Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH AUDIT INVESTIGASI DAN FORENSIK

Terhadap Kasus Korupsi E-KTP

( Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Audit Investigasi dan Forensik )
Dosen Pengampu :
Napisah S.E., M.Ak.

Disusun Oleh :
Kelompok 1
1. Deliani Zai 211011200908
2. Intan Bayyinatu Shalihah 211011201399
3. Sugiarso 211011201312
4. Adila Rizky 211011200897

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI
UNIVERSITAS PAMULANG
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah
dengan judul "Audit Investigasi dan Forensik Terhadap Kasus Korupsi E-KTP"
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Audit
Investigasi dan Forensik. Dalam pembuatan makalah ini tidak terlepas dari
bimbingan dan bantuan dari semua pihak , oleh karena itu, kami mengucapkan
terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Audit Investigasi dan Forensik
Napisah S.E., M.A , kepada rekan kelompok dan semua pihak yang turut membantu
dalam penyusunan makalah ini.
Selain itu, kami juga berharap makalah ini nantinya dapat membantu para
pembaca untuk memahami berbagai tindakan fraud dan solusi melalui tindakan audit
investigasi khususnya yang terjadi pada Kasus Korupsi E-KTP. Kami menyadari
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, sehingga penyusunan makalah ini
mungkin belum sempurna. Segala kritik dan saran yang membangun akan diterima
dengan tangan terbuka demi perbaikan makalah ini di masa mendatang.
Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat menjadi sumber pembelajaran
yang bermanfaat, khususnya bagi mahasiswa yang tengah mendalami bidang audit
investigasi dan forensik, sekian dan terima kasih.

Tangerang Selatan, 21 Maret 2024

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................................ii
KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I............................................................................................................................5
PENDAHULUAN........................................................................................................5
1.1 Latar belakang................................................................................................5
1.2 Rumusan masalah...........................................................................................7
1.3 Tujuan............................................................................................................7
BAB II..........................................................................................................................8
TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................8
2.1 Pengertian Audit Investigasi dan Forensik....................................................8
2.2 Tujuan Audit Investigasi dan Forensik..........................................................9
2.3 Tahapan Audit Investigatif...........................................................................10
2.3.1 Praperencanaan Pemeriksaan Investigatif..................................................10
2.3.2 Perencanaan Pemeriksaan Investigatif.......................................................11
2.3.3 Pelaksanaan Pemeriksaan Investigatif........................................................12
2.3.4 Pelaporan Pemeriksaan Investigatif...........................................................14
2.4 Korupsi.........................................................................................................14
BAB III.......................................................................................................................15
PEMBAHASAN.........................................................................................................15
3.1 Gambaran umum..........................................................................................15
3.2 Kronologi awal.............................................................................................15
3.3 Kecurigaan Korupsi.....................................................................................16
3.3.1 Audit BPKP (2012) dalam kasus Korupsi E-KTP.....................................19
3.4 Praperencanaan............................................................................................20
3.4.1 Tahap Pertama: Identifikasi Kasus.............................................................20
3.4.2 Tahap Kedua: Pengumpulan Data dan Dokumen......................................21
3.5 Perencanaan..................................................................................................21
3.5.1 Praparasi Audit:..........................................................................................21

iii
3.5.1 Pembentukan Tim Audit:...........................................................................21
3.6 Pemeriksaan.................................................................................................21
3.6.1 Pengumpulan Bukti dan Dokumen:...........................................................21
3.6.2 Pemeriksaan dan Penyelidikan:..................................................................22
3.6.3 Penanganan Saksi dan Korban:..................................................................22
3.6.4 Penyusunan Laporan dan Rekomendasi.....................................................22
3.6.5 Pelaksanaan Hukum...................................................................................22
3.7 Hasil Pemeriksaan........................................................................................22
3.8 Kerugian Negara..........................................................................................24
3.9 Hukuman Tersangka....................................................................................24
BAB IV.......................................................................................................................30
PENUTUP..................................................................................................................30
4.1 Kesimpulan..................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................31

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Era digital telah memunculkan berbagai inovasi dalam berbagai bidang
kehidupan, termasuk dalam administrasi kependudukan. Di Indonesia, Kartu Tanda
Penduduk (KTP) merupakan identitas resmi penduduk yang digunakan secara luas
dalam berbagai transaksi resmi. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi,
pemerintah Indonesia menghadapi tantangan terkait dengan keamanan dan
keakuratan data kependudukan. Sebelumnya, KTP konvensional telah digunakan
dalam jangka waktu yang cukup lama. Namun, sistem ini memiliki kelemahan,
seperti kemungkinan duplikasi KTP yang dapat disalahgunakan oleh sejumlah pihak.
Hal ini terbukti memberikan peluang bagi praktik korupsi, seperti penghindaran
pajak, kemudahan pembuatan paspor yang tidak sesuai dengan aturan, dan bahkan
mengamankan tindakan korupsi lainnya.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-


Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang
mengamanatkan bahwa setiap penduduk hanya boleh memiliki satu KTP. Sebagai
upaya inovatif, pemerintah kemudian meluncurkan program Kartu Tanda Penduduk
elektronik (e-KTP) yang menggunakan teknologi informasi dan sistem biometrik
untuk menghindari duplikasi dan meningkatkan keamanan serta keakuratan data.

Namun, upaya pemerintah untuk memperbaiki sistem administrasi kependudukan


melalui e-KTP ternyata disalahgunakan oleh oknum-oknum yang terlibat sebagai
stakeholder dalam program ini. Kasus korupsi e-KTP menjadi sorotan karena
melibatkan sejumlah pihak, termasuk politisi, birokrat, dan pengusaha yang
memanfaatkan peluang dalam pelaksanaan proyek e-KTP untuk tujuan pribadi dan
kepentingan korupsi.Hingga saat ini, kasus korupsi e-KTP masih dalam tahap
penyelidikan dan persidangan, menunjukkan kompleksitas serta dampak yang luas
dari praktik korupsi dalam proyek ini. Sejak kasus ini mencuat pada beberapa tahun

5
lalu, berbagai lembaga penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), telah melakukan penyelidikan dan proses hukum terhadap para pelaku yang
terlibat dalam kasus korupsi e-KTP. Namun, karena melibatkan banyak pihak dan
memiliki kompleksitas yang tinggi, proses hukum ini belum sepenuhnya selesai dan
masih berlanjut hingga saat ini.

Dalam konteks ini, audit investigasi dan forensik menjadi sangat penting untuk
mengungkap fakta-fakta terkait kasus korupsi e-KTP, melakukan analisis mendalam
terhadap bukti-bukti yang ada, dan menemukan tanggung jawab serta akar
permasalahan yang menyebabkan terjadinya praktik korupsi dalam proyek e-KTP.

Kami menyusun makalah ini dengan tujuan untuk memberikan pemahaman yang
lebih mendalam tentang kasus korupsi e-KTP serta menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya praktik korupsi dalam proyek e-KTP. Melalui pendekatan
audit investigasi dan forensik, kami berharap makalah ini dapat memberikan
kontribusi dalam upaya pencegahan dan penanggulangan korupsi di sektor
administrasi kependudukan, serta memberikan rekomendasi untuk perbaikan sistem
yang lebih transparan, akuntabel, dan efektif dalam pengelolaan data kependudukan.

6
1.2 Rumusan masalah
a) Bagaimana proses audit investigasi dan forensik dapat membantu
mengungkap fakta-fakta terkait kasus korupsi e-KTP?
b) Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya praktik korupsi
dalam proyek e-KTP?
c) Bagaimana peran audit investigasi dan forensik dalam membantu proses
penegakan hukum pada kasus korupsi e-KTP?
d) Bagaimana hasil pemeriksaan kasus korupsi e-KTP?

1.3 Tujuan
a) Untuk menganalisis bagaimana proses audit investigasi dan forensik
dapat membantu mengungkap fakta-fakta terkait kasus korupsi e-KTP.
b) Untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya praktik korupsi dalam proyek e-KTP.
c) Untuk menjelaskan peran audit investigasi dan forensik dalam membantu
proses penegakan hukum pada kasus korupsi e-KTP.
d) Untuk merumuskan rekomendasi yang dapat diajukan untuk mencegah
dan menanggulangi praktik korupsi dalam proyek e-KTP di masa depan.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Audit Investigasi dan Forensik


Audit Investigasi merupakan prosedur audit atau pemeriksaan yang bertujuan
untuk mengidentifikasi dan mengungkap adanya kecurangan (fraud) atau tindak
kejahatan dengan menggunakan pendekatan, prosedur atau teknik-teknik yang
umumnya digunakan dalam suatu penyelidikan atau penyidikan. Hasil dari pekerjaan
Audit Investigasi adalah Laporan Hasil Audit Investigatif (LHAI), yang nantinya
dapat digunakan oleh pihak yang berkepentingan sebagai alat bukti permulaan untuk
penyidikan dan/atau proses hukum selanjutnya oleh pihak berwenang. Audit
investigasi termasuk dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Audit investigasi
menurut Peraturan Inspektur Jenderal No.172 Tahun 2020 Tentang Pedoman Teknis
Audit Investigasi adalah proses mencari, menemukan, mengumpulkan, dan
menganalisis serta mengevaluasi bukti-bukti secara sistematis oleh pihak yang
kompeten dan independen untuk mengungkapkan fakta atau kejadian yang
sebenarnya tentang indikasi tindak pidana korupsi dan/atau tujuan spesifik lainnya
sesuai peraturan yang berlaku. Sasaran audit investigasi adalah kegiatan-kegiatan
yang di dalamnya diduga terjadi penyimpangan dari peraturan yang berlaku. Ruang
lingkup audit investigasi adalah batasan tentang lokus, tempus, dan hal-hal lain yang
relevan dengan kegiatan yang menjadi sasaran audit investigasi (BPKP, 2017).

Sedangkan Audit forensik merupakan proses pemeriksaan dan evaluasi


catatan keuangan perusahaan atau individu dengan tujuan mendapatkan bukti yang
dapat digunakan dalam proses hukum, seperti di pengadilan. Audit forensik
memerlukan pemahaman mendalam tentang prosedur akuntansi dan hukum audit.
Proses ini mencakup berbagai kegiatan investigasi yang dilakukan untuk menuntut
suatu pihak atas penipuan, penggelapan, atau kejahatan yang berkaitan dengan
keuangan. Auditor forensik sering dipanggil untuk menjadi saksi ahli dalam proses
persidangan dan dapat terlibat dalam situasi seperti perselisihan terkait kebangkrutan,
penipuan bisnis, hingga perceraian. Melalui audit forensik, aktivitas ilegal dapat
terungkap atau terkonfirmasi .

8
Audit investigasi, di sisi lain, adalah proses pemeriksaan yang lebih luas dan
tidak terbatas pada konteks hukum. Audit investigasi dapat mencakup penelitian
tentang berbagai aspek operasional perusahaan, termasuk keuangan, operasional, dan
kepatuhan terhadap peraturan. Tujuan utama audit investigasi adalah untuk
mengidentifikasi dan menganalisis potensi risiko, ketidakpatuhan, atau aktivitas
ilegal yang mungkin terjadi dalam organisasi. Audit investigasi seringkali dilakukan
sebagai langkah pencegahan untuk mengidentifikasi dan mengurangi risiko sebelum
terjadi kerugian finansial atau hukum .

Forensik, dalam konteks ini, merujuk pada penggunaan teknik dan metode
untuk mengumpulkan, menganalisis, dan mempresentasikan bukti dalam konteks
hukum. Ini mencakup penggunaan teknologi, analisis data, dan pemahaman hukum
untuk membantu dalam proses penyelidikan dan pengadilan. Forensik dapat
digunakan dalam berbagai bidang, termasuk akuntansi, teknologi informasi, dan
hukum, untuk membantu dalam mengungkap fakta dan bukti yang relevan dengan
kasus yang sedang ditangani .

Secara keseluruhan, audit forensik dan audit investigasi adalah alat yang
berbeda dalam pengelolaan dan pemahaman keuangan dan operasional perusahaan.
Audit forensik fokus pada penggunaan bukti dalam konteks hukum, sedangkan audit
investigasi dan forensik lebih luas, mencakup penelitian dan analisis untuk
mengidentifikasi dan menganalisis risiko dan aktivitas ilegal.

2.2 Tujuan Audit Investigasi dan Forensik


Tujuan utama dari audit investigasi dan forensik adalah untuk mengevaluasi,
memverifikasi, dan memahami kegiatan keuangan, operasional, dan kepatuhan
terhadap hukum yang terjadi dalam organisasi atau perusahaan. Ini melibatkan
serangkaian proses yang dirancang untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan
menyelesaikan masalah yang mungkin terjadi, seperti penipuan, kesalahan, atau
pelanggaran hukum. Berikut adalah beberapa tujuan spesifik dari audit investigasi
dan forensik:

9
a) Mendeteksi Pelanggaran Hukum: Audit investigasi dan forensik bertujuan
untuk mendeteksi pelanggaran hukum, seperti penipuan, pencucian uang, atau
pelanggaran peraturan perundang-undangan.
b) Mengidentifikasi dan Menganalisis Masalah: Tujuan lainnya adalah untuk
mengidentifikasi dan menganalisis masalah yang mungkin terjadi dalam
organisasi, seperti kesalahan dalam pengelolaan keuangan, kegagalan dalam
proses bisnis, atau ketidakpatuhan terhadap standar operasional.
c) Menyediakan Bukti: Audit investigasi dan forensik juga bertujuan untuk
menyediakan bukti yang dapat digunakan dalam proses hukum, baik itu
dalam pengadilan atau dalam proses penyelesaian masalah internal.
d) Meningkatkan Kepatuhan: Dengan menemukan dan menangani masalah,
audit investigasi dan forensik bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan
terhadap hukum dan standar etika dalam organisasi.
e) Mengurangi Risiko: Melalui proses ini, organisasi dapat mengurangi risiko
yang terkait dengan kegagalan operasional, penipuan, atau pelanggaran
hukum.
f) Meningkatkan Kepercayaan: Dengan menunjukkan komitmen terhadap
integritas dan kepatuhan terhadap hukum, audit investigasi dan forensik dapat
meningkatkan kepercayaan dari stakeholder, termasuk pelanggan, investor,
dan pemegang saham.

2.3 Tahapan Audit Investigatif


2.3.1 Praperencanaan Pemeriksaan Investigatif
1) Memperoleh Informasi Awal.
Informasi awal adalah keterangan permulaan mengenai suatu
kecurangan yang berindikasi ke tindak pidana. Tidak semua informasi
yang diterima sebagai dasar pelaksanaan pemeriksaan investigatif
memiliki keandalan dan validitas yang sama. Oleh karena itu, untuk
setiap informasi awal yang diterima perlu dilakukan verifikasi dan
analisis atas informasi awal terlebih dahulu.

2) Memverifikasi Informasi Awal

10
Informasi awal mengenai suatu kecurangan yang berindikasi
ke tindak pidana biasanya memuat hal-hal yang bersifat umum, tidak
menjelaskan secara rinci masalah yang terjadi, dan cenderung memuat
informasi yang tendensius, berpihak, memiliki motif yang tidak sehat
dan subjektif, sehingga tingkat keandalan dan validitas informasi bisa
sangat mungkin terjadi, mungkin terjadi, diragukan, dan tidak
mungkin terjadi. Oleh karena itu informasi ini harus ditangani secara
objektif.

3) Menganalisa Informasi Awal


Tujuan menganalisis informasi awal adalah menjelaskan
seluruh informasi awal ke dalam pendekatan 5W+1H/2H. Selain
dengan menggunakan pendekatan 5W + 1H/2H dalam menganalisis
informasi awal yang diterima, pemeriksa juga menggunakan laporan-
laporan BPK yang terdahulu yang relevan untuk menetapkan cukup
tidaknya alasan dilakukan pemeriksaan.

4) Menyimpulkan Hasil Informasi Awal.


Hasil informasi awal dituangkan dalam suatu laporan hasil
penelaahan informasi awal, yang berisi simpulan sebagai berikut:
a) Cukup alasan untuk dilakukan pemeriksaan ivestigatif dengan
syarat telah terpenuhi unsur 4W+1H
b) Tidak cukup alasan untuk dilakukan pemeriksaan investigatif
karena tidak memenuhi syarat.

2.3.2 Perencanaan Pemeriksaan Investigatif


1) Mengembangkan Hipotesis
Hipotesis adalah kesimpulan sementara berdasarkan hasil
penelaahan informasi awal suatu kecurangan yang berindikasi ke
tindak pidana. Hipotesis juga merupakan pernyataan sementara yang
bersifat prediksi dari hubungan antara dua atau lebih variabel yang
berguna untuk:

11
a) Memberikan batasan serta mempersempit ruang lingkup
pemeriksaan investigatif;
b) Mempersiapkan pemeriksa terhadap semua fakta dan
hubungan antar fakta yang telah teridentifikasi;
c) Sebagai alat yang sederhana dalam membangun fakta-fakta
yang tercerai-berai tanpa koordinasi ke dalam suatu kesatuan
penting dan menyeluruh.
d) Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian fakta dan
antar fakta.

2) Menyusun Petunjuk Pemeriksaan


Tujuan penyusunan petunjuk pemeriksaan investigatif adalah
untuk menentukan langkah-langkah pemeriksaan dalam rangka
membuktikan hipotesis. Petunjuk pemeriksaan merupakan bagian dari
Program Pemeriksaan (P2). Bentuk P2 mengacu kepada Manajemen
Pemeriksaan Investigatif, Penghitungan Kerugian Negara, dan
Pemberian Keterangan Ahli. Petunjuk pemeriksaan investigatif
minimal mencakup empat hal berikut:
a. Situasi
b. Tujuan
c. Rencana langkah
d. komunikasi

2.3.3 Pelaksanaan Pemeriksaan Investigatif


a) Mengumpulkan Bukti
Pelaksanaan pengumpulan bukti bertujuan untuk melengkapi
bukti pemeriksaan yang diperlukan dalam rangka mengungkap:
a. fakta dan proses kejadian;
b. sebab dan akibat PITP; dan
c. pihak yang diduga terkait PITP.
Pada saat pemeriksa mengumpulkan bukti, pemeriksa harus terlebih
dahulu memahami jenis-jenis bukti pemeriksaan yang harus
dikumpulkan dan keterkaitan antara jenis bukti dengan alat bukti

12
menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana dan alat bukti menurut Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pengumpulan bukti dilakukan berdasarkan hipotesis yang disusun
pemeriksa.

b) Menganalisis dan Mengevaluasi Bukti


Tujuan menganalisis dan mengevaluasi bukti adalah:
a) untuk menyempurnakan hipotesis awal yang telah dirumuskan
karena pada dasarnya perumusan hipotesis merupakan kegiatan
yang terusmenerus seiring berjalannya pemeriksaan;
b) untuk menilai kesesuaian bukti (relevansi) dengan hipotesis
serta menjadi landasan perlu tidaknya mencari bukti tambahan;
dan
c) untuk menyusun rangkaian kejadian dan modus operandi.
Hasil analisis bukti dapat memberikan petunjuk untuk
memperoleh buktibukti lain yang relevan sebagai bukti
dukungan atas validitas bukti yang telah diperoleh sebelumnya.

c) Menyusun Konsep Simpulan


Setelah melakukan analisis bukti, pemeriksa kemudian
menyusun konsep simpulan. Konsep simpulan yang dibuat dapat
mendukung atau tidak mendukung hipotesis pemeriksaan. Konsep
simpulan menjawab 5W + 1H/2H. Pemeriksa dapat mendiskusikan
terpenuhi atau tidaknya indikasi tindak pidana dengan pihak instansi
yang berwenang. Dalam hal ini instansi berwenang diposisikan
sebagai ahli. Langkah ini dilakukan melalui mekanisme paparan
menjelang akhir pekerjaan lapangan namun sebelum sidang badan.
Hasil diskusi baik dengan pihak internal maupun eksternal BPK
dapat menjadi bahan masukan untuk perolehan bukti lain yang
dibutuhkan.

13
2.3.4 Pelaporan Pemeriksaan Investigatif
1) Menyusun Konsep Hasil Pemeriksaan Investigatif
Pemeriksa menyusun KHP berdasarkan temuan pemeriksaan dan
informasi relevan yang diperoleh selama pemeriksaan dengan
memperhatikan karakteristik laporan yang baik. Karakteristik
Laporan yang Baik:
a. Akurat
b. Jelas
c. Tidak Memihak
d. Relevan
e. Tepat Waktu

2) Finalisasi Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif


Berdasarkan hasil diskusi konsep simpulan dan tambahan bukti,
pemeriksa memfinalisasi LHP.

2.4 Korupsi
Pengertian korupsi Menurut UU No. 20 Tahun 2001 adalah tindakan
melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korupsi
yang berakibat merugikan negara atau perekonomian negara. Menurut Nurdjana
(1990), kata korupsi berasal dari bahasa Yunani yaitu “corruptio” yang memiliki arti
perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat disuap, tidak bermoral,
menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama, mental dan juga
hukum. Kartono (1983) mendefinisikan korupsi yaitu tingkah laku salah satu
individu yang memakai wewenang dan jabatan yang digunakan untuk mengeduk
keuntungan demi kepentingan pribadi, dan atau merugikan kepentingan umum dan
negara. Dalam UU No.31 Tahun 1999 korupsi yaitu tingkah laku setiap orang yang
dengan sengaja melawan hukum untuk melakukan perbuatan yang tidak baik yang
bertujuan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
mengakibatkan kerugian keuangan terhadap negara atau perekonomian negara.

14
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Gambaran umum


Salah satu kasus korupsi terbesar di Indonesia adalah kasus korupsi e-KTP,
yang terjadi sejak tahun 2010 dan berkaitan dengan pengadaan Kartu Tanda
Penduduk elektronik (e-KTP) untuk tahun 2011 dan 2012. Kasus ini diawali dengan
berbagai kejanggalan yang terjadi sejak proses lelang tender proyek e-KTP, membuat
berbagai pihak seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Government
Watch, pihak kepolisian, Konsorsium Lintas Peruri, dan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) menaruh kecurigaan akan terjadinya korupsi . KPK melakukan
berbagai penyelidikan dan investigasi, menemukan fakta bahwa negara harus
menanggung kerugian sebesar Rp 2,314 triliun.

3.2 Kronologi awal


Kasus korupsi e-KTP bermula dari rencana Kementerian Dalam Negeri RI
dalam pembuatan e-KTP. Sejak 2006 Kemendagri telah menyiapkan dana sekitar Rp
6 triliun yang digunakan untuk proyek e-KTP dan program Nomor Induk
Kependudukan (NIK) nasional dan dana senilai Rp 258 miliar untuk biaya
pemutakhiran data kependudukan untuk pembuatan e-KTP berbasis NIK pada 2010
untuk seluruh kabupaten/kota se-Indonesia.[19][20] Pada 2011 pengadaan e-KTP
ditargetkan untuk 6,7 juta penduduk sedangkan pada 2012 ditargetkan untuk sekitar
200 juta penduduk Indonesia.

Sebelum proses perekaman e-KTP dilaksanakan, Gamawan Fauzi yang saat


itu menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri sempat menemui pimpinan KPK di
gedung KPK pada 24 Januari 2011. Di sana ia meminta KPK untuk mengawasi
proyek e-KTP sembari menjelaskan tentang langkah-langkah pelaksanaan proyek e-
KTP. Namun KPK bukan satu-satunya institusi yang ia datangi. Sebelumnya ia juga
telah meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) untuk terlibat dalam pengawasan proyek ini. Dengan
adanya keterlibatan institusi-institusi tersebut ia berharap megaproyek e-KTP dapat

15
bersih dan terhindar dari praktek korupsi. Pada pelaksanaannya, proyek e-KTP
dilakukan oleh konsorsium yang terdiri dari beberapa perusahaan atau pihak terkait.
Untuk memutuskan konsorsium mana yang berhak melakukan proyek, maka
pemerintah kemudian melaksanakan lelang tender pada 21 Februari hingga 15 Mei
2011.Di sela-sela proses lelang, Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) bernama
Government Watch (Gowa) menilai bahwa terjadi kejanggalan pada proses lelang.
Mereka beranggapan bahwa perusahaan yang mengikuti tender tidak sesuai dengan
persyaratan seperti yang terangkum dalam PP 54/2010.

Setelah melalui serangkaian proses, akhirnya pada 21 Juni 2011 pemerintah


mengumumkan konsorsium yang menjadi pemenang lelang. Mereka adalah
konsorsium PNRI yang terdiri dari beberapa perusahaan, yakni Perum PNRI, PT
LEN Industri, PT Quadra Solution, PT Sucofindo dan PT Sandipala Artha Putra.
Hasil itu diambil berdasarkan surat keputusan Mendagri Nomor: 471.13-476 tahun
2011. Sebagai tindak lanjut, konsorsium PNRI kemudian melakukan
penandatanganan kontrak bersama untuk pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-
2012 dengan nilai pekerjaan sebesar Rp 5.841.896.144.993. Kontrak tersebut
disepakati pada 1 Juli 2011.

Mulanya proses perekaman e-KTP ditargetkan akan dilaksanakan secara


serentak pada 1 Agustus 2011. Namun karena terlambatnya pengiriman perangkat
peralatan e-KTP, maka jadwal perekaman berubah menjadi 18 Agustus 2011 untuk
197 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

3.3 Kecurigaan Korupsi


Belum sampai perekaman dilakukan di berbagai kabupaten dan kota, pihak
kepolisian mengabarkan bahwa mereka mencurigai terjadinya korupsi pada proyek e-
KTP. Kecurigaan itu berangkat dari laporan konsorsium yang kalah tender yang
menyatakan bahwa terjadinya ketidaksesuaian prosedur yang dilakukan oleh panitia
saat lelang tender berlangsung. Kecurigaan bahwa adanya praktek korupsi pada
proyek e-KTP juga dirasakan oleh Government Watch (GOWA) yang berbuntut
pada laporan kepada KPK pada 23 Agustus 2011. Mereka berspekulasi bahwa telah

16
terjadi upaya pemenangan terhadap satu konsorsium perusahaan dalam proses lelang
tender berdasarkan investigasi yang telah dilakukan sejak Maret hingga Agustus
2011. Dari hasil investigasi tersebut mereka mendapatkan petunjuk berupa dugaan
terjadinya kolusi pada proses lelang oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan
Pencatatan Sipil dan menemukan fakta bahwa telah terjadi 11 penyimpangan,
pelanggaran dan kejanggalan kasatmata dalam pengadaan lelang.

KPK turut mencium kejanggalan dari proses proyek e-KTP. Pada awal
September 2011 KPK menuding bahwa Kemendagri tidak menjalankan 6
rekomendasi dalam pelaksanaan proyek e-KTP. Keenam rekomendasi tersebut
adalah: 1) penyempurnaan desain.; 2) menyempurnakan aplikasi SIAK dan
mendorong penggunaan SIAK di seluruh wilayah Indonesia dengan melakukan
percepatan migrasi non SIAK ke SIAK; 3) memastikan tersedianya jaringan
pendukung komunikasi data online/semi online antara Kabupaten/kota dengan MDC
di pusat agar proses konsolidasi dapat dilakukan secara efisien; 4) Pembersihan data
kependudukan dan penggunaan biometrik sebagai media verifikasi untuk
menghasilkan NIK yang tunggal; 5) Pelaksanakan e-KTP setelah basis database
kependudukan bersih/NIK tunggal, tetapi sekarang belum tunggal sudah
melaksanakan e-KTP; dan 6) Pengadaan e-KTP harus dilakukan secara elektronik
dan sebaiknya dikawal ketat oleh LKPP. Menanggapi tudingan KPK, Kemendagri
kemudian memberikan bantahan. Reydonnyzar Moenek, juru bicara Kemendagri
menjelaskan bahwa Kemendagri telah menjalankan 5 rekomendasi. Kemendagri
tidak bisa melaksanakan satu rekomendasi lainnya, yakni tentang permintaan NIK
tunggal saat proses e-KTP dilaksanakan karena bisa mengubah waktu dan
pembiayaan e-KTP.

Tak lama setelah itu, Konsorsium Lintas Peruri Solusi melaporkan Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) dan Ketua Panitia lelang dalam proses pengadaan e-KTP,
Sugiharto dan Drajat Wisnu Setiawan ke Polda Metro Jaya dengan barang bukti
berupa surat kontrak pada 1 Juli 2011, surat jaminan penerimaan uang Rp 50 juta dan
tiga orang saksi. Konsorsium Lintas Peruri Solusi menduga bahwa telah terjadinya
penyalahgunaan wewenang sehingga dana untuk e-KTP membesar hingga Rp4

17
triliun lebih dalam proses tender. Kenyataannya, penawaran yang diajukan oleh
Konsorsium Lintas Peruri Solusi lebih rendah, yakni sebesar Rp4,75 triliun namun
yang memenangkan tender justru konsorsium PNRI yang mengajukan penawaran
lebih tinggi, yakni sebesar Rp5,84 triliun dari anggaran senilai 5,9 triliun. Mereka
juga menuding bahwa panitia lelang telah menerima uang sebesar Rp50 juta pada 5
Juli 2011 dari konsorsium pemenang tender.

Seiring berjalannya waktu, indikasi korupsi pada proyek e-KTP semakin


terbuka lebar. Pada 2012 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah
menemukan indikasi korupsi pada proyek e-KTP lebih awal ketimbang KPK
berdasarkan temuan investigator. Indikasi tersebut tertuang pada keputusan KPPU
berupa hukuman pada Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI)
dan PT Astragraphia untuk membayar denda Rp24 miliar ke negara karena
melanggar pasal 22 UU No. 4/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat pada November 2012. Konsorsium PNRI didenda
sebesar Rp20 miliar sedangkan PT Astragraphia didenda Rp4 miliar. Denda tersebut
harus dibayar ke kas negara melalui bank pemerintah dengan kode 423755 dan
423788 (Pendapatan Pelanggaran di bidang persaingan usaha).

Indikasi korupsi juga dipaparkan oleh Muhammad Nazaruddin pada 31 Juli


2013. Saat diperiksa oleh KPK terkait kasus Hambalang, ia menyerahkan bukti-bukti
terkait korupsi e-KTP. Pengacaranya, Elza Syarief menuding bahwa telah terjadi
penggelembungan dana pada proyek e-KTP. Dari total proyek sebesar Rp5,9 triliun,
45% di antaranya merupakan hasil penggelembungan dana. Ia juga mengatakan
bahwa Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto dan mantan Ketua Umum Partai
Demokrat Anas Urbaningrum terlibat dalam kasus ini. Mendengar hal itu, Gamawan
Fauzi merasa geram. Ia pun melaporkan Nazaruddin ke Polda Metro Jaya karena
menilai bahwa tuduhannya tidak benar. Kendati demikian, saat itu KPK belum bisa
memastikan kebenaran dari kecurigaan-kecurigaan yang ada karena tahap penyidikan
KPK terhadap kasus e-KTP masih pada tahap awal

18
3.3.1 Audit BPKP (2012) dalam kasus Korupsi E-KTP
Audit BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) pada
tahun 2012 terhadap kasus korupsi E-KTP (Elektronik Kartu Tanda
Penduduk) menemukan beberapa temuan penting yang mencakup kelebihan
pembayaran sebesar Rp 1,4 triliun dan kekurangan volume pekerjaan senilai
Rp 579 miliar. Audit ini menunjukkan adanya masalah serius dalam
pengelolaan dan pengawasan pembayaran terkait program E-KTP, yang
merupakan salah satu program pemerintah untuk memodernisasi pengelolaan
identitas penduduk.

Kelebihan pembayaran tersebut menunjukkan bahwa ada pembayaran


yang tidak sesuai dengan volume pekerjaan yang seharusnya dilakukan, yang
berpotensi menjadi sumber korupsi. Sementara itu, kekurangan volume
pekerjaan menunjukkan bahwa ada pekerjaan yang seharusnya dilakukan
tetapi tidak terlaksana, yang dapat menyebabkan penurunan kualitas layanan
dan peningkatan biaya untuk pemerintah. Audit investigasi BPKP terhadap
kasus korupsi E-KTP melibatkan beberapa langkah penting dalam proses
penghitungan kerugian negara dan identifikasi penyimpangan:
1) Penghitungan Kerugian Negara: BPKP menyatakan bahwa kerugian
negara akibat korupsi proyek e-KTP adalah sebesar Rp 2,3 triliun.
Penghitungan ini dilakukan dengan memperhitungkan sejumlah
pekerjaan dalam proyek e-KTP, termasuk pengadaan blangko e-KTP,
hardware dan software, sistem AFIS, jaringan komunikasi data, dan gaji
help desk pendamping kecamatan dan kota .
2) Kolaborasi dengan KPK dan Ahli: Audit dilakukan dengan bekerja sama
dengan KPK dan sejumlah ahli, termasuk ahli pengadaan barang dan
jasa, analisis material plastik dan kartu, serta ahli IT. Ini untuk
memastikan kecukupan data dan analisis yang akurat .
3) Proses Ekspose Bersama: BPKP melakukan proses ekspose bersama
dengan KPK untuk memperjelas angka kerugian yang timbul dari proyek
e-KTP. Ini termasuk permintaan data dokumen, meneliti dan analisis

19
kecukupan data, serta permintaan dokumen bukti tambahan dari
penyidik.
4) Identifikasi Tenaga Ahli Fiktif: Audit juga menemukan adanya nama
tenaga ahli yang diyakini tidak berhubungan dengan proses lelang proyek
e-KTP. Ini ditemukan ketika menghitung potensi kerugian negara
bersama para penyidik KPK. Dokumen lelang berisi tanda tangan yang
terkesan dibuat-buat, menunjukkan adanya kejanggalan dalam proses
lelang .
5) Keterbatasan Data: Audit BPKP menemukan bahwa belum menerima
sejumlah komponen, seperti data biaya cetak background blanko e-KTP,
hologram, termasuk laminasinya, dari penyidik KPK.
6) Penetapan HPS dan Proses Lelang: Audit juga menyoroti pertemuan pada
proses lelang untuk memenangkan PNRI, serta penetapan HPS yang
mengarah pada vendor tertentu. Ini menunjukkan adanya penyimpangan
dalam proses lelang yang dapat mempengaruhi hasil akhir dan kerugian
negara .

Berdasarkan temuan audit, BPKP merekomendasikan pengembalian


kerugian negara yang telah terjadi akibat kelebihan pembayaran dan
kekurangan volume pekerjaan. Ini mencakup pengembalian dana yang tidak
sah dan penjatuhan sanksi kepada pihak yang bertanggung jawab atas
kejadian ini. Sanksi ini ditujukan untuk mencegah terjadinya korupsi di masa
depan dan memastikan bahwa pembayaran untuk program seperti E-KTP
dilakukan dengan transparan dan sesuai dengan volume pekerjaan yang
seharusnya.

3.4 Praperencanaan
Praperencanaan audit investigasi KPK terhadap kasus E-KTP yakni :
3.4.1 Tahap Pertama: Identifikasi Kasus
Dimulai dengan mengidentifikasi indikasi korupsi dalam pengadaan
e-KTP, termasuk perubahan spesifikasi alat yang akan digunakan dalam

20
proses pembuatan e-KTP dan penandatanganan kontrak pengadaan e-KTP
saat proses lelang berada pada masa sanggah .
3.4.2 Tahap Kedua: Pengumpulan Data dan Dokumen
Praperencanaan juga mencakup pengumpulan data dan dokumen yang
relevan dengan kasus, termasuk dokumen-dokumen yang terkait dengan
proses penganggaran, pelelangan, dan pengadaan proyek e-KTP Pertemuan-
pertemuan Informal.

3.5 Perencanaan
Perencanaan audit investigasi KPK terhadap kasus E-KTP :
3.5.1 Praparasi Audit:
KPK melakukan praparasi audit dengan menyiapkan tim audit yang
terdiri dari para ahli hukum, auditor, dan investigator. Tim ini bertugas
untuk melakukan pemeriksaan mendalam terhadap data dan dokumen
yang telah dikumpulkan .
3.5.1 Pembentukan Tim Audit:
Tim audit dibentuk dengan tujuan untuk melakukan pemeriksaan
mendalam dan penyelidikan terhadap kasus korupsi e-KTP. Tim ini
juga bertugas untuk mengumpulkan bukti dan dokumen yang relevan
dengan kasus.

3.6 Pemeriksaan
Pemeriksaan audit investigasi KPK terhadap kasus E-KTP melibatkan
serangkaian langkah yang ketat untuk menentukan kejadian korupsi dan menuntut
pelaku sesuai dengan hukum. Berikut adalah gambaran umum tentang pemeriksaan
audit investigasi KPK terhadap kasus E-KTP:
3.6.1 Pengumpulan Bukti dan Dokumen:
KPK melakukan pengumpulan bukti dan dokumen yang relevan
dengan kasus korupsi e-KTP. Ini mencakup dokumen-dokumen yang
terkait dengan proses penganggaran, pelelangan, dan pengadaan proyek
e-KTP .

21
3.6.2 Pemeriksaan dan Penyelidikan:
KPK melakukan pemeriksaan mendalam terhadap data dan
dokumen yang telah dikumpulkan. Ini mencakup analisis terhadap
pertemuan-pertemuan informal antara anggota DPR, Kementerian
Dalam Negeri, dan pejabat lain yang terlibat dalam proses pengadaan
e-KTP. Pemeriksaan ini mencakup pemeriksaan terhadap praktik ijon
,pembagian aliran dana yang tidak sah , memeriksa aliran dana dan
aset hasil korupsi E-KTP, menemukan bukti transfer dana ke
rekening-rekening pihak yang terkait dengan kasus E-KTP..
3.6.3 Penanganan Saksi dan Korban:
KPK juga melibatkan penanganan saksi dan korban dalam
kasus ini, termasuk pemeriksaan terhadap aliran dana korupsi yang
mengarah ke berbagai pihak, termasuk anggota DPR, pejabat
Kemendagri, dan perusahaan rekanan .
3.6.4 Penyusunan Laporan dan Rekomendasi:
Setelah proses pemeriksaan dan penyelidikan selesai, KPK
menyusun laporan audit yang mencakup temuan, analisis, dan
rekomendasi untuk penanganan lebih lanjut. Laporan ini kemudian
digunakan sebagai dasar untuk proses hukum yang dijalankan oleh
KPK .
3.6.5 Pelaksanaan Hukum:
Berdasarkan temuan dan rekomendasi dalam laporan audit,
KPK melanjutkan dengan pelaksanaan hukum terhadap pelaku
korupsi, termasuk penuntutan dan pengadilan.

3.7 Hasil Pemeriksaan


1. Pertemuan dan Pembahasan Anggaran: Proses pengadaan e-ktp pada tahun
2011-2012 adanya indikasi persekongkolan di luar proses formal antara
berbagai pihak sehingga anggaran itu akhirnya disetujui, proyek dijalankan
dan pengadaan dilakukan. Ada sejumlah pertemuan yang dilakukan untuk
membahas pemberian uang oleh Andi Narogong (pengusaha) kepada
sejumlah anggota Komisi II DPR, dengan tujuan agar DPR menyetujui
usulan Kemendagri perihal anggaran Hotel Gran Melia, Jakarta.

22
Pertemuan ini juga melibatkan Setya Novanto, Ketua Fraksi Golkar DPR,
yang menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran proyek e-
KTP di DPR.
2. Pembentukan Konsorsium dan Pengaturan Tender: Beberapa kali
pertemuan digelar di Ruko milik Andi Narogong, yang membahas
pembentukan beberapa konsorsium untuk ikut dalam tender proyek e-
KTP. Pertemuan ini juga membahas pengaturan untuk memenangkan
tender hingga mendaftar penggelembungan harga sejumlah barang yang
akan dibeli terkait proyek
3. Perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang yang
mengakibatkan kerugian negara terkait pengadaan proyek E-KTP oleh
pejabat kemendagri dan komisi II DPR RI.
4. Terjadinya kolusi pada proses lelang oleh Direktorat Jenderal
Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan menemukan fakta bahwa telah
terjadi 11 penyimpangan, pelanggaran dan kejanggalan kasatmata dalam
pengadaan lelang
5. Kecurangan Lelang dan Rekayasa Konsorsium: Sidang keenam
menghadirkan delapan saksi, di antaranya adalah Anas Urbaningrum,
Markus Nari, dan Setya Novanto. Sidang ketujuh menemukan fakta bahwa
tim teknis e-KTP sempat dikirim ke AS dan diberikan uang sebesar 20.000
dollar AS pada 2012. Selain itu, terdapat temuan bahwa tim teknis e-KTP
mengaku diperintah untuk meloloskan konsorsium dalam proses lelang
padahal sebenarnya tidak memenuhi syarat
6. Indikasi korupsi juga dipaparkan oleh Muhammad Nazaruddin pada 31
Juli 2013. Saat diperiksa oleh KPK terkait kasus Hambalang, ia
menyerahkan bukti-bukti terkait korupsi e-KTP. Pengacaranya, Elza
Syarief menuding bahwa telah terjadi penggelembungan dana pada proyek
e-KTP.
7. Adanya penyalahgunaan wewenang dan melakukan suap pada proyek e-
KTP di DPR

23
8. Pengaturan dan rekayasa pemenang untuk memenangkan konsorsium
PNRI, mark-up harga, penggelembungan dana, penyalahgunaan anggaran,
suap, dan gratifikasi.
9. Tim Teknisi meloloskan tiga konsorsium yakni konsorsium PNRI,
Astragphia dan Murakabi meski ketiganya tidak memenuhi syarat wajib,
yakni mengintegritaskan Hardware Security Modul (HSM) dan Key
Management System (KMS). Adanya kecurangan karena konsorsium E-
KTP memilih perangkat lunak yang tak lolos uji kompetensi
10. Penyelewengan penggunaan teknologi kartu E-KTP, Teknologi itu tidak
sesuai dengan proposal yang diajukan. Ada penurunan kualitas kartu yang
digunakan untuk E-KTP.
11. Perkara Tambahan: Muncul beberapa perkara baru, termasuk pemberian
keterangan palsu oleh mantan anggota DPR Miryam S Haryani dan
penetapan Markus Nari sebagai tersangka karena dianggap menghalangi
penyidikan dan penuntutan KPK
12. Tidak terselesaikannya pengadaan E-KTP oleh konsorsium sebagaimana
batas waktu yang telah ditetapkan sebelumnya.

3.8 Kerugian Negara


Kasus korupsi E-KTP yang diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) telah menyebabkan kerugian negara yang signifikan. Menurut KPK, negara
telah mengalami kerugian sebesar lebih dari Rp 2.3 triliun dalam proyek pengadaan
E-KTP. Kasus ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pejabat pemerintah,
pengusaha, dan anggota DPR. Beberapa pihak telah mengembalikan dana yang
mereka terima sebagai bagian dari proyek E-KTP, sejumlah Rp 250 miliar dari 5
perusahaan, 1 konsorsium, dan 14 individu. Namun, KPK belum memberikan detail
tentang siapa saja yang mengembalikan dana tersebut

3.9 Hukuman Tersangka


Setelah melalui serangkaian proses, majelis hakim kemudian memberikan
vonis kepada para tersangka atas keterlibatan mereka dalam tindakan korupsi dalam
proyek pengadaan e-KTP. Setiap tersangka mendapatkan vonis yang berbeda

24
tergantung sejauh mana keterlibatan mereka. Berikut adalah hukuman yang harus
diterima oleh para tersangka:
a) Sugiharto (Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan
Kementrian Dalam Negeri)
Dia merupakan orang pertama yang menjadi tersangka pada kasus e-KTP. Atas
tindakannya dalam merugikan negara sebesar Rp 2,314 triliun dan terbukti
menerima uang sebesar USD 200 ribu dari Andi Narogong, Sugiharto dijatuhi
hukuman oleh majelis hakim berupa kurungan penjara selama 5 tahun dan denda
sebesar Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan penjara. Selain itu, Sugiharto
juga wajib membayar uang pengganti senilai USD 50 ribu dikurangi USD 30
ribu serta mobil honda jazz senilai Rp 150 juta dalam rentang waktu satu bulan
setelah berkekuatan hukum tetap. Harta benda Sugiharto akan disita jika ia tidak
membayarnya. Jika tidak cukup, harta benda tersebut diganti dengan kurungan
penjara selama 1 tahun. Keputusan ini diputuskan oleh Majelis Hakim pada
sidang dengan agenda pembacaan vonis pada 20 Juli 2017. Vonis ini sesuai
dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada sidang dengan agenda pembacaan
tuntutan pada 22 Juni 2017

b) Irman (Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan


Sipil Kementerian Dalam Negeri)
Berdasarkan penyelidikan KPK dan hasil sidang, Irman terbukti
menerima uang sebesar USD 300 ribu dari Andi Narogong dan USD 200 ribu
dari Sugiharto. Oleh karena itu per 20 Juli 2017 majelis hakim lewat sidang
dengan agenda pembacaan vonis memberikannya hukuman berupa kurungan
penjara selama 7 tahun dan membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan
kurungan. Di samping itu Irman juga wajib membayar uang pengganti senilai
USD 500 ribu dikurangi USD 300 ribu dan Rp 50 juta dalam rentang waktu 1
bulan setelah berkekuatan hukum tetap. Jika tidak dipenuhi, harta benda
Irman akan disita. Jika masih tak cukup, Irman wajib menggantinya dengan
pidana 2 tahun penjara.Vonis ini sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut
Umum KPK pada sidang dengan agenda pembacaan tuntutan pada 22 Juni
2017.

25
c) Andi Narogong (Direktur PT. PNRI)
Andi dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum KPK pada sidang dengan
agenda pembacaan tuntutan pada 7 Desember 2017 berupa hukuman penjara
selama 8 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara serta
wajib membayar uang pengganti senilai USD 2,1 juta. Dengan harapan dapat
meringankan vonis (sidang dengan agenda pembacaan vonis belum
dilakukan) yang akan diputuskan nanti, ia pun berperan sebagai justice
collaborator.

d) Setya Novanto (Ketua Fraksi Golkar di DPR)


Dijatuhi hukuman 16 tahun penjara, sedikit lebih ringan dari tuntutan
yang diajukan jpu. dan membayar uang pengganti US$7,3 juta dalam kurs
terbaru setara dengan lebih dari 101 miliar. Serta pencabutan hak politik
selama 5 tahun. Dan dipenjara di penjara sangat mewah seperti hotel
berbintang lima yang tepat di Lembaga Permasyarakatan (LP) Sukamiskin
Bandung

5. Markus Nari (Anggota DPR)


Telah dijatuhkan hukuman terkait kasus korupsi e-KTP. Pada 12
November 2019, Markus Nari divonis 6 tahun penjara dan denda Rp300 juta
oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor) di Jakarta
Pusat. Putusan ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) yang menjeratnya 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta.

6. Anang Sugiana Sudiharjo (Direktur Utama PT Quadra Solution)


Majelis Hakim MA memutus Anang dihukung enam tahun penjara
dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan. Selain itu, MA juga menjatuhkan
hukuman berupa uang pengganti sebesar Rp20,73 miliar, dikompensasi
dengan barang bukti uang tunai sejumlah Rp9,3 miliar dan barang bukti uang
tunai senilai US$1,6 juta. Keputusan ini dijatuhkan pada Senin, 12 Juli 2021
oleh majelis hakim PK yang terdiri dari Suhadi sebagai ketua majelis, Eddy
Army dan Mohammad Askin masing-masing sebagai hakim anggota.

26
Kasus korupsi e-KTP di Indonesia masih belum mencapai penyelesaian
penuh. Meskipun telah ada beberapa tersangka yang divonis, seperti Irman dan
Sugiharto yang divonis hukuman penjara sementara, ada tersangka lain yang masih
harus menghadapi proses hukum yang berlaku . Selain itu, KPK telah menangkap
tersangka baru dalam kasus ini, termasuk Miryam S. Haryani, Direktur Utama Perum
Percetakan Negara RI, Isnu Edhi Wijaya, Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi
Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, dan Husni Fahmi, Direktur Utama PT
Sandipala Arthaputra .

Pada 31 Oktober 2022, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi


(Tipikor) Jakarta menjatuhi hukuman empat tahun penjara kepada dua orang
terdakwa dalam perkara dugaan korupsi pengadaan E-KTP 2011-2013, yaitu mantan
Dirut Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya dan
Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik
(e-KTP) atau PNS BPPT, Husni Fahmi .

Namun, perkara proyek e-KTP yang terjadi di era digital masih mendapatkan
sorotan dari para warganet dan media asing, serta menjadi topik hangat di media
sosial. Kendati perkara proyek e-KTP telah berjalan selama beberapa tahun, kasus ini
belum mencapai penyelesaian. Para pihak berwenang masih harus ekstra kerja keras
lagi untuk menutup buku atas perkara ini.

3.9.1 Faktor- Faktor penyebab terjadinya Korupsi pada kasus E-KTP


a) Tekanan Keuangan dan Pekerjaan: Tekanan keuangan dan tekanan
yang berhubungan dengan pekerjaan dapat mempengaruhi perilaku
pejabat publik untuk melakukan tindakan korupsi. Tekanan ini
dapat mendorong mereka untuk mencari cara untuk mendapatkan
keuntungan sepihak .
b) Posisi Jabatan Tinggi: Pejabat publik dengan posisi jabatan tinggi
memiliki kekuasaan yang besar, yang dapat menjadi sumber
tekanan untuk melakukan tindakan korupsi. Mereka mungkin
merasa terpaksa untuk melakukan tindakan menyimpang demi
kepentingan pribadi mereka .

27
c) Kelemahan Pengendalian Internal: Kelemahan dalam pengendalian
internal dapat memungkinkan korupsi untuk terjadi. Ini dapat
mencakup kurangnya sistem pengawasan yang efektif, kurangnya
sanksi bagi pelaku korupsi, dan kurangnya transparansi dalam
pengelolaan sumber daya .
d) Kepentingan Sama Antar Individu: Kepentingan yang sama antar
individu, seperti dalam kasus di mana pihak-pihak yang terlibat
dalam pelaksanaan program e-KTP memiliki kepentingan bersama,
dapat memfasilitasi korupsi. Ini dapat mengarah ke kolusi dan
pembagian keuntungan yang tidak sah .
e) Masa Kerja yang Cukup Lama: Masa kerja yang cukup lama dapat
meningkatkan risiko korupsi karena pejabat publik mungkin
merasa terbiasa dan tidak terpantau dengan baik oleh sistem
pengawasan .

3.9.2 Pencegahan terjadinya korupsi


Untuk mencegah terjadinya korupsi di masa depan, terutama belajar
dari kasus korupsi e-KTP yang mengakibatkan kerugian negara yang
sangat signifikan, , beberapa langkah pencegahan yang dapat diambil
adalah:
a) Peningkatan Akuntabilitas dan Transparansi: Meningkatkan
akuntabilitas dan transparansi dalam pembahasan anggaran dan
pengadaan. Hal ini dapat dilakukan dengan memastikan bahwa
semua proses pengadaan dan pembahasan anggaran dilakukan secara
terbuka dan dapat diakses oleh publik. Ini akan memungkinkan
masyarakat untuk memantau dan mengevaluasi kegiatan pemerintah.
b) Pembahasan Anggaran yang Lebih Teliti: Memastikan bahwa setiap
anggaran dialokasikan sesuai dengan kebutuhan dan memastikan
bahwa tidak ada penyelewengan dalam penggunaan anggaran .
c) Penggunaan Unit Cost: Unit cost atau biaya satuan adalah biaya
yang dihitung untuk satu satuan produk atau layanan. Dengan

28
menggunakan unit cost, dapat mengurangi potensi penggelembungan
nilai anggaran, yang merupakan salah satu faktor yang
memungkinkan terjadinya korupsi .
d) Peningkatan Kemampuan Penegakan Hukum: Meningkatkan
kemampuan penegakan hukum terhadap korupsi. Ini termasuk
memperkuat sistem hukum dan penegakan hukum, serta memastikan
bahwa pelaku korupsi dapat dituntut secara hukum .
e) Pendidikan dan Pelatihan: Memberikan pendidikan dan pelatihan
kepada pejabat publik dan karyawan pemerintah tentang pentingnya
integritas dan etika dalam pemerintahan. Ini dapat membantu mereka
untuk memahami konsekuensi negatif dari korupsi dan bagaimana
mereka dapat berkontribusi dalam mencegah korupsi .
f) Peningkatan Partisipasi Publik: Mendorong partisipasi publik dalam
proses pengambilan keputusan pemerintah. Ini dapat dilakukan
melalui dialog publik, konsultasi, dan penggunaan teknologi
informasi untuk memfasilitasi partisipasi publik dalam proses
pengambilan keputusan .
g) Pengawasan yang Lebih Ketat: Meningkatkan pengawasan terhadap
penggunaan anggaran dan pengadaan oleh pemerintah. Ini termasuk
penggunaan teknologi dan sistem pengawasan yang lebih efektif
untuk memantau dan memastikan bahwa anggaran dan pengadaan
digunakan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan yang jelas .

Dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan ini, diharapkan


dapat membantu mencegah terjadinya korupsi di masa depan,
terutama dalam konteks pengadaan dan pembahasan anggaran
pemerintah.

29
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan identitas resmi penduduk yang
digunakan secara luas dalam berbagai transaksi resmi. Namun, seiring dengan
perkembangan teknologi, pemerintah Indonesia menghadapi tantangan terkait
dengan keamanan dan keakuratan data kependudukan. KTP konvensional telah
digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama. Namun, sistem ini memiliki
kelemahan, seperti kemungkinan duplikasi KTP yang dapat disalahgunakan oleh
sejumlah pihak.
Sebagai upaya inovatif, pemerintah kemudian meluncurkan program Kartu Tanda
Penduduk elektronik (e-KTP) yang menggunakan teknologi informasi dan sistem
biometrik untuk menghindari duplikasi dan meningkatkan keamanan serta
keakuratan data. Namun, upaya pemerintah untuk memperbaiki sistem administrasi
kependudukan melalui e-KTP ternyata disalahgunakan oleh oknum-oknum yang
terlibat sebagai stakeholder dalam program ini.
Kasus korupsi E-KTP yang diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) telah menyebabkan kerugian negara yang signifikan. Menurut KPK, negara
telah mengalami kerugian sebesar lebih dari Rp 2.3 triliun dalam proyek pengadaan
E-KTP. Kasus ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pejabat pemerintah,
pengusaha, dan anggota DPR. Hingga saat ini, kasus korupsi e-KTP masih dalam
tahap penyelidikan dan persidangan, menunjukkan kompleksitas serta dampak yang
luas dari praktik korupsi dalam proyek ini. Semua pihak yang terlibat dalam kasus ini
berusaha merancang sedemikian rupa strategi supaya bisa me mark-up dana proyek
e-KTP untuk kemudian dapat mengalir ke kantong mereka masing – masing.
Dalam konteks ini, audit investigasi dan forensik menjadi sangat penting untuk
mengungkap fakta-fakta terkait kasus korupsi e-KTP, melakukan analisis mendalam
terhadap bukti-bukti yang ada, dan menemukan tanggung jawab serta akar
permasalahan yang menyebabkan terjadinya praktik korupsi dalam proyek e-KTP.

30
4.2 Saran

Berdasarkan analisis terhadap kasus korupsi e-KTP dan faktor-faktor yang


menyebabkannya, berikut adalah beberapa saran untuk mencegah dan mengatasi masalah
korupsi dalam proyek-proyek pemerintah di masa depan:

1. Penguatan Pengendalian Internal: Penting untuk meningkatkan sistem


pengendalian internal dalam proyek-proyek pemerintah, termasuk dalam
implementasi proyek e-KTP. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan audit
internal secara teratur, memperkuat aturan dan prosedur, serta menerapkan
mekanisme pengawasan yang efektif.
2. Transparansi dan Akuntabilitas: Pemerintah perlu meningkatkan transparansi
dalam semua tahapan proyek, termasuk dalam perencanaan, pengadaan, dan
implementasi. Informasi yang jelas dan mudah diakses akan membantu mencegah
praktik korupsi. Selain itu, akuntabilitas harus ditegakkan dengan tegas bagi para
pelaku korupsi, termasuk melalui penyelidikan dan penuntutan yang tegas.
3. Peningkatan Pelatihan dan Kesadaran Etika: Pelatihan yang intensif tentang etika
publik dan tanggung jawab dalam pelayanan masyarakat harus diberikan kepada
semua pejabat publik yang terlibat dalam proyek-proyek pemerintah. Kesadaran
akan konsekuensi hukum dan moral dari tindakan korupsi dapat membantu
mencegah perilaku koruptif.
4. Penggunaan Teknologi untuk Peningkatan Keamanan Data: Teknologi harus
dimanfaatkan secara optimal dalam proyek-proyek seperti e-KTP untuk
meningkatkan keamanan data dan mengurangi potensi penyalahgunaan. Sistem
biometrik dan enkripsi data dapat membantu mencegah duplikasi kartu identitas
dan menjamin keakuratan informasi.
5. Penguatan Sistem Pengawasan dan Pengawasan Independen: Diperlukan
peningkatan dalam sistem pengawasan dan pengawasan independen atas proyek-
proyek pemerintah. Ini dapat dilakukan melalui pembentukan lembaga pengawas
independen yang memiliki wewenang untuk mengawasi dan memantau
pelaksanaan proyek secara ketat.
6. Keterlibatan Masyarakat: Melibatkan masyarakat dalam pengawasan proyek-
proyek pemerintah dapat menjadi langkah yang efektif untuk mencegah korupsi.
Program-program partisipatif yang memungkinkan masyarakat untuk memberikan
masukan dan menyampaikan keluhan mereka akan membantu meningkatkan
akuntabilitas dan transparansi.

Dengan menerapkan saran-saran ini secara konsisten, diharapkan pemerintah


dapat mengurangi risiko korupsi dalam proyek-proyeknya dan memastikan
penggunaan sumber daya publik secara

31
DAFTAR PUSTAKA

Kurniawati, Endri (2017-03-18). Kurniawati, Endri, ed. "KPPU: Kami Temukan


Indikasi Korupsi E-KTP Lebih Dulu dari KPK". Tempo.co. antaranews.com
(2011-08-23).

Suryanto, ed. "Dugaan korupsi e-KTP dilaporkan ke KPK". ANTARA News. "Polisi
Selidiki Dugaan Kecurangan Dalam Tender e-KTP | Republika Online".
Republika Online. 2011-08-08.

Rastika, Icha (2014-04-25). Kistyarini, ed. "KPK Mulai Periksa Saksi Kasus E-
KTP". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Kuwado, Fabian Januarius (2017-
07-15).

Damanik, Caroline, ed. "Negara Rugi Rp 2,3 Triliun di Proyek E-KTP, KPK Yakin
Hanya Kembali Setengahnya". Kompas.com (dalam bahasa Inggris).

Belarminus, Robertus (2017-07-19). Asril, Sabrina, ed. "5 Tersangka Kasus E-KTP
Ditetapkan KPK, Ini Dugaan Peran Mereka". Kompas.com.

Ihsanuddin (2017-09-27). Wedhaswary, Inggried Dwi, ed. "KPK Tetapkan Dirut PT


Quadra Solution sebagai Tersangka ke-6 Kasus E-KTP". Kompas.com (dalam
bahasa Inggris).

Putra, Lutfy Mairizal (2017-04-05). Krisiandi, ed. "KPK Tertapkan Miryam S


Haryani Tersangka Keterangan Palsu Kasus E-KTP". Kompas.com (dalam
bahasa Inggris).

Riadi, Slamet. "KPK tetapkan tersangka kasus korupsi e-KTP". Sindonews.com.

https://id.wikipedia.org/wiki/Kasus_korupsi_e-KTP

https://www.academia.edu/62147650/ANALISIS_FAKTOR_PENYEBAB_DAN_D
AMPAK_DARI_KASUS_KORUPSI_E_KTP

https://www.coursehero.com/file/110748861/TUGAS-KEL-4-KASUS-EKTPpdf/

https://jp.feb.unsoed.ac.id/index.php/scoab/article/viewFile/3129/2104

32

Anda mungkin juga menyukai