PENDAHULUAN
1
3) Untuk mengetahui mengenai pembangunan zona integritas
BAB II
PEMBAHASAN
Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang
Strategi Nasional (Stratanas) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK),
Kementerian Kesehatan telah melaksanakan upaya percepatan reformasi birokrasi
melalui berbagai cara dan bentuk, antara lain:
1) Disiplin kehadiran menggunakan system fingerprint, ditetapkan masuk pukul 7.30
dan pulang kantor pukul 16.00, untuk mencegah pegawai melakukan korupsi
waktu.
2) Setiap pegawai negeri Kemenkes harus mengisi Sasaran Kinerja Pegawai (SKP),
dan dievaluasi setiap tahunnya, agar setiap pegawai mempunyai tugas pokok dan
fungsi yang jelas, dapat diukur dan dipertanggungjawabkan kinerjanya.
3) Melakukan pelayanan kepada masyarakat yang lebih efisien dan efektif, ramah dan
santun, diwujudkan dalam pelayanan prima.
2
4) Penandatanganan fakta integritas bagi setiap pelantikan pejabat di kementrian
kesehatan. Hal ini untuk mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi (WBK), Wilayah
Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).
5) Terlaksananya Strategi Komunikasi pendidikan dan Budaya Anti-Korupsi melalui
sosialisasi dan kampanye antikorupsi di lingkungan internal/ seluruh Satker
Kementerian Kesehatan.
6) Sosialisasi tentang larangan melakukan gratifikasi, sesuai dengan pasal 12 b ayat
(1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, menyatakan “Setiap gratifikasi kepada
pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila
berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan kewajiban atau tugasnya”.
7) Pemberlakuan Sistem Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik
(LPSE).
8) Layanan Publik Berbasis Teknologi Informasi seperti seleksi pendaftaran pegawai
melalui online dalam rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai
Tidak Tetap (PTT).
9) Pelaksanaan LHKPN di lingkungan Kementerian Kesehatan didukung dengan
Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 03.01/Menkes/066/I/2010, tanggal
13 Januari 2010.
10) Membentuk Unit Pengendalian Gratifikasi, berdasarkan Surat Keputusan
Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan Nomor 01.TPS.17.04.215.10.3445,
tanggal 30 Juli 2010.
11) “Tanpa Korupsi”, “Korupsi Merampas Hak Masyarakat untuk Sehat”, “Hari Gini
Masih Terima Suap”, dan lain-lain.
2.2 Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP)
2.2.1 Pengertian Sistem Pengendalian Internal Pemerintah
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, pasal 58 ayat (2) diamanatkan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja,
transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku
Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern
di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh. Undang-undang tersebut
ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
3
Pengendalian Intern Pemerintah, kemudian Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor
40 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di
lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor 061.05 – 282 Tahun 2011 tentang Pembentukan Kelompok Kerja
Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan
Kementerian Dalam Negeri. Sistem Pengendalian Intern dalam PP Nomor 60 Tahun
2008 dilandasi pada pemikiran bahwa Sistem Pengendalian Intern melekat
sepanjang kegiatan, dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta hanya
memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan mutlak. Sistem
Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang
dilakukan secara terus menerus (never ending process) oleh pimpinan dan seluruh
pegawai.
2.2.2 Tujuan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah
Dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 pasal 3 disebutkan bahwa untuk mencapai
pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel,
menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan
pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Pengendalian atas
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dilaksanakan dengan berpedoman pada
SPIP. SPIP bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya
efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara,
keandalanpelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan.
2.2.3 Unsur-unsur dalam Sistem Pengendalian Internal Pemerintah
Pengendalian intern dipengaruhi oleh berbagai faktor atau unsur. Hal
tersebut dalam SPIP diakomodir sehingga menjadi bagian atau unsur yang
membentuk SPIP, yaitu:
1. Lingkungan Pengendalian
Pimpinan instansi pemerintah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan
pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk
penerapan Sistem Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya, melalui:
Penegakan integritas dan nilai etika;
4
Komitmen terhadap kompetensi;
Kepemimpinan yang kondusif;
Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;
Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;
Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaa sumber
daya manusia;
Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif; dan
Hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait.
2. Penilaian Risiko
Pimpinan instansi wajib melakukan penilaian risiko yang mencakup
identifikasi risiko dan analisis risiko, baik risiko yang menghambat
pencapaian tujuan instansi maupun risiko yang menghambat pelaksanaan
kegiatan.
3. Kegiatan Pengendalian
Pimpinan instansi wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian atau
pengendaliaan intern sekurang-kurangnya terhadap kegiatan pokok/tupoksi
dan kewenangan instansi. Pengendalian intern harus terkait dengan proses
penilaian risiko dan dievaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa
pengendalian intern tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang
diharapkan.
4. Informasi dan Komunikasi
Pimpinan instansi pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat, dan
mengkomuni- kasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat.
Informasi dan komunikasi bukan hanya dalam lingkup internal, namun juga
dengan para stakeholders.
5. Pemantauan
Pimpinan instansi pemerintah wajib melakukan pemantauan Sistem
Pengendalian Intern. Pemantauan Sistem Pengendalian Intern dilaksanakan
melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan berupa tindak lanjut
rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya oleh pihak eksternal.
5
2.3 Pembangunan Zona Integritas
2.3.1 Pengertian Zona Integritas
Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia nomor 52 tahun 2014 tentang pedoman pembangunan
Zona Integritas menuju wilayah bebas korupsi dan wilayah birokrasi bersih
melayani di lingkungan instansi pemerintah menyebutkan bahwa, Zona Integritas
merupakan predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan dan
jajarannya mempunyai komitmen untuk mewujudkan wilayah bebas korupsi
(WBK) dan wilayah birokrasi bersih melayani (WBBM) melalui reformasi
birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas
pelayanan publik, serta reformasi birokrasi di lingkungan kerja yang menjadi
tanggung jawabnya, yang diawali dengan penandatanganan Pakta Integritas oleh
seluruh pegawainya. Pada hakekatnya, pembangunan zona integritas menuju
WBK/WBBM ditujukan untuk membangun dan mengimplementasikan program
reformasi birokrasi secara baik pada tingkat unit kerja di lingkungan instansi
pemerintah (K/L/Pemda), sehingga mampu menumbuh kembangkan budaya kerja
birokrasi yang anti korupsi dan budaya birokrasi yang melayani publik secara baik,
serta mampu meningkatkan kepercayaan publik terhadap birokrasi di lingkungan
instansi pemerintah.
6
Adapun pencanangan Pembangunan Zona Integritas berdasarkan pedoman
Pembangunan Zona Integritas Nomor 52 tahun 2014, meliputi sebagai berikut:
a) Pencanangan pembangunan Zona Integritas adalah deklarasi/pernyataan dari
pimpinan suatu instansi pemerintah bahwa instansinya telah siap membangun Zona
Integritas;
b) Pencanangan pembangunan Zona Integritas dilakukan oleh instansi pemerintah
yang pimpinan dan seluruh atau sebagian besar pegawainya telah menandatangani
dokumen Pakta Integritas dapat dilakukan secara massal/serentak pada saat
pelantikan, baik sebagai CPNS, PNS, maupun pelantikan dalam rangka mutasi
kepegawaian horizontal atau vertikal. Bagi instansi pemerintah yang belum seluruh
pegawainya menandatangani dokumen Pakta Integritas, dapat melanjutkan atau
melengkapi setelah pembangunan Zona Integritas;
c) Pencanangan pembangunan Zona Integritas beberapa instansi pusat yang berada di
bawah koordinasi Kementrian dapat dilakukan bersama-sama. Sedangkan
pencanangan pembangunan Zona Integritas di instansi daerah dapat dilakukan oleh
kabupaten/kota bersama-sama dalam satu provinsi;
d) Pencanangan pembangunan Zona Integritas dilaksanakan secara terbuka dan
dipublikasikan secara luas dengan maksud agar semua pihak termasuk masyarakat
dapat memantau, mengawal, mengawasi dan berperan serta dalam program
kegiatan reformasi birokrasi khususnya di bidang pencegahan korupsi dan
peningkatan kualitas pelayanan publik;
e) Penandatanganan Piagam Pencanangan Pembangunan Zona Integritas untuk
instansi pusat dilaksanakan oleh pimpinan instansi pemerintah & Penandatanganan
Piagam Pencanangan Pembangunan Zona Integritas untuk instansi daerah
dilaksanakan oleh pimpinan instansi pemerintah daerah;
f) KPK, ORI, unsur masyarakat lainnya (perguruan tinggi, tokoh masyarakat/LSM,
dunia usaha) dapat juga menjadi saksi pada saat pencanangan Zona Integritas
untuk instansi pusat dan instansi daerah.
2.3.3 Proses Pembangunan Zona Integritas
7
indikator hasil dan indikator proses Satker WBK serta pada tanggal 30 Agustus
2013 telah mengusulkan 3 Satuan Kerja ke Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi untuk ditetapkan sebagai Satker WBK. Proses
pembangunan Zona Integritas yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dengan
melakukan 2 (dua) cara penilaian, yakni sebagai berikut:
1) Penilaian Satuan Kerja Berpredikat WBK
Penilaian Satuan Kerja berpredikat yang berpredikat WBK di lingkungan
Kementerian Kesehatan dilakukan oleh Tim Penilai Internal (TPI) yang dibentuk
oleh Menteri Kesehatan. Penilaian dilakukan dengan dengan menggunakan
indikator proses (nilai di atas 75) dan indikator hasil yang mengukur efektivitas
kegiatan pencegahan korupsi yang telah dilaksanakan. Dalam upaya pencapaian
predikat Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan
Melayani (WBBM) kriteria utama yang harus dipenuhi adalah pencapaian opini
laporan keuangan kementerian/lembaga oleh BPK-RI, harus memperoleh hasil
penilaian indikator proses di atas 75 dan memenuhi syarat nilai indikator hasil
WBK seperti tabel berikut ini.
N
UNSUR INDIKATOR PROSES BOBOT %
O
1. Penandatanganan pakta integritas 5
2. Pemenuhan kewajiban LHKPN 6
3. Pemenuhan akuntabilitas kinerja 6
4. Pemenuhan kewajiban laporan keuangan 5
5. Penerapan kewajiban disiplin PNS 5
6. Penerapan kode etik khusus 4
7. Penerapan kebijakan pelayanan public 6
8. Penerapan whistle blower system tindak pidana korupsi 6
9. Pengendalian gratifikasi 6
10. Penanganan benturan kepentingan (conflict of interest) 6
11. Kegiatan pendidikan, pembinaan, dan promosi antikorupsi 6
12. Pelaksanaan saran perbaikan yang diberikan oleh BPK/KPK/APIP 5
13. Penerapan kebijakan pembinaan purna-tugas 4
8
14. Penerapan kebijakan pelaporan transaksi keuangan yang tidak 6
sesuai dengan profil PPATK
15. Promosi jabatan secara terbuka 3
16. Rekrutmen secara terbuka 3
17. Mekanisme pengaduan masyarakat 6
18. E-Procurement 6
19. Pengukuran kinerja individu 3
20. Keterbukaan informasi public 3
9
disiplin karena penyalahgunaan
keuangan
7. Persentase pengaduan 5% 0% Idem
masyarakat yang masih belum
ditindak lanjuti
8. Persentase pegawai yang 0% 0% Pengaduan yang telah >60 hari dalam 2
melakukan tindak pidana tahun terakhir berdasarkan keputusan
korupsi pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional (Stratanas)
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK), diimplemen-tasikan ke dalam 6 (enam)
strategi nasional yang telah dirumuskan, yakni:
1) Melaksanakan upaya upaya pencegahan
2) Melaksanakan langkah langkah strategis dibidang penegakan hukum
3) Melaksanakan upaya upaya harmonisasi penyusunan peraturan perundang-
undangan dibidang pemberantasan korupsi dan sektor terkait lainnya
4) Melaksanakan kerja sama internasional dan penyelamatan aset hasil Tipikor
5) Meningkatkan upaya pendidikan dan bidaya antikorupsi
6) Meningkatkan koordinasi dalam rangka mekanisme pelaporan pelaksanaan upaya
pemberantasan korupsi.
11
Sebagai mahasiswa sekiranya dapat untuk selalu menumbuhkan dan
meningkatkan semangat nasionalisme untuk Negara Indonesia agar menjadi Negara yang
bebas korupsi, dan ciptakan pribadi yang bebas korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
Adwirman, dkk. 2014. Buku Ajar Pendidikan dan Budaya Antikorupsi. Jakarta: Pusat Pendidikan
dan Pelatihan Tenaga Kesehatan
Puspito, Nanang, dkk.2011. Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Kemendikbud RI
Surachmin dan Suhandi Cahaya.2011.Strategi dan Teknik Korupsi.Jakarta: Sinar Grafika
12
DOKUMENTASI
13
14