Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“Kasus e-KTP”

Disusun Oleh :
Kelompok 1
 Dwi Gita Ariyani (PO7224222 2102)
 Finda Tri Astuti (PO7224222 2104)
 Lolia Apriyuni (PO7224222 2111)
 Ratih Murni Nurrohim (PO7224222 2119)
 Ririn Wulandari (PO7224222 2122)
 Rosmawati (PO7224222 2123)
 Viola Ade Triana (PO7224222 2130)

Dosen Pengampu: Melly Damayanti, M.Keb

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES TANJUNGPINANG
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN
TANJUNGPINANG
TA 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul “Kasus e-KTP”. Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk
memenuhi tugas PBAK. Selain itu, penyusunan makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan khususnya kepada kelompok kami sendiri dan pembaca. Kami menyampaikan ucapan
terima kasih kepada ibu Melly Damayanti selaku instruktur mata kuliah PBAK. Berkat tugas yang
diberikan ini, dapat menambah wawasan kami yang berkaitan dengan topik yang diberikan. Kami
juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam
proses penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan
makalah ini masih melakukan banyak kesalahan. Oleh karena itu, kami memohon maaf atas
kesalahan dan ketidaksempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini, dikarenakan
pengetahuan kami yang sangat terbatas. Kami juga mengharap adanya kritik serta saran dari
pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini, guna untuk menyusun makalah yang
akan datang.

Tanjungpinang, April 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................... 3


2.1 Uraian Kasus dan Pelanggaran yang di Lakukan Pada Kasus
e-KTP .......................................................................................... 3
2.2 Pelanggaran yang di Lakukan Berdasarkan 30 Delik Tipikor .... 8
2.3 Jenis Tipikor Berdasarkan 7 Jenis Tipikor................................. 10
2.4 Hukuman yang di Tetapkan Kepada Tersangka ........................ 12
2.5 Reaksi Warganet ........................................................................ 14
2.6 Pemberitaan Media Asing .......................................................... 14

BAB III PENUTUP ............................................................................. 16


3.1 Kesimpulan ................................................................................ 16
3.2 Saran .......................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan identitas resmi penduduk serta bukti diri
yang berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. KTP konvensional
yang telah bertahun-tahun diberlakukan oleh pemerintah Indonesiaserta digunakan oleh
masyarakat Indonesia dianggap memiliki beberapa kekurangan-kekurangan seperti tidak
efektif untuk memberikan data kependudukan karena KTP konvensional memungkinkan
satu penduduk Indonesia memiliki beberapa KTP. Akhirnya pemerintah Indonesia
mengeluarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
dimana dalam pasal 1 disebutkan bahwa penduduk hanya diperbolehkan memiliki 1 KTP.
Untuk dapat mengelola penerbitan KTP yang bersifat tunggal dan terwujudnya basis data
kependudukan yang lengkapdan akurat diperlukan dukungan teknologi yang dapat
menjamin dengan tingkat akurasi tinggi untuk mencegah pemalsuan dan penggandaan.
Pemerintah berusaha berinovasi dengan menerapkan teknologi informasi dalam
sistem KTP dan menjadikan KTP konvensional menjadi KTP elektronik (e-KTP) yang
menggunakan pengamanan berbasis biometrik. Harapannya adalah tidak ada lagi
duplikasi KTP dan dapat menciptakan kartu identitas multifungsi. Sayangnya, keniatan
untuk membuat kartu identitas penduduk berbasis teknologi informasi yang akurat,
multifungsi serta mencegah adanya duplikasi kartu identitas tersebut disalah gunakan oleh
oknum-oknum yang juga merupakan bagian dari stakeholder pelaksanaan program e-KTP.
Proyek e-KTP tersebut dikorupsi oleh stakeholder yang terlibat seperti politisi, birokrat
dan juga pengusaha. Hingga saat makalah ini disusun, kasus ini belum selesai, masih
dalam tahap-tahap penyelidikan dan juga persidangan-persidangan
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1) Kasus dan pelanggaran apa saja yang dilakukan pada kasus e-KTP tersebut?
2) Pelanggaran apa saja yang di lakukan berdasarkan 30 Delik Tipikor?
3) Jenis tipikor apa saja yang ada pada kasus tersebur berdasarkan 7 tipikor?
4) Apa hukuman yang ditetapkan kepada tersangka?

1
5) Bagaimana reaksi warganet?
6) Bagaimana dengan pemberitaan media asing?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, adalah:
1) Untuk mengetahui mengenai Kasus dan pelanggaran apa saja yang dilakukan pada
kasus e-KTP tersebut
2) Untuk mengetahui mengenai pelanggaran apa saja yang di lakukan berdasarkan 30
Delik Tipikor
3) Untuk mengetahui jenis tipikor apa saja yang ada pada kasus tersebur berdasarkan 7
tipikor
4) Untuk mengetahui apa saja hukuman yang ditetapkan kepada tersangka
5) Untuk mengetahui bagaimana reaksi warganet
6) Untuk mengetahui bagaimana dengan pemberitaan media asing

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Uraian Kasus dan Pelanggaran yang di Lakukan Pada Kasus e-KTP
Kasus korupsi e-KTP bermula dari rencana Kementerian Dalam Negeri RI dalam
pembuatan e-KTP. Sejak 2006 Kemendagri telah menyiapkan dana sekitar Rp 6 triliun
yang digunakan untuk proyek e-KTP dan program Nomor Induk Kependudukan (NIK)
nasional dan dana senilai Rp 258 miliar untuk biaya pemutakhiran data kependudukan
untuk pembuatan e-KTP berbasis NIK pada 2010 untuk seluruh kabupaten/kota se-
Indonesia. Pada 2011 pengadaan e-KTP ditargetkan untuk 6,7 juta penduduk sedangkan
pada 2012 ditargetkan untuk sekitar 200 juta penduduk Indonesia. Sebelum proses
perekaman e-KTP dilaksanakan, Gamawan Fauzi yang saat itu menjabat sebagai Menteri
Dalam Negeri sempat menemui pimpinan KPK di gedung KPK pada 24 Januari 2011. Di
sana ia meminta KPK untuk mengawasi proyek e-KTP sembari menjelaskan tentang
langkah-langkah pelaksanaan proyek e-KTP. Namun KPK bukan satu-satunya institusi
yang ia datangi. Sebelumnya ia juga telah meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk terlibat dalam
pengawasan proyek ini. Dengan adanya keterlibatan institusi-institusi tersebut ia berharap
megaproyek e-KTP dapat bersih dan terhindar dari praktek korupsi. M Jasin yang saat itu
menjabat sebagai wakil ketua KPK juga menegaskan bahwa KPK memantau proses proyek
e-KTP.
Setelah menyelidiki kasus lebih lanjut, pada Selasa, 22 April 2014 KPK akhirnya
menetapkan Sugiharto, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Direktorat Jenderal
Kependudukan dan Catatan Sipil pada Kementerian Dalam Negeri sebagai tersangka
pertama dalam kasus korupsi e-KTP. Sugiharto diduga melakukan penyalahgunaan
wewenang dan melakukan suap pada proyek e-KTP di DPR untuk tahun anggaran 2011-
2013, melanggar Pasal 2 Ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Ia juga
diperkaya dengan uang senilai 450.000 dollar AS dan Rp 460 juta. Untuk mengusut kasus
ini lebih dalam KPK kemudian melanjutkan pemenuhan berkas-berkas dengan memeriksa
berbagai saksi terkait kasus e-KTP di Kementerian Dalam Negeri pada 25 April 2014.

3
Beberapa di antaranya adalah Drajat Wisnu Setyawan, Pringgo Hadi Tjahyono, Husni
Fahmi, dan Suciati.[4] Sugiharto pun tak luput dari pemeriksaan oleh KPK pada 14 Juli
2014 dan 18 Mei 2015.[34] Pada waktu bersamaan KPK juga memeriksa para pegawai
Kemendagri dan pihak swasta seperti Pamuji Dirgantara, karyawan Misuko
Elektronik dan Andreas Karsono, karyawan PT Solid Arta Global sebagai saksi.
Sugiharto bukan satu-satunya orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Per 30 September 2016, KPK menetapkan mantan Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri
Irman sebagai tersangka. Motifnya melakukan korupsi serupa dengan Sugiharto, yakni
demi memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan melakukan penyalahgunaan
wewenang. Berdasarkan surat tuntutan jaksa, Irman diperkaya senilai 573.000 dollar AS,
Rp2,9 miliar dan 6.000 dollar Singapura. Pada Senin, 17 Juli 2017 KPK menetapkan Setya
Novanto yang kala itu menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR sebagai
tersangka kasus korupsi pengadaan e-KTP untuk 2011-2012. Penetapannya menjadikan ia
sebagai tersangka keempat yang ditetapkan oleh KPK. Perjalanan kasus Korupsi E-Ktp
dengan tersangka Setya Novanto sangatlah Panjang. Status tersangka sempat dibatalkan
pada sepetember 2017, dikarenakan Setya Novianto memenangkan sidang praperadilan.
Tidak berhenti disitu saja, KPK melakukan penyidikan baru pengembangan kasus E-Ktp.
Dan Akhirnya menetapkan Kembali Setya Novanto sebagai tersangka untuk yang kedua
kalinya. Kerugian negara mencapai Rp 2,3 Triliun.
Setya Novianto sempat menggelar jumpa pers, dalam kesempatan itu ia
mengatakan kepada para media bahwa ia menghargai proses hukum yang berlaku dan
menjelaskan bahwa ia telah meminta surat resmi dari KPK terkait penetapannya sebagai
tersangka. Di sisi lain ia juga mengatakan bahwa ia merasa didzalimi. Dan ia juga berkata
bahwa dirinya tidak mau mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR dan Ketua Umum
Partai Golkar. Setelah satu bulan lebih berstatus tersangka, Setya Novanto mendaftarkan
kembali gugatan praperadilan agar statusnya sebagai tersangka dibatalkan. Dalam
pemeriksaan, Setya Novanto sempat beberapa kali tidak bisa hadir. Salah satunya alasan
sakit karena kecelakaan. Pada tanggal 13 Desember 2017, sidang putusan praperadilan
Setya Novanto. Hakim tunggal praperadilan Setya Novanto, Kusno mengatakan gugatan
Setya dinyatakan gugur saat hakim mulai memeriksa pokok perkara kasus e-KTP. Dan
Setya Novanto resmi menjadi Tersangka Kasus Korupsi E-KTP dengan total kerugian

4
negara mencapai Rp 2,3 Triliun. Dalam tindakan korupsi ini dapat terjadi dikarenakan
beberapa faktor penyebab, salah satu diantaranya yaitu berkaitan dengan organisasi dan
manajemen. Kasus e-KTP ini jika dilihat dari penyebabnya dapat dikategorikan dalam
faktor kurang baiknya organisasi dan manajemen yang dapat dilihat dari tidak adanya
transparansi dan akuntabilitas di instansi pemerintah yang kurang memadai. Organisasi
khususnya di pemerintahan mengambil andil dalam terjadinya korupsi jika organisasi
tersebut membuka peluang untuk terjadinya korupsi.
Johannes Marliem merupakan direktur PT Biomorf Lone LLC yang terlibat dalam
proyek e-KTP dalam hal pengadaan produk Automated Finger Print Identification
Sistem (AFIS) merek L-1. Seperti yang diberitakan berbagai media, ia menjadi saksi kunci
atas kasus ini karena melalui sebuah wawancara dengan media Tempo ia mengaku
memiliki rekaman berukuran 500GB berisikan percakapan antara para pelaku proyek e-
KTP. Setya Novanto termasuk salah satu diantaranya. Beberapa waktu setelah melakukan
wawancara, ia kemudian menghubungi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
untuk mendapat perlindungan. Berdasarkan surat dakwaan Irman dan Sugiharto,
perkenalan Marliem dengan proyek e-KTP bermula dari pertemuannya dengan Diah
Anggraini, Andi Narogong, Husni Fahmi dan Chaeruman Harahap pada Oktober 2010
di Hotel Sultan, Jakarta. Atas arahan tersebut, Sugiharto menindaklanjuti dengan cara
mengarahkan Johannes Marliem untuk langsung berhubungan dengan ketua tim teknis,
yakni Husni Fahmi," demikian bunyi dalam surat dakwaan Andi Narogong yang diakses.
Sugiharto kala itu menjabat sebagai Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi
Direktorat Jendaral Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri. Selain itu, Sugiharto
adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek e-KTP. Ia bersama koleganya,
yang kala itu menjabat Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman,
sudah divonis hakim dalam korupsi e-KTP pada 20 Juli 2017. Selanjutnya, dalam dakwaan
untuk Andi Narogong itu dijelaskan bahwa sebagai persiapan pengerjaan proyek e-KTP
dirinya menggelar pertemuan dengan tim yang mempersiapkan proses tender hingga
pengadaan.
Andi Narogong pun menggelar pertemuan di ruko miliknya di kawasan Fatmawati,
Jakarta Selatan. Para pihak yang terlibat dalam pertemuan itu selanjutnya disebut Tim
Fatmawati.

5
Tim Fatmawati berperan dalam mengatur semua proses tender proyek e-KTP. Lewat tim
tersebut, Andi Narogong membentuk tiga konsorsium untuk ikut tender proyek senilai
Rp5,9 triliun. Tiga konsorsium itu adalah Konsorsium PNRI, Astragraphia, dan Murakabi.
Dalam hal itu, Andi disebut telah menentukan sebelum tender dilakukan agar yang keluar
sebagai pemenang adalah PNRI. Alhasil, Konsorsium PNRI yang terdiri dari Perum PNRI,
PT LEN Industri, PT Quadra Solution, PT Sucofindo dan PT Sandipala Arthaputra,
menjadi pemenang lalu mengerjakan proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2012. Perangkat
AFIS L-1 yang ditawarkan Johannes itu pada akhirnya digunakan untuk merekam data
dalam proyek e-KTP. Selain pertemuan di Fatmawati, Andi Narogong pun disebutkan
sempat mengajak Johannes bertemu Setya Novanto yang psaat ini Ketua DPR. Andi
mempertemukan Johannes dengan Setya Novanto kala memperkenalkan Paulus Tanos dan
Vincent Cousin selaku Country Manager STMicroelectronics for Indonesia. Perusahaan
Johannes merupakan subkontraktor dari Konsorsium PNRI. Pengadaan AFIS L-1
dikerjakan PT Biomorf Lone Indonesia dan Biomorf Mauritius. Untuk menggolkan proyek
ini, sebagai pelicin, Andi sempat meminta Johannes dan Paulus untuk memberikan uang
sebesar US$530 ribu kepada Sugiharto. Johannes menyetor US$200 ribu lewat staf
Sugiharto, Yosep Sumartono. Sementara sisa dari yang diminta Andi Narogong diberikan
Paulus lewat Yosep pula.
"Uang sejumlah dua ratus ribu dollar Amerika Serikat berasal dari Johannes
Marliem yang diberikan melalui Yosep Sumartono di Mall Grand Indonesia," tulis jaksa
penuntut umum KPK dalam surat dakwaan Andi Narogong. Setelah proyek e-KTP
berjalan, perusahaan Johannes itu menerima pembayaran dari Konsorsium PNRI lewat PT
LEN Industri sebesar Rp 96,4 miliar US$11,9 juta untuk pembelian peralatan aplikasi
perekaman sidik jari, signature pad, dan IRIS Scanner. Setelah menerima pembayaran itu,
perusahaan Johannes memberikan fee kepada Andi Narogong sebesar US$1,2 juta.
Johannes dalam surat dakwaan disebut menjadi salah satu pihak yang diperkaya Andi
Narogong dalam korupsi proyek e-KTP. Johannes mendapatkan US$14,88 juta dan
Rp25,24 miliar. Namun belum sampai terungkap seperti apa dan bagaimana isi dari bukti
rekaman yang Marliem miliki, sebuah kabar duka datang. Marliem dinyatakan meninggal
dunia di kediamannya di Amerika Serikat. Pada 15 Agustus 2017 otoritas Los Angeles
menutup kasus Johannes Marliem dan menyatakan saksi kunci kasus e-KTP itu bunuh diri

6
dan tewas akibat luka tembak di kepala. Penutupan kasus tersebut diumumkan melalui situs
resmi Department of Medical Examiner-Coroner Los Angeles County. Detail kasus
bernomor 2017-05919 atas nama Johannes Marliem dinyatakan ditutup dan jenazahnya
sudah siap dan bisa diambil pihak keluarga. Dia dinyatakan bunuh diri pada Kamis (10/8)
menggunakan pistol yang dia tembakkan ke kepala. Catatan kasus itu juga menyebutkan
nama Dr Nguyen sebagai pemeriksa medis jenazah Marliem dan Detektif McCrakcen
sebagai penyelidik.
Mengenai status Johannes Marliem sebagai saksi kunci, terdapat dua versi berbeda
dari KPK. KPK melalui Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Juru Bicara KPK Febri
Diansyah menegaskan bahwa KPK tidak pernah menganggap Marliem sebagai saksi kunci
karena tidak pernah hadir di persidangan. Saut bahkan menduga bahwa kematian Johannes
dikarenakan ia mendapatkan tekanan sehingga mengakhirinya dengan melakukan bunuh
diri. Febri menegaskan, komisi antikorupsi tidak pernah menyebut istilah saksi kunci dalam
penanganan sebuah perkara. Apalagi, dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp2,3
triliun itu, komisi antirasuah hanya memeriksa 110 saksi di persidangan. Dari 110-an saksi
yang diperiksa tidak ada nama Johannes Marliem disana. Namun Novel Baswedan justru
menganggapnya sebagai salah satu saksi kunci dari beberapa saksi kunci yang ada.
Meskipun Marliem telah meninggal dunia sebelum menyerahkan rekaman, KPK tetap
melanjutkan pengusutan kasus ini. Berhubung Marliem telah menjadi Warga Negara
Amerika Serikat sejak 2014 dan kematiannya terjadi di Amerika Serikat, KPK pun bekerja
sama dengan FBI untuk menguak kasus ini. Lewat kerja sama tersebut FBI berhasil
menguak aset yang dimiliki oleh Johannes Marliem pada akhir September 2017. FBI
mendapatkan fakta bahwa selain Biomorf telah menerima lebih dari 50 juta dollar Amerika
untuk pembayaran subkontrak proyek e-KTP, terjadi transaksi sebesar 13 juta dolar atau
setara dengan 175 miliar rupiah ke rekening pribadi Marliem. Laporan FBI menyebutkan
bahwa uang itu digunakan untuk membeli rumah, mobil dan bahkan jam tangan mewah.
Setelah ditelusuri lebih lanjut di Konsulat Indonesia di Los Angeles pada Juli 2017,
Marliem mengaku bahwa ia pernah membeli jam tangan seharga Rp 1,8 miliar. Diduga
Setya Novanto menjadi orang yang menerimanya. Jonathan Holden, agen khusus FBI
seperti dikutip juga menyatakan bahwa Marliem pernah membeli jam tangan senilai
135.000 dollar AS dari sebuah butik di Beverly Hills. Fakta lainnya adalah Marliem

7
menyatakan bahwa ia telah mengirimkan uang senilai USD$ 700.000 ke Chairuman
Harahap.

2.2 Pelanggaran yang di Lakukan Berdasarkan 30 Delik Tipikor


1) Pegawai Negeri (Markus) Memeras
Diduga markus meminta uang secara paksa sebanyak 5 miliar kepada irman dalam
pembahasan perpanjangan anggaran e-KTp sebesar 1,4 triliun.
2) Menyuap Advokat
 Markus menyuap anggota DPR Miryam S Haryani untuk mempengaruhinya
agar memberikan keterangan yang tidak sesuai pada saat persidangan nanti.
 Andi Narogong membagikan uang kepada para petinggi dan anggota komisi II
DPR serta badan anggaran.
3) Pegawai Negeri Menggelapkan Uang Dan Membiarkan Penggelapan
Andi Narogong ditetapkan menjadi tersangka karena meloloskan anggaran Rp 5,9
triliun untuk pembuatan KTP elektronik kemudian dia menentukan spesifikasi teknis
hingga melakukan penggelembungan dana dalam pengadaan KTP elektronik.
4) Tidak Memberikan Keterangan Mengenai Kenyataan
Miryam S Haryani sebagai anggota DPR memberikan keterangan yang tidak sesuai
kenyataan. Miryam mengaku bahwa telah dilakukan pemberian uang kepada anggota
DPR RI. Akan tetapi, saat persidangan Miryam justru membantah berita acara
persidangan yang dituturkan Novel sebelumnya. Miryam menjelaskan bahwa ia
merasa ditekan oleh penyidik saat itu sehingga ia mengarang isi berita acara
persidangan
5) Pegawai Negeri Membiarkan/Membantu Penggelapan
Pada 27 September 2017 KPK menetapkan Anang Sugiana Sudiharjo, direktur
utama PT Quadra Solutions sebagai tersangka keenam pada kasus megakorupsi e-
KTP. Penetapan tersebut dilakukan berdasarkan dua bukti yang ditemukan oleh
penyidik KPK beserta fakta-fakta yang dibeberkan oleh Irman, Sugiharto dan Andi
Narogong dalam persidangan. Anang terbukti terlibat dalam penyerahan sejumlah
uang kepada Setya Novanto dan anggota DPR lainnya dari Andi Narogong.

8
6) Hakim Menerima Suap (tetapi dalam hal ini belum ada penjelasan lebih lanjut secara
mendetail baru asumsi beberapa pihak saja karena jika dilihat dari kasusnya saja
mengarah kepada hal tersebut).
Pada sidang yang digelar pada 27 September 2017 KPK meminta untuk memutar
rekaman terkait keterlibatan Novanto di sidang. Namun hakim Cepi malah
menolaknya. Setelah 2 bulan menyandang status sebagai tersangka, status Novanto
sebagai tersangka kemudian dibatalkan oleh Hakim Cepi pada sidang praperadilan
lanjutan yang diselenggarakan pada 29 September 2017. Menurut Hakim Cepi,
penetapan Novanto sebagai tersangka tidak sah karena diputuskan di awal penyidikan,
bukan di akhir. Selain itu ia juga tidak bisa menerima alat bukti yang digunakan KPK
untuk menangkap Novanto karena telah digunakan sebelumnya dalam penyidikan
Irman dan Sugiharto.
7) Saksi Membuka Identitas Pelapor
Dugaan ini sebenarnya belum pasti tetapi menurut kami keterlibatan Johannes
Marliem dapat mengarah ke dalam tipikor ini (saksi membuka identitas pelapor).
Seperti yang telah diuraikan sebenarnya Johannes Marliem tidak pernah dianggap
sebagai saksi kunci karena Johannes marliem sendiri tidak pernah ikut dihadirkan sama
sekali di persidangan. Johannes juga tidak masuk dalam daftar saksi di persidangan
dengan terdakwa Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong. Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) merasa tidak pernah menyebut Johannes Marliem
sebagai saksi kunci dalam kasus dugaan korupsi pengadaan atau e-KTP. Menurut
KPK, Marliem sendiri yang membuka diri kepada media. Menurut Saut, Marliem
sendiri yang bersedia diwawancarai media massa. Marliem juga yang mengaku
memiliki rekaman terkait kasus tersebut dan lainnya sebesar 500 GB. Namun belum
sampai terungkap seperti apa dan bagaimana isi dari bukti rekaman yang Marliem
miliki, Marliem dikabarkan meninggal dunia di kediamannya di Amerika Serikat.
Sebelum ajal menjemputnya, pria pemilik Green Card dari pemerintah Amerika
Serikat itu sempat dimintai keterangannya oleh penyidik KPK. Salah satunya pada
awal Juli 2017. Namun keterangannya itu ternyata tidak masuk dalam dakwaan untuk
Irman, Sugiharto dan Andi Narogong. Nama Johannes sempat tersiar sebagai saksi
kunci kasus e-KTP yang juga telah menjerat Setya Novanto sebagai tersangka. Istilah

9
kunci itu disematkan kepada Johannes karena ia sempat memiliki rekaman
pembicaraan selama proses pembahasan proyek e-KTP sampai pengadaannya. Namun
pihak KPK belum mau buka suara apakah rekaman tersebut sudah diterima dari
Johannes apa belum.

2.3 Jenis Tipikor Berdasarkan 7 jenis Tipikor


1) Suap-Menyuap
 Sugiharto diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dan melakukan suap
pada proyek e-KTP di DPR untuk tahun anggaran 2011-2013, melanggar Pasal
2 Ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
 Seperti pada uraian kasus mengenai keterlibatan Johannes Marliem dalam
kasus pengadaan e-KTP Andi meminta Johannes dan Paulus untuk
memberikan uang sebesar US$530 ribu kpada Sugiharto sebagai uang pelicin
untuk keberlangsungan proyek tersebut. Johannes menyetor US$200 ribu lewat
staf Sugiharto, Yosep Sumartono. Sementara sisa dari yang diminta Andi
Narogong diberikan Paulus lewat Yosep pula. Johannes Marliem melakukan
tindakan membayar uang sebagai uang pelicin yang dimana tindakan ini
termasuk ke dalam tindakan suap.
2) Merugikan Keuangan Negara
 30 September 2016, KPK menetapkan mantan Direktur Jenderal Dukcapil
Kemendagri Irman sebagai tersangka. Motifnya melakukan korupsi serupa
dengan Sugiharto, yakni demi memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan
melakukan penyalahgunaan wewenang. Berdasarkan surat tuntutan jaksa,
Irman diperkaya senilai 573.000 dollar AS, Rp2,9 miliar dan 6.000 dollar
Singapura.
 Sugiharto di duga memperkaya dirinya sendiri dengan uang senilai 450.000
dollar AS dan 460 juta.
3) Penyalahgunaan Wewenang Sehingga Merugikan Keuangan Negara
Dalam kasus ini dijelaskan bahwa Setya Novanto diduga melakukan
penyalahgunaan wewenang dan tindakan menguntungkan diri sendiri atau orang

10
lain atau korporasi dengan ikut mengambil andil dalam pengaturan anggaran
proyek e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun sehingga merugikan negara hingga Rp 2,3
triliun. Tindakan Setya Novanto disangkakan berdasarkan Pasal 3 atau Pasal 2 ayat
1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Novanto ditetapkan secara sah sebagai tersangka melakukan tindak pidana
kasus korupsi dalam proyek e-KTP 2011-2012. Ia dinilai telah menyalahgunakan
jabatan nya untuk menguntungkan diri sendiri dan merugikan negara dalam hal ini
mengintervensi proses penganggaran proyek eKTP. Setya Novanto terjerat Pasal
2 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan pasal 3 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK melakukan pendekatan follow the money dalam menelusuri kasus ini.
Lembaga tersebut berupaya untuk mengikuti alur transaksi uang sehingga dapat
terlihat total nominal kerugian negara serta kemana saja dana tersebut menguap.
4) Penggelapan Dana dalam Jabatan dan Gratifikasi
Sesuai dengan uarian yang sudah tertera Johannes Marliem menerima
pembayaran dari Konsorsium PNRI lewat PT LEN Industri sebesar Rp96,4 miliar
US$11,9 juta untuk pembelian peralatan aplikasi perekaman sidik jari, signature
pad, dan IRIS Scanner. Setelah proyek e-KTP berjalan, perusahaan Johannes itu
menerima. Setelah menerima pembayaran itu, perusahaan Johannes memberikan
fee kepada Andi Narogong sebesar US$1,2 juta. Johannes dalam surat dakwaan
disebut menjadi salah satu pihak yang diperkaya Andi Narogong dalam korupsi
proyek e-KTP. Johannes mendapatkan US$14,88 juta dan Rp25,24 miliar. Setelah
Marliem meninggal KPK bekerjasama dnegan FBI untuk mengusut kasus tersebut
Kemudian FBI mendapatkan fakta bahwa selain Biomorf telah menerima lebih dari
50 juta dollar Amerika untuk pembayaran subkontrak proyek e-KTP, terjadi
transaksi sebesar 13 juta dolar atau setara dengan 175 miliar rupiah ke rekening
pribadi Marliem. Laporan FBI menyebutkan bahwa uang itu digunakan untuk
membeli rumah, mobil dan bahkan jam tangan mewah. Setelah ditelusuri lebih
lanjut di Konsulat Indonesia di Los Angeles pada Juli 2017, Marliem mengaku
bahwa ia pernah membeli jam tangan seharga Rp 1,8 miliar. Diduga Setya Novanto

11
menjadi orang yang menerimanya. Jonathan Holden, agen khusus FBI seperti
dikutip juga menyatakan bahwa Marliem pernah membeli jam tangan senilai
135.000 dollar AS dari sebuah butik di Beverly Hills. Fakta lainnya adalah
Marliem menyatakan bahwa ia telah mengirimkan uang senilai USD$ 700.000 ke
Chairuman Harahap.

2.4 Hukuman yang di Tetapkan Kepada Tersangka


Tuntutan yang ditetapkan oleh jaksa KPK seharusnya dapat mencapai pidana
penjara maksimal sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Korupsi. Rasa keadilan yang diharapkan rakyat yang dirugikan tidak
tersalurkan sampai hilir. Ditambah lagi, banyaknya peristiwa dan tindakan yang
membuat publik mempertanyakan keseriusan aparat penegak hukum pada koruptor.
Usep S Ahyar, Direktur Eksekutif Populi Center, mengatakan keberhasilan hukum
ialah saat hukum ditegakkan sesuai dengan Undang-Undang dan membuat efek jera.
Selain itu, pelaksanaan hukum juga seharusnya memberi kesan pada orang lain untuk
tidak melakukan hal yang sama. Sekarang ini, dalam proses pemeriksaan pun masih
banyak gate keeper yang ikut serta memberi fasilitas pada terdakwa. Hal ini harus lebih
diangkat ke permukaan dan diberi perhatian yang layak.

Hukuman Tersangka
Hukuman para tersangka sesuai dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Tindak
Pidana Korupsi. KPK dalam kasus ini bekerja secara maksimal sehingga bagi pihak-
pihak yang terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi dapat diungkap dan diproses
sesuai dengan hukum yang berlaku. Dalam hal ini, KPK hanya menjalankan tugas
untuk melakukan penyidikan, penyelidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi dan
bekerja sesuai dengan hukum yang berlaku.
 Sugiharto
Atas tindakannya dalam merugikan negara sebesar Rp 2,314 triliun dan terbukti
menerima uang sebesar USD 200 ribu dari Andi Narogong, Sugiharto dijatuhi
hukuman oleh majelis hakim berupa kurungan penjara selama 5 tahun dan
denda sebesar Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan penjara. Selain itu,
Sugiharto juga wajib membayar uang pengganti senilai USD 50 ribu dikurangi

12
USD 30 ribu serta mobil honda jazz senilai Rp 150 juta dalam rentang waktu
satu bulan setelah berkekuatan hukum tetap. Harta benda Sugiharto akan disita
jika ia tidak membayarnya. Jika tidak cukup, harta benda tersebut diganti
dengan kurungan penjara selama 1 tahun. Keputusan ini diputuskan oleh
Majelis Hakim pada sidang dengan agenda pembacaan vonis pada 20 Juli 2017.
Vonis ini sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada sidang dengan
agenda pembacaan tuntutan pada 22 Juni 2017.
 Irman
Berdasarkan penyelidikan KPK dan hasil sidang, Irman terbukti menerima uang
sebesar USD 300 ribu dari Andi Narogong dan USD 200 ribu dari Sugiharto.
Oleh karena itu per 20 Juli 2017 majelis hakim lewat sidang dengan agenda
pembacaan vonis memberikannya hukuman berupa kurungan penjara selama 7
tahun dan membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Di samping
itu Irman juga wajib membayar uang pengganti senilai USD 500 ribu dikurangi
USD 300 ribu dan Rp 50 juta dalam rentang waktu 1 bulan setelah berkekuatan
hukum tetap. Jika tidak dipenuhi, harta benda Irman akan disita. Jika masih tak
cukup, Irman wajib menggantinya dengan pidana 2 tahun penjara.Vonis ini
sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK pada sidang dengan agenda
pembacaan tuntutan pada 22 Juni 2017.
 Andi Narogong
Andi dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum KPK pada sidang dengan agenda
pembacaan tuntutan pada 7 Desember 2017 berupa hukuman penjara selama 8
tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara serta wajib
membayar uang pengganti senilai USD 2,1 juta. Dengan harapan dapat
meringankan vonis (sidang dengan agenda pembacaan vonis belum dilakukan)
yang akan diputuskan nanti, ia pun berperan sebagai justice collaborator.
 Markus Nari
Namun di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis
Markus menjadi 7 tahun penjara. Markus kemudian mengajukan kasasi ke MA.
Hukumannya diperberat menjadi 8 tahun penjara.

13
 Anang Sugiana Sudiharjo
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta
menghukum eks Bos PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo 6 tahun
penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan.
 Setya Novanto
Dijatuhi hukuman 16 tahun penjara, sedikit lebih ringan dari tuntutan yang
diajukan jpu. dan membayar uang pengganti US$7,3 juta dalam kurs terbaru
setara dengan lebih dari 101 miliar. Serta pencabutan hak politik selama 5 tahun.
Dan dipenjara di penjara sangat mewah seperti hotel berbintang lima yang tepat
di Lembaga Permasyarakatan (LP) Sukamiskin Bandung.

2.5 Reaksi Warganet


Terjadinya kasus korupsi e-KTP di era digital tidak hanya menimbulkan reaksi dari
warga biasa, tetapi juga dari warganet selaku pengguna media digital. Oleh karena itu
mereka meluapkan respon di jejaring sosial mereka masing-masing dengan beragam
cara. Tak sekadar membuat kreasi meme kemudian mengunggahnya di jejaring
sosial seperti instagram, sebagian besar warganet juga memanfaatkan fitur tagar
tertentu pada twitter. Hal itu dikarenakan semakin banyak warganet yang menuliskan
tagar tertentu secara serempak dalam waktu bersamaan, maka akan tercipta trending
topic sehingga reaksi mereka atas kasus korupsi semakin tersebar luas. Tercatat ada
beberapa nama yang ditetapkan sebagai tersangka pada kasus korupsi e-KTP di
Indonesia. Namun sejak perjalanan kasus korupsi e-KTP tersebut bergulir, mayoritas
reaksi warganet hanya ditumpahkan kepada Setya Novanto.

2.6 Pemberitaan Media Asing


Bergulirnya kasus e-KTP tak hanya menjadi perhatian bagi media nasional,
melainkan juga media asing. Di antara berbagai rangkaian peristiwa yang terjadi pada
kasus korupsi e-KTP, keterlibatan Setya Novanto dominan menjadi fokus berita. Saat
Setya Novanto hilang dari KPK, sejumlah media asing memberitakannya. Washington
Post dan The New York Times, dua media asal Amerika Serikat memuat berita

14
berjudul "Top Indonesia Official Escapes Arrest by Anti-Graft Police" yang dikutip
dari Associated Press. Sementara itu media Australia, ABC memberitakannya dalam
judul "Indonesian Speaker Setya Novanto wanted for questioning over corruption
scandal, but unable to be found". Lebih lanjut, ABC menulis bahwa kasus tersebut
adalah ujian bagi Joko Widodo. Selain hilangnya Novanto, media asing juga
mewartakan tentang jalannya sidang pokok perkara yang perdana. Media AFP yang
berbasis di Prancis menulis berita dengan judul "Indonesian Speaker Setya Novanto's
corruption trial delayed by his 'diarrhoea'". Media tersebut menyatakan bahwa sidang
kasus Novanto yang merupakan sidang korupsi terbesar di Indonesia dalam beberapa
tahun yang tertunda setelah Novanto mengklaim mengalami diare. The Washington
Post dan ABC News juga turut memberitakan kasus ini dengan mengutip pemberitaan
dari The Associated Press.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
KTP merupakan identitas resmi penduduk serta bukti diri yang berlaku diseluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Program e-KTP ditujukanuntuk
mewujudkan kepemilikan satu KTP untuk satu penduduk yang memiliki kodekeamanan
dan rekaman elektronik data kependudukan yang berbasis NIK secaranasional. Dengan
adanya e-KTP diharapkan tidak ada lagi duplikasi KTP dan dapatmenciptakan kartu
identitas multifungsi.Usaha merealisasikan satu penduduk satu KTP melalui e-KTP
terhambat olehadanya korupsi.
Anggaran proyek e-KTP sebesar Rp.5,9 triliun, dikorupsi sebesarRp.2,3 triliun.
Anggaran yang dikembalikan sebesar Rp.250 miliar. Anggaran yangdikembalikan tersebut
berasal dari Rp.220 miliar dari 5 korporasi dan 1 konsorium,Rp. 30 miliar dari perorangan
(14 orang). Pihak yang terlibat kasus ini begitu banyak, mulai dari pejabat pemerintahan,
politisi, hingga pengusaha. Pihak pemenang tender proyek e-KTP juga terlibat. Pihak
pemenang tender dalam proyek e-KTP ini adalahKonsorsium Perum Percetakan Negara
Republik Indonesia (PNRI) Konsorium proyekini terdiri dari PNRI serta lima perusahaan
BUMN dan swasta, yakni Perum PNRI, PT. Sucofindo, PT. LEN Industri, PT. Sucofindo,
PT. Quadra Solution, dan PT. Sandipala Artha Putra. Semua pihak yang terlibat dalam
kasus ini berusaha merancangsedemikian rupa strategi supaya bisa me mark-up dana
proyek e-KTP untuk kemudiandapat mengalir ke kantong mereka masing-masing

3.2 Saran
Kepada majelis hakim pengadilan tipikor harus berani menjatuhkan hukuman
seberat-beratnya kepada koruptor. Jangan hanya menjatuhkan pidana penjara yang dapat
kita lihat sekarang tidak memberikan efek jera kepada para koruptor-koruptor lainnya.
Pemberian hukuman yang berat adalah untuk memberi efek jera dan mencegah masyarakat
agar tidak mengikuti jejak para koruptor. Dan untuk mahasiswa dan pembaca agar dapat
menerapkan perilaku jujur dan menjauhi hal-hal yang menjurus kearah korupsi mulai dari
sekarang.

16
DAFTAR PUSTAKA

Sovianti, R (2019). Anasilis Framing: Pemberitaan Penangkapan Kasus Korupsi E-KTP Setya
Novanto di Media Daring Detik.Com dan Kompas Com.
KUSUMAWATI, Henny Sri: RAHAYU, Nuryani Tri: HANDAYANI, Retno. Anasilis Framing
Berita Korupsi E-KTP Setya Novanto Pada Media Online. IN: Annual Conference of
Communication, Media and Culture (ACCMOC) 2020. P. 52-59
Hasyyati, Ruri Izzah. “IDEOLOGI BINGKAI MEDIA ONLINE KOMPAS.COM, PIKIRAN-
RAKYAT.COM DAN DETIK.COM TERHADAP PEMBERITAAN KASUS KORUPSI
E-KTP SATYA NOVANTO (ANALISIS FRAMING GAMSON).” Commercium 1.2
(2018)

17

Anda mungkin juga menyukai