Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kondisi korupsi di Indonesia masuk dalam kategori kronis dari waktu ke waktu. Karena
secara umum sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia masih belum berorientasi
sepenuhnya terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good
government governance). Oleh karenanya tidak mengherankan bila Indeks Persepsi Korupsi
(IPK) Indonesia berdasarkan survei Transparansi Internasional, memperoleh indeks pada
kisaran angka 2 dari tahun 2004 hingga tahun 2007.

IPK hingga saat ini diyakini sebagai pendekatan yang sah untuk melihat tingkat korupsi
di suatu negara. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia Tahun 2011 meningkat menjadi 3
(Transparency International, 2011). Namun kenaikan IPK menjadi 3 tersebut masih
tergolong rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara lainnya baik di Asia maupun
Asia Tenggara.

Dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, Presiden Republik Indonesia


(Inpres Nomor 17 Tahun 2011) menginstruksikan kepada para menteri dan kepala lembaga
negara serta Kepala Daerah untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai
tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing dalam rangka pencegahan dan
pemberantasan korupsi Tahun 2012, dengan merujuk pada Prioritas Pembangunan Nasional
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 dan Rencana
Kerja Pemerintah Tahun 2012. Salah satu strateginya adalah “Strategi Pencegahan”.

Berbagai upaya pencegahan sebenarnya telah dilakukan, antara lain dengan


meningkatkan mutu layanan perizinan, seperti yang dicontohkan beberapa daerah melalui
pembentukan one stop service (layanan satu atap). Namun, dalam implementasinya,
persepsi masyarakat masih mencerminkan adanya kelemahan, terutama menyangkut
regulasi perizinan di daerah yang meninggalkan sekian celah bagi korupsi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah Pengertian dari SPIP dan Pembangunan zona integritas ?
2. Bagaimana pembangunan zona integritas menuju wilayah bebas korupsi dan wilayah
birokrasi bersih melayani di Indonesia ?
3. Bagaimanakah tujuan dari adanya pengendalian intern ?

1.3 Tujuan Penulisan


Agar mahasiswa mengetahui dan memahami pembangunan zona integritas menuju wilayah
bebas korupsi dan wilayah birokrasi bersih melayani di Indonesia serta mengenai adanya
proses Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Zona Integritas


Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Republik Indonesia nomor 52 tahun 2014 tentang pedoman pembangunan Zona Integritas
menuju wilayah bebas korupsi dan wilayah birokrasi bersih melayani di lingkungan instansi
pemerintah menyebutkan bahwa, Zona Integritas merupakan predikat yang diberikan
kepada instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk
mewujudkan wilayah bebas korupsi (WBK) dan wilayah birokrasi bersih melayani
(WBBM) melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan
peningkatan kualitas pelayanan publik, serta reformasi birokrasi di lingkungan kerja yang
menjadi tanggung jawabnya, yang diawali dengan penandatanganan Pakta Integritas oleh
seluruh pegawainya.
Pada hakekatnya, pembangunan zona integritas menuju WBK/WBBM ditujukan untuk
membangun dan mengimplementasikan program reformasi birokrasi secara baik pada
tingkat unit kerja di lingkungan instansi pemerintah (K/L/Pemda), sehingga mampu
menumbuh kembangkan budaya kerja birokrasi yang anti korupsi dan budaya birokrasi yang
melayani publik secara baik, serta mampu meningkatkan kepercayaan publik terhadap
birokrasi di lingkungan instansi pemerintah.
Zona integritas merupakan salah satu program yang dimaksudkan untuk
mengakselerasi capaian sasaran reformasi birokrasi, yaitu pemerintahan yang bersih dan
akuntabel, efektif dan efisien, serta kualitas pelayanan publik yang baik. Namun dalam
perjalanan menuju pencapaian sasaran reformasi birokrasi, kendala sering kali dihadapi,
diantaranya adalah penyalahgunaan wewenang, praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
(KKN), dan lemahnya pengawasan. Hal tersebut berimbas pada kepuasan pelayanan
masyarakat dan tingkat kepercayaan masyarakat kepada birokrasi yang semakin rendah.
Oleh karena itu, setiap instansi pemerintah dirasa perlu untuk membangun pilot project
pelaksanaan reformasi birorkasi yang dapat menjadi percontohan penerapan pada unit-unit
kerja lainnya.

2.2 Pencanangan Pembangunan Zona Integritas

Adapun pencanangan Pembangunan Zona Integritas berdasarkan pedoman


Pembangunan Zona Integritas Nomor 52 tahun 2014, meliputi sebagai berikut:

a) Pencanangan pembangunan Zona Integritas adalah deklarasi/pernyataan dari pimpinan suatu


instansi pemerintah bahwa instansinya telah siap membangun Zona Integritas;
b) Pencanangan pembangunan Zona Integritas dilakukan oleh instansi pemerintah yang pimpinan
dan seluruh atau sebagian besar pegawainya telah menandatangani dokumen Pakta Integritas
dapat dilakukan secara massal/serentak pada saat pelantikan, baik sebagai CPNS, PNS,
maupun pelantikan dalam rangka mutasi kepegawaian horizontal atau vertikal. Bagi instansi
pemerintah yang belum seluruh pegawainya menandatangani dokumen Pakta Integritas, dapat
melanjutkan/melengkapi setelah pembangunan Zona Integritas;
2
c) Pencanangan pembangunan Zona Integritas beberapa instansi pusat yang berada di bawah
koordinasi Kementrian dapat dilakukan bersama-sama. Sedangkan pencanangan
pembangunan Zona Integritas di instansi daerah dapat dilakukan oleh kabupaten/kota
bersama-sama dalam satu provinsi;
d) Pencanangan pembangunan Zona Integritas dilaksanakan secara terbuka dan dipublikasikan
secara luas dengan maksud agar semua pihak termasuk masyarakat dapat memantau,
mengawal, mengawasi dan berperan serta dalam program kegiatan reformasi birokrasi
khususnya di bidang pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik;
e) Penandatanganan Piagam Pencanangan Pembangunan Zona Integritas untuk instansi pusat
dilaksanakan oleh pimpinan instansi pemerintah & Penandatanganan Piagam Pencanangan
Pembangunan Zona Integritas untuk instansi daerah dilaksanakan oleh pimpinan instansi
pemerintah daerah;
f) KPK, ORI, unsur masyarakat lainnya (perguruan tinggi, tokoh masyarakat/LSM, dunia usaha)
dapat juga menjadi saksi pada saat pencanangan Zona Integritas untuk instansi pusat dan
instansi daerah.

2.3 Proses Pembangunan Zona Integritas

Dalam upaya pembangunan Zona Integritas menuju WBBM, Kemenkes telah


melakukan penilaian terhadap calon Satker WBK yang memenuhi syarat indikator hasil dan
indikator proses Satker WBK serta pada tanggal 30 Agustus 2013 telah mengusulkan 3 Satuan
Kerja ke Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk ditetapkan
sebagai Satker WBK. Proses pembangunan Zona Integritas yang dilakukan oleh Kementerian
Kesehatan dengan melakukan 2 (dua) cara penilaian, yakni sebagai berikut.
1) Penilaian Satuan Kerja Berpredikat WBK
Penilaian Satuan Kerja berpredikat yang berpredikat WBK di lingkungan
Kementerian Kesehatan dilakukan oleh Tim Penilai Internal (TPI) yang dibentuk oleh
Menteri Kesehatan. Penilaian dilakukan dengan dengan menggunakan indikator proses
(nilai di atas 75) dan indikator hasil yang mengukur efektivitas kegiatan pencegahan
korupsi yang telah dilaksanakan. Dalam upaya pencapaian predikat Wilayah Bebas
Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) kriteria utama
yang harus dipenuhi adalah pencapaian opini laporan keuangan kementerian/lembaga
oleh BPK-RI, harus memperoleh hasil penilaian indikator proses di atas 75 dan
memenuhi syarat nilai indikator hasil WBK seperti tabel berikut ini.

NO UNSUR INDIKATOR PROSES BOBOT %


1 Penandatanganan pakta integritas 5
2 Pemenuhan kewajiban LHKPN 6
3 Pemenuhan akuntabilitas kinerja 6
4 Pemenuhan kewajiban laporan keuangan 5
5 Penerapan kewajiban disiplin PNS 5
6 Penerapan kode etik khusus 4

3
7 Penerapan kebijakan pelayanan publik 6
8 Penerapan whistle blower system tindak pidana korupsi 6
9 Pengendalian gratifikasi 6
10 Penanganan benturan kepentingan (conflict of interest) 6
11 Kegiatan pendidikan, pembinaan, dan promosi antikorupsi 6
12 Pelaksanaan saran perbaikan yang diberikan oleh 5
BPK/KPK/APIP
13 Penerapan kebijakan pembinaan purna-tugas 4
14 Penerapan kebijakan pelaporan transaksi keuangan yang tidak 6
sesuai dengan profil PPATK
15 Promosi jabatan secara terbuka 3
16 Rekrutmen secara terbuka 3
17 Mekanisme pengaduan masyarakat 6
18 E-Procurement 6
19 Pengukuran kinerja individu 3
20 Keterbukaan informasi publik 3

2) Penilaian dan Penetapan Satuan Kerja Berpredikat WBBM


Penilaian satker yang berpredikat Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani
(WBBM), dilakukan oleh Tim Penilai Nasional (TPN) melalui evaluasi atas kebenaran
material hasil self -assessment yang dilaksanakan oleh TPI termasuk hasil self-
assesament tentang capaian indikator hasil WBBM. Untuk mencapai Indikator Hasil
WBK dan WWBM dapat dinilai mengacu pada penilaian seperti tabel berikut ini.
NO UNSUR INDIKATOR WBK WBBM KETERANGAN
HASIL
1 Nilai Indeks Integritas >7,0 >7,5 Skala 0–10 berdasarkan
intrumen KPK
2 Penilaian kinerja unit >550 >750 Skala 0–1000
pelayanan berdasarkan Permenpan
public 38/2012. Dalam
2 tahun terakhir
3 Penilaian kerugian 0% 0% Penilaian APIP & BPK
negara (KN) dalam 2 tahun yang
belum diselesaikan (%)
terakhir
4 Persentase maksimum 3% 2% 0% jika jumlah
temuan inefektif pegawai 100 orang
5 Persentase minimum 3% 2% <1% jika jumlah
temuan inefisien pegawai >100 orang
6 Persentase maksimum 1% 0% Idem
jumlah pegawai yang
dijatuhi hukuman

4
disiplin karena
penyalahgunaan
keuangan
7 Persentase pengaduan 5% 0% Idem
masyarakat yang belum
ditindak lanjuti
8 Persentase pegawai yang 0% 0% Pengaduan yang telah
melakukan tindak pidana >60 hari dalam 2 tahun
korupsi terakhir berdasarkan
keputusan pengadilan
yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap

Proses pembangunan Zona Integritas difokuskan pada penerapan program manajemen


perubahan, penataan tatalaksana, penataan manajemen SDM, penguatan pengawasan,
penguatan akuntabilitas kinerja, dan peningkatan kualitas pelayanan publik yang bersifat
konkret. Dalam membangun Zona Integritas, pimpinan instansi pemerintah menetapkan satu
atau beberapa unit kerja yang diusulkan sebagai WBK dan WBBM dengan memperhatikan
beberapa syarat yang telah ditetapkan, diantaranya : (1) dianggap sebagai unit yang
penting/strategis dalam melakukan pelayanan publik; (2) mengelola sumber daya yang cukup
besar, serta (3) memiliki tingkat keberhasilan reformasi birokrasi yang cukup tinggi di unit
tersebut. Sehingga, perlunya dilakukan pembinaan dan pengawasan yang efektif guna menjaga
terpeliharanya predikat WBK dan WBBM.

2.4 Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani


Wilayah Bebas Korupsi adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang
memenuhi sebagian besar kriteria dalam mengimplementasikan 6 area perubahan program
reformasi birokrasi, yaitu manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem
manajemen SDM, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan peningkatan
kualitas pelayanan publik. Hal tersebut juga harus didukung dengan hasil survei eksternal
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dan Indeks Persepsi Kualitas Pelayanan yang menyatakan baik,
di mana nilai IPK minimal 13,5 dari maksimal 15, serta telah menyelesaikan tindak lanjut hasil
pemeriksaan oleh pemeriksa internal dan eksternal.
Wilayah Birokrasi Bersih Melayani, sama seperti WBK, predikat ini hanya diberikan
kepada unit kerja yang memenuhi sebagian besar kriteria 6 area perubahan dan didukung hasil
survei eksternal IPK dan Indek Persepsi Kualitas Pelayanan yang baik, minimal 13,5 dari nilai
maksimal 15. Namun yang membedakan adalah adanya nilai persepsi kualitas pelayanan publik
dengan perolehan minimal 16 dari nilai maksimal sebesar 20, serta telah menyelesaikan tindak
lanjut hasil pemeriksaan oleh pemeriksa internal dan eksternal.
Adapun penjelasan indikator-indikator tersebut yaitu :
a) Manajemen perubahan, bertujuan untuk mengubah secara sistematis dan konsisten
mekanisme kerja, pola pikir (mind set), serta budaya kerja (culture set) individu pada

5
unit kerja yang dibangun, menjadi lebih baik sesuai dengan tujuan dan sasaran
pembangunan Zona integritas.
b) Penataan tatalaksana, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem,
proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, dan terukur pada Zona Integritas
menuju WBK/WBBM.
c) Penataan sistem manajemen SDM, bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme SDM
aparatur pada Zona Integritas menuju WBK/WBBM.
d) Penguatan akuntabilitas, akuntabilitas kinerja merupakan perwujudan kewajiban suatu
instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan program dan kegiatan dalam mencapai misi dan tujuan organisasi. Program
ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah.
e) Penguatan pengawasan, bertujuan untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan
yang bersih dan bebas KKN pada masing-masing instansi pemerintah.
Peningkatan kualitas pelayanan publik, merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas
dan inovasi pelayanan publik pada masing-masing instansi pemerintah secara berkala sesuai
kebutuhan dan harapan masyarakat. Disamping itu, peningkatan kualitas pelayanan publik
dilakukan untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pelayanan
publik dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan menjadikan keluhan
masyarakat sebagai sarana untuk melakukan perbaikan pelayanan publik.

2.5 Pengertian Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian


Internal Pemerintah menyatakan bahwa :

“Sistem Pengendalian Internal adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang
dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan
keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan
efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan. Sistem Pengendalian Internal Pemerintah, yang kemudian
disingkat SPIP adalah Sistem Pengendalian Internal yang diselenggarakan secara
menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.”

Sedangkan menurut Permendagri No. 04 Tahun 2008 Pedoman Pelaksanaan Reviu Atas
Laporan Keuangan Daereah Pasal 1 Ayat (10) adalah :

“Sistem Pengendalian Intern adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh manajemen yang
diciptakan untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam penciptaan efektivitas,
efisiensi, ketaatan terhadap peraturan perundang- undangan yang berlaku dan keandalan
penyajian keuangan daerah.”

6
Sistem Pengendalian Internal merupakan kegiatan pengendalian terutama atas
pengelolaan sistem informasi yang bertujuan untuk memastikan akurasi dan kelengkapan
informasi. Kegiatan pengendalian atas pengelolaan informasi meliputi Pengendalian Umum
dan Pengendalian Aplikasi, yang masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut :

a. Pengendalian Umum

Pengendalian ini meliputi pengamanan sistem informasi, pengendalian atas


pengembangan dan perubahan perangkat lunak aplikasi, pengendalian atas
perangkat lunak sistem, pemisahan tugas, dan kontinuitas pelayanan.
b. Pengendalian Aplikasi

Pengendalian ini meliputi pengendalian otorisasi, pengendalian


kelengkapan,pengendalian akurasi, dan pengendalian terhadap keandalan
pemrosesan dan file data.

Dalam kaitannya dengan efektivitas penyusunan laporan keuangan maka baik


buruknya implementasi sistem pengendalian internal dapat mempengaruhi kualitas laporan
keuangan pemerintah daerah yang akan dihasilkan.

2.6 Unsur-Unsur Sistem Pengendalian Internal Pemerintahan


Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal
Pemerintah menyebutkan bahwa:
“SPIP terdiri dari unsur-unsur berikut: lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan
pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan.”

Unsur-unsur SPIP dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Lingkungan Pengendalian

Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menciptakan dan memelihara


lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif
untuk penerapan Sistem Pengendalian Internal dalam lingkungan kerjanya.
Lingkungan pengendalian terdiri dari:
a. Penegakan integritas dan nilai etika;

b. Komitmen terhadap kompetensi;

c. Kepemimpinan yang kondusif;

d. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;

e. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;

f. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan


7
sumber daya manusia;
g. Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif;

h. Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.

2. Penilaian Resiko

Dalam rangka penilaian resiko, pimpinan Instansi Pemerintah


menetapkan tujuan instansi pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan,
dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Penilaian resiko
terdiri dari:
a. Penetapan tujuan instansi secara keseluruhan

b. Penetapan tujuan pada tingkatan kegiatan

c. Identifikasi resiko

d. Analisis resiko

e. Mengelola resiko selama perubahan

3. Kegiatan Pengendalian

Pimpinan Instansi pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan


pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dari sifat dan tugas dan
fungsi yang bersangkutan. Penyelenggaraan kegiatan pengendalian terdiri dari:
a. Reviu atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan;

b. Pembinaan sumber daya manusia;

c. Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;

d. Pengendalian fisik atas aset;

e. Penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja;

f. Pemisahan fungsi;

g. Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;

h. Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;

i. Pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya;

j. Akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan


8
k. Dokumentasi dan kejadian penting atas Sistem Pengendalian Intern.

9
4. Informasi dan Komunikasi

Pimpinan Instansi pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat,


dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat.
Komunikasi atas informasi wajib diselenggarakan secara efektif.
a. Informasi

b. Komunikasi

c. Bentuk dan sarana komunikasi

5. Pemantauan

Pimpinan Instansi pemerintah wajib melakukan pemantauan Sistem


Pengendalian Internal melalui:
a. Pemantauan berkelanjutan

b. Evaluasi terpisah

c. Penyelesaian audit

2.7 Tujuan Pengendalian Internal

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Sistem Pengendalian


Internal Pemerintah sendiri memiliki tujuan untuk mencapai kegiatan pemerintahan
yang efektif dan efisien, perlindungan aset Negara, keterandalan laporan keuangan,
kepatuhan pada perundang-undangan dan peraturan serta kebijakan yang berlaku.

Arens et. Al. (198:2011) yang dialih bahasakan oleh Herman Wibowo
memaparkan tiga tujuan umum manajemen dalam merancang sistem pengendalian
internal yang efektif, yaitu:

1. Reliability Of Financial Reporting

2. Efficiency and Effectiveness Of Operations

3. Compliance With Laws and Regulations

Manajemen bertanggung jawab untuk menyiapkan laporan bagi para investor,


kreditor dan pemakai lainnya. Manajemen memikul baik tanggung jawab hukum

10
maupun profesional untuk memastikan bahwa informasi telah disajikan secara wajar
sesuai dengan persyaratan pelaporan seperti prinsip- prinsip akuntansi yang berlaku
umum. Tujuan pengendalian internal yang efektif atas pelaporan keuangan adalah
memenuhi tanggung jawab pelaporan keuangan tersebut.

Pengendalian dalam perusahaan akan mendorong pemakaian sumber daya secara


efektif dan efisien untuk mengoptimalkan sasaran-sasaran perusahaan. Tujuan yang
penting dari pengendalian ini adalah memperoleh informasi keuangan dan non-
keuangan yang akurat tentang operasi perusahaan untuk keperluan pengambilan
keputusan. Manajemen harus menguji efektifitas pelaksanaan pengendalian untuk
menentukan apakah pengendalian sudah berjalan seperti yang telah dirancang dan
apakah orang yang melaksanakan memiliki kewenangan serta kualifikasi yang
diperlukan untuk melaksanakan pengendalian secara efektif.

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Zona Integritas merupakan predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah yang
pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk mewujudkan wilayah bebas korupsi
(WBK) dan wilayah birokrasi bersih melayani (WBBM) melalui reformasi birokrasi,
khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik, serta
reformasi birokrasi di lingkungan kerja yang menjadi tanggung jawabnya, yang diawali
dengan penandatanganan Pakta Integritas oleh seluruh pegawainya. Proses pembangunan
Zona Integritas difokuskan pada penerapan program manajemen perubahan, penataan
tatalaksana, penataan manajemen SDM, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas
kinerja, dan peningkatan kualitas pelayanan publik yang bersifat konkret.

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah adalah proses yang integral pada tindakan
dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk
memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang
efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan
terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang
selanjutnya disingkat SPIP. SPIP yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

3.2 Saran
Sebagai mahasiswa kiranya kita dapat bersama-sama untuk selalu menumbuhkan dan
meningkatkan semangat nasionalisme untuk Negara Indonesia agar menjadi Negara yang
bebas dari Korupsi, dan ciptakan pribadi bebas korupsi

12
DAFTAR PUSTAKA
Adwirman, dkk. 2014. Buku Ajar Pendidikan dan Budaya Antikorupsi. Jakarta : Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.
Surachmin dan Suhandi Cahaya. 2011. Strategi dan Teknik Korupsi. Jakarta :
Sinar Grafika.
Puspito, Nanang, dkk. 2011. Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi. Jakarta :
Kemendikbud RI.

13

Anda mungkin juga menyukai