Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi bukan lagi sekedar tuntutan dari segenap elemen masyarakat yang
mengharapkan agar birokrasi dan terutama aparatur dapat berkualitas lebih baik lagi. Reformasi
birokrasi kini benarbenar menjadi kebutuhan bagi para aparatur pemerintahan (reformasi
gelombang pertama) dan telah berhasil meletakkan landasan politik, hukum, dan ekonomi bagi
kehidupan demokrasi di Indonesia. Berbagai perubahan dalam sistem penyelenggaraan negara
dilakukan dalam rangka membangun good governance, namun banyak pihak yang merasakan
reformasi di bidang birokrasi tertinggal dibanding reformasi di bidang politik, ekonomi, dan
hukum. Oleh karena itu, pemerintah menegaskan kembali untuk mereformasi birokrasi guna
mewujudkan clean government dan good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Pada skala nasional, dengan mendasarkan pada kesenjangan kondisi birokrasi dengan
kondisi yang diinginkan masyarakat beserta tuntutan perkembangannya, reformasi birokrasi
merupakan perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan serta merupakan
pertaruhan besar Bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan saat ini dan kedepan. Hal ini
berkaitan dengan ribuan proses fungsi-fungsi pemerintahan yang melibatkan jutaan pegawai dan
memerlukan anggaran yang tidak sedikit. Penataan ulang proses birokrasi dari tingkat tertinggi
hingga terendah, revisi dan penyusunan berbagai regulasi, modernisasi berbagai kebijakan dan
praktik manajemen pemerintah pusat dan daerah, serta penyesuaian tugas fungsi instansi
pemerintah dengan paradigma, bukanlah pekerjaan yang mudah, sehingga memerlukan upaya
luar biasa. Hal ini dibuktikan dengan begitu lambatnya perjalanan program reformasi birokrasi
hingga saat ini.
Guna melaksanakan reformasi birokrasi, Pemerintah telah menetapkan Peraturan
Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi dan beberapa
pedoman teknis penerapan reformasi birokrasi. Disamping itu masih banyak lagi Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang merupakan
pedoman pelaksanaan Reformasi Birokrasi, antara lain :
o Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 7
Tahun 2011 tentang Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan Reformasi Birokrasi
Kementerian/Lembaga dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi;
o Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 1
Tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi;
o Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengusulan, Penerapan, dan Pembinaan
Reformasi Birokrasi pada Pemerintah Daerah;
o Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 31
Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
secara Online;
o Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 4
Tahun 2013 tentang Manajemen Perubahan Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Tahun 2015-2014;
o Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 37 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan Reformasi Birokrasi Pemerintah
Daerah.
Kemenkes senantiasa berupaya dalam mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi (WBK), melalui
pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan korupsi yang diantaranya: one stop service sistem
keluhan masyarakat (ULT, PTRC, dan Pojok Informasi, kesepakatan keterbukaan informasi publik
PTRC, pembentukan unit pelayanan gratifikasi, serta review laporan keuangan.
Di samping itu, upaya Kemenkes dalam mewujudkan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani
(WBBM) diantaranya dengan melaksanakan INPRES 17/2011 mengenai aksi PPK tahun
2012,pengawasan atas penyaluran dan penggunaan dana BOK; Jamkesmas; Jampeesal; dan registrasi
alat kesehatan.
Demikian disampaikan Inspektur Jenderal Kemenkes RI, dr. Yudhi Prayudha Ishak Djuarsa, MPH,
pada kegiatan Temu Media di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta (13/7).
Menurut dr. Yudhi, Zona Integritas (ZI) adalah sebutan atau predikat yang diberikan kepada suatu
Kementerian, Lembaga, Provinsi, Kabupaten/Kota yang pimpinan dan jajarannya memiliki komitmen
untuk mewujudkan birokrasi yang bersih dan melayani. Selanjutnya, Wilayah Bebas Korupsi (WBK)
adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja dengan ZI yang memenuhi syarat indikator
mutlak dan memperoleh hasil penilaian indikator operasional 80 hingga 90. Sementara itu, Wilayah
Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) adalah sebutan atau predikat yang diberikan kepada suatu
unit kerja pada ZI yang memenuhi syarat indikator mutlak dan memperoleh hasil penilaian indikator
operasional > 90.
Berdasarkan Inpres 17/2011, tahapan pertama pembangunan ZI menuju wilayah WBK adalah
penandatanganan dokumen Pakta Integritas (PI), lalu pencanangan pembangunan ZI secara terbuka
ujar dr. Yudhi.
Lebih lanjut dr. Yudhi menjelaskan, setelah proses pembangunan ZI, kemudian dilakukan identifikasi
dan pengajuan Calon Unit Kerja WBK. Tahapan selanjutnya, dilakukan monitoring dan penilaian oleh
tim independen yang berasal dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Ombdusman. Tahap akhir, penetapan unit kerja
sebagai WBK/WBBM.
Dasar hukum dalam pelaksanaan tahapan-tahapan di atas, diantaranya UU No. 28 tahun 1999; UU
No.30 tahun 2002; PP No.60 tahun 3008; Perpres No.24 Tahun 2010; serta Inpres No. 17 tahun 2011,
kata dr. Yudhi.
Beberapa strategi yang sedang dilakukan Kemenkes saat ini dalam mewujudkan WBK, diantaranya
melakukan kerja sama dengan tim independen; pembentukan Satgas Penggerak Integritas dan Satgas
Pembangun Integritas pada unit Eselon I atau satuan kerja; serta membentuk focus group discussion
untuk prioritas pembangunan.
SPIP
Sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun 2008, SPIP terdiri dari lima unsur, yaitu :
1. Lingkungan pengendalian
2. Penilaian risiko
3. Kegiatan pengendalian
4. Informasi dan komunikasi
5. Pemantauan pengendalian intern