novanto

31 Okt 2017, 15:25 WIB

Politikus Partai Golkar Yorrys Raweyai bersiap meninggalkan gedung KPK usai diperiksa,
Jakarta, Selasa (31/10). Yorrys diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Markus Nari dalam
kasus dugaan merintangi proses penyidikan. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah).

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Koordinator Bidang Polhukam Partai Golkar Yorrys
Raweyai mendukung upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengungkap kasus
e-KTP. Sekalipun, mengharuskan KPK menjemput paksa Ketua DPR RI Setya Novanto.

"Dorong dong (jika KPK menjemput paksa Setnov). Kita dorong pemberantasan korupsi.
Enggak bisa kita biarkan. Harus kita dorong. Pasti. Apa saja sesuai peraturan dan UU," ujar
Yorrys, usai diperiksa di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (31/10/2017).

Setya Novanto sudah empat kali mangkir dari panggilan KPK. Dua kali Ketua Umum Partai
Golkar itu tidak hadir pemeriksaan penyidik sebagai tersangka dan dua kali mangkir dalam
persidangan e-KTP dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Yorrys juga sempat mempertanyakan kepada penyidik yang memeriksanya di Gedung KPK
soal ketidakhadiran Setnov selama dua kali sebagai tersangka e-KTP.

Setnov diketahui sempat dijadikan tersangka korupsi e-KTP oleh KPK. Namun, penetapan
tersangka tersebut dibatalkan oleh hakim Cepi Iskandar dalam proses praperadilan.

23
"Terus saya bilang kenapa SN (Setya Novanto) sudah dua kali dipanggil enggak datang? Dia
(penyidik) bilang, dia bukan penyidik di bidang itu," kata Yorrys sambil tertawa.

Yorrys sendiri diperiksa oleh penyidik terkait kasus dugaan merintangi penyidikan,
persidangan, dan kasus pemberian keterangan palsu dalam sidang perkara korupsi e-KTP
yang menjerat politikus Partai Golkar Markus Nari.

Menelisik Kasus E-KTP dari Eks Pengacara Setya Novanto

01 Nov 2017, 12:33 WIB

Ilustrasi KPK (AFP Photo)

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil


pengacara Rudi Alfonso sebagai saksi kasus dugaan merintangi proses penyidikan,
persidangan, dan memberikan keterangan palsu dalam kasus e-KTP.

Rudi memenuhi panggilan KPK sekitar pukul 11.00 WIB, dan langsung menuju lobi Gedung
Merah Putih. Mantan pengacara Setya Novanto ini akan dimintai keterangan untuk
melengkapi berkas penyidikan politikus Golkar, Markus Nari.

"Rudi Alfonso penjadwalan ulang dari agenda pemeriksaan 27 Oktober 2017," ujar Juru
Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu (1/11/2017).

24
Rudi yang juga Ketua Bidang Hukum dan HAM serta Ketua Mahkamah Partai Golkar itu
diduga mengetahui tindakan Markus Nari yang meminta terdakwa Irman dan Sugiharto untuk
tidak berkata benar dalam sidang kasus e-KTP.

KPK pun menduga dia tahu tindakan Markus Nari yang menekan politikus Partai Hanura,
Miryam S Haryani, untuk mencabut berita acara pemeriksaan (BAP). Bahkan, Rudi diduga
turut serta melakukan hal yang sama kepada Miryam.

Sebelumnya, pada Selasa 30 Oktober 2017, penyidik memanggil mantan Ketua Koordinator
Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Korbid Polhukam) Golkar Yorrys Raweyai, juga
terkait kasus e-KTP.

Yorrys yang merupakan bekas atasan langsung Rudi mengaku dicecar penyidik KPK soal
hubungan Rudi dengan Ketua Umum Partai Golkar yang juga Ketua DPR Setya Novanto
serta Markus Nari.

Temukan Bukti Baru, KPK Periksa Pengusaha Made Oka Terkait e-KTP

Selasa, 31 Oktober 2017, 03:00 WIB

Detik.com, Jakarta - KPK memeriksa pengusaha Made Oka Masagung terkait kasus e-KTP.
Penyidik KPK menemukan bukti baru dari hasil penggeledahan yang dilakukan sebelumnya.
"Jadi dari beberapa penggeledahan sebelumnya dan pemeriksaan saksi-saksi yang lain, kita
menemukan petunjuk-petunjuk baru terkait dengan konstruksi kasus e-KTP sehingga kami
perlu klarifikasi dari beberapa saksi. Mungkin secara umum tidak terlihat ada kaitan
langsung, tapi kami klarifikasi informasinya," ungkap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah
kepada wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (30/10/2017).

25
Namun, Febri tidak dapat merinci soal temuan atau petunjuk baru yang diperoleh penyidik
dari penggeledahan yang disebutkannya. Dia hanya memastikan penyidikan atas nama
tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo ini sudah
memasuki klarifikasi saksi-saksi.
"Ada beberapa saksi baru yang kita periksa. Jadi setelah kita lakukan penggeledahan, kami
menemukan bukti-bukti di rumah saksi-saksi terkait. Selama pemeriksaan saksi, kami
temukan informasi atau petunjuk yang kemudian mengantarkan penyidik untuk
mendalaminya kepada saksi yang lain," terang Juru Bicara KPK ini.
Dalam fakta persidangan sendiri, anak buah Anang yakni Direktur Keuangan PT Quadra
Solution Willy Nusantara Najoan, mengungkap Anang mendirikan perusahaan investasi di
Singapura bernama Multikom. Willy lalu menyebut baik Oka maupun Anang sama-sama
mengirim uang.
"Dua-duanya kirim duit. Multikom kirim USD 2 juta ke Pak Oka, kalau tidak salah (melalui
perusahaan) Delta Energi Singapura untuk pembelian saham Neural Pharmaceutical,
perusahaan obat," terang Willy saat bersaksi untuk Andi Narogong di PN Tipikor Jakarta.
Willy menjelaskan transaksi pembelian saham itu terjadi pada akhir 2012. Transaksi itu
kemudian batal karena Neural Pharmaceutical tak kunjung mendapatkan izin dari Food and
Drug Administration (FDA).
"Transaksi pembelian saham kemudian dibatalkan karena Pak Oka jelasin ke Pak Anang
proses uji coba obatnya sudah mendekati akhir, di akhir tahun dapat FDA approval sehingga
bisa jual. Ternyata dalam satu tahun proses penelitian mundur, Pak Anang mundur, kemudian
Pak Oka mengembalikan uang," paparnya.
Namun Willy tidak memberi jawaban jelas soal uang USD 2 juta yang sempat disetorkan ke
Oka apakah berasal dari proyek e-KTP. "Ada dividen, Rp 31 miliar. Apakah uang Rp 31
miliar apakah uang e-KTP, bisa iya bisa tidak," jelasnya.
Willy juga mengungkapkan hasil audit 2016, keuntungan PT Quadra dari proyek e-KTP
senilai Rp 79 miliar.

26
Analisis Aspek Hukum
 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi secara jelas menyebut unsur pidana wajib dilaporkan ke pihak
berwajib. Selain itu, BPK juga bisa memanfaatkan konsep whistleblower untuk
melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh oknum kasus
e-KTP ini.

 Berdasarkan UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi, seorang whistleblower bisa melaporkan indikasi tindak pidana korupsi yang
terjadi di dalam organisasi tempat dia bekerja dan memiliki akses informasi yang
memadai atas terjadinya indikasi tindak pidana korupsi tersebut.

 Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2001 juncto UU No. 31 Tahun 1999, perbuatan


korupsi diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat empat tahun dan paling lama duapuluh tahun dan denda paling sedikit Rp. 200
juta dan paling banyak Rp. 1 milyar. Mengenai penerapan pidana mati terhadap
terdakwa korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu.

 Berdasarkan penjatuhan pidana bagi perkara korupsi yang diakomodir dalam RKUHP
dalam BAB XXXI menganai tindak pidana jabatan (Pasal 661 – Pasal 687 ) dengan
ancaman pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling
banyak kategori V( Pasal 80 ayat 3 huruf e ,dengan denda sebesar Rp.
1.200.000.000,00).

 Berdasarkan pada BAB XXXII mengenai tindak pidana korupsi ( Pasal 668 – Pasal
701 ) cukup bervariatif mulai dari pidana penjara paling singkat satu tahun, lima
tahun, tujuh tahun, sembilan tahun, dan paling lam 15 tahun serta pemberatan pidana
satu per tiga masa tahanan apabila merugikan keuangan dan perekonomian negara (
Pasal 702 ). Dan denda paling sedikit kategori I (Pasal 80 ayat 3 huruf a dengan denda
sebesar Rp.6.000.000 ) paling banyak kategori VI (Pasal 80 ayat 3 huruf f dengan
denda sebesar Rp. 12.000.000.00).

27
Analisis Aspek Ekonomi
KPK baru mengumumkan total kerugian negara dalam kasus ini pada 2016, yakni
sebesar Rp 2,3 triliun. Dari angka tersebut, sebanyak Rp 250 miliar dikembalikan kepada
negara oleh 5 korporasi, 1 konsorsium, dan 14 orang. Nilai kerugian negara dari Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Angkanya pun sangat fantastis yang lebih
dari Rp 2 triliun.
Selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), Sugiharto diduga melakukan perbuatan melawan
hukum dan atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara terkait
pengadaan proyek tersebut. Nilai proyek tersebut mencapai Rp6 triliun dan saat itu
diperkirakan kerugian negara sebesar Rp1,12 triliun.

Dari segi ekonomi sendiri, korupsi akan berdampak banyak perekonomian negara kita. Yang
paling utama pembangunan terhadap sektor - sektor publik menjadi tersendat. Dana APBN
maupun APBD dari pemerintah yang hampir semua dialokasikan untuk kepentingan rakyat
seperti fasilitas-fasilitas publik hampir tidak terlihat realisasinya, kalaupun ada realisasinya
tentunya tidak sebanding dengan biaya anggaran yang diajukan.. Contoh kecilnya saja, jalan -
jalan yang rusak dan tidak pernah diperbaiki akan mengakibatkan susahnya masyarakat
dalam melaksanakan mobilitas mereka termasuk juga dalam melakukan kegiatan ekonomi
mereka. Jadi akibat dari korupsi ini tidak hanya mengganggu perekonomian dalam skala
makro saja, tetapi juga mengganggu secara mikro dengan terhambatnya suplai barang dan
jasa sebagai salah satu contohnya.
Hal ini akan menambah tingkat kemiskinan, pengangguran dan juga kesenjangan sosial
karena dana pemerintah yang harusnya untuk rakyat justru masuk ke kantong para pejabat
dan orang - orang yang tidak bertanggung jawab lainnya. Kebijakan-kebijakan pemerintah
yang tidak optimal ini akan menurunkan kualitas pelayanan pemerintah di berbagai bidang.
Menurunnya kualitas pelayanan pemerintah akan mengurangi kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah. Kepercayaan masyarakat yang semakin berkurang kepada para pejabat
negara.
Korupsi mengurangi pendapatan dari sektor publik dan meningkatkan pembelanjaan
pemerintah untuk sektor publik. Korupsi mengurangi kemampuan pemerintah untuk
melakukan perbaikan dalam bentuk peraturan dan kontrol akibat kegagalan pasar (market
failure). Korupsi juga menghambat pendapatan pajak. Kasus mega korupsi e-KTP,
pembuatan ktp di seluruh Indonesia jadi terhambat bahkan sampe berbulan-bulan e-KTP
belom selesai. Pada tahun 2017 ini yang sedang dilaksanakan pilkada serentak, banyak warga
yang kehilangan hak suara memilih pemimpin daerah karena tidak adanya e-KTP.

28
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
 KPK sudah mengetahui siapa oknum yang telah menyelewengkan dana e-KTP dan
sekarang mereka sedang memproses hukuman apa yang berlaku di negeri ini untuk
para oknum tersebut.

 KPK sedang melakukan proses hukum yang berlaku, melakukan pemeriksaan


terhadap saksi saksi yang tersangkut, dan akan menghukum para koruptor di negeri
ini.

Kasus E-KTP ini adalah kasus yang sangat buruk bagi masyarakat dan remaja saat ini yang
menginjak usia 17 tahun dikarenakan belum mempunyai E-KTP, Karena adanya kasus E-
KTP , masyarakat a hanya di berikan KTP sementara yang berbentuk kertas. Program E-KTP
terkesan terburu-buru untuk di implementasikan dengan bukti adanya pengunduran program
sampai pada 31 Desember 2013 karena jumlah penduduk pada saat rekapitulasi tahun 2009
tidak ditargetkan atau di asumsikan sesuai dengan jadwal implementasi program.Dalam
pelaksanaan untuk membuat E-KTP masih terdapat beberapa kendala, yaitu masalah
tersendatnya atau putusnya jaringan komunikasi data, rusaknya peralatan perekaman seperti
iris scanner, serta masalah lainnya yang menyebabkan terhentinya operasional layanan
perekaman E-KTP.

SARAN
Seharusnya Pemerintah Indonesia harus bertindak cepat , sigap dan tegas dalam menghadapi
kasus E-KTP tersebut. Jika tidak terselesaikan masalah ini akan berdampak buruk bagi ke
depannya, akan lebih banyak kritikan negatif dari masyarakat Indonesia . Selain itu,
Pemerintah harus mengawasi setiap kebijakan atau proyek akan dibuat, serta mengawasi
anggaran yang digunakan dalam proyek tersebut, sehingga meminimalisir terjadinya korupsi.
Mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan dalam makalah ini. Inilah kemampuan
yang kami punya . Terima Kasih atas perhatian pembaca. Semoga ke depannya Indonesia
dapat lebih Baik .

29
Daftar Pustaka

 https://www.kompas.com/

 https://www.liputan6.com/

 https://www.detik.com/

30

Anda mungkin juga menyukai