Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN AKHIR MAGANG

Analisis Penerapan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang


Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik Dalam Menanggulangi Kejahatan Siber oleh
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan


untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Magang
Program Studi Sarjana Ilmu Hukum

Oleh:
Nama : Michele Emmanuela
NIM : 010001900357
Peminatan: IV (Hukum Pidana)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2022

i
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

TANDA PERSETUJUAN LAPORAN AKHIR MAGANG

Nama : Michele Emmanuela

NIM : 010001900357

Peminatan : PK IV (PIDANA)

Mitra Magang : Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim

Judul Laporan Akhir Magang : Analisis Penerapan Undang-Undang Nomor


19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 11 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik Dalam
Menanggulangi Kejahatan Siber oleh
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim
PolrI.

Jakarta, .................................
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing Magang
Sarjana Ilmu Hukum

NIK: /USAKTI NIK:2132 /USAKTI

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya bagi Tuhan Yesus Kristus, oleh karena
anugerahNya yang melimpah, kemurahan dan kasih setia yang besar
akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan akhir magang ini
untuk menyelesaikan mata kuliah magang program studi sarjana ilmu hukum
di Fakultas Hukum Universitas Trisakti.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan akhir magang ini masih
jauh dari kesempurnaan karena sadar akan segala keterbatasan yang ada.
Sehingga penulis sangat membutuhkan dukungan dan sumbangsih pikiran
berupa kritik dan saran yang bersifat membangun.
Dengan tersusunnya laporan akhir magang ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri yang telah memberikan
pembelajaran dan kesempatan dalam menjalankan program studi magang,
kepada kedua orang tua yang telah memberikan kasih sayang, fasilitas,
nasehat, motivasi dan dukungan serta doa yang tiada henti kepada penulis,
kepada Ibu Dr. Ermania Widjajanti, S.H., M.Hum. selaku dosen pembimbing
yang memberikan arahan dan bimbingan dari awal hingga akhir program
studi magang ini, serta para pihak yang memberikan dukungan kepada
penulis.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan. Rahmat-Nya
selalu. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan akhir magang ini dapat
bermanfaat dan menjadi berkat bagi penulis dan orang di sekitar.

Jakarta, 18 Juli 2022

Michele Emmanuela

ii
DAFTAR ISI

TANDA PERSETUJUAN ............................................................................... i


KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Tujuan Magang ........................................................................................ 3
C. Manfaat Magang ...................................................................................... 3
D. Luaran (Output) Magang ......................................................................... 5
BAB II PROFIL MITRA MAGANG
A. Sejarah Direktorat Tindak Pidana Siber................................................... 6
B. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Tindak Pidana Siber ....................... 6
C. Struktur Direktorat Tindak Pidana Siber .................................................. 8
D. Kasus yang Ditangani Direktorat Tindak Pidana Siber ............................ 9
E. Kantor Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri ........................... 11
F. Kegiatan Program Magang ..................................................................... 12
BAB III DAFTAR INVENTARISASI MASALAH MITRA MAGANG .............. 15
BAB IV ANALISIS
A. Perbandingan dari RUU Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ..... 17
B. Penyelesaian Penanganan Kasus Tindak Pidana Siber ......................... 23
C. Efektivitas Penyelesaian Kasus Melalui Mekanisme Restorative Justice 26
D. Polemik Peringatan Virtual Police dan Kebebasan Berpendapat ............ 28
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................. 31
B. Saran ...................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 34

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 ....................................................................................................... 10
Gambar 2 ....................................................................................................... 11
Gambar 3 ....................................................................................................... 11
Gambar 4 ....................................................................................................... 12
Gambar 5 ....................................................................................................... 12
Gambar 6 ....................................................................................................... 15
Gambar 7 ....................................................................................................... 15

iv
DAFTAR BAGAN

Tabel 1 ........................................................................................................... 14
Tabel 2 ........................................................................................................... 22

ii
DAFTAR TABEL

Bagan 1.......................................................................................................... 8

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada era globalisasi ini membawa banyak perubahan dunia termasuk
di negara Indonesia, sehingga setiap manusia harus mengikuti perubahan
perkembangan jaman yang terjadi. Salah satu dampaknya yaitu
menciptakan persaingan untuk mencapai suatu kesuksesan. Maka dari itu
penting untuk meningkatkan kualitas dalam pendidikan. Menyadari bahwa
pentingnya pendidikan, diharapkan dapat menghasulkan dan
mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang lebih berkualitas
sehingga dapat menyeimbangi persaingan serta memenuhi dan
menjalankan tuntutan pekerjaan di masa mendatang.
Salah satu cara untuk meningkatkan dan mengembangkan sumber
daya manusia terkhusus untuk mahasiswa adalah dengan melakukan
magang. Magang merupakan sebuah proses yang diberikan kepada
mahasiswa/I untuk memperoleh pengalaman dalam dunia kerja.Magang
merupakan bentuk praktik penguasaan keilmuan pada berbagai institusi
mitra magang yang memiliki keterkaitan antara keilmuan dan/atau
keprofesian dengan latar belakang program peserta didik. Selain itu,
magang juga dapat digunakan sebagai sarana untuk memadukan antara
teori dan praktik yang akan memberikan kemampuan kepada maahasiswa/I
menganalisis fenomena dan perkembangan terbaru dalam dunia kerja,
sehingga dapat menghasilkan lulusan berkuliatas.
Kegiatan magang ini diperuntukkan bagi mahasiswa/I untuk dapat
belajar dan menambah pengalaman bekerja di instansi terkait dengan
tujuan mengasah kemampuan dan skills yang selama ini dipelajari sesuai
dengan kurikulum program studi Fakultas Hukum Universitas Trisakti.
Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan magang di Direktorat Tindak
Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polisi Republik Indonesia sejak

1
tanggal 1 Maret 2022 sampai dengan 15 April 2022.Mitra magang ini sesuai
dengan keilmuan hukum yang mengacu pada peminatan yang ditempuh
oleh penulis yaitu hukum pidana. Sehingga pemilihan mitra matang tersebut
yang merupakan Instansi Pemerintah yang memiliki wewenang untuk
melakukan penyelidikan dan penyidikan dalam hal kejahatan siber yang
juga menjadi salah satu mata kuliah program kekhususan yang menjadi
persyaratan program kekhususan hukum pidana.
Fakultas Hukum Universitas Trisaksi sebagai institusi pendidikan
tentunya membekali mahasiswa/I agar dapat menjadi unggul di dunia kerja.
Salah satu caranya dengan memfasilitasi dan memberikan kesempatan
magang kepada mahasiswa/I jenjang akhir.Program magang ini
berdasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2012 tentang Pendidikan Tinggi1
Pasal 5 yang berbunyi :
Pendidikan Tinggi bertujuan:
a. Berkembangnya potensi Mahasiswa agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten,
dan berbudaya untuk kepentingan bangsa;
b. Dihasilkannya lulusan yang menguasai cabang Ilmu Pengetahuan
dan/atau Teknologi untuk memenuhi kepentingan nasional dan
peningkatan daya saing bangsa;
c. Dihasilkannya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui Penelitian
yang memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora agar
bermanfaat bagi kemajuan bangsa, serta kemajuan peradaban dan
kesejahteraan umat manusia; dan

1
UNDANG UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2012

2
d. Terwujudnya Pengabdian kepada Masyarakat berbasis penalaran
dan karya Penelitian yang bermanfaat dalam memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dalam program magang ini, mahasiswa dilatih unntuk dapat


mengembangkan pola pikir yang kreatif dan bertanggung jawab. Sehingga
kegiatan magang ini menjadi bekal dan pijakan awal mahasiswa untuk
selanjutnya melangkah ke dunia kerja yang nyata.

B. Tujuan Magang
Adapun tujuan dari pelaksanaan magang adalah sebagai berikut:
1. Untuk memberikan kemampuan melalui kesepadanaan teori yang
diperoleh pada perkuliahan dengan kebutuhan dunia kerja yang ada di
Direktorat Tindak Pidana Siber yang relevan dengan bidang ilmu
hukum;
2. Meningkatkan kompetensi mahasiswa untuk mengimplementasikan
pengetahuan dalam bidang ilmu hukum pada praktiknya, sehingga siap
untuk memasuki dunia pasca kampus;
3. Meningkatkan keterampilan dalam mengidentifikasi masalah-masalah
hukum yang ada pada Direktorat Tindak Pidana Siber;
4. Meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam 3llegal3 rencana
pemecahan masalah secara umum dan di bidang ilmu hukum secara
khusus;
5. Untuk mendapatkan pengalaman dan langsung di tempat kerja
(experiential learning).

C. Manfaat Magang
1. Bagi Mahasiswa

3
a. Mahasiswa dapat mengaplikasikan dan meningkatkan ilmu yang
diperoleh dalam perkuliahan ;
b. Meningkatkan kemampuan advokasi mahasiswa dalam bidang
hukum ;
c. Meningkatkan hard skills (keterampilan, complex problem
solving, analytical skills), maupun soft skills (etika profesi,
komunikasi, kerja sama) ;
d. Memperoleh pengalaman bekerja di bidang hukum.
2. Bagi Fakultas Hukum Universitas Trisakti
a. Mendorong tercapainya visi program studi;
b. Meningkatkan hubungan terhadap stakeholder mitra magang
terkait;
c. Memperluas jejaring antara program studi dengan Direktorat
Tindak Pidana Siber Bareskrim POLRI;
d. Permasalahan 4llegal4 akan mengalir ke perguruan tinggi
sehingga akan memperbaharui bahan ajar dan pembelajaran
dosen serta topik-topik riset di perguruan tinggi akan semakin
relevan.
3. Bagi Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polisi
Republik Indonesia
a. Memperoleh pandangan baru, inovatif dan kreatif dari
mahasiswa/I peseta program magang;
b. Mendukung pelaksanaan program magang yang digagas oleh
Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Ridet dan Teknologi;
c. Dapat bekerjasama dengan Universitas Trisakti terkhususnya
Fakultas Hukum.

4
D. Luaran (Output) Magang
Dari uraian di atas maka dapat diperoleh luaran (output) sebagai berikut :
1. Peserta magang mengetahui dan memahami tentang alur proses
penyelidikan dan penyidikan terkait kejahatan siber di Dittipidsiber
POLRI;
2. Peserta magang mengetahui regulasi, kebiasaan dan doktrin hukum
yang berlaku terkait kejahatan siber;
3. Peserta magang mampu bekerja secara mandiri dan bekerjsama dalam
tim untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh mentor Dittipidsiber
POLRI;
4. Peserta magang dapat mengaplikasikan jiwa trikrama Trrisakti dalam
Dittipidsiber POLRI untuk mengembangkan kepribadian dalam berkarir,
menunjang pembelajaran dan berkehidupan di masyarakat.
5. Peserta magang mendapatkan ide dan bahan untuk melaksanakan
tugas akhir Skripsi yang menjadi salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana hukum.
6. Peserta magang dapat menghasilkan suatu jurnal hukum yang
berkaitan dengan Direktorat Tindak Pidana Siber dan permasalahannya
berdasarkan bidang keilmuan serta pengetahuan yang didapatkan
selama perkuliahan.

5
BAB II
DESKRIPSI PROFIL MITRA MAGANG

A. Sejarah Direktorat Tindak Pidana Siber


Berdasarkan hasil wawancara dengan AKBP Purnomo HS,S.E.,M.H
bahwa dilatarbelakangi dengan adanya kasus siber pertama di Indonesia
pada tahun 2005 yang terjadi di Polda Metro Jaya dimana kronologi kasus
tersebut yaitu pelaku menerobos atau memasuki sistem sehingga korban
mengalami kerugian namun penyelesaian kasus tersebut terkendala karena
belum adanya dasar hukum terkait perbuatan itu sehingga pada tahun 2008
Kementrian Komunikasi dan Informatika pada komisi 1 Dewan Perwakilan
Rakyat , Polisi Republik Indonesia pada komisi 3 Dewan Perwakilan Rakyat
menggagas suatu Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang
menjadi dasar penegakkan hukum untuk memberantas kejahatan siber.
Kepolisian Republik Indonesia resmi membentuk Direktorat Tindak
Pidana Siber Bareskrim Polri yang dikukuhkan tertuang dalam surat
telegram bernomor ST/261/II/2017 yang ditandatangani oleh Wakapolri
Komisaris Jenderal Syafruddin.Salah satu dasar dibentuknya direktorat ini
karena maraknya berita hoax yang cenderung mengarah ke isu suku ,
agama, ras dan antar golongan.
B. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Tindak Pidana Siber
Direktorat Tindak Pidana Siber merupakan satuan kerja yang berada di
bawah naungan Badan Reserse Kriminal Polisi Republik Indonesia
(Bareskrim POLRI) dan bertugas untuk melakukan penegakan hukum
terhadap kejahatan siber yang bertanggung jawab kepada Kabareskrim
Polri dan dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari di bawah kendali
Wakabareskrim Polri

6
Direktorat Tindak Pidana Siber menangani dua kelompok kejahatan yang
terdiri dari :
1. Computer crime;
Kelompok kejahatan siber yang menggunakan computer sebagai alat
utama. Bentuk kejahatannya adalah peretasan sistem elektronik
(hacking), intersepsi (illegal interception), pengubahan tampilan situs
web (web defacement), gangguan sistem (system interference),
manipulasi data (data manipulation).
2. Computer related crime.
Kejahatan siber yang menggunakan computer sebagai alat bantu,
seperti pornografi dalam jaringan (online pornography), perjudian
dalam jaringan (online gamble), pencemaran nama baik (online
defamation), pemerasan dalam jaringan (online extortion), penipuan
dalam jaringan (online fraud), ujaran kebencian (hate speech),
pengancaman dalam jaringan (online threat), akses terlarang (illegal
access), pencurian data (data theft).
Direktorat Tindak Pidana Siber memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana khusus yang
terkait dengan kejahatan siber, termasuk kejahatan transnasional
terkait dengan kejahatan siber;
2. Perumusan kebijakan dalam rangka penyelidikan dan penyidikan
terkait kejahatan siber.

7
C. Struktur Direktorat Tindak Pidana Siber
Sesuai dengan Peraturan Kepolisian Negara Nomor 5 Tahun 2019
Perubahan Atas Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2017 Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Satuan
Organisasi Pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik
Indonesia.Struktural pada Direktorat Tindak Pidana Siber adalah sebagai
berikut:

(Bagan 1 : Struktur Organisasi)


Adapun tugas dan wewenang dari setiap bagian adalah sebagai berikut:
1. Pimpinan
a. Direktur Pidana Siber
Bertugas dan bertanggungjawab kepada Kabareskrim Polri
kerberlangsungan Direktorat Tindak Pidana Siber serta
memimpin Direktorat Tindak Pidana Siber.
b. Wakil Direktur Pidana Siber

8
Bertugas membantu Direktur Tindak Pidana Siber dalam
mengendalikan pelaksanaan tugas staf dan memimpin Direktorat
dalam hal direktur berhalangan.
2. Sub bagian operasional
Bertugas untuk merancang rencana dan evaluasi kegiatan operasional
terhadap kejahatan yang menjadi kewenangan dari Direktorat Tindak
Pidana Siber.
3. Sub bagian perencanaan dan administrasi
Bertugas untuk merencanakan program, anggaran, administrasi
personel, pengelolaan dan pemeriksaan logistic.
4. Sub direktorat I
Bertugas untuk menangani tindak pidana internet, informasi dan
transaksi elektronik.
5. Sub direktorat II
Bertugas untuk menangani tindak pidana sistem elektronik dan
telekomunikasi.
6. Sub direktorat III
Bertugas untuk menangani pemeriksaan barang bukti digital,
pengelolaan dokumen elektronik dan patrol siber, asistensi alat khusus
dan alat material khusus.
7. Urusan tata usaha
Bertugas untuk membantu pengelolaan dokumen dan 9etika tata usaha.

D. Kasus yang ditangani Direktorat Tindak Pidana Siber

9
Jumlah kasus kejahatan siber selama tahun 2021 berdasarkan laporan
polisi yang dibuat masyarakat dengan total 17.043 kasus yang terbagi atas
2
:
NO JENIS KASUS JUMLAH KASUS

1 Child porn 72 kasus

2 Criminal 101 kasus

3 Hoax 414 kasus


4 Lainnya 1723 kasus

5 Pemalsuan dokumen 376 kasus

6 Pemerasan 5276 kasus

7 Pencemaran 4080 kasus

8 Penistaan agama 138 kasus

9 Narkoba 20 kasus
10 Perdagangan hewan 6 kasus

11 Perdagangan orang 16 kasus

12 Perjudian 4601 kasus


13 Provokasi 220 kasus
Kasus yang berhasil diselesaikan dengan Restorative Justice selama tahun
2021 sebanyak 2 kasus.

2
Direktorat Tindak Pidana Siber. Tersedia di https://patrolisiber.id/ diakses pada 13 Juli 2022 pukul
14.13

10
(Gambar 1 : Diagram Laporan Polisi Periode Januari-Maret 2022)

E. Kantor Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri


Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri terletak di Gedung
Bareskrim Lantai 15-16, Jalan Trunojoyo Nomor 3 , RT.2/RW.1, Selong,
Kecamatan Kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota
Jakarta 12110.Kantor ini terbagi dua lantai yang terdiri dari beberapa ruang
rapat, ruang pimpinan direktur tindak pidana siber, ruang pimpinan wakil
direktur tindak pidana siber, ruang staf yang terbagi menjadi beberapa
subdit, ruang tunggu/ lounge, ruang penyelidikan dan ruang penyidikan,
laboratorium forensic alat bukti, ruang patrol siber, ruang siber tv, mushola,
dan dapur.

(Gambar 2 : Kantor Dir ektorat Tindak Pidana Siber)

11
(Gambar 3 : Ruang Siber TV)

Gambar 4 : Ruang Podcast Siber TV

12
F. Kegiatan Program Magang di Direktorat Tindak Pidana Siber
Bareskrim Polri
Direktorat Tindak Pidana Siber baru membuka program magang untuk
tingkat Strata-1 pada tahun 2022.Mahasiswa/I Fakultas Hukum Universitas
Trisakti merupakan 13etika13t pertama pada program magang ini.Kegiatan
selama program magang yang diikuti oleh oleh 5 mahasiswa/I dilaksanakan
di ruang rapat 1 dan lounge.
Metode yang dilaksanakan yaitu mentor-mentor memberikan
pembelajaran dan penjelasan materi terkait lalu dilanjutkan dengan diskusi
inteaktif kemudian diberikan tugas analisis permasalahan hukum siber
untuk dikerjakan dan dipaparkan pada pertemuan berikutnya.
Penunjukkan mentor-mentor yang akan membimbing mahasiswa/I
magang melalui Surat Perintah Direktur Tindak Pidana Siber dengan
Nomor: 113/SPRIN/II/KEP/2022/DITTIPIDSIBER yang dikeluarkan di
Jakarta tanggal 25 Februari 2022. Dimana terdiri dari lima mentor beserta
materi yang diberikan yaitu yaitu :

No Nama Tugas
1. AKBP Purnomo Pengetahuan mengenai revisi
Hs,S.E.,M.H. Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik
2. AKP Muhammad Fadli Analisis dan evaluasi kejahatan
Amri, siber, data, restorative justive, data
S.H.,S.I.K.,M.Hum. pencegahan kejahatan
3. IPTU Jhehan Septiano Pencegahan kejahatan siber dan
Borti leksono, S.pd., kerjasama
M.H.

13
4. IPDA Giosian Yohanes Pengetahuan umum tentang
Sinaga, S.Tr.K penyelidikan tindak pidana siber
dan virtual police
5. IPDA Arie Rahman Pengetahuan umum tentang
Kurniawan, S.Tr.K mekanisme restorative justice dan
tahapan penyidikan tindak pidana
siber
(Tabel 1 : Daftar mentor beserta tugas)

(Gambar 5: SPRIN Daftar Nama Mentor dan Materi)

14
(Gambar 6 : Pemaparan Analisis Permasalahan Siber)

(Gambar 7 : Pengajaran dari Mentor kepada peserta magang)

15
BAB III
DAFTAR INVETARISASI MASALAH MITRA MAGANG

Adapun Permasalahan yang dialami oleh Direktorat Tindak Pidana


Badan Reserse Kriminal Polisi Republik Indonesia terdiri dari :
E. Perbandingan perubahan dari Rancangan Undang-Undang tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik
F. Penyelesaian Penanganan Kasus Tindak Pidana Siber di Direktorat Tindak
Pidana Siber
G. Efektivitas Penyelesaian Kasus Tindak Pidana Siber Melalui Mekanisme
Restorative Justice
H. Polemik Peringatan Virtual Police dan Kebebasan Berpendapat di
Masyarakat

16
BAB IV
ANALISIS
Berdasarkan beberapa permasalahan pada mitra magang tempat
penulis melaksanakan program magang, maka dari itu analisis dari penulis
adalah sebagai berikut :
A. Perbandingan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah
gabungan dari dua Rancangan Undang-Undang dengan naskah RUU
Tindak Pidana Teknologi Informasi dan Rancangan Undang-Undang e-
commerce. Pada tahun 2003, kedua Rancangan Undang-Undang tersebut
digabung menjadi satu naskah Rancangan Undang-Undang untuk dibahas
di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Pembahasan
Rancangan Undang-Undang tersebut dilakukan dalam rentang 2005-2007
hingga tanggal 21 April 2008 resmi dijadikan undang-undang.
Adapun perubahan dalam rancangan undang-undang Informasi dan
Transaksi Elektronik yang terbaru pada bagian bagian berikut :
No Jenis Undang-Undang Rancangan Perubahan
Perubahan Informasi dan Undang-Undang
Transaksi Teknologi Informasi dan Transaksi
Teknologi
1. Pencemaran a. Tidak ada a. Ada penjelasan unsur
Nama Baik penjelasan unsur delik pencemaran
delik pencemaran nama baik mengacu
nama baik merujuk pada ketentuan
pada KUHP pencemaran nama

17
b. Tidak ada baik dan/atau fitnah
penjelasan deli katas dalam KUHP
pencemaran nama b. Ada penjelasan jenis
baik delik dalam UU ITE
Dasar Pasal 27 ayat 3 adalah delik aduan,
UU ITE bukan delik biasa
Dasar penjelasan pasal 27
ayat 3 dan pasal 45 ayat 5
UU ITE Perubahan
2. Right to be Tidak ada aturan Ada aturan tentang Right
Forgotten tentang Right to be to be Forgotten yaitu
Forgotten atau hak kewajiban penyelenggara
untuk dilupakan sistem elektronik unntuk
menghapus konten yang
tidak relevan di bawah
kendalinya atas
permintaan orang yang
bersangkutan
berdasarkan penetapan
pengadilan.
Dasar pasal 28 ayat 3 UU
ITE Perubahan.
3. Ancaman a. Ancaman pidana a. Ancaman pidana
pidana penghunaan penghinaan dan/atau
penghinaan dan dan/atau pencemaran nama
ancaman pencemaran nama baik diturunkan
kekerasan baik: penjara paling menjadi penjara paling
lama 8 tahun lama 4 tahun dan/atau

18
dan/atau denda denda banyak Rp
paling banyak Rp 750.000.000
1.000.000.000 b. Ancaman pidana
b. Ancaman pidana pengiriman informasi
pengiriman informasi dan/atau dokumen
dan/atau dokumen elektronik berisi
elektronik berisi ancaman kekerasan
ancaman kekerasan atau menakut-nakuti
atau menakut-nakuti yang ditujukan secara
yang ditujukan pribadi diturunkan
secara pribadi menjadi penjara paling
penjara paling lama lama 4 tahun dan/atau
12 tahun dan/atau denda paling banyak
denda paling banyak Rp 750.000.000
Rp 12.000.000.000 Dasar pasal 45 ayat 3 dan
Pasal 45 ayat 1 jo. Pasal pasal 45 B UU ITE
27 ayat 3 dan pasal 45 Perubahan
ayat 3 jo. Pasal 28 UU
ITE
4. Informasi Tidak ada penjelasan Ada penjelasan mengenai
dan/atau alat bukti yang sah keberadaan informasi
dokumen Dasar pasal 5 ayat 1 elektronik dan/atau
elektronik dan ayat 2 UU ITE dokumen elektronik
sebagai alat sebagai alat bukti hukum
bukti yang sah yang sah untuk
memberikan kepastian
hukum terhadap
penyelenggaraan sistem

19
elektronik dan transaksi
elektronik, terutama
dalam pembuktian.
Dasar penjelasan pasal 5
ayat 1 dan ayat 2 UU ITE
Perubahan
5. Pencegahan Kewenangan Kewajiban pemerintah
penyebarluasan pemerintah dalam untuk mencegah
konten yang pencegahan penyebarluasan muatan
dilarang penyebarluasan yang melanggar hukum
muatan yang diperkuat dengan:
melanggar hukum a. Pemerintah wajib
masih belum dirinci mencegah
terkait pencegahan dan penyebarluasan dan
pemutusan akses penggunaan informasi
Dasar pasal 40 UU ITE dan/atau dokumen
elektronik yang
memiliki muatan yang
dilarang
b. Dalam melakukan
pencegahan,
pemerintah
berwenang
melakukan
pemutusan akses
dan/atau
memerintahkan
kepada

20
penyelenggara sistem
elektronik untuk
melakukan
pemutusan akses
terhadap informasi
elektronik yang
memiliki muatan yang
melanggar hukum
Dasar pasal 40 ayat 2a
dan 2b UU ITE
Perubahan
6. Penggeledahan a. Penggeledahan a. Penggeledahan
dan/atau dan/atau penyitaan dan/atau penyitaan
penyitaan serta terhadap sistem yang semula harus
penangkapan elektronik terkait mendapatkan izin
dan penahanan dengan dugaan Ketua Pengadilan
tindak pidana harus Negeri Setempat, kini
dilakukan atas izin dilakukan sesuai
ketua pengadilan dengan ketentuan
negeri setempat hukum acara pidana
b. Dalam b. Penangkapan dan
penangkapan dan penahanan terhadap
penahanan,penyidik pelaku dilakukan
melalui penuntut sesuai dengan
umum wajib ketentuan hukum
meminta penetapan acara pidana
Ketua Pengadilan Dasar pasal 43 ayat 3 dan
Negeri setempat 6 UU ITE Perubahan

21
dalam waktu 1x24
jam
Dasar pasal 43 ayat 3
dan 6 UU ITE
7. Peran PPNS Tidak ada kewenangan Memperkuat peran PPNS
dalam PPNS dalam membuat untuk memutus akses
memutuskan tidak dapat diaksesnya terkait tindak pidana di
akses terkait data dan/atau sistem bidang teknologi ITE yaitu:
tindak pidana di elektronik yang terkait a. Membuat suatu data
bidang tindak pidana teknologi dan/atau sistem
teknologi ITE ITE elektronik yang terkait
tindak pidana agar
tidak dapat diakses
b. Meminta informasi
yang terdapat di dalam
sistem elektronik atau
informasi yang
dihasilkan oleh sistem
elektronik kepada
penyelenggara sistem
elektronik yang terkait
dengan tindak pidana
Dasar pasal 43 ayat 5
huruf h dan I UU ITE
Perubahan
(Tabel 2 : Perbandingan Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik)

22
B. Mekanisme dan Hambatan Penyelesaian Penanganan Kasus Tindak
Pidana Siber di Direktorat Tindak Pidana Siber
Mekanisme penyelesaian penanganan kasus tindak pidana siber di
dalam Direktorat Tindak Pidana Siber adalah sebagai berikut :
1. Laporan Polisi
a. Laporan polisi model A
laporan Polisi yang dibuat oleh anggota Polri yang mengalami,
mengetahui atau menemukan langsung peristiwa yang terjadi.
b. Laporan polisi model B
Laporan Polisi yang dibuat oleh anggota Polri atas
laporan/pengaduan yang diterima dari masyarakat
2. Penyelidikan
a. Berita Acara Interview
b. Penyelidikan online dan lapangan
c. Berita Acara Interview Ahli
3. Gelar Perkara
serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi
dan guna menemukan tersangkanya.3
4. Penyidikan
serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi
dan guna menemukan tersangkanya.4

3
Indonesia, Peraturan Kepala Negara Republik Indonesia Penyidikan Tindak Pidana. Perkap No. 6
Tahun 2019.
4
Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).UU No.8 tahun 1981. LN No.76
Tahun 1981, TLN No. 3209

23
5. Gelar perkara penetapan tersangka
Penetapan tersangka berdasarkan paling sedikit dua alat bukti yang
didukung barang bukti dilaksanakan dnegan mekanisme gelar perkara
kecuali tertangkap tangan.
6. Upaya paksa
Melakukann pemanggilan, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,
penahanan dan pemeriksaan surat selama dibutuhkan untuk
mendukung penyelesaian kasus tindak pidana siber.
7. Pemberkasan
Setelah selesai dilaksanakan penyidikan, dibuat resume sebagai
ikhtisar dan kesimpulan hasil penyidikan tindak pidana.
8. Tahap I ke kejaksaan
a. P 19 – Berkas perkara dikembalikan
b. P21 – Berkas perkara lengkap
9. Tahap II pelimbahan kasus ke kejaksaan terkait
Penyerahan tersangka dan barang bukti kepada kejaksaan sebagai
lanjutan dari penyelesaian
Selain mekanisme yang diuraikan di atas ada penyelesaian kasus
dengan metode restorative justice sebagai alternative dalam penyelesaian
tindak pidana dengan mekanisme proses dialog dan mediasi yang
melibatkan antara pihak pelaku, korban, keluarga pelaku dan korban untuk
mewujudkan kesepakatan penyelesaian perkara yang mengedepankan
pemulihan kembali dan mengembalikan pola hubungan dalam
masyarakat. Dalam menyelesaiakan sengketa, keadilan 24etika24tive
didasarkan pada musyawarah mufakat di mana para Restorative Justice
sebagai upaya untuk mereformasi criminal justice system yang pihak
diminta berkompromi untuk mencapai sebuah kesepakatan. Masih
mengedapankan pada hukuman penjara. Tujuan dari adanya keadilan
24etika24tive yaitu terciptanya peradilan yang adil dan memberdayakan

24
antara pihak korban, pelaku, keluarga dan masyarakat guna memperbaiki
perbuatan melawan hukum menggunakan kesadaran dan keinsyafan
sebagai landasan untuk memperbaiki kehidupan bermasyarakat.
Adapun hambatan yang dialami yaitu terkait kerjasama Kepolisian
dengan Kementrian Komunikasi dan Informatika yang kurang sinergis
sehingga dalam penyelesaian kasus sulit untuk diungkap.Kementrian
Komunikasi dan Informatika hanya membuka data hanya kejahatan
terorisme dan kejahatan terhadap nyawa, bagaimana jika kasus tersebut
dilakukan oleh anonymous hingga kepolisian sulit mengungkap pelaku.
Padahal di sisi lain kejahatan siber seperti hoax dapat memabahayakan
negara, sebagai contoh saat pemilihan umum di negara Amerika Serikat
yang terpuruk akibat banyaknya hoax yang beredar.
Kemudian hambatan berikutnya adalah Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada computer crime seperti
hacking ransomeware, phising, dan lain lain yang sebenarnya bisa
menimbulkan dampak berbahaya juga bagi kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Kepolisian terkendala pada saat melakukan penegakkan huum
karena tidak adanya dasar hukum yang mengatur perbuatan tersebut.
Selanjutnya kerapkali beberapa pasal di dalam Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik yang dijadikan senjata dan
memanfaatkan aparat penegak hukum terkhususnya kepolisian untuk
kepentingan golongan karena bisa melakukan penahanan kepada
tersangka sebagai contoh pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
Berikutnya adalah relevansi kepantasan ranah private seperti kasus
pencemaran nama baik yang dimasukkan ke Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik yang awalnya undang-undang ini diciptakan
untuk melindungi konsumen dari kerugian materiil.Domain Undang-

25
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik menciptakan kenyamanan dan
kemanan bertransaksi di dunia digital.
Hambatan berikutnya adalah dikarenakan ada beberapa pasal dalam
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik yang masih multitafsir. Kemudian saat melakukan wawancara
kepada ahli pun banyak yang mengalami perbedaan pendapat. Sehingga
menyulitkan penyidik dalam menetapkan pasal terkait tindak pidana
tersebut. Sebagai contoh frasa antar golongan yang terdapat pada pasal
28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.

C. Efektivitas Penyelesaian Kasus Tindak Pidana Siber Melalui


Mekanisme Restorative Justice
Pada model restoratif yang ditekankan adalah resolusi
konflik. Gagasan Restorative Justice ini pun sudah diakomodir dalam RUU
KUHP, yaitu diperkenalkannya sistem pidana alternatif berupa hukuman
kerja sosial dan hukuman pengawasan. Sehingga pada
akhirnya Restorative Justice memberi perhatian sekaligus pada
kepentingan korban kejahatan, pelaku kejahatan dan masyarakat.Adapun
salah satu dasar hukum pemberlakuan penyelesaian sengketa di luar
Pengadilan salah satunya adalah . Restorative Justice dalam tindak pidana
berdasarkan pada Surat Edaran Kapolri Nomor 8 tahun 2018 tentang
Penerapan Restorative Justice dalam Penyelesaian Perkara Pidana.
Terdapat beberapa mekanisme dalam penerapan Restorative
Justice terdiri dari syarat materil dan formil yaitu:
1. Terpenuhi syarat materil, sebagai berikut :
a. Tidak menimbulkan keresahan masyarakat dan tidak ada
penolakan masyarakat;
b. Tidak berdampak konflik sosial;

26
c. Adanya pernyataan dari semua pihak yang terlibat untuk tidak
keberatan, dan melepaskan hak menuntutnya dihadapan
hukum;
d. Prinsip pembatas;
1) Pada pelaku : Tindak kesalahan pelaku 27etika27t
tidak berat, yakni kesalahan (schuld) atau mensrea
dalam bentuk kesengajaan (dolus atau opzet) terutama
kesengajaan sebagai maksud atau tujuan (opzet als
oogmerk); dan Pelaku buka residivis.
2) Pada tindak pidana dalam proses: Penyelidikan; dan
Penyidikan sebelum SPDP dikirim ke Penuntut Umum.
2. Terpenuhi syarat formil, sebagai berikut
a. Surat permohonan perdamaian kedua belah pihak (pelapor dan
pelapor);
b. Surat Pernyataan Perdamaian (akte dading) dan penyelesaian
perselisiahan para pihak yang berperkara (pelapor dan/atau
keluarga pelapor, terlapor dan/atau keluarga terlapor, dan
perwakilan dari tokoh masyarakat) diketahui oleh atas penyidik;
c. Berita Acara Pemeriksaan tambahan pihak yang berperkara
setelah dilakukan penyelesaian perkara melalui keadailan
27etika27tive (restorative justice);
d. Rekomendasi gelar perkara khusus yang menyetujui
penyelesaian keadailan 27etika27tive (restorative justice);
e. Pelaku tidak keberatan atas tanggungjawab, ganti rugi, atau
dilakukan dengan sukarela;
f. Semua tindak pidana dapat dilakukan restorative justice
terhadap kejahatan umum yang tidak menimbulkan korban
manusia;

27
Berdasarkan dasar hukum yang telah ada, diharapkan penerapan
keadilan restorative dapat berjalan dengan baik. Sehingga dalam
menyelesaikan perkara tindak pidana dengan melibatkan pihak pelaku,
korban, dan keluarga korban/pelaku serta pihak lain yang masih terkait
dapat menyelesaikan perkara dengan adil dan bertujuan untuk pemulihan
bukan pembalasan dendam.
Pada tahun 2021 sendiri Direktorat Tindak Pidana Siber telah
menyelesaikan 2 kasus dengan metode Restorative Justice. Berkaca pada
2 kasus tersebut di atas sepanjang tahun 2021 bukan berarti
pemberlakuan dari Restorative Justice ini kurang efektif namun masih
adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi penyelesaian masalah
dengan metode tersebut seperti halnya kurangnya sosialisasi dan edukasi
dalam lingkup masyarakat terkait Restorative Justice, peran para pihak
yang mengalami sengketa, dan lain-lain.Sebaiknya dalam menyelesaian
sengketa permasalahan kejahatan siber yang telah memenuhi syarat baik
syarat formil maupun syarat materiil tetap mengedepankan upaya
Restorative Justice agar kasus-kasus tersebut dapat diselesaikan dengan
kekeluargaan dan tidak mengutamakan jalur penyelesaian masalah
melalui pengadilan.

D. Polemik Peringatan Virtual Police dan Kebebasan Berpendapat di


Masyarakat
Berdasarkan Surat Edaran Kapolri nomor SE/2/11/2021 Tentang
Kesadaran Budaya Beretika Untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia
yang Bersih, Sehat dan Produktif, sehingga terciptanya Virtual Police yang
bertugas untuk memonitor, mengedukasi, memberikan peringatan, serta
mencegah masyarakat dari potensi tindak pidana siber dengan
mengedepankan upaya preemtif dan preventif dengan virtual police serta
virtual alert.

28
Mekanisme Virtual Police yaitu sebagai berikut :
a. Virtual Police melakukan pemantauan aktivitas di media sosial
dan akan melaporkan
b. Jika menemukan unggahan konten yang berpotensi melanggar
UU ITE. Selanjutnya, unggahan konten yang diserahkan oleh
petugas virtual police akan dimintakan pendapat ke para ahli,
seperti ahli pidana, ahli etika dan ahli ITE.
c. Jika ada potensi tindak pidana, unggahan konten itu akan
diserahkan ke Direktur Tindak Pidana Siber atau pejabat yang
ditunjuk.
d. Setelah pejabat setuju, virtual police akan mengirimkan
peringatan kepada pemilik akun.
e. Jika konten tidak juga dihapus, polisi akan kembali mengirimkan
pemberitahuan kedua kalinya
f. Setelah pemberitahuan kedua tidak ada perubahan maka
konten tersebut akan di take down
g. Jika ada pihak yang merasa dirugikan melapor maka akan
mengedepankan proses mediasi antara terlapor dan pelapor

Berdasarkan situs dari patrolisiber.id,selama rentan waktu dari bulan


Januari 2021 sampai dengan bulan desember 2021 terdapat 19.801 aduan
kejahatan yang dilaporkan melalui portal Patrolisiber.Tercatat bahwa
laporan yang paling banyak dilakukan ialah mengenai Pengancaman
sebanyak 5276 kasus,Perjudian sebanyak 4601 kasus,dan Penghinaan
atau Pencemaran sebanyak 4080 kasus.Dimana menurut Provisi,Jawa
Barat merupakan provinsi dengan kasus kejahatan siber yang dilaporkan
terbanyak,yakni 4.270 kasus.selain Jawa Barat, kejahatan siber juga
banyak terjadi di DKI Jakarta dengan jumlah 4.180 kasus dan Jawa Timur

29
sebanyak 2.376 kasus.Dalam5 penggunaan PVP atau Peringatan Virtual
Polisi yang dikhususkan pada konten-konten berisi ujaran kebencian
bedasarkan SARA yang berpotensi melanggar Pasal 28 ayat 2 UU ITE
terdapat 174 konten yang diajukan PVP dimana terdapat 105 yang lolos
verifikasi,tidak lolos verivikasi sebanyak 51,dan dalam proses verifikasi
sebanyak 18.

Kehadiran virtual police yang memantau aktivitas masyarakat di media


sosial menimbulkan pro dan kontra. Direktur Eksekutif Southeast Asia
Freedom of Expression Network (SAFEnet) Damar Juniarto mengatakan,
virtual police menimbulkan kecemasan baru bagi masyarakat 30etika
beraktivitas di media sosial. Menurutnya, tugas dan fungsi virtual police
terlalu masuk ke ruang privat warga negara. Ia pun mengatakan, virtual
police berpotensi merampas kebebasan berpendapat. Sementara itu,
pakar literasi digital dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Novi Kurnia,
mengatakan, kehadiran virtual police sebetulnya baik untuk memoderasi
konten-konten di media sosial. Namun, Novi mengingatkan agar polisi
obyektif dan netral dalam melaksanakan tugas.
Kebebasan berpendapat ini diatur dalam asal 28 dan Pasal 28E ayat (3)
Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan
“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat”. Namun dalam mengemukakan pendapatpun
harus bertanggung jawab dan dibatasi agar jangan sampai mengganggu
hak dari orang lain dalam bermasyarakat.Kebebasan berpendapat
tersebut pun tidak secara gambling dibatasi namun dimana kebebasan

5
Direktorat Tindak Pidana Siber. Tersedia di https://patrolisiber.id/ diakses pada 13 Juli 2022 pukul
14.13 WIB

30
berpendapat menjadi lebih bertanggung jawab dengan adanya Peringatan
Virtual Police

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:
1. Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang
terbaru lebih memperjelas setiap unsur dari tindak pidana siber yang
dianggap multitafsir sehingga dapat mempermudah kinerja aparat
penegak hukum dalam menyelesaikan kasus. Rancangan ini juga
sudah disesuaikan dan diselaraskan dengan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana dan Undang-Undang Dasar sehingga memperkecil
kemungkinan terjadinya tumpeng tindih peraturan yang ada di
Indonesia.
2. Secara teoritis mekanisme yang ada pada Direktorat Tindak Pidana
Siber sudah baik.Namun dalam pengaplikasiannya masih terdapat
beberapa kendala kurangnya kerjasama antara Direktorat Tindak
Pidana Siber dengan Kementrian Komunikasi dan Informatika dalam
pengungkapan kasus, undang-undang yang ada pada saat ini tidak
terfokus pada computer crime sehingga masih banyak kejahatan siber
lainnya yang tidak diatur, beberapa pasal yang ada seringkali dijadikan
senjata dan memanfaatkan aparat penegak hukum untuk menyerang
golongan lain dan/atau kepentingan politik, adanya ketidakcocokkan
saat ranah private seperti pencemaran nama baik yang dimasukkan
ke Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang tidak
sesuai dengan peruntukkan awalnya. dan adanya beberapa pasal

31
yang multi tafsir sehingga menyulitkan penyidik dalam melakukan
pemidanaan terhadap pelaku kejahatan siber.
3. Dalam pelaksanaan Restorative Justice masih terkendala beberapa
faktor seperti kurang edukasi dan sosialisasi di masyarakat serta peran
para pihak yang bersengketa sehingga dalam tahun 2021 Direktorat
Tindak Pidana Siber menyelesaikan 2 kasus kejahatan siber melalui
metode Restorative Justice.
4. Kebebasan berpendapat yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar
1945 bukanlah mengeluarkan pendapat dengan sebebas-bebasnya
tanpa memperhatikan hak dari orang lain.Sehingga hadirnya
Peringatan Virtual Police sudah sesuai untuk melakukan pencegahan
dan peringatan terhadap masyarakat Indonesia agar bijak
menggunakan media sosial.

B. Saran
Setelah melihat pembahasan yang telah disampaikan maka penulis
dalam hal ini memberikan saran yaitu :
1. Diperlukannya suatu revisi undang-undang yang dijadikan dasar
hukum pencegahan dan pemberantasan kejahatan siber yang tidak
multi tafsir, jelas, dan tidak digunakan untuk kepentingan politik suatu
golongan tertentu sehingga memudahkan aparat penegak hukum
dalam menjalankan tugasnya.
2. Seharusnya peraturan yang ada tidak hanya terfokus pada kejahatan
berkaitan computer related crime saja. Namun juga terfokus dan
mengatur secara rinci terkait kejahatan computer crime yang di
kemudian hari dapat berbahaya dan merugikan masyarakat bahkan
negara
3. Seharusnya memastikan kembali apakah ranah private seperti
pencemaran nama baik sudah sepantasnya diatur dalam ranah publik

32
atau hanya sekedar memasukkan kepentingan suatu golongan di
dalam undang-undang tersebut.
4. Meningkatkan sinergitas dengan Lembaga-lembaga terkait seperti
Kementrian Komunikasi dan Informatika dalam memerangi kejahatan
siber dan diiringi dengan Peraturan Perundang-Undangan terkait
kejahatan siber yang mumpuni selaras dengan perkembangan jaman.
5. Pentingnya sosialisasi terkait Restorative Justice secara meluas tidak
hanya terhadap pihak yang berperkara namun keseluruhan
masyarakat Indonesia agar tidak setiap kasus pidana terkhususnya
Tindak Pidana Siber yang memenuhi syarat pelaksanaan Restorative
Justice harus melalui mekanisme pengadilan.
6. Diperlukannya pemberian pemahaman kepada masyarakat terkait
kebebasan berpendapat yang bertanggung jawab dan pentingnya
Peringatan Virtual Police dengan seriringnya peningkatan kualitas
sumber daya manusia masyarakat Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Andi Hamzah. Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer, Jakarta : Sinar
Grafika. 1987
Abdul Wahid. Kejahatan Mayantara (Cyber Crime). Bandung: Refika Aditama.
2010
Barda Nawawi Arief. Pembaharuan Hukum Pidana; Dalam Perpekstif Kajian
Perbandingan, Bandung :Citra Aditya Bakti .2005

33
Maskun. Kejahatan Siber ( Cyber- Crime) Suatu Pengantar .Jakarta : Prenada
Media. 2017
Sigid Suseno. Yurisdiksi Tindak Pidana Siber. Bandung: Refika Aditama. 2012

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Indonesia, Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Transaksi dan Informasi Elektronik. UU No.19 Tahun
2016.LN No.251 Tahun 2016. TLN No. 5952 Tahun 2016.
Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).UU No.8
tahun 1981. LN No.76 Tahun 1981, TLN No. 3209
Indonesia, Peraturan Kepala Negara Republik Indonesia Penyidikan Tindak
Pidana. Perkap No. 6 Tahun 2019.

JURNAL
Ahmad Daud.” Kebijakan Penegakan Hukum Dalam Upaya Penanggulangan
Tindak Pidana Teknologi Informasi”.Lex Crimen.Vol.2 No. 1.2013.(22 Juni
2022).
Dewi Bunga.”Politik Hukum Pidana Terhadap Penanggulangan CyberCime”.
Jurnal Legislasi Indonesia. Vol. 16 No. 1. 2019 (22 Juni 2022)
Frida Pramadipta. “Efektivitas Penegakan Hukum Patroli Siber di Media
Sosial”. Jurnal Hukum LoroNG UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Vol. 10
No. 2. 2021 (3 Juli 2022)
Ilyas Sarbini. “Restorative Justice Sebagai Alternatif Penyelesaian Perkara
Pidana”.Juenal Publikasi Hukum. Vol. 9 No. 1. 2020. (22 Juni 2022)
Windisen. “Penerapan Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Dalam Menanggulangi
Delik Ujaran Kebencian Di Internet”. Legal Standing Jurnal Ilmu Hukum. Vol.
6 No. 1.2022 ( 1 Juli 2022.
SUMBER DARING (ONLINE INFORMATION)

34
Direktorat Tindak Pidana Siber. Tersedia di https://patrolisiber.id/ (13 Juli 2022)
Purwanti,T.”Jahatnya Hoax di Medsos: Bikin Ramai Sekolah di AS Tutup”.(On-
line) Tersedia di: https://www.cnbcindonesia.com/news/20211218180126-
4-300293/jahatnya-hoax-di-medsos-bikin ramai-sekolah-di-as-tutup (19
juni 2022)
Tsarina Maharani..”Mengenal Virtual Police: Definisi, Dasar Hukum dan
Polemiknya”.(On-line). Tersedia di:
https://nasional.kompas.com/read/2021/03/17/14414171/mengenal-virtual-
police-definisi-dasar-hukum-hingga-polemiknya?page=all ( 17 Juli 2022)

35

Anda mungkin juga menyukai